71
Seksi Sertifikasi mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Bidang Pelatihan dan Produktivitas lingkup sertifikasi tenaga kerja.
17 Seksi Bimbingan Produktivitas Tenaga Kerja dan Pemagangan
Seksi Bimbingan Produktivitas Tenaga Kerja dan Pemagangan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Bidang Pelatihan dan
Produktivitas lingkup bimbingan produktivitas tenaga kerja dan pemagangan. Sumber : Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan tahun 2015
4. Jabatan Fungsional
Pada Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan terdapat 3 tiga jabatan fungsional, yaitu :
a. Jabatan Fungsional Pengantar Kerja
b. Jabatan Fungsional Pengawas Ketenagakerjaan
c. Jabatan Fungsional Mediator Hubungan Industrial
Sumber : Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan tahun 2015
4.2 Gambaran Umum Kehidupan Anak Jalanan Kota Medan Binaan Dinas
Sosial
Fenomena anak jalanan merupakan salah satu masalah yang muncul seiring dengan pertumbuhan kemajuan Kota Medan. Pertumbuhan Kota Medan
yang kian pesat konon Kota Medan sangat berhasrat menjadi Kota Metropolitan sehinga semakin membuka peluang bagi anak-anak untuk mencari uang. Dibalik
itu, ada kemungkinan lain dimana pertumbuhan kota justru mendesak daerah- daerah kumuh perkotaan yang mendorong anak-anak untuk keluar dan berbaur di
keramaian pusat-pusat Kota. Di sisi lain, pedesaaan yang kalah bersaing dan kian miskin mengundang urbanisasi, tidak saja pada orang dewasa tetapi juga anak-
72
anak. Dua kemungkinan penyebab ini bias dibenarkan jika kita amati latar belakang geografis anak-anak jalanan yang umumnya datang dari daerah kumuh
perkotaan dan daerah pedesaan yang miskin. Berdasarkan penuturan Bapak Zailun selaku Kabid Pelayanan Sosial dari
Dinas Sosial, bahwa konkritnya di Kota Medan ada tiga faktor umum yang menjadi persoalan mengapa anak turun ke jalanan, yaitu:
a. Kondisi ekonomi keluarga yang kurang atau tekanan kemiskinan akibat krisis
ekonomi yang berkepanjangan. b.
Ketidakharmonisan rumah tangga sehingga menyebabkan si anak tidak betah tinggal di rumah.
c. Akibat pengaruh lingkungan komunitas anak yang menyebabkan anak
terjerumus dalam kehidupan di jalanan. Ternyata dari ketiga faktor tersebut, bahwa faktor kondisi ekonomi
keluarga yang kurang atau tekanan kemiskinanlah yang menjadi masalah utama seringkali orang tua memaksa anaknya untuk bekerja dan juga atas inisiatif si
anak tersebut mencari nafkah untuk membantu orang tuanya atau hidup mandiri di jalanan. Umumnya kehidupan anak jalanan di Kota Medan dapat dilihat dari
tempat dimana keberadaan mereka beraktifitas, yaitu: a.
Pusat transportasi, seperti; stasiun-stasiun kereta api dan terminal-terminal bus.
b. Pusat perbelanjaan, seperti; di pusat perbelanjaan tradisional sampai pusat
perbelanjaan modern. c.
Tempat-tempat rekreasi, seperti; taman-taman rekreasi. d.
Persimpangan-persimpangan jalan atau di sekitar lampu merah.
73
Kantong-kantong anak jalanan yang merupakan tempat umum mereka bekerja di Kota Medan berdasarkan data dari Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan
Kota Medan berada di: a.
Simpang Pos, Jln. Jamin Ginting, Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru
b. Simpang Titi Kuning, Jln. A. H. Nasution, Kelurahan Titi Kuning, Kecamatan
Medan Johor c.
Terminal Terpadu Amplas, Jln. Panglima Denai, Kelurahan Amplas, Kecamatan Medan Amplas
d. Simpang Sei Kambing, Jln. Kapten Muslim, Kelurahan Sei Kambing
Kecamatan Medan Helvetia e.
Terminal Pinang Baris, Jln. Pinang Baris, Kecamatan Medang Sunggal f.
Simpang Juanda, Kelurahan Pasar Merah, Kecamatan Medan Kota g.
Aksara, Jln. Aksara, Kelurahan Pasar Baru, Kecamatan Medan Denai h.
Pasar Pringgan, Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru. i.
Café Harapan di Jln. Imam Bonjol Medan j.
Medan Plaza, Jln. Iskandar Muda, Medan Kehidupan anak jalanan berbeda dengan kehidupana anak-anak umum
lainnya, dimana anak jalanan ini dituntut untuk bekerja di jalanan setiap hari guna mendapat uang untuk membantu orang tua mereka yang berpenghasilan rendah.
Mengenai aktifitas-aktifitas yang dilakukan oleh anak jalanan di Kota Medan selama berada di jalanan, dapat dilihat seperti menyemir sepatu, mengasong,
menjajakan koranmajalah, mengelap mobil, mencuci kendaraan, menyewakan
74
payung, pemulung, mengamen, sebagai penghubung atau penjual jasa dan penjual makanan.
Melihat berbagai aktifitas tersebut, ternyata kehidupan dan pekerjaan anak-anak jalanan di Kota Medan berbeda-beda pula, hal ini tergantung dari
kesanggupan dan keinginan mereka untuk menjalaninya, karena pekerjaan yang mereka lakukan ini tidak membutuhkan kemampuan berfikir dan sekolah yang
tinggi. Adanya masalah anak jalanan yang tumbuh dan berkembang di Kota Medan haruslah diatasi secermat mungkin. Peran Dinas Sosial sebagai pelaksana
penanganan anak jalanan dan dibantu peran serta seluruh masyarakat merupakan hal yang sangat penting agar mereka dapat merasakan perhatian dan perlindungan
sehinga mereka merasa tidak dipinggirkan dan diasingkan di dalam kehidupan
bermasyarakat.
75
BAB V ANALISIS DATA
5.1 Pengantar
Pada bab ini akan diuraikan penyajian dan analisa data yang diperoleh penulis melalui penelitian di lapangan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh peneliti di lapangan, peneliti berhasil mengumpulkan data-data dan informasi mengenai pelaksanaan program pembinaan anak jalanan yang dilakukan
oleh Dinas Sosial Dan Ketenagakerjaan Kota Medan. Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu:
1. Penelitian yang dilakukan, diawali dengan mengumpulkan beberapa data atau
dokumen dari Dinas Sosial Kota Medan mengenai pelaksanaan program pembinaan anak jalanan dalam upaya meminimalisir keberadaan mereka.
