Gambaran Self-efficacy pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang Berasal dari Papua

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

Rony Syahputra

111301048

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2014/2015


(2)

(3)

bahwa skripsi saya yang berjudul:

GAMBARAN SELF-EFFICACY MAHASISWA UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA YANG BERASAL DARI PAPUA

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 7 April 2015

Rony Syahputra NIM.111301048


(4)

ABSTRAK

Self-efficacy adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu (Bandura, 1997). Self-efficacy merupakan hal yang sangat penting dalam mendorong individu untuk memahami lebih mendalam atas situasi yang dapat menjelaskan tentang mengapa seseorang mengalami kegagalan dan keberhasilan. Mahasiswa pada perguruan tinggi diharapkan dapat memiliki self-efficacy yang tinggi. Demikian pula halnya dengan mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang berasal dari Papua. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran self-efficacy mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang berasal dari Papua. Penelitian ini merupakan penelitian populasi. Jumlah subjek penelitian pada penelitian ini sebanyak 42 orang . Alat ukur yang digunakan berupa skala self-efficacy yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan dimensi-dimensi self-efficacy yang dikemukakan oleh Bandura (1997) yaitu, level, generality dan strength. Hasil penelitian ini menunjukkan self-efficacy mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang berasal dari Papua berada pada kategori sedang (59,52 %).

Kata kunci: Self-efficacy, Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang berasal dari Papua


(5)

ABSTRACT

Self-efficacy is an individual's belief about his ability to organize, to do a task, achieve a goal, to produce something and implement specific actions to display skills. Self-efficacy is important thing for person to more understand the situation that can explain why a person experiences a failure and success. Students at the college is expected to have high self-efficacy. Similarly, the college students of the University of Sumatera Utara from Papua. The research is decriptive. The reseach aim to know the description of self-efficacy on college students of the University of Sumatera Utara from Papua. The sample and population are 42 college students. To measure efficacy, researcher use a self-efficacy scale which is made by researcher. Self-self-efficacy scale is made based on Bandura’s dimensions : level, generality and strength. The research result shows that self-efficacy on college students of the University of Sumatera Utara from Papua is average (59,52 %).

Keyword : Self-efficacy, college students of the University of Sumatera Utara from Papua


(6)

i

rahmat dan nikmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Gambaran Self-efficacy pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang Berasal dari Papua”.

Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda tercinta M. Effendi dan Ibunda tercinta Nurisam atas dukungan moril dan materil serta doa kepada peneliti selama mengikuti perkuliahan hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

Ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sumatera Utara.

2. Sri Supriyantini, M.Si., psikolog selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Allah selalu membalas setiap kebaikan Ibu dengan pahala yang melimpah.

3. Filia Dina Anggaraeni, M.Pd dan Ibu Ika Sari Dewi, S.Psi., psikolog selaku dosen penguji.

4. Dr. Wiwik Sulistyaningsih sebagai dosen pembimbing akademik.

5. Dosen staf pengajar Fakultas Psikologi USU. Terima kasih atas segala ilmu yang telah diberikan.


(7)

ii

Sabrina, M.Sc., Ph.D yang telah bersedia menjadi narasumber pada penelitian ini.

8. Teman-teman mahasiswa yang berasal dari Papua yang telah bersedia membantu peneliti dalam mengisi skala penelitian

9. Abangda Arief, Fauji, Afif, Bibi, Ari yang selalu setia membantu dan menemani peneliti selama mengikuti proses perkuliahan di Fakultas Psikologi. Terimakasih untuk waktunya.

10.Keluarga besar FORMASI Al-Qalb, khususnya pengurus 2014.

11.Teman-teman angkatan 2011 yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kriteria penelitian yang sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun peneliti sangat harapkan.

Medan, 15 April 2015 Peneliti

Rony Syahputra 111301048


(8)

iii HALAMAN PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

1. Manfaat teoritis ... 12

2. Manfaat praktis ... 12

E. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II LANDASAN TEORI ... 15

A. Self-efficacy ... 15

1. Pengertian Self-efficacy ... 15

2. Dimensi Self-efficacy ... 15

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-efficacy ... 17


(9)

iv

B. Mahasiswa ... 24

1. Pengertian Mahasiswa ... 24

2. Mahasiswa Papua yang Melanjutkan Kuliah di Universitas Sumatera Utara ... 23

C. Self-efficacy Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang Berasal dari Papua ... 25

BAB III METODE PENELITIAN... 29

A. Identifikasi Variabel ... 29

B. Definisi Operasional... 30

C. Populasi ... 31

D. Metode Pengumpulan Data ... 31

E. Uji Coba Alat Ukur ... 33

1. Validitas Alat Ukur ... 33

2. Uji daya Beda Aitem ... 34

3. Reliabilitas Alat Ukur ... 35

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 35

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 37

1. Persiapan Penelitian ... 37

2. Pelaksanaan Penelitian ... 38


(10)

v

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 40

a. Gambaran subjek berdasarkan Jenis Kelamin ... 40

b. Gambaran subjek berdasarkan semester ... 41

2. Hasil Utama Penelitian ... 41

a. Gambaran umum self-efficacy subjek penelitian ... 41

b. Gambaran self-efficacy berdasarkan dimensinya ... 43

3. Hasil Tambahan Penelitian ... 47

a. Gambaran self-efficacy berdasarkan jenis kelamin ... 47

b. Gambaran self-efficacy berdasarkan semester ... 48

B. Pembahasan ... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

A.Kesimpulan ... 54

B.Saran ... 55

1. Saran metodologis ... 55

2. Saran praktis ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 57


(11)

vi

Tabel 1. Penyebaran Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang

Berasal dari Papua ... 24

Tabel 2. Skor alternatif jawaban skala ... 32

Tabel 3. Blue print skala self-efficacy sebelum uji coba ... 32

Tabel 4. Kategorisasi norma nilai self-efficacy ... 33

Tabel 5. Blue print skala self-efficacy setelah uji coba ... 36

Tabel 6. Blue print skala self-efficacy yang dipakai dalam penelitian ... 37

Tabel 7. Penyebaran subjek berdasarkan jenis kelamin ... 40

Tabel 8. Penyebaran subjek berdasarkan semester... 41

Tabel 9. Gambaran skor min, maks, mean dan standar deviasi self-efficacy subjek ... 41

