Respon Kognitif terhadap UU No.232011

kualifikasi yang hari ini dimunculkan oleh BAZNAS dibandingkan pengelolaan zakat ini oleh LAZ lainnya. Sehingga agak sulit bagi kita untuk memberikan harapan bahwa akan ada pengelolaan zakat yang rapi dengan performa yang ada. “ 2 Sedangkan menurut Nana Mintarti : “Ya menurut undang-undang ini, sih, BAZNAS memang menjadi central, regulator, koordinator juga sebagai operator, sedangkan LAZ mejadi lembaga yang membantu BAZ dalam mengelola zakat di Indonesia. Ya sangat disayangkan saja hal ini dapat mematahkan semangat yang pernah ada“ 3 Namun lain halnya dengan pendapat Didin Hafidhuddin selaku komite pertimbangan zakat nasional di Forum Organisasi Zakat dan sebagai ketua BAZNAS saat ini, yang dilansir di Harian Republika.co.id 190412. Menurutnya dalam Undang-undang tersebut tidak menafikan keberadaan lembaga-lembaga zakat LAZ. Kekhawatiran yang muncul, menurutnya disebabkan belum dibacanya Undang-undang tersebut secara teliti dan terperinci. Sehingga seolah-olah menafikan LAZ, dan mengangkat peran BAZNAS, kemudian memarginalkan lembaga LAZ lainnya. Padahal itu tidak ada menurutnya. Didin juga mengatakan, tugas BAZNAS hanya dua, yakni sebagai operator terbatas dan koordinator. Sedangkan yang lain diberikan pada LAZ. 4 Dari beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa adanya perubahan hubungan BAZ dengan LAZ menjadi hubungan hirarki ini memberikan respon kognitif yang negatif, dimana kebanyakan responden memberikan banyak kritik mengenai hal tersebut. 2 Wawancara diperoleh di Kantor Dompet Dhuafa, Ciputat, Selaku Sekretaris Jendral FOZSelasa, 21052013 11.00. 3 Wawancara diperoleh di Kantor IMZ Ciputat, selaku Sekretaris Bidang Advokasi dan Pengawasan, Selasa, 21052013. 4 www.republika.co.idberitanasionalumum120418m2on9ppenguatan-baznas- pengerdilan-laz Jika dilihat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat pada bab ke-2 pasal 7, sebenarnya hal ini bisa menjadi kabar baik bagi BAZNAS, sekaligus beban berat yang harus dipikul. Bagaimana tidak, BAZNAS kini berubah menjadi lembaga pengelolaan zakat milik pemerintah yang menjadi pusat kegiatan bagi lembaga zakat lainnya. Tentunya perubahan ini tidak mudah bagi BAZNAS. Untuk kemampuan BAZNAS sendiri dalam mengemban amanah tersebut menurut Nana Mintarti: “Sebenarnya hal inikan tidak bisa hanya diprediksi saja, harus ada pembuktian, dong Tapi Tampaknya BAZNAS sedang melakukan pembenahan. Ya kita lihat saja buktinya nanti, kita lihat 3 tahun ke depan. Kita lihat perolehan penghimpunan ada peningkatan atau tidak. Tunggu saja tahun 2014 nanti.” 5 Pandangan lain disampaikan oleh Sabeth Abilawa, menurutnya: “BAZNAS apakah sudah siap? Dalam kerangka itu saja saya menyangsikan bahwa BAZNAS sudah siap. BAZNAS itu lembaga yang masih muda didirikan tahun 2000-an atas inisiasi dari lembaga- lembaga yang sudah ada, Dompet Dhuafa salah satunya. Undang- undang itu digagas oleh masyarakat sipil karena butuh payung hukum sebenarnya itu kesalahan kita, kalau Bazis-bazis itu sudah lama, seperti Bazis DKI sudah sejak tahun 1960-an, dia sudah mempunyai sejarah panjang. Jika BAZNAS ada problem, kalau dia berbicara wilayah, dia mau menghimpun dana dari mana? Nanti akan rebutan dengan Bazis DKI, sama-sama Jakarta. PNnya nanti rebutan. Secara penerimaan BAZNAS masih 30-40 milyar, okelah itu bukan sesuatu yang urgent buat mereka, tapi kan amanah yang besar itu belum pernah mereka kelola. Bagaimana mereka mengelola lembaga-lembaga yang sudah lama Bazis DKI aja nggak mau sampai sekarang diharuskan di bawah BAZNAS dari sisi pngumpulan, dari sisi pendistribusian, saya tidak melihat program-programnya tidak 5 Wawancara diperoleh di Kantor IMZ Ciputat, selaku Sekretaris Bidang Advokasi dan Pengawasan, Selasa, 21052013. kreatif dan sebagainya, karena kultur birokrasi terlalu panjang, kultur harus izin dan sebag ainya.