2. Melakukan wawancara mendalam dengan staf lembaga Dinas Sosial yaitu
kepala bidang yang menangani langsung program ini atau beberapa pegawai yang terlibat dalam proses penelitian dan mengetahui latar belakang informan
tersebut. 3.
Melakukan observasi di lingkungan tempat pelaksanaan program pembinaan anak jalanan. Peneliti membuat catatan di lapangan untuk mengetahui
informasi mengenai pelaksanaan program pembinaaan dalam meningkatkan kesejahteraan anak.
Informan yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari: 1.
Informan Kunci, yaitu: Kepala Bidang Kabid Pelayanan Sosial 2.
Informan Utama, yaitu: Anak yang terdata sebagai peserta ikut terlibat dalam program pembinaan anak jalanan
76
3. Informan Tambahan, yaitu: Keluarga anak jalananorang tua, Kepala
Lingkungan dan Koordinator Bidang Sosial di Panti Asuhan Pungi tempat anak jalanan dibina.
5.2 Hasil Temuan 5.2.1 Informan Kunci
Nama : Zailun, SH, M.AP
Usia : 55 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Jabatan : Kepala Bidang Pelayanan Sosial
Agama : Islam
Suku : Jawa
Peneliti melakukan wawancara dengan bapak Zailun menanyakan bagaimana proses pelaksanaan program pembinaan yang dilakukan oleh Dinas
Sosial Kota Medan. Sebagaimana telah diatur dalam program, bahwa bentuk pembinaan yang dilakukan untuk menanggulangi keberadaan anak jalanan terdiri
atas empat bentuk pembinaan. Keempat bentuk pembinaan tersebut yaitu, 1 Program Penertiban, 2Program Pembinaan Lanjutan, 3Program
PelatihanKeterampilan dan 4 Program Pemberdayaan. Berbicara masalah penanganan jumlah anak jalanan di Kota Medan, Dinas Sosial telah
mencanangkan program pembinaan anak jalanan, namun dalam menjalankan
77
program tersebut jelas ada langkah-langkah yang harus dan wajib di lakukan oleh Pemerintah melalaui Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan.
Berikut hasil wawancara peneliti dengan Kepala Bidang Pelayanan Sosial ketika menanyakan program pembinaan anak jalanan : “selama ini yang kami
lakukan sudah mengacu kepada peraturan dari pusat yaitu Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, dimana langkah atau bentuk pembinaan yang langsung kami
lakukan itu ada empat, yaitu program penertiban, penyuluhan, program pelatihanketerampilan dan program pemberdayaan”
Berdasarkan hasil wawancara dan melalui pernyataan langsung tersebut maka dapat dikatakan bahwa sejauh ini Dinas Sosial telah berupaya untuk
menangani permasalahan anak jalanan di kota Medan dengan melakukan keempat program atau langkah pembinaan tersebut.Peneliti Kemudian menayakan secara
terperinci mengenai program pembinaan anak jalanan, bagaimana implementasinya, apa sajakah kegiatan yang dilakukan, apa saja indikator dan
bagaimana proses yang dilakukan demi terealisasinya setiap langkah pada program tersebut.
Program pertama yang dilakukan yaitu Penertiban. Peneliti melakukan wawancara tentang program pertama dan demikian penuturan dari Bapak Zailun :
“pada penertiban, kegiatan ini dilakukan bermitra dengan Satuan Polisi Pamong Praja Satpol PP ketika melakukan penertiban dengan melakukan patroli atau
razia penangkapan terhadap para anak yang ditemui sedang melakukan aktivitasnya dijalanan. Kegiatan yang dilakukan pada program ini adalah
pengadaan posko. Pembentukan posko dalam hal ini dilakukan dengan cara melakukan posko yang berbasis di jalanan in the street dan tempat umum pada
78
titik-titik rawan dimana anak jalanan sering melakukan aktivitasnya. Misalnya tempat posko yang dibuat untuk daerah Medan AmpasTerminal Amplas berada
di Jln. Sisingamangaraja, untuk daerah pringgan berada di Jln. Iskandar Muda, daerah Medan Johor berada di Jln. A.H Nasution dekat pos polisi. Pengadaan
posko ini berfungsi sebagai bentuk pembinaan awal kepada anak jalanan dengan melakukan pendataan dan pengarahan awal dari pihak Dinas Sosial. Jadi anak
yang di dapat dari jalan di bawa ke posko dan dilakukan pendataan. Pada kegiatan pendataan ini dapat diketahui data yang berisikan tentang nama,
alamat, daftar keluarga, kondisi tempat tinggal, latar belakang kehidupan sosial- ekonomi, asal daerah, pekerjaan, status keluarga, dan permasalahan pokok yang
di hadapai. Kemudian informasi yang di dapat, dikonfirmasi kepada keluarga si anak guna mengetahui apabila terdapat data yang tidak sinkron. Data-data ini
merupakan data awal yang dijadikan sebagai acuan dalam melakukan pembinaan pada tingkat selanjutnya. Setelah diketahui data tentang si anak, lalu mereka
dibawa dan dibina selama 1 minggu atau 7 hari di Panti Asuhan Pungi yang berada di Binjai yang telah di sediakan oleh Dinas Sosial Provinsi Sumatera
Utara. Setelah itu mereka di kembalikan lagi ke orang tua dan yang tidak memiliki orang tua mereka menetap di panti asuhan.”
Pernyataan diatas menjelaskan bahwa langkah awal untuk membina anak jalanan pada program penertiban ini adalah dengan pengadaan posko yang
berfungsi sebagai bentuk pembinaan awal melalui pendataan dan pengarahan awal dari pihak dinas sosial yang bekerja sama dengan Satpol PP Satuan Polisi
Pamong Praja. Penertiban yang merupakan pembinaan pencegahan sendiri merupakan bentuk awal dari suatu pembinaan yang dilakukan Dinas Sosial yang
79
bertujuan mencegah berkembangnya dan meluasnya jumlah penyebaran dan kompleksitas permasalahan penyebab adanya anak jalanan. Pembinaan
pencegahan sendiri dilakukan dalam beberapa bentuk kegiatan, yakni pembuatan posko yang bertujuan untuk mengetahui sebab kenapa mereka anak jalanan,
gelandagan, pengemis, dan pengamen ada dijalanan. Berdasarkan data di atas dapat ditelusuri bahwa penertiban dilakukan
pertama adalah pembuatan posko, selanjutnya melalui posko tersebuat dilakukan kegiatan pendataan langsung oleh Dinas Sosial Kota Medan yang bekerjasama
dengan lembaga-lembaga sosial, Satpol PP Satuan Polisi Pamong Praja dan pada kegiatan pendataan tersebut dapat diketahui data yang berisikan tentang nama,
alamat, daftar keluarga, kondisi tempat tinggal, latar belakang kehidupan sosial- ekonomi, asal daerah, pekerjaan, status keluarga, dan permsalahan pokok yang di
hadapai. Data-data ini merupakan data awal yang dijadikan sebagai acuan dalam melakukan pembinaan pada tingkat selanjutnya yang bertujuan untuk mengetahui
secara garis besar jumlah anak jalanan di setiap kecamatan sebagai sasaran untuk melakukan kegiatan selanjutnya.