Tabel 10. Kategori norma nilai self-efficacy ... 42

Tabel 11. Penggolongan self-efficacy mahasiswa USU yang berasal dari Papua ... 43

Tabel 12. Gambaran umum dimensi level pada subjek ... 43

Tabel 13. Gambaran kategori dimensi level pada subjek ... 44

Tabel 14. Gambaran umum dimensi generality pada subjek ... 44

Tabel 15. Gambaran kategori dimensi generality pada subjek ... 45

Tabel 16. Gambaran umum dimensi strengthpada subjek ... 46

Tabel 17. Gambaran kategori dimensi strength pada subjek ... 46


(12)

(13)

viii

Lampiran 1. Uji Daya Beda Aitem. ... 60

Lampiran 2. Data Penelitian dan Hasil Pengolahan Data. ... 68


(14)

ABSTRAK

Self-efficacy adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu (Bandura, 1997). Self-efficacy merupakan hal yang sangat penting dalam mendorong individu untuk memahami lebih mendalam atas situasi yang dapat menjelaskan tentang mengapa seseorang mengalami kegagalan dan keberhasilan. Mahasiswa pada perguruan tinggi diharapkan dapat memiliki self-efficacy yang tinggi. Demikian pula halnya dengan mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang berasal dari Papua. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran self-efficacy mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang berasal dari Papua. Penelitian ini merupakan penelitian populasi. Jumlah subjek penelitian pada penelitian ini sebanyak 42 orang . Alat ukur yang digunakan berupa skala self-efficacy yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan dimensi-dimensi self-efficacy yang dikemukakan oleh Bandura (1997) yaitu, level, generality dan strength. Hasil penelitian ini menunjukkan self-efficacy mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang berasal dari Papua berada pada kategori sedang (59,52 %).

Kata kunci: Self-efficacy, Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang berasal dari Papua


(15)

ABSTRACT

Self-efficacy is an individual's belief about his ability to organize, to do a task, achieve a goal, to produce something and implement specific actions to display skills. Self-efficacy is important thing for person to more understand the situation that can explain why a person experiences a failure and success. Students at the college is expected to have high self-efficacy. Similarly, the college students of the University of Sumatera Utara from Papua. The research is decriptive. The reseach aim to know the description of self-efficacy on college students of the University of Sumatera Utara from Papua. The sample and population are 42 college students. To measure efficacy, researcher use a self-efficacy scale which is made by researcher. Self-self-efficacy scale is made based on Bandura’s dimensions : level, generality and strength. The research result shows that self-efficacy on college students of the University of Sumatera Utara from Papua is average (59,52 %).

Keyword : Self-efficacy, college students of the University of Sumatera Utara from Papua


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Dasar 1945 dengan tegas telah mengatur pentingnya pendidikan bagi warga negara Republik Indonesia. Seperti yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 31 a berbunyi:

“Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran”

sedangkan Pasal 31 b berbunyi:

“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajaran

nasional, yang diatur dengan undang-undang”.

Amanat undang-undang ini jelas menggambarkan bahwa pendidikan itu memiliki manfaat yang cukup besar sehingga menjadi hak setiap warga negara untuk mendapatkannya dan menjadi kewajiban bagi negara untuk menyelenggarakannya. Adapun tujuan pendidikan itu lebih lanjut dapat dilihat pada undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 menyatakan bahwa:

Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Artinya, tujuan pendidikan itu sangat luas karena menyangkut perbaikan sikap dan perilaku anak didik. Manfaatnya terkait dengan seluruh kehidupan manusia itu sendiri baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat.


(17)

Kondisi pendidikan di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Perkembangan pendidikan Indonesia masih tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Menurut Education For All Global Monitoring Report 2011 yang dikeluarkan oleh UNESCO berisi hasil pemantauan pendidikan dunia, ditemukan bahwa dari 127 negara, Education Development Index (EDI) Indonesia berada pada posisi ke-69. Indonesia berada di bawah Malaysia yang berada di posisi ke-65 dan Brunei di posisi ke-34 (Lince, 2014). Menurut mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yaitu Muhammad Nuh permasalahan mendasar adalah belum meratanya akses pendidikan di Indonesia (Aquina & Mukti, 2014).

Akses pendidikan, terlebih lagi pendidikan tinggi, tidak selamanya dapat tersedia dan dapat diakses oleh seluruh masyarakat. Sudadi melanjutkan, ketidaktersediaan akses tersebut disebabkan oleh berbagai kendala antara lain keterbatasan fasilitas/sarana, kondisi geografis, ketimpangan kebijakan, kemampuan ekonomi dan kondisi sosial budaya serta latar belakang sejarah yang khusus. Pemerataan dan keterbukaan akses pendidikan bagi semua, sangat penting untuk memperkokoh kekuatan dan kesatuan bangsa. Keutuhan berbangsa tercermin dari tingkat pendidikan yang merata sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Lemahnya latar belakang pendidikan menyebabkan lemahnya kekuatan rantai persatuan sebagai bangsa. Oleh karena itu perlu upaya untuk mengatasi dan memperkuat rantai kesatuan berbangsa tersebut, dengan melalui peningkatan akses dan penuntasan pendidikan


(18)

tinggi bagi daerah dengan kondisi khusus (Sudadi, dalam artikel “Pendidikan Tak Merata, Kualitas Masyarakat Tertinggal, 2014)

Papua merupakan salah satu provinsi di bagian Timur Indonesia yang dianggap publik kurang mendapatkan perhatian yang ekstra oleh pemerintah, khususnya untuk beberapa bidang seperti pendidikan. Menurut Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Papua yaitu Bapak Elias Wonda di Papua, untuk mewujudkan implementasi pendidikan, memang masih terkendala dengan beberapa persoalan, yaitu selain permasalahan teknis seperti tenaga pendidik yang masih minim, juga ditambah dengan lokasi sekolah yang berjauhan, kondisi topografis, demografi dan geografi wilayah Papua yang berada di kawasan dataran tinggi dan pegunungan tempat sekolah berada. Bahkan untuk mencapai sebuah sekolah yang terletak di kawasan pegunungan, harus menggunakan transportasi udara yang kemudian harus disambung dengan berjalan kaki (Friastuti, 2014).

Pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak dan kewajiban masyarakat dalam bidang pendidikan, seperti yang telah diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa pemerintah mempunyai tugas yang penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan umum. Untuk itu, agenda penting yang harus menjadi prioritas dalam pemerataan pendidikan adalah untuk masyarakat miskin. Masalah mereka adalah kemiskinan yang kemudian menjadi penghambat utama dalam mendapatkan akses pendidikan. Selain itu juga, daerah Indonesia Timur yang masih tertinggal dalam hal mutu dan kualitas pendidikan harus mendapat perhatian khusus guna mencegah munculnya ketimpangan sosial. Perhatian serius dari berbagai pihak terutama dari pemerintah mutlak diperlukan


(19)

dalam rangka menaikkan mutu dan kualitas pendidikan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia bagian Timur.

Pemerintah memiliki perhatian yang besar terhadap pembangunan di Provinsi Papua dan Papua Barat, utamanya pada sektor pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui unit utamanya memiliki berbagai program prioritas untuk mencapai kemajuan dan percepatan pembangunan pendidikan di kedua provinsi tersebut. Upaya Kemdikbud untuk meningkatkan terus pelayanan pendidikan kepada masyarakat, selain terkait dengan mutu, akses pun menjadi fokus utama Kemdikbud. Khusus untuk anak-anak Papua dan Papua Barat, guna mengejar ketertinggalan pendidikan di jenjang pendidikan dasar dan menengah Kemdikbud telah menyiapkan skema bantuan yang diprioritaskan seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Pendidikan Menengah Umum (Kasim, dalam artikel “Program Pendidikan Prioritas untuk Papua dan Papua Barat, 2013).

Kasim melanjutkan, berbagai program telah dicanangkan yang terfokus pada daerah yang terkategori Terdepan, Terluar dan Tertinggal (3T) dimana Papua dan Papua Barat menjadi bagiannya. Program Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia (MBMI) sebagai salah satu program tersebut dinilai memberikan dampak positif bagi perkembangan pendidikan di Papua dan Papua Barat. MBMI ini memiliki tiga program pendukung yaitu, Sarjana Mendidik di Daerah 3T (SM3T), Pendidikan Profesi Guru SM3T, Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi (PPGT).

Selain SM3T, ada sebuah program yang digagas oleh Ditjen Pendidikan Tinggi, Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat (UP4B)


(20)

dan Majelis Rektor Perguruan tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) yaitu Afirmasi Pendidikan Tinggi bagi Putra-Putri asli Papua dan Papua Barat (ADIK Papua).

Pada artikel “Program Afirmasi Dikti Membentuk Manusia Unggul dan Berkarakter Bagi Putra-Putri asli Papua”, disebutkan bahwa program ADIK Papua memberikan kesempatan bagi generasi muda Asli Papua untuk bisa mengikuti pendidikan tinggi negeri bersama dengan mahasiswa lain dari seluruh Indonesia. Model ini diharapkan dapat membantu membangun manusia unggul dan berkarakter. Lulusan dari program afirmasi ini diharapkan akan menjadi kaum intelektual baru yang akan kembali dan membangun tanah Papua. Pemerintah berupaya terus untuk memberikan yang terbaik bagi putra-putri Papua melalui program afirmasi ini. Program ini memberi kesempatan kepada calon mahasiswa untuk memilih jurusan pendidikan sesuai minat dan kemampuan akademik. Program studi yang sudah disiapkan adalah: Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, Farmasi, Teknik, Pertanian, Akuntansi, Statitiska, Keguruan dan Ilmu Pendidikan di 39 perguruan tinggi negeri di Indonesia.

Salah satu perguruan tinggi negeri yang bekerjasama dengan program ADIK Papua adalah Universitas Sumatera Utara (USU). Seharusnya di USU ada 48 orang mahasiswa asal Papua, namun ada enam orang yang memutuskan untuk kembali ke daerahnya sehingga saat ini jumlahnya menjadi 42 orang. Hal ini sejalan dengan data yang dihimpun dari salah seorang mahasiswa asal Papua melalui wawancara personal sebagai berikut:


(21)

“Jadi bang, kami kuliah di USU melaui program ADIK Papua. Disini kami ada 48 orang, tapi ada enam orang bang yang udah pulang ke Papua, jadi kami tinggal 42 orang. Ehhmm ada 22 laki-laki, perempuannya ada 20 orang.

(Wawancara Personal, 2014)

Program ADIK Papua ini juga tidak sepenuhnya berjalan lancar. Masih ada mahasiswa yang gugur atau kembali ke Papua sebelum menyelesaikan studi nya. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Djoko Susanto tidak menampik jika banyak mahasiswa program afirmasi yang berguguran atau tidak sanggup melanjutkan kuliah. Terdapat sekitar 100 mahasiswa dari angkatan 2012 dan 2013 yang tidak melanjutkan pendidikan mereka pada program afirmasi. Persiapan yang singkat, menjadi masalah bagi para mahasiswa program afirmasi (Ade, 2014).

Selain masalah di atas, sebagai mahasiswa yang merantau mereka dihadapkan dengan berbagai masalah seperti masalah keuangan, masalah kesehatan, penyesuaian diri, penyesuaian akademik, dan perasaan tidak yakin pada kemampuan yang dimiliki. Wakil Rektor I USU, Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc., Ph.D melalui wawancara personal mengatakan bahwa mahasiswa asal Papua kurang rajin atau kurang usaha dalam mengikuti perkuliahan. Beberapa dari mereka ada yang meminta pindah jurusan karena tidak mampu mengikuti perkuliahan. Ada pula yang sudah tidak masuk kuliah seminggu dengan alasan yang sama. Hal ini menunjukkan ada ketidakyakinan terhadap kemampuan yang mereka miliki, padahal untuk bisa masuk ke USU mereka telah melewati proses seleksi di daerahnya. Selain itu terlihat kurangnya usaha yang dilakukan untuk melewati masalah-masalah yang muncul tersebut. Hal ini sejalan dengan yang


(22)

disampaikan oleh Ir. T. Sabrina, M.Sc., Ph.D. selaku dosen Penasihat Akademik mahasiswa asal Papua di Fakultas Pertanian melalui wawancara personal sebagai berikut:

“Saya membimbing empat orang mahasiswa asal Papua, yang menjadi

masalah adalah mereka tidak pernah berusaha menghubungi saya untuk melakukan bimbingan, harus dipanggil-panggil dulu baru mau datang. Selain itu masalah yang kami hadapi adalah ada mahasiswa yang pulang ke Papua dan tidak melapor kepada kami”.