“ 6 Sedangkan menurut M. Anwar Sani mengenai hal tersebut; “Mengenai pasal ini saya tidak menganggap hal ini benar mutlak dan juga tidak menganggap itu salah. Kalau berbicara visi tentu negara benar. Tapi menurut saya pokoknya orang bayar zakat mau zakat di mesjid kek, mau bayar langsung ke lembaga zakat, baznas, kek, yang penting orang yang tidak sadar zakat bisa terdorong untuk berzakat.” 7 Namun pandangan postitif dilayangkan oleh salah seorang pakar zakat Arif M. Haryono Pimpinan IMZ. Menurutnya: “Saya yakin saat ini BAZNAS sangat mampu untuk mengemban amanah tersebut, Menurut penilaian saya dengan susunan kepengurusan seperti saat ini setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, BAZNAS perlu disupport sangat kuat oleh pemerintah untuk mengidealkan UU baru tersebut karena nantinya BAZNAS tidak hanya mengkoordinasi BAZ-BAZ di tingkat Kabupaten dan Kecamatan saja tapi juga LAZ- LAZ yang sudah ada. Saya yakin sekali BAZNAS mampu karena orang-orang terpilih di dalamnya saat ini sangat bagus-bagus, kok, orang-orang di dalamnya qualified. Tapi dengan syaratnya harus banyak disupport oleh pemerintah mulai dari dukungan positif, infrasuktur, dll.” 8 Kesimpulan yang dapat ditarik dari beberapa respon kognitif dari pengurus FOZ dia atas adalah, dua dari tiga responden memberikan respon yang baik terhadap BAZNAS yang saat ini diperkirakan dapat berubah menjadi lembaga yang mampu mengemban amanah sebagai sentral pengelolaan zakat nasional. Sementara itu, banyak pihak yang pro dan kontra dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Masalah yang muncul kemudian, terdapat pasal-pasal 6 Wawancara diperoleh di Kantor Dompet Dhuafa,selaku Ketua Bidang Advokasi dan Pengawasan FOZ, Jumat, 21052013. 7 Wawancara diperoleh di Kantor Darul Quran, selaku wakil Sekjed FOZ, Rabu, 01052013. 8 Wawancara diperoleh di Kantor IMZ Ciputat,selaku Sekretaris Bidang Advokasi dan Pengawasan FOZ, Selasa, 27042013. “mengkhawatirkan” di mana menurut beberapa pihak ada pihak-pihak yang merasa “dikebiri” dengan pasal-pasal tersebut. Misalnya pasal 18, 19, 38, dan 41, dimana pada pasal 18 terdapat syarat-syarat yang ‘memberatkan’ dalam mendirikan LAZ atau LAZ yang ingin diakui oleh negara yakni, LAZ harus terdaftar sebagai ormas Islam. Atau pasal 19 kewajiban LAZ yang harus memberikan laporan terhadap BAZNAS secara berkala atau pasal 38 dan 41 mengenai sanksi bagi yang bertindak sebagai amil. Dalam hal ini menurut Bambang Suherman : “Spirit yang ada di sini adalah spirit monopoli. Dalam proses pengelolaan dana publik ini harus ada kontrol negara yang kuat hingga dapat dibahas sampai ke konsepsional badan hukum. Padahal, sebenarnya yayasan itu kan badan hukum. Dalam konsepsi peraturan legalitas pemerintah terhadap perlembagaan atau perkumpulan. Dan ini harusnya mengacu pada UU ormas yang ada. Maksudnya, semua ini juga masih menyisahkan permasalahan. Dalam perspektif pribadi saya, hal ini akan lebih banyak dampak negatifnya, kalau kita melihat dari seberapa besar kemampuan melibatkan masyarakat dalam membangun kampanye tentang sadar zakat. Karena dengan adanya aturan yang membatasi ini, mereka akan takut untuk melakukan kontribusi atau terlibat. Mereka akan dikenakan sanksi kan jika digunakan konsep seperti itu. Jika belum dilegalkan sebagai ormas, berarti masyarakat tidak bisa memberikan kontribusi yang sama, karena ini kan syariah. Syariah itu artinya, setiap orang yang muslim dan memiliki kesadaran tentang agama ini boleh terlibat dalam mengajak. Mengajak tidak sebagaimana dai mengajak, tapi bisa memberikan contoh. Dari konsep seperti ini dikhawatirkan akan ada ketakutan karena perlahan-lahan terlihat menjadi ekslusif milik pemerintah dengan persepsi bagaimana pemerintah mengelola negara sebagaimana yang kita ketahui. Maka, ini akan menciptakan perlambatan dalam akses terhadap informasi kepada publik.” 