Setelah dilakukan patroli lantas masih ada yang tertangkap sedang melakukan aktivitasnya, maka akan dijaring atau ditangkap untuk selanjutnya di
arahkan ke Panti Rehabilitasi Sosial yakni Panti Asuhan Pungi. Ditempat tersebut akan ditampung secara sementara selama kurang tujuh harisatu minggu untuk
dilakukan pembinaan. Pembinaan yang dilakukan selama dalam masa penampungan sementara terdiri atas bimbingan sosial, bimbingan mental spiritual,
bimbingan hukum, serta permainan adaptasi sosial atau outbond. Selama dalam kegiatan pembinaan tersebut maka dilakukan pula pendekatan awal kepada anak
80
jalanan, gelandagan, pengemis, dan pengamen dengan cara mengindetifikasi dan menyeleksi apa saja yang menjadi masalah pokok sehingga yang terjaring razia
ini masih saja melakukan aktivitasnya di jalanan. Melalui identifikasi dan seleksi tersebut, dapat diketahui permasalahan utama yang di hadapi anak-anak jalanan
ini. Setelah diketahui masalahnya maka pihak dinas sosial yang bekerja sama dengan instansi terkait dapat mengungkapkan dan memahami masalah serta apa
yang perlu dilakukan guna mengatasi masalah-masalah tersebut. Program kedua yaitu, Program Pembinaan Lanjutan. Program pembinaan
ini merupakan lanjutan dari program pembinaan awal yang telah dilakukan. Program ini dilakukan dengan memberikan bimbingan kepada anak yang
menitikberatkan ke peminimalisiran jumlah anak-anak jalanan, gelandangan, pengemis, dan pengamen yang melakukan aktifitasnya di tempat-tempat umum.
Pembinaan lanjutan ini juga lebih mengarah kepada keberlangsungan hidup mereka. Peneliti melakukan wawancara tentang program kedua dengan
menanyakan bagaimana pelaksanaan program dan kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan guna terealisasinya program pembinaan anak jalanan dan
demikian penuturan dari Bapak Zailun : “Untuk menindak lanjuti pembinaan awal, kami kemudian memberikan program
pembinaan lanjutan. Program pembinaan lanjutan ini dilakukan di tempat para anak jalanan dibina yakni di Panti Asuhan Pungi. Kegiatan yang dilakukan pada
program ini adalah memberikan berbagai bimbingan dan materi pembelajaran kepada para anak. Hal ini dilakukan langsung oleh Dinas Sosial yang bekerja
sama dengan Panti Pungi selama dalam proses pemberian pembinaan. Bimbingan yang diberikan pada program ini yang pertama berupa bimbingan
81
mental spriritualrohani seperti memberikan bimbingan secara keagamaan. Yang kedua, bimbingan fisik yaitu memberikan kegiatan pada bidang olahraga, seni
dan melakukan pemeriksaan kesehatan. Ketiga yakni bimbingan sosial, dan yang keempat yaitu bimbingan motivasi”.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada Bapak Zailun, peneliti mengetahui bahwa pelaksanaan program pembinaan lanjutan pada
program ini yakni dilakukan dengan pemberian bimbingan kepada para anak jalanan. Dinas Sosial Kota Medan yang bekerja sama panti asuhan dalam kegiatan
bimbingan kerja menggunakan secara sistematis tentang materi, waktu, metode pelaksanaannya, dan sasaranya. Lebih jelasnya peneliti akan menguraikan
pelaksanaan bimbingan diantaranya : a.
Bimbingan mental dan spiritualrohani Pembinaan bimibingan mental dan spiritual yaitu, dengan melakukan
pembentuakan sikap serta prilaku, baik itu bentuk perseorangan maupun bentuk perkelompok. Dimana pembentukan sikap dan prilaku tersebut diharapkan dapat
memberikan efek positif kepada mereka yang terjaring ketika dikembalikan dalam lingkungan masyarakat. Dalam pemberian bimbingan mental spiritual ada hal-hal
yang dilakukan didalamnya yaitu dengan memberikan bimbingan secara keagamaan, bimbingan terhadap budi pekerti serta bimbingan akan norma-norma
dalam kehidupan. Sebagaimana telah terjaring sebelumnya, ada yang dikembalikan secara bersyarat untuk mengikuti pendidikan formal maupun non-
formal, dan ada juga yang masih berada di dalam panti rehablitasi guna mengikuti pembinaan rehabilitasi melalui sistem yang ada di dalam panti rehabilitasi
tersebut. Selain itu dalam rangka bimbingan kepribadian mental, peran moral
82
sangatlah menentukan kepribadian yang terjaring sebagai bentuk pengendalian dalam bertindak ketika menghadapi segala keinginan dan dorongan untuk
berbuat,dan akan mengatur sikap dan tingkah laku secara moral. b. Bimbingan Fisik
Pemberian bimbingan secara fisik dilakukan dalam memberikan kegiatan- kegiatan, seperti kegiatan yang meliputi olahraga, seni, serta melakukan
pemeriksaan kesehatan. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menjaga dan memulihkan kesehatan serta kebugaran fisik. Ketika pemeriksaan kesehatan
dilakukan ternyata ada ditemukan yang mengalami gangguan kesehatan, maka akan dihentikan dalam proses pemberian pembinaan rehabilitasi di dalam panti.