(Wawancara Personal, 2014) Kutipan wawancara di atas menunjukkan bahwa mereka kurang menanamkan usaha yang kuat tentang apa yang dilakukan dan kurang meningkatkan usaha saat menghadapi kegagalan. Keadaan tersebut juga dipertegas oleh salah seorang mahasiswa Papua melalui wawancara personal sebagai berikut:

“Masalah kami di kampus kami sulit menyesuaikan sama pelajaran yang diberikan dosen. ada yang sudah seminggu tidak kuliah karena merasa kesulitan dan tidak cocok dengan pelajarannya. Teman-teman di kampus pintar-pintar, saya merasa tidak bisa bersaing, udah gitu tugas di kampus sangat berat bang”.

(Wawancara Personal, 2014) Kutipan wawancara di atas menyiratkan adanya keraguan mereka terhadap kemampuan yang dimiliki. Keraguan yang mereka miliki juga terlihat melalui ungkapan yang disampaikan oleh Ditjen Dikti, Djoko Santoso (Hidayat, 2013)

pada artikel yang berjudul “39 PTN Untuk ADIK Papua” para peraih ADIK

Papua ini jangan sampai merasa khawatir dan ragu dengan suasana serta lingkungan baru di PTN pengampu mereka kelak, karena beliau menjamin bahwa para peraih ADIK Papua tersebut akan cepat beradaptasi, tidak perlu khawatir, karena disana sudah ada saudara-saudara mereka yang telah lebih dahulu


(23)

menimba ilmu dan datang melalui program ADIK Papua tahun lalu” (Hidayat, 2013).

Keraguan terhadap kemampuan diri dan kurangnya usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan ini akan mengakibatkan munculnya masalah saat melaksanakan perkuliahan di USU. Masalah tentang keyakinan terhadap kemampuan diri berkaitan dengan masalah self-efficacy. Menurut Bandura (1997) Self-efficacy adalah keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan dirinya untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu.

Menurut Ratna (2008) self-efficacy merupakan hal yang sangat penting dan self-efficacy dapat mendorong individu untuk memahami lebih mendalam atas situasi yang dapat menjelaskan tentang mengapa seseorang mengalami kegagalan dan keberhasilan. Pintrich, dkk (dalam Henson, 2001) menemukan bahwa dengan adanya self-efficacy maka motivasi individu dalam melaksanakan suatu tugas dapat meningkat.

Schunk (dalam Komandyahrini & Hawadi, 2008) mengatakan bahwa self-efficacy sangat penting perannya dalam mempengaruhi usaha yang dilakukan, seberapa kuat usahanya dan memprediksi keberhasilan yang akan dicapai. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Woolfolk (1993) bahwa self-efficacy merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau tingkat keyakinan mengenai seberapa besar kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas tertentu untuk mencapai hasil tertentu. Hal ini juga didukung dengan penelitian yang


(24)

dilakukan oleh Goulau (2014) bahwa self-efficacy berhubungan positif dengan pencapaian akademik pada siswa yang artinya semakin tinggi self-efficacy maka akan semakin tinggi pencapaian akademik siswa.

Bandura (dalam Papalia, Olds, & Fieldman, 2001) melakukan penelitian yang menghubungkan antara self-efficacy dengan prestasi seseorang. Hasil penelitiannya adalah bahwa seseorang yang percaya pada kemampuannya untuk menguasai materi-materi pelajaran dan mampu mengontrol pola belajar, cenderung lebih sukses dan berprestasi dibandingkan dengan siswa yang tidak mempercayai kemampuannya. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Skhulaku (2013) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif self-efficacy dengan performa akademik yang berarti semakin tinggi self-efficacy maka semakin baik performa akademik seseorang.

Bandura (1997) menyebutkan ada tiga dimensi self-efficacy, yaitu level, generality, and strength. Dimensi pertama yaitu level. Level merupakan tingkat kesulitan tugas yang diterima oleh individu, individu yang memiliki level rendah hanya mampu mengerjakan tugas-tugas yang sederhana dan akan cenderung menghindari tugas yang memiliki kesulitan menengah dan tinggi. Dimensi kedua adalah generality. Generality merupakan sejauh mana individu yakin akan kemampuannya dalam menghadapi berbagai situasi tugas dan bagaimana individu menilai dirinya gagal atau sukses, individu yang memiliki generality yang rendah adalah individu yang sukses pada tugas-tugas yang sama yang biasa dilakukan dan akan cenderung gagal pada tugas-tugas yang lebih bervariasi. Dimensi ketiga adalah strength. Strength merupakan kuatnya keyakinan seseorang mengenai


(25)

kemampuan yang dimiliki, bila individu memiliki strength dengan kategori rendah maka individu tersebut akan cenderung cepat mengalah dalam menghadapi kesulitan dan tantangan. Berdasarkan tiga dimensi yang diungkapkan oleh Bandura, maka perlu diketahui hal-hal yang mampu mempengaruhi tinggi rendahnya self-efficacy khususnya self-efficacy mahasiswa karena melihat betapa pentingnya self-efficacy pada mahasiswa.

Berdasarkan dimensi-dimensi tersebut, maka Bandura (1997) menjelaskan karakteristik individu yang memiliki self-efficacy tinggi adalah ketika individu tersebut merasa memiliki keyakinan bahwa ia mampu menangani dengan baik keadaan dan situasi yang mereka hadapi, tekun dalam mengerjakan tugas-tugas, memiliki keinginan yang besar dalam memotivasi diri untuk menyelesaikan tugas yang sulit dan menantang, percaya pada kemampuan diri, memandang kesulitan sebagai tantangan bukan sesuatu yang mengancam, mampu membuat sendiri tujuan dan meningkatkan komitmen terhadap apa yang dilakukan, menanamkan usaha dalam apa yang dilakukannya, bila menghadapi kegagalan ia berfokus memikirkan strategi dalam menghadapinya dan mudah bangkit setelah mengalami kegagalan dengan keyakinan bahwa mereka mampu mengontrolnya.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Johnson (2012) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh self-efficacy terhadap kesuksesan akademik. Dijelaskan bahwa siswa yang memiliki self-efficacy yang rendah memungkinkan siswa untuk menyerah lebih cepat pada situasi sulit dibandingkan dengan siswa dengan self-efficacy tinggi.