9 Sedangkan menurut Anwar Sani: “Mengenai pasal 38 apakah salah kalau orang menyerahkan zakatnya ke mushola kecil? ‘saya nitipin zakat ya’ dan diterima oleh panitia zakat yang panitia itu panitianya pembentukannya seminggu sebelum lebaran dan dibubarkannya seminggu sesudah lebaran, dia 9 wawancara diperoleh di Kantor Dompet Dhuafa, Ciputat, Selaku sekretaris Jendral FOZ, Selasa, 21052013 megang zakat loh, dititipin zakat loh, yang dititipin pengelolaan zakat besar juga. Syarat ketentuan dari pasal inikan harus meminta izin pada pejabat yang berwenang? Kan gak dijelasin berwenang disana itu siapa? Bisa jadi dia dapat izin dari RTRW dapat izin dari lurah bahkan biasanya di kepanitiannya itu yang jadi pembinanya itu ketuanya sendiri. Bahkan dia bisa jadi pengurus RTRW nya, Lurah bisa jadi pengurus masjid juga, jadi saya menganggap ini bagus nih Undang-undang ini bagus, makanya kalau buat saya terima saja nih apa yang ada di dalam ini kita akomodir diaplikasi teknisnya, kita akomodir ke semua ormas harus hormat bikin aja semua ormas jadi hormat selesai, apalagi? Gak ada izin? Oke, izin gampangin dong” 10 Lain halnya dengan Sabeth Abilawa. Menurutnya: “Mengenai pasal 38 dan 41 menurut saya pasal yang paling aneh, dampaknya adalah negara akan melarang pengurus-pengurus masjid menghimpun dana zakat, pengurus panti asuhan menghimpun dana zakat, melarang yayasan-yayasan sosial yang sudah ada memungut dana zakat, termasuk zakat fitrah dan zakat mal, artinya masjid dan mushola yang sudah ratusan tahun, panitianya setiap ramadhan menghimpun dana harus mengajukan diri sebagai UPZ BAZNAS jika disetujui dan bisa pula tidak disetujui, maka mereka illegal dan bisa dipidana dengan sangsi ini dan ada jutaan orang.” 11 Dalam pandanganNana Mintarti mengatakan dalam hal ini: “Aspek positifnya adalah niat baik ingin mengatur, mensentralisasi agar lebih terkoordinir yang mungkin kacamata Kemenag dan Baznas, mungkin karena dilihatnya LAZ kok bergerak sendiri- sendiri? Nah, agar bisa terjadi sinergi terkoordinir dan terprogram. Maka dibuatlah pasal-pasal tersebut. Aspek negatifnya, LAZ lahir dan tumbuh dari masyarakat, jauh sebelum UU No.381999 LAZ sudah eksis. LAZ yang sudah banyak peran dan sudah dirasakan masyarakat tiba-tiba harus tergabung dengan BAZNAS, sehingga peran itu dirasa menjadi dikecilkan. Padahal keinginan masyarakat berzakat itu berasal dari trust kepercayaan, karena zakat ini tidak bisa dipaksa, lain halnya dengan pajak, sedangkan zakat dalam Undang- Undang tidak ada paksaan.” 10 wawancara diperoleh di Kantor Darul Quran, Ciledug, Selaku sekretaris Jendral FOZRabu, 01052013 11 wawancara diperoleh di Kantor Dompet Dhuafa, selaku Ketua Bidang Advokasi dan Pengawasan FOZ, Selasa 21052013 “Sedangkan mengenai pasal 38 dan 41 menurut saya masih abu-abu ya, secara sanksi masih abu-abu belum jelas ini hukum perdata atau pidana? Yang melakukan tindakan nanti, polisikah atau siapa?” 12 Menurut Ahmad BuwaethyselakuKasubdit Sistem Informasi Zakat Direktorat Pemberdayaan Zakat Kementerian Agama RI dalam tulisannya di Harian Pelita Online Kamis, 230513, pada Pasal 38 telah ditulis bahwa ketentuan tersebut sesungguhnya bertujuan untuk menginventarisir, menertibkan, dan mewujudkan akuntabilitas dan transparansi lembaga yang mengelola zakat dari masyarakat. Dengan izin dari pejabat yang berwenang diharapkan para pihak Amil Zakat yang mengelola zakat dari masyarakat memang benar-benar menyalurkan zakat yang dikelola secara benar. Dengan perkataan lain, lembaga amil zakat tidak menyimpang dari tujuan semula, misalnya LAZ menjadi sebuah korporat yang mencari keuntungan. Dengan demikian menjadi tidak tepat jika izin dari pejabat berwenang tersebut bertujuan untuk mempersulit, mempersempit, dan mematikan ruang gerak lembaga amil zakat. Bahkan dengan adanya izin dari pejabat yang berwenang akan memperkuat lembaga amil zakat LAZ dan amil zakat tradisional di masjid-masjid akan menjadi bagian Unit Pengumpul Zakat. 