Pemberentian pembinaan rehabilitasi artinya hanya bersifat sementara karena yang kedapatan memiliki gangguan kesehatan terlebih dahulu di rujuk untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan atau jaminan kesehatan lalu melanjutkan pembinaan rehabilitasi dipanti sosial.
c. Bimbingan sosial Bimbingan sosial yang diberikan yaitu bertujuan agar anak-anak tersebut
termotivasi dan dapat menumbuh kembangkan akan kesadaran dan tanggungjawabanya sebagai anggota masyarakat disamping itu, pemberian
bimbingan sosial dapat memecahkan permasalahan sosial yang dihadapi oleh anak-anak jalanan tersebut baik itu yang sifatnya perorangan maupun dalam
bentuk kelompok. Kegiatan bimbingan sosial mengarah pada aspek kerukunan dan kebersamaan hidup bermasyarakat, sehingga dapat menimbulkan kesadaran
dan tanggung jawab sosial baik di lingkungan masyarakat maupun di lingkungan kerja. Ini dimasudkan untuk menummbuh kembangkan kesadaran dan tanggung
83
jawab sosial serta kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialtatanan kehidupan masyarakat. Bimbingan sosial ini menumbuh
kembangkan dan meningkatkan secara mantap kesadaran tanggung jawab sosial untuk berintegrasi dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat secara normatif.
d. Bimbingan motivasi Bimbingan ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan motivasi kepada
anak untuk dapat berkarya dan memacu mereka untuk bisa mandiri dan tidak bergantung pada orang lain, ada keinginan untuk maju dan berhasil. Materi yang
diberikan dalam hal pendidikan kemasyarakatan, pembinaan tanggung jawab dan kepercayaan diri sendiri. Teknik yang dilakukan adalah bimbingan perseorangan
dan bimbingan kelompok. Program ketiga yaitu Program PelatihanKeterampilan. Peneliti melakukan
wawancara tentang program ketiga dengan menanyakan bagaimana pelaksanaan program dan kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan guna terealisasinya
program pembinaan anak jalanan dan demikian penuturan dari Bapak Zailun “Pelatihan disini artinya memberikan mereka pembinaan dengan berbagai
keterampilan misalnya pembuatan sablon, anyanan, menjahitmenyulam seperti bagi anak perempuan misalnya; keterampilan tata rias, mereka ada diajarkan
praktek pemangkasan, teori dan praktek menyanggul modern. Mengajarkan bordir atau menjahit misalnya tentang teknik membordir taplak meja dan bentuk
keterampilan lainnya.Kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkan bakat dan juga meningkatkannya serta memberikan dorongan motivasi kepada anak untuk dapat
berkarya dan memacu mereka untuk bisa mandiri dan adanya keinginan untuk maju dan berhasil”.
84
Berdasarkan wawancara diatas, peneliti mengetahui bahwa dalam program pelatihan ini Dinas Sosial memberikan berbagai keterampilan kepada para anak
jalanan yang di bina di panti asuhan. Pemberian pelatihan ketrampilan yang dilakukan didalam panti ini dilaksanakan atas kerja sama antara pihak panti
dengan instansi-instansi yang terkait. Ketika sudah dianggap mampu dan terampil serta mampu menghasilkan uang dari hasil ketrampilan yang dimiliknya barulah
dilakukan pelepasan. Dilepasnya artinya bukan dilepas begitu saja, melainkan kembali ke keluarganya atau lingkungan untuk mengembangkan ketrampilan yang
dimilikinya dalam bentuk usaha. Sedangkan untuk kategori anak usia belum sekolah selanjutnya pembinaan rehabilitasi yang diberikan yaitu bimbingan pra
sekolah. Pemberian bimbingan pra sekolah disini dimaksudkan sebagai upaya
untuk mempersiapkan dari awal sebelum memasuki dunia pendidikan yang lebih terarah, terbina, dan lebih formal. Selain itu, pemberian bimbingan pra sekolah
juga sebagai bentuk pengenalan kondisi situasi sekolah serta memberikan pemahaman dan pengertian tentang mata pelajaran yang akan di dapatkan dalam
dunia sekolah secara umum sesuai dengan strata sekolah. Barulah kemudian dimasukkan ke sekolah sesuai dengan kategori usia sekolah. Baik itu secara
pendidikan formal maupun pendidikan non-formal buat yang putus sekolah. Program keempat yakni Program Pemberdayaan yang dilakukan Dinas
Sosial Kota Medan. Peneliti melakukan wawancara tentang program keempat dengan menanyakan bagaimana pelaksanaan program dan kegiatan-kegiatan apa
saja yang dilakukan guna terealisasinya program pembinaan anak jalanan. Berikut penuturan dari Bapak Zailun, “program pemberdayaan disini dimaksudkan
85
kepada keluarga. Keluarga yang dimaksud yaitu keluarga kandung, orang tua, saudara, kakek atau nenek dari si anak .Orang tua dipanggil ke kantor Dinas
Sosial dan dilakukan pemberdayaan. Pemberdayaan keluarga merupakan suatu proses penguatan keluarga yang dilakukan secara terencana dan terarah melalui
pemberian kegiatan bimbingankepada para orang tua atau keluarga anak jalanan. Mereka di berikan berbagai arahan agar tidak membiarkan dan
menelantarkan anak mereka untuk terjun langsug ke jalanan” Peneliti kemudian menanyakan kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan
pada program ini dan Bapak Zailun pun memaparkan, “ada lima macam bentuk pemberdayaan terhadap keluarga yang dapat kita berikan. Dua diantaranya
merupakan bentuk bimbingan dan selebihnya yaitu pembentukan kelompok untuk usaha ekonomis produktif bersama dalam hal kegiatan yang biasa dikerjakan
sesuai dengan kondisi tempat tinggalnya, seperti usaha jahit-menjahit, usaha kios, usaha salon, lalu di berikan modal untuk mengembangkan usaha tersebut
serta untuk mencukupi kebutuhan keluarganya”. Berdasarkan wawancara diatas, peneliti mengetahui bahwa terdapat lima
macam bentuk kegiatan dalam program pemberdayaan yakni berupa pelatihan dan ada pula berupa pembentukan usaha lalu pemberian modal dan
mengembangkannya menjadi usaha untuk memenuhi kebutuhan masing-masing dari keluarga anak-anak jalanan tersebut. Pertama, yaitu dengan pemberian
bimbingan kepada para orang tua atau keluarga anak jalanan. Mereka di berikan berbagai arahan agar tidak membiarkan dan menelantarkan anak mereka untuk
terjun langsug ke jalanan.