(26)

Gambaran karakteristik individu yang memiliki self-efficacy rendah adalah individu yang merasa tidak berdaya, menghindari kegiatan-kegiatan yang melibatkan banyak tugas khususnya tugas yang menantang, cepat menyerah saat menghadapi rintangan, mudah cemas, apatis, effort yang rendah dan komitmen yang lemah terhadap tujuan yang ingin di gapai, bila dalam situasi sulit cenderung akan memikirkan kekurangan dan berfokus pada beratnya tugas tersebut serta bagaimana konsekuensi dari kegagalanya, serta lambat untuk membangkitkan kembali perasaan bahwa ia mampu menghadapinya setelah mengalami kegagalan. Bandura (1997) menyatakan bahwa tingkat self-efficacy seseorang dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu tingkat pendidikan individu, jenis kelamin, usia, serta pengalaman individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi self efficacy tersebut sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana individu tersebut berada. Self-efficacy pada mahasiwa akan dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia belajar, misalnya sistem pendidikan, bahan pelajaran yang dihadapi, dan hubungan dengan orang-orang yang terkait didalamnya.

Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk melihat gambaran self-efficacy pada mahasiswa USU yang berasal dari Papua. Peneliti tertarik untuk melihat gambaran disebabkan fenomena tersebut merupakan sebuah hal yang baru di Universitas Sumatera Utara, mengingat keberadaan Mahasiswa yang berasal dari Papua yang kurang lebih baru tiga tahun berada di Universitas Sumatera Utara, sehingga penelitian ini hanya sampai pada tataran deskriptif.


(27)

B. Pertanyaan Penelitian

Masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian yaitu: 1. Bagaimanakah gambaran umum self-efficacy pada mahasiswa USU yang

berasal dari Papua?

2. Bagaimanakah gambaran self-efficacy mahasiswa USU yang berasal dari Papua ditinjau dari dimensi-dimensinya?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran self-efficacy pada mahasiswa USU yang berasal dari Papua.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis.

1. Manfaat Teoritis

Dapat memberi sumbangan informasi dan pemikiran untuk mengembangkan ilmu psikologi, khususnya Psikologi Pendidikan tentang self-efficacy pada mahasiswa USU yang berasal dari Papua.

2. Manfaat Praktis

a. Kepada mahasiswa Papua, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan suatu gambaran tentang self-efficacy yang mereka miliki.


(28)

b. Kepada instansi pemerintah dan Universitas Sumatera Utara, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mahasiswa asal Papua dalam menghadapi tantangan dalam proses belajar, sehingga nantinya diharapkan dapat diambil langkah-langkah yang tepat untuk menghadapi tantangan tersebut. Selain itu untuk hasil penelitian ini diharapkan juga dapat digunakan dalam rangka membuat kebijakan dalam rangka pembinaan untuk mahasiswa yang berasal dari Papua.

E.Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan

Berisikan uraian singkat mengenai latar belakang permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Berisikan mengenai tinjauan kritis yang menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah self-efficacy.

Bab III: Metode Penelitian

Berisikan mengenai rumusan pertanyaan penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji coba alat ukur dan reliabilitas, prosedur pelaksanaan, serta metode analisis data.


(29)

Bab IV : Analisis Data dan Pembahasan

Berisikan gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian, interpretasi data dan pembahasan.


(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Self-Efficacy

1. Pengertian Self-efficacy

Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy sebagai suatu keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan dirinya untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu. Woolfolk (1993) menyebutkan bahwa self-efficacy merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau tingkat keyakinan mengenai seberapa besar kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas tertentu untuk mencapai hasil tertentu.

Baron dan Byrne (2000) menjelaskan bahwa self-efficacy merupakan penilaian individu terhadap kemampuannya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa self-efficacy adalah keyakinan individu terhadap kemampuannya untuk mengatur, melaksanakan tindakan untuk mencapai suatu tujuan.

2. Dimensi Self-Efficacy

Bandura (1997) membedakan self-efficacy menjadi tiga dimensi, yaitu level, generality, dan strength.


(31)

a. Dimensi Level

Dimensi ini mengacu pada derajat kesulitan tugas yang dihadapi. Penerimaan dan keyakinan seeorang terhadap suatu tugas berbeda-beda. Persepsi setiap individu akan berbeda dalam memandang tingkat kesulitan dari suatu tugas Persepsi terhadap tugas yang sulit dipengaruhi oleh kompetensi yang dimiliki individu. Ada yang menganggap suatu tugas itu sulit sedangkan orang lain mungkin merasa tidak demikian. Keyakinan ini didasari oleh pemahamannya terhadap tugas tersebut. b. Dimensi Generality

Dimensi ini mengacu sejauh mana individu yakin akan kemampuannya dalam berbagai situasi tugas, mulai dari dalam melakukan suatu aktivitas yang biasa dilakukan atau situasi tertentu yang tidak pernah dilakukan hingga dalam serangkaian tugas atau situasi sulit dan bervariasi

c. Dimensi Strength

Dimensi strength merupakan kuatnya keyakinan seseorang mengenai kemampuan yang dimiliki ketika menghadapi tuntutan tugas atau permasalahan. Hal ini berkaitan dengan ketahanan dan keuletan individu dalam pemenuhan tugasnya. Self-efficacy yang lemah dapat dengan mudah menyerah dengan pengalaman yang sulit ketika menghadapi sebuah tugas yang sulit. Sedangkan bila self-efficacy tinggi maka individu akan memiliki keyakinan dan kemantapan yang kuat terhadap kemampuannya untuk mengerjakan suatu tugas dan akan terus bertahan dalam usahannya meskipun banyak mengalami kesulitan dan tantangan.