13 Sedangkan mengenai pasal tentang hukum pidana dan pasal tentang LAZ, Didin Hafidhuddin mengatakan Rabu, 1710 : Penguatan kelembagaan BAZNAS dengan kewenangan yang disebutkan dalam UU sama sekali tidak untuk mematikan aktivitas pengumpulan zakat di masjid-masjid dan tempat lain. Tetapi justru diwadahi melalui Unit Pengumpul Zakat UPZ sehingga lebih terkoordinir. 12 wawancara diperoleh di Kantor IMZ,selaku Sekretaris Bidang Advokasi dan Pengawasan FOZ, selasa, 21052013 13 Harian-pelita-online.comcetak2013523memahami- “memahami-“pasal-pidana”-di- dalam-uu-pengelolaan-zakat-pasal- pidana”-di-dalam-uu-pengelolaan-zakat”Ua1IM-TT-So Didin menuturkan, keberadaan BAZNAS juga bukan untuk mempersempit akses LAZ terhadap sumber dana umat. BAZNAS hanya berkepentingan agar umat Islam yang masuk kategori muzakki, semuanya bisa menyalurkan zakat melalui institusi amil resmi, baik melalui LAZ maupun melalui BAZNAS di daerah. Selanjutnya, Didin menegaskan, BAZNAS hanya bertujuan agar umat menjalankan kewajiban berzakat. Yang terpenting adalah masyarakat menunaikan kewajiban zakatnya melalui amil resmi. 14 Kesimpulan dari respon kognitif yang diberikan ke-empat pengurus FOZ di atas cukup beragam. Ada aspek negatif dan ada pula aspek positif. Namun dapat ditarik kesimpulan bahwa masih ada beberapa responden yang belum mengerti secara menyeluruh mengenai pasal- pasal ‘mengkhawatirkan’ ini yang dianggap ambigu.

B. Respon Afektif Terhadap UU No.232011

Berdasarkan teorirespon yang telah dijelaskan oleh Jalaludin Rakhmat bahwa respon afektif adalah respon yang timbul karena adanya perasaan terhadap sesuatu yang terkait dengan emosi, sikap dan nilai. Timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak. Disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat ini juga mengundang banyak respon afektif pada sejumlah pegiat zakat termasuk pengurus dari Forum Organisasi Zakat 14 http:m.merdeka.comperistiwakewenangan-baznaz-tak-untuk-mematikan-laz.html FOZ. Isi dari Undang-undang tersebut menuai kontroversi, bahkan dari badan FOZ ada yang pro dan ada pula yang kontra. Bagi M. Anwar Sani Wakil Sekjen FOZ sendiri, ia tidak menolak dengan adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang P engelolaan Zakat walaupun saat ini beliau juga berkerja di Darul Qur’an yang juga merupakan LAZ. Karena baginya, kebijakannya selalu ada cara untuk menyikapinya. “Itikad saya adalah apapun yang akan digulirkan oleh Undang- undang ini kita akan saya akomodir, karena bagi saya selalu ada jalan untuk menuju ke arah tujuan yang kita tuju dengan cara lain.” Walaupun sejak awal Anwar Sani sendiri sudah mengetahui draf akhir Undang-Undang Pengelolaan Zakat yang baru. “Yang saya tahu waktu undang-undang digulirkan, itu ada berbagai versi, versi forum zakat, versi DPR, versi lainnya ini semuanya jelas berbeda. Kalau versi forum zakat berbicara tentang bagaimana organisasi ini bisa berjalan, kalau di pemerintah mungkin menurut kita salah tapi menurut pemikiran pemerintah belum tentu salah, jadi tergantung sudut pandangnya dari sudut pandang mana berpikirnya. Apakah salah ketika pemerintah menghendaki semua Lembaga Zakat bersatu? Secara visi, secara tujuan, dan secara cita-cita membangun Negeri ini betul. Tapi menjadi salah menurut temen- teman semuanya tergantung sudut pandang, mau yang sudut pandang yang mana? Kalau maunya teman-teman inginnya pemerintah itu mengayomi lembaga-lembaga yang sudah berjalan didorong, Nah, buat pemerintah tidak menarik, dorong buat apa? kalau bicara dengan pemerintah pasti kembali lagi ke zaman Rasulullah, zaman dimana semua dikelola oleh Negara.” 15 Lain halnya dengan Sabeth Abilawa. Menurutnya bentuk kepedulian adalah menolak isi dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat ini. 15 wawancara diperoleh di Kantor Darul Quran, Ciledug, selaku wakil Sekjed FOZ, Rabu, 01052013