86
Kedua yaitu melakukan kegiatan pelatihan keterampilan berbasis rumah tangga yaitu pelatihan yang dilakukan untuk memberikan pengetahuan dan
keterampilan yang disesuaikan dengan bakat dan minat serta lingkungan sosialnya. Pelatihan ini meliputi pelatihan jahit-menjahit, memasak, kerajinan
rumah tangga, dan hal-hal umum yang biasa menjadi pekerjaan ibu rumah tangga lainnya. Ketiga, yaitu Pelatihan Kewirausahaan. Pelatihan ini dilakukan untuk
memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang prinsip-prinsip usaha kecil dan menengah yang disesuaikan dengan keterampilan yang mereka miliki berdasarkan
kondisi lingkungan tempat mereka berdomisili, sehingga mereka mampu beradaptasi dan dapat termotivasi untuk melakukan aktivitas usahanya guna
membantu mencukupi penghasilan keluarganya yang di butuhkan. Keempat, yaitu pemberian bantuan modal usaha ekonomis peroduktif. Ini
dilakukan bertujuan untuk memberikan bantuan stimulan berupa berupa barang atau dagangan atau modal usaha kecil sebagai modal dasar dalam rangka untuk
membentuk, memotivasi serta untuk menciptakan kemandirian keluarga yang dilakukan secara perorangan. Dinas Sosial bekerja sama dengan instansi-instansi
terkait memberi bantuan modal dan usaha bagi keluarga anak jalanan yang kurang mampu, seperti bahan makanan ataupun modal untuk menghidupi kebutuhan
keluarganya. Kelima yaitu, Pembentukan Kelompok Usaha Bersama. Kegiatan ini dilakukan dengan maksud untuk mengembangkan usaha ekonomis produktif baik
yang telah diberi modal maupun barang melalui pembinaan dengan cara membentuk kelompok keluarga yang memiliki jenis usaha yang sama antara lima
sampai dengan sepuluh keluarga.
87
Peneliti kemudian melakukan wawancara dengan bapak Zailun menanyakan bagaimana sejarah lahirnya Program Pembinaan Anak Jalanan di
Kota Medan. Bapak Kabid tersebut menerangkan kepada peneliti latar belakang terbentuknya program pembinaan anak jalanan yaitu merujuk kepada maraknya
anak jalanan anak terlantar yang hingga saat ini masih saja melakukan aktivitas mereka dengan bekerja atau berkeliaran di jalanan dimana hal tersebut sangat
mencemari keindahan suatu kota dan tuntutan profesi untuk bekerja bagi anak sangat bertolak belakang dengan hukum. Bapak Zailun menegaskan:
‘terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 34 ayat 1 yang mengatakan bahwa fakir miskin dan anak terlantar itu dipelihara oleh negara artinya
Pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak terlantar, termasuk di dalamnya anak jalanan. Jadi alasan utama
program pembinaan ini terwujud karena kebijakan tersebut dan juga berdasarkan landasan hukum tentang perlindungan anak, hak-hak anak dan Undang-Undang
lain yang mengatur tentang kesejahteraan untuk anak. Kemudian pemerintah melalui Dinas Sosial membuat program pembinaan untuk pengentasan masalah
anak jalanan di Kota Medan ini.” Berdasarkan penuturan dari Bapak Kepala Bidang tersebut, peneliti
mengetahui bahwa latar belakang terbentuknya program pembinaan anak jalanan adalah berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 34 ayat 1 yang
menyatakan bahwa anak terlantar termasuk di dalamnya anak jalanan dipelihara oleh negara dan atas dasar kebijakan pemerintah yang terdapat pada Undang-
Undang tentang Perlindungan Anak yakni UU No 23 tahun 2002 dan peraturan terbaru yang serupa dengan hal tersebut yaitu UU No 35 Tahun 2014 tentang
88
Perlindungan Anak serta UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak tentang dan hak-hak yang menjamin kesejahteraan mereka.
Negara Indonesia adalah salah satu negara yang meratifikasi Konvensi Hak-Hak Anak dan karena itu mempunyai komitmen menurut hukum nasional
untuk menghormati, melindungi, mempromosikan dan memenuhi hak-hak anak di Indonesia. Konvensi hak-hak anak merupakan komitmen dalam pemenuhan
kebutuhan dasar anak agar dapat tumbuh secara wajar. Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia
pada umumnya. Tercantum dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan
Convension on the Right of the Child konvensi tentang hak-hak anak. Mereka perlu mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya anak, yaitu
hak sipil dan kemerdekaan, lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, rekreasi dan budaya dan
perlindungan khusus. Hak-hak anak adalah merupakan alat untuk melindungi anak dari
kekerasan dan penyalahgunaan. Hak anak dapat menciptakan saling menghargai pada setiap manusia. Penghargaan terhadap hak anak hanya bisa dicapai apabila
semua orang, termasuk anak-anak sendiri, mengakui bahwa setiap orang memiliki hak yang sama, dan kemudian menerapkannya dalam sikap dan perilaku yang
menghormati, mengikutsertakan dan menerima orang lain. Tujuan Hak-hak anak adalah untuk memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan untuk
mencapai potensi mereka secara penuh, serta memiliki akses terhadap pendidikan
89
dan perawatan kesehatan, tumbuh di lingkungan yang sesuai, mendapat informasi tentang hak-hak mereka dan berpartisipasi secara aktif di masyarakat.
Pernyataan Bapak Zailun mengatakan bahwa selain hak yang merupakan komitmen dalam pemenuhan kebutuhan dasar anak agar dapat tumbuh secara
wajar, pemerintah yang juga telah mengeluarkan Undang-Undang tentang Perlindungan Anak yaitu UU No 23 tahun 2002, peraturan terbaru yang serupa
dengan hal tersebut yakni UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Berdasarkan landasan
tersebut, anak terlantar atau anak jalanan wajib dipelihara oleh negara. Bapak Zailun menuturkan:“melihat berbagai kondisi yang dialami oleh anak jalanan,
maka Pemerintah Daerah Kota Medan melalui Dinas Sosial mengadakan Program Pembinaan Anak Jalanan, dimana dengan program yang disusun akan
tercipta realisasi untuk mengentaskan masalah anak jalanan”. Peneliti kemudian menanyakan kepada Bapak Zailun, bagaimana
sosialisasi yang dilakukan dalam pelaksanaan program pembinaan anak jalanan. Bapak Zailun mengatakan bahwa bentuk sosialisasi terbagi atas dua bentuk, yaitu
secara langsung dan tidak langsung serta melakukan satu kegiatan yaitu kampanye. Sosialisai secara langsung sendiri dilakukan dalam bentuk ceramah
yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan instansi terkait dan dapat bekerja sama dengan kelompok, organisasi sosial Orsos melalui kegiatan interaktif dan
ceramah yang dilakukan secara langsung, sedangkan sosialisasi secara tidak langsung sendiri dilakukan melalui media cetak maupun di media elektronik
sebagai media perantara antara pemerintah kepada masyarakat.