(32)

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-efficacy

Menurut Bandura (1997) ada beberapa faktor yang mempengaruhi self-efficacy, antara lain:

a. Jenis Kelamin

Zimmerman (Bandura, 1997) menyebutkan bahwa terdapat perbedaan pada perkembangan kemampuan dan kompetensi laki-laki dan perempuan. Laki-laki berusaha untuk sangat membanggakan dirinya, perempuan sering kali menganggap remeh kemampuan mereka. Hal ini berasal dari pandangan orang tua terhadap anaknya. Semakin seorang wanita menerima perlakuan perbedaan gender ini, maka semakin cenderung rendah penilaian mereka terhadap kemampuan dirinya. Pada bidang pekerjaan tertentu para pria memiliki self-efficacy yang lebih tinggi dibanding dengan wanita, begitu juga sebaliknya wanita lebih cakap dalam beberapa pekerjaan dibandingkan dengan pria.

b. Usia

Individu yang usianya lebih tua tentunya memiliki rentang waktu dan pengalaman yang lebih banyak dalam menghadapi suatu hal yang terjadi di hidupnya bila dibandingkan dengan individu yang usianya lebih muda, yang mungkin masih memiliki sedikit pengalaman dalam kehidupan. Individu yang lebih tua cenderung akan lebih mampu dalam mengatasi rintangan dalam hidupnya dibandingkan dengan individu yang usianya lebih muda.


(33)

c. Pendidikan

Individu yang menjalani jenjang pendidikan yang lebih tinggi biasanya memiliki self-efficacy yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang tingkat pendidikannya rendah, karena pada dasarnya mereka lebih banyak belajar dan lebih banyak menerima pendidikan formal serta akan lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar dalam mengatasi persoalan-persoalan yang terjadi dalam hidupnya.

d. Pengalaman

Self-efficacy terbentuk melalui proses belajar yang dapat terjadi pada suatu organisasi ataupun perusahaan dimana individu bekerja. Self-efficacy terbentuk sebagai suatu proses adaptasi dan pembelajaran yang ada dalam situasi kerjanya tersebut. Semakin lama seseorang bekerja maka semakin tinggi self efficacy yang dimiliki individu tersebut dalam pekerjaan tertentu, akan tetapi tidak menutup kemungkinann bahwa self efficacy yang dimiliki oleh individu tersebut justru cenderung menurun atau tetap. Hal ini juga sangat tergantung kepada bagaimana individu menghadapai keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya selama melalukan pekerjaan.

4. Sumber-Sumber Self-Efficacy

Menurut Bandura (1997) self-efficacy dibangun dari empat sumber prinsip informasi, yaitu enactive mastery experience sebagai indikator dari kemampuan diri, vicarious experience yang akan menjadi transmisi kompetensi dan perbandingan dengan orang lain, social persuasion dan tipe yang berkaitan


(34)

dengan social yang merupakan suatu proses kemampuan khusus, psychological and affective state dari orang yang menimbang terhadap kemampuan dan kekuatannya.

a. Pengalaman yang Telah Dilalui (Enactive Mastery Experience)

Merupakan sumber informasi yang paling berpengaruh karena menyediakan bukti otentik berkenaan dengan kemampuan seseorang dalam melakukan sesuatu. Dari pengalaman masa lalu terlihat bukti apakah seseorang mengarahkan seluruh kemampuannya untuk meraih keberhasilan. Pengalaman keberhasilan atau kesuksesan dalam mengerjakan sesuatu akan meningkatkan self-efficacy seseorang dan kegagalan juga akan menguranginya, namun kegagalan di berbagai pengalaman hidup dapat diatasi dengan upaya tertentu dan dapat memicu persepsi self-efficacy menjadi lebih baik karena membuat individu tersebut mampu utuk mengatasi rintangan-rintangan yang lebih sulit nantinya.

b. Pengalaman Orang Lain (Vicarious Experience)

Merupakan cara meningkatkan self-efficacy dari pengalaman keberhasilan yang telah ditunjukkan oleh orang lain. Vicarious experience biasa disebut dengan modeling. Ketika melihat orang lain dengan kemampuan yang sama berhasil dalam suatu tugas melalui usaha yang tekun, individu juga akan merasa yakin bahwa dirinya juga dapat berhasil dalam bidang tersebut dengan usaha yang sama. Sebaliknya self-efficacy dapat turun ketika orang yang diamati gagal walapun telah berusaha dengan keras. Seseorang bisa menjadi ragu untuk berhasil ketika model yang diamati gagal meskipun ia


(35)

memiliki kemampuan dalam bidang tersebut. Vicarious experience seseorang sangat dipengaruhi oleh persepsi diri individu tersebut tentang dirinya memiliki kesamaan dengan model. Semakin seseorang merasa dirinya mirip dengan model, maka kesuksesan dan kegagalan model akan semakin mempengaruhi self-efficacy. Sebaliknya apabila individu merasa dirinya semakin berbeda dengan model, maka self-efficacy menjadi semakin tidak dipengaruhi oleh perilaku model.

c. Persuasi Sosial (Social persuasion)

Merupakan penguatan yang didapatkan individu dari orang lain bahwa ia memiliki kemampuan untuk bisa melakukan dan mendapatkan apa yang menjadi tujuannya. Orang yang mendapat persuasi secara verbal maka mereka memiliki kemamuan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan akan mengerahkan usaha yang lebih besar daripada orang yang tidak dipersuasi bahwa dirinya mampu pada bidang tersebut.

d. Keadaan Fisiologis (Physiological state)

Keadaan fisik yang tidak mendukung seperti kondisi tubuh tidak fit, kelelahan, dan sakit merupakan faktor yang tidak mendukung seseorang melakukan suatu hal dan akan mengakibatkan berkurangnya kinerja individu dalam melakukan hal tersebut. Selain itu, tanda-tanda psikologis menghasilkan informasi dalam menilai kemampuannya. Kondisi stress dan kecemasan dilihat individu sebagai tanda yang mengancam ketidakmampuan diri. Level of arousal dapat memberikan informasi mengenai tingkat self-efficacy tergantung bagaimana arousal itu


(36)

diinterpretasikan. Bagaimana seseorang menghadapi suatu tugas, apakah cemas atau khawatir (self-efficacy rendah) atau tertarik (self-efficacy tinggi) dapat memberikan informasi mengenai self-efficacy orang tersebut. Dalam menilai kemampuannya seseorang dipengaruhi oleh informasi tentang keadaan fisiknya untuk menghadapi situsasi tertentu dengan memperhatikan keadaan fisiologisnya.