90
Sosialisasi atas program pembinaan ini juga dilakukan dengan kampanye yang bertujuan untuk mengajak dan mempengaruhi seseorang atau kelompok
untuk ikut melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengendalian terhadap anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen. Kampanye dilakukan melalui
kegiatan yang mengikutsertakan kelompok-kelompok masyarakat tertentu baik dalam pertunjukan, pertandingan, lomba, orasi, pemasangan rambu-rambu tentang
larangan memberikan uang di jalanan. Setelah menanyakan latar belakang terbentuknya program pembinaan dan
bagaimana sosialisai yang dilakukan, peneliti kemudian menanyakan siapa sajakah yang menjadi sasaran dalam pembinaan. Berikut pernyataan Bapak
Zailun, “dampak krisis ekonomi menyebabkan banyak keluarga terpuruk kondisi ekonominya, sehingga dengan terpaksa si anak harus turut mencari nafkah di
jalanan dan dengan demikian yang menjadi sasaran program pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial adalah untuk kepentingan anak jalanan yang
sebagian besar waktunya mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dimana hal tersebut sangat belum wajar bagi seorang anak untuk bekerja dan berada di
jalanan” Mencermati pernyataan dari Bapak Kabid tersebut, berkaitan dengan
kepentingan siapa yang terlibat, artinya bahwa kelompok yang menjadi sasaran utama dalam pelaksanaan program pembinaan ini adalah untuk kepentingan anak
jalanan, maka sasaran nya adalah anak jalanan. Faktor kuat yang membuat anak untuk turun ke jalanan adalah karena kondisi ekonomi keluarga yang kurang
mendukung, sehingga dengan terpaksa si anak harus membantu pendapatan orang tuanya. Sasaran ditujukan pada anak jalanan dengan tujuan tercapainya
91
perlindungan terhadap anak yakni dengan menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat berkembang, tumbuh, hidup dan berpartisipasi secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,
berakhlak mulia dan sejahtera. Suatu program yang dirumuskan pasti memiliki tujuan dan manfaat yang
seobjektif mungkin untuk dicapai, artinya program yang ditetapkan benar-benar tepat sasaran terhadap kepentingan yang dimaksud. Berdasarkan hasil wawancara
peneliti dengan Bapak Zailun yang menyatakan bahwa, tujuan yang ingin dicapai dari program pembinaan ini yakni:
“Mengurangi kegiatan anak di jalanan sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya seperti dapat bermain dan belajar layaknya anak-anak pada umumnya
dan dapat kembali kepada orang tuanya serta terpenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya”.
Peneliti juga mengetahui macam-macam manfaat yang diharapkan dengan adanya program pembinaan anak jalanan ini adalah: “Pertama, anak memiliki
keterampilan misalnya dalam hal pembuatan kerajinan tangan seperti pembuatan sablon, anyanan, menyulammembordir taplak meja,kerudung dan si anak pun
dapat berkarya serta bisa menumbuhkan bakat bakat dalam dirinya sehingga dapat bekerja untuk membantu orang tuanya dengan catatan bukan bekerja di
jalanan, karena seorang anak yang bekerja di jalanan dikhawatirkan sangat rentan terhadap berbagai kecelakaan lalu lintas dan rentan terhadap berbagai
penyakit yang muncul. Keterampilan yang diberikan ini merupakan salah satu program dari empat program pembinaan yang diberi Dinas Sosial pada anak
92
jalanan dimana program ini diberikan di Panti Asuhan Pungi tempat anak jalanan dibina. Kedua, diharapkan anak tidak kembali lagi ke jalanan sehingga
tidak merusak pemandangan dan ketertiban umum akibat berkeliarannya mereka di jalanan”.
Peneliti kemudian menanyakan siapa sajakah badaninstansi yang ikut berperan dalam pelaksanaan program pembinaan anak jalanan, Bapak Zailun
kemudian menuturkan, “kami melakukan mitra dengan lembaga sosial yaitu Panti Asuhan Pungi yang berada di Binjai. Panti tersebut merupakan tempat
anak jalanan di bina. Disanalah mereka menerima program pembinaan selama tujuh hari ketika anak jalanan berhasil di tangkap dari hasil razia di lapangan
oleh Dinas Sosial yang juga bekerja sama dengan Satpol PP. Agen implementorpelaksana dari program pembinaan anak jalanan adalah Dinas
Sosial sebagai perpanjangan tangan dari Gubernur Sumatera Utara dan dalam pelaksanaannya ketika melakukan pembinaan-pembinaan dibantu oleh oknum-
oknum terkait yakni Satuan Polisi Pamong Praja Satpol PP dan Panti Asuhan Pungi.”
Berdasarkan penuturan Kepala Bidang Pelayanan Sosial tersebut bahwa pelaksana dari suatu kebijakan tidak dapat sepenuhnya dilaksanakan oleh satu
pihak, walaupun Dinas Sosial sebagai pelaksana utama dalam hal ini, namun penting menjalin kerjasama dengan pihak-pihak lain yang terkait didalamnya
sehingga program tersebut terlaksana sesuai dengan yang diharapkan. Badaninstansi yang ikut berperan dalam pelaksanaan program pembinaan anak
jalanan ini adalah Panti Asuhan Pungi yang berada di Binjai. Panti ini digunakan sebagai tempat anak jalanan di bina. Satuan Polisi Pamong Praja Satpol
93
PPMedan juga ikut berpartisipasi yakni dalam hal operasi razia yaitu ikut turun ke lapangan bersama Dinas Sosial untuk melakukan razia terhadap anak jalanan.
Peneliti kemudian menanyakan dari mana sumber anggaran dalam pelaksaan program pembinaan anak jalanan. Suatu program yang dijalankan
haruslah didukung oleh sumber daya yang memadai. Sumber-sumber daya yang dimaksud mencakup Sumber Daya Manusia SDM dan Sumber daya
finansialkeuangan, sehingga dapat menunjang keberhasilan implementasi program yang ingin dituju. Berikut penuturan dari Bapak Zailun :
“jika yang menyangkut dengan sumber daya manusia adalah kami sebagai pelaksana dalam program pembinaan ini, ada 2dua orang pegawai yang
bersangkutan langsung dengan pembinaan anak jalanan tersebut yaitu Ibu Deli Marpaung SH dan Bapak Miskuddin Nst. dan menyangkut masalah anggaran itu
sudah ada dalam APBD Kota Medan dalam beberapa program yang ada di dinas Sosial Kota Medan, salah satunya penertiban, penyuluhan, pembinaan dan
pelatihan untuk anak jalanan, selama ini fasilitas untuk penertiban belum ada, misalnya rumah singgah dan mobil pengangkut anak jalanan dari penertiban
tersebut. Fasilitas tersebut diperoleh dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara. Melalui hasil wawancara peneliti dengan informan, peneliti mengetahui
bahwa Sumber daya manusia dan sumber daya finansial merupakan dua elemen dasar yang penting tersedia untuk menunjang keberhasilan suatu program yang
djalankan. Kemampuan pekerja sebagai sumber daya manusia yang dibutuhkan sangat penting peranannya untuk memperlancar proses pemberian pembinaan bagi
anak jalanan, namun hasil penelitian yang penulis peroleh dari hasil wawancara dengan Dinas Sosial, bahwa Dinas Sosial tidak menyediakan pekerja khusus dari
94
luar instansi untuk membina secara langsung program kegiatan anak jalanan ataupun melakukan pelatihan-pelatihan kepada para pekerja sosial, dikarenakan
terbatasnya dana untuk kegiatan tersebut. Peneliti kemudian menanyakan sejauh mana perubahan akan diwujudkan.
Sebuah kebijakan haruslah disikapi dengan tepat. Seperti masalah anak jalanan di Kota Medan sangatlah beragam sehingga penanganannya juga harus disesuaikan
dengan masalah yang ada dan pada akhirnya perubahan yang diharapkan akan dapat terwujud, walaupun hanya sebatas meminimalisir atau mengurangi
keberadaan mereka, karena sesunguhnya untuk menghilangkan keberadaan anak jalanan ini sepenuhnya sangat sulit direalisasikan mengingat krisis ekonomi
Negara Indonesia yang begitu terpuruk. Seperti hasil wawancara peneliti kepada Bapak Zailun dari Dinas Sosial yang menyatakan bahwa:
“Perubahan yang ingin diwujudkan sesunguhnya tidak jauh berbeda dengan manfaat yang ingin dicapai, yakni mengurangi anak berada di jalanan, baik itu
untuk bekerja atau hanya sekedar berkumpul dengan teman-temannya. Sebagaimana anak-anak yang lain, anak jalanan juga memiliki hak untuk
mendapatkan pelayanan yang layak, untuk itu perubahan yang perlu diwujudkan adalah anak-anak jalanan ini dapat tumbuh sesuai dengan masa berkembang,
baik perkembangan fisik maupun mentalnya, seperti mendapatkan hak pendidikan, pelayanan kesehatan, bermain dan sebagainya”.
Berdasarkan hasil wawancara, peneliti mengetahui bahwa realisasai yang ingin diwujudkan adalah pemerintah berharap aktifitas kerja anak di jalanan
berkurang, seperti meminta-minta atau mengemis, dan anak jalanan yang putus sekolah dapat dibina serta mendapatkan pendidikan sebagaimana anak-anak pada
95
umumnya. Pemerintah beserta segenap masyarakat haruslah berupaya agar mereka tidak lagi bekerja di jalanan, karena usianya belum sepantasnya untuk
bekerja, mereka seharusnya belajar, sekolah dan masih dalam bimbingan, asuhan serta didikan orang tua atau keluarganya. Melalui adanya kebijakan program
pembinaan anak jalanan ini, maka perubahan yang ingin diwujudkan adalah berkurangnya keberadaan anak jalanan dan mereka mendapatkan hak-haknya
kembali. Peneliti kembali mengajukan pertanyaan dengan menyakan tentang
kebijakan apa yang telah dikeluarkan oleh pemerintah kota Medan untuk pelaksanaan program, Bapak Zailun mengatakan bahwa di tingkat Provinsi,
memang Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara belum ada mengeluarkan Peraturan Daerah tentang Penetapan Program Pembinaan Anak Jalanan, namun
mengeluarkan Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Bagi Anak. Program
mengenai pembinaan anak jalanan dilakukan atas peraturan dari pusat yaitu Departemen Sosial berlandaskan kebijakan dalam aturan yang terdapat pada UU
No 23 Tahun 2002 dan UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan juga UU No. 4 Tahun 1797 tentang Kesejahteraan Anak.
Adanya kebijakan pemerintah yang jelas untuk memperkuat pengasuhan berbasis keluarga untuk anak-anak yang rentan. Anak-anak memerlukan
pengasuhan dan perlindungan prioritas pengasuhan alternatif di keluarga besar atau di keluarga pengganti. Departemen Sosial, Departemen Pendidikan Nasional,
Departemen Agama, dan instansi penting lainnya perlu bekerja bersama untuk memastikan bahwa keluarga-keluarga miskin dan rentan bisa mendapatkan
96
bantuan langsung keuangan dan bentuk lain untuk menjamin pendidikan anak- anak mereka.
Bapak Zailun juga mengatakan bahwa program pembinaan ini sudah berlangsung lama yakni sekitar kurang lebih lima 5 tahun lamanya dilakukan
langsung oleh Dinas Sosial dan hasil yang diperoleh dalam waktu tersebut masih kurang memuaskan karena kurangnya berbagai fasilitas yang mendukung program
diantaranya Dinas Sosial belum memiliki fasilitas yang memadai dalam menjalankan program ini, seperti tidak adanya transportasi khusus yang
digunakan oleh Dinas Sosial untuk melakukan razia saat melakukan penertiban karena kurangnya dana dari pusat dan belum memiliki fasilitas yang memadai
dalam menjalankan program ini untuk mendirikan rumah singgahpanti sosial, karena rumah singgahpanti sosial yang selama ini digunakan adalah milik non-
pemerintah yang disubsidi sehingga anak jalanan yang dirazia harus dibina di kota lain yaitu Panti Sosial Pungi yang berada di Binjai sehingga menghambat proses
jalannya program. Hingga saat ini Dinas Sosial masih mengupayakan program pembinaan ini perlu dilanjutkan hingga dapat mengentaskan problematika anak
jalanan di Kota Medan. Menurut Bapak Kepala Bidang tersebut bahwa adanya program
pembinaan terhadap anak jalanan ini tentunya mendukung tercapainya visi misi Dinas Sosial. Visi Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan adalah
perluasan, perlindungan kerja dan pengentasan kemiskinan dalam masyarakat menuju Kota Medan sejahtera. Salah satu misi yang berhubungan langsung
dengan pembinaan anak jalanan yaitu meningkatkan penanganan masalah-
97
masalah kesejahteraan sosial. Masalah kesejahteraan sosial termasuk didalamnya problematika anak khususnya anak jalanan yang harus diatasi.