5. Proses Pembentukan Self-efficacy

Menurut Bandura (1997) proses psikologis dalam self-efficacy yang turut berperan dalam diri manusia ada 4, yakni proses kognitif, motivasional, afeksi dan proses pemilihan/seleksi.

a. Proses Kognitif

kognitif merupakan proses berfikir. Proses kognitif mempengaruhi serangkaian tindakan yang dilakukan seseorang yang pada awalnya dikonstruk dalam pikirannya. Kebanyakan tindakan manusia bermula dari sesuau yang difikirkan terlebih dahulu. Individu yang memikirkan sesuatu yang menyenangkan misalnya tentang kesuksesan maka akan cenderung memiliki self-efficacy yang tinggi. Sebaliknya individu yang self-efficacy nya rendah lebih banyak membayangkan kegagalan dan hal-hal yang dapat menghambatnya.

b. Proses Motivasi

Motivasi manusia dibangkitkan melalui kognitif. Seorang memotivasi atau member dorongan bagi diri mereka sendiri dan mengarahkan tindakan melalui tahap pemikiran-pemikiran berdasarkan informasi sebelumnya.


(37)

Kepercayaan akan kemampuan diri dapat mempengaruhi motivasi dalam beberapa hal, yakni menentukan tujuan yang telah ditentukan individu, seberapa besar usaha yang dilakukan, seberapa tahan ia dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dan ketahanannya dalam menghadapi kegagalan

c. Proses Afektif

Proses afektif merupakan proses mengatur kondisi emosi dan reaksi terhadap tekanan. Seseorang yang meyakini bahwa ia mampu mengatasi tugas maupun peristiwa-peristiwa sulit akan merasa tenang dan tidak cemas serta dapat mempengaruhi level stres dan depresi. Persepsi self-efficacy tentang kemampuannya mengontrol sumber stres memiliki peranan penting dalam timbulnya kecemasaan. Sebaliknya, seseorang yang merasa tidak mampu mengontrol situasi cenderung mengalami kecemasan yang tinggi dan merasa tidak tenang, serta selalu memikirkan kekurangan.

d. Proses Seleksi

Self-efficacy turut berperan dalam rangka menentukan aktivitas, tindakan dan situasi tertentu yang akan dipilih untuk menghadapi suatu tugas tertentu. Individu yang memilih tindakan menghindari tugas, menyerah dari tugas yang menurutnya melebihi dari kemampuannya maka individu tersebut memiliki self-efficacy yang rendah, sebaliknya bila individu mampu memilih tindakan yang sesuai untuk menghadapi dan mengatasi kondisi sulit tersebut, maka ia memiliki self-efficacy yang tinggi.


(38)

6. Karakteristik Individu yang Memiliki Self-Efficacy Tinggi dan Self-efficacy

Rendah

Bandura (1997) menjelaskan karakteristik individu yang memiliki self-efficacy tinggi adalah ketika individu tersebut merasa memiliki keyakinan bahwa ia mampu menangani dengan baik keadaan dan situasi yang mereka hadapi, tekun dalam mengerjakan tugas-tugas, memiliki keinginan yang besar dalam memotivasi diri untuk menyelesaikan tugas yang sulit dan menantang, percaya pada kemampuan diri, memandang kesulitan sebagai tantangan bukan sesuatu yang mengancam, mampu membuat sendiri tujuan dan meningkatkan komitmen terhadap apa yang dilakukan, menanamkan usaha dalam apa yang dilakukannya, bila menghadapi kegagalan ia berfokus memikirkan strategi dalam menghadapinya dan mudah bangkit setelah mengalami kegagalan dengan keyakinan bahwa mereka mampu mengontrolnya.

Sedangkan gambaran karakteristik individu yang memiliki self-efficacy rendah adalah individu yang merasa tidak berdaya, menghindari kegiatan-kegiatan yang melibatkan banyak tugas khususnya tugas yang menantang, cepat menyerah saat menghadapi rintangan, mudah cemas, apatis, effort yang rendah dan komitmen yang lemah terhadap tujuan yang ingin di gapai, bila dalam situasi sulit cenderung akan memikirkan kekurangan dan berfokus pada beratnya tugas tersebut serta bagaimana konsekuensi dari kegagalanya, serta lambat untuk membangkitkan kembali perasaan bahwa ia mampu menghadapinya setelah mengalami kegagalan.


(39)

B. Mahasiswa

1. Pengertian Mahasiswa

Secara harfiah, mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut, maupun akademi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Pengertian mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Selanjutnya, mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun.

Menurut Takwin (2008) mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun.

2. Mahasiswa Papua yang Melanjutkan Kuliah di Universitas Sumatera Utara

Ditjen Pendidikan Tinggi bersama Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat (UP4B) dan Majelis Rektor Perguruan tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) membuat sebuah program yaitu Afirmasi Pendidikan Tinggi bagi putra-putri asli Papua dan Papua Barat (ADIK Papua). Salah satu perguruan tinggi negeri yang bekerjasama dengan program ADIK Papua adalah Universitas Sumatera Utara (USU). Berdasarkan program tersebut putra-putri asal Papua ini akan menjadi mahasiswa aktif di Universitas Sumatera Utara.


(40)

Mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun sehingga yang disebut dengan mahasiswa USU yang berasal dari Papua adalah putra-putri asli Papua yang mengikuti pelajaran di Universitas Sumatera Utara dengan batas usia sekitar 18-30 tahun yang berjumlah 42 orang.