Peneliti kemudian menanyakan apa saja hambatankendala dalam pelaksanaan program pembinaan anak jalanan. Program Pembinaan telah diatur
secara rinci dan sangat jelas tentang langkah-langkah yang akan dilaksanakan oleh Dinas Sosial dalam memberikan pembinaan dan menangani masalah anak jalanan,
gelandangan, pengemis, dan pengamen yang semakin bertambah. Menjalankan langkah-langkah pembinaan tersebut tentunya tidaklah berjalan dengan mudah
sesuai dengan apa yang diharapkan sesuai dengan program tersebut, namun di lain pihak yang terlibat juga mendapatkan tantangan sebagai penghambat dari
pembinaan yang dilakukan. Mencermati pernyatan dari informan dengan melakukan wawancara mendalam kepada Bapak Zailun, peneliti mengetahui
kendala dalam pelaksaan program, yakni : a.
Kurangnya Kesadaran yang dimiliki Tidak Begitu Mau Dibina Masyarakat pada umumnya yang terjaring pada penertiban anak jalanan ialah
anak jalanan yang usia 5-18 tahun yang sedang mengemis di lampu merah. Dasarnya adalah faktor ekonomi dan lingkup internal keluarga yang tidak
menasehati keluarganya sehingga terjadilah penyimpangan anak jalanann. Sosialisasi yang diberikan ketika dalam penertiban baik pemberian nasihat,
pembinaan mental dan rohani ternyata sangat sulit untuk dinasehati dan akhirnya setelah dibina selama 5-7 hari mereka kembali kejalanan. Fasilitas
yang diberikan orang tua yang anaknya terlantar tidak dimanfaatkan dengan baik.
b. Kurangnya Sarana dan Prasarana utama dalam Program
98
Selama ini berjalannya program pembinaan anak jalanan berasal dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara dimana seluruh pendanaan berasal dari pusat.
Adanya penertiban yang membutuhkan fasilitas rumah singgah untuk menampung anak jalanan dan mobil penganggukut anak jalanan tersebut tidak
dimiliki oleh Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan. Selama ini alat teransportasi tersebut berasal dari Dinas Sosial Provinsi sumatera Utara. Dan
fasilitas rumah singgah atau panti itu pun milik Dinas sosial Provinsi Sumatera Utara, Panti Asuhan Pungi yang berada di Binjailah yang selalu
dipakai atau menempatkan anak jalanan yang terkena jaringanrajia, maka dari keterbatasan dana lah yang menghambat proses pembentukan panti atau
rumah singgah dan transportasi pribadi milik Dinas sosial Kota Medan.
ANALISIS DATA
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan informan kunci yaitu Bapak Zailun selaku Kepala Bidang Pelayanan Sosial yang
menanggungjawabi program, peneliti mengetahui bagaimana bentuk pelaksanaan program pembinaan yang dilakukan pada anak jalanan di Kota Medan. Dinas
Sosial telah berupaya untuk menangani permasalahan anak jalanan di kota Medan dengan melakukan keempat program yang telah disusun yakni 1Program
Penertiban, 2 Program Pembinaan LanjutanPenyuluhan, 3 Program PelatihanKeterampilan dan 4 Program Pemberdayaan.
Sejarah lahirnya program pembinaan ialah tanggapan positif pemerintah Indonesia dalam memberikan tanggapan terhadap rekomendasi Majelis Umum
PBB tahun 2002 mengingat keterlibatan Indonesia yang sudah sangat awal dan begitu intens tentang pemenuhan hak anak melalui KHA dan juga atas landasan
99
Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatakan bahwa anak terlantar itu dipelihara oleh negara artinya Pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap
pemeliharaan dan pembinaan anak-anak terlantar, termasuk di dalamnya anak jalanan. Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang tentang Perlindungan Anak
yaitu UU No 23 tahun 2002, peraturan terbaru yang serupa dengan hal tersebut yaitu UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan UU No. 4 Tahun
1979 tentang Kesejahteraan Anak. Melihat berbagai kondisi yang dialami oleh anak jalanan, maka Pemerintah Daerah Kota Medan melalui Dinas Sosial
mengadakan Program Pembinaan Anak Jalanan, dimana dengan program yang realistis akan tercipta kebijakan utama untuk mengentaskan masalah anak jalanan.
Sasaran dari program pembinaan adalah anak jalanan, program pembinaan sendiri dilaksanakan berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak yaitu anak yang belum berusia 18 tahun. Tujuan dari perlindungan anak adalah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.
Bentuk sosialisasi dari program adalah dengan melakukan dua bentuk kegiatan, yaitu secara langsung dan tidak langsung serta melakukan satu kegiatan
yaitu kampanye. Sosialisai secara langsung sendiri dilakukan dalam bentuk ceramah yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan instansi terkait dan dapat bekerja
sama dengan kelompok, organisasi sosial Orsos melalui kegiatan interaktif dan ceramah yang dilakukan secara langsung, sedangkan sosialisasi secara tidak
100
langsung sendiri dilakukan melalui media cetak maupun di media elektronik sebagai media perantara antara pemerintah kepada masyarakat.
Terdapat Panti Asuhan yang bermitra untuk menitipkan anak jalanan di Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan untuk dibina yakni Panti Asuhan
Pungi. Penertiban dan penjaringan yang dilakukan pemerintah Dinas Sosial Kota Medan dibutuhkan sumber daya manusia yang lain yaitu Satuan Polisi Pamong
Praja yang ikut bermitra dilapangan dalam penjaringan dan untuk mengamankan lingkungan sekitar pembinaan. Kesemua sumber daya tersebut sudah menjadi
ketentuan dan kesepakatan yang diberikan wewenang berasal dari pusat untuk menjalankan program pembinaan anak jalanan.
Anggaran yang digunakan dalam pelaksanaan program sangat mendukung apalagi sumber pendapatan untuk program ini berasal dari Dinas Sosial Sumatera
Utara yang sudah sesuai dengan Anggaran Penerimaan Belanja Daerah APBD dan disalurkan kepada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan. Semetara Itu
Kepala Pelayanan Sosial menambahkan hal yang serupa, setelah Anggaran Penerimaan Belanja Daerah APBD disalurkan kepada dinas yang sebelumnya
baru dapat direalisasikan melalui mekanisme yang cukup panjang maksudnya mulai dari rancangan anggaran harus melalui persetujuan Lembaga legislatif yaitu
DPRD, setelah disetujui barulah dapat direalisasikan dan apabila tidak disetujui maka dinas didaerah harus mengoptimalkan anggaran yang ada. Anggaran yang
telah terealisasikan digunakan untuk program penertiban, penyuluhan, pembinaan dan pelatihan bagi anak-anak terlantar, pengemis dan gelandangan, orangtua
jompo dan sebagainya.
101
5.2.2 Informan Utama