Tabel 1. Penyebaran Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang Berasal dari Papua

No. Fakultas Jumlah

1. Kesehatan Masyarakat 11

2. Pertanian 9

3. Ekonomi dan Bisnis 7

4. Keperwatan 6

5. Teknik 3

6. Farmasi 2

7. Kedokteran 1

8. Kedokeran Gigi 1

9. Ilmu Sosial Ilmu Politik 1

10. Ilmu Budaya 1

C. Self-Efficacy Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang Berasal Dari Papua

Self-efficacy adalah keyakinan seorang individu terhadap kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan tindakan untuk mencapai suatu tujuan serta menghadapi segala tantangan dan mampu memprediksi seberapa besar usaha yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut (Bandura, 1997). Menurut Ratna (2008) self-efficacy merupakan hal yang sangat penting dan self-efficacy dapat mendorong individu untuk memahami lebih mendalam atas situasi yang dapat menjelaskan tentang mengapa seseorang mengalami kegagalan dan keberhasilan. Pintrich, dkk (dalam Henson, 2001) menemukan bahwa dengan adanya


(41)

self-efficacy maka motivasi individu dalam melaksanakan suatu tugas dapat meningkat.

Schunk (dalam Komandyahrini & Hawadi, 2008) mengatakan bahwa self-efficacy sangat penting perannya dalam mempengaruhi usaha yang dilakukan, seberapa kuat usahanya dan memprediksi keberhasilan yang akan dicapai. Pentingnya self-efficacy ini bila dikaitkan dengan fenomena yang diperoleh adalah kondisi mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang berasal dari Papua pada setiap semesternya semakin berkurang atau memutuskan tidak melanjutkan kuliah. Hal ini mengindikasikan lemahnya self-efficacy mereka yang disebabkan ketidakmampuan mengorganisir usaha untuk menyelesaikan kuliah di Universitas Sumatera Utara. Kondisi tersebut bisa saja akan terus terjadi disetiap semester.

Bandura (1997) menyatakan bahwa tingkat self-efficacy seseorang dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu tingkat pendidikan individu, jenis kelamin, usia, serta pengalaman individu. Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang berasal dari Papua berada pada rentang usia 17-23 tahun yang berarti mereka masih berada dalam kategori usia yang sama. Selain itu, kondisi pendidikan juga berada pada tingkat yang sama, yaitu sedang menjalani pendidikan strata I, meskipun berada pada semester yang berbeda yaitu semester II, IV, dan VI. Hal ini bila dikaitkan dengan faktor yang mempengaruhi self-efficacy, maka seharusnya self-efficacy mereka berpeluang berada pada rentang yang sama. Namun, masih ada dua faktor lain, yaitu jenis kelamin dan pengalaman individu. Kedua faktor ini nantinya akan berpeluang menyebabkan adanya perbedaan skor self-efficacy mereka.


(42)

Faktor-faktor yang mempengaruhi self efficacy tersebut sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana individu tersebut berada. Self-efficacy pada mahasiwa akan dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia belajar, misalnya sistem pendidikan, bahan pelajaran yang dihadapi, dan hubungan dengan orang-orang yang terkait didalamnya. Self-efficacy seseorang akan meningkat ketika lingkungan juga memberikan dukungan terhadap tugas yang dia lakukan dan ketika individu memiliki self-efficacy yang tinggi maka dia akan bisa menghadapi tantangan dengan lebih baik.

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan peneliti, mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang berasal dari Papua dihadapkan dengan berbagai masalah seperti masalah keuangan, masalah kesehatan, penyesuaian diri, penyesuaian akademik, dan perasaan tidak yakin pada kemampuan yang dimiliki serta kurangnya usaha yang dilakukan untuk melewati masalah-masalah yang muncul dalam proses mengikuti perkuliahan. Berdasarkan dimensi self-efficacy yaitu level, peneliti berasumsi bahwa mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang berasal dari Papua menilai tugas-tugas yang didapatkan merupakan sebuah kesulitan dan sering beranggapan setiap tugas yang diberikan adalah sebuah beban. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh salah seorang mahasiswa yang mengeluhkan banyaknya tugas-tugas yang diberikan di kampus, ada tugas individu, ada tugas kelompok, tugas yang satu belum selesai, sudah dapat tugas lain lagi.

Berdasarkan dimensi self-efficacy yaitu generality, peneliti berasumsi mahasiswa tersebut memiliki keyakinan yang cenderung rendah terhadap


(43)

kemampuan mereka menghadapi tugas-tugas baru yang didapatkan di kampus. Hal tersebut juga disampaikan oleh salah seorang mahasiswa yang mengaku lebih suka mengerjakan tugas-tugas biasa yang sudah sering dikerjakan seperti laporan-laporan laboratorium, ia juga menambahkan sering merasa kesulitan bila mendapatkan tugas-tugas baru.

Berdasarkan dimensi self-efficacy yaitu strength, peneliti memperoleh data bahwa ada mahasiswa yang mengaku tidak mampu bersaing di dalam kelas karena mereka beranggapan bahwa teman-teman di kampus jauh lebih pintar dibandingkan dengan kemampuan mereka. Selain itu peneliti juga memperoleh keterangan bahwa ada mahasiswa yang meminta pihak Universitas untuk melakukan pindah jurusan karena merasa tidak bisa menghadapi perkuliahan di jurusan yang diambilnya. Tidak hanya sampai disitu, karena kondisi tersebut bahkan ada mahasiswa yang memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah. Sejak tahun 2012 hingga awal tahun 2015 sudah ada enam mahasiswa yang memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah lagi.


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah elemen penting dalam penelitian, sebab metode penelitian membatasi penelitian dengan garis-garis yang sangat cermat untuk menjaga agar pengetahuan yang dicapai dari penelitian dapat memiliki keilmiahan yang tinggi (Hadi, 2000). Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bersifat deskriptif yang dimaksud untuk melihat bagaimana gambaran self-efficacy mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang berasal dari Papua.

Menurut Azwar (2000) metode deskriptif merupakan metode yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Pada penelitian ini, data yang dikumpulkan hanya bersifat deskriptif, tidak bermaksud untuk mencari penjelasan, melakukan pengujian hipotesis, membuat prediksi maupun mempelajari implikasi.

A. Identifikasi Variabel

Variabel adalah suatu konsep tentang atribut ataupun sifat yang terdapat pada subjek penelitian yang beraneka ragam secara kuantitatif maupun kualitatif (Azwar, 2000). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah self-efficacy.


(45)

B. Definisi Operasional

Self-efficacy adalah kecenderungan mahasiswa Universitas Sumatera yang berasal dari Papua untuk menilai kemampuannya untuk melaksanakan tugas yang dihadapi selama mengikuti dan menjalani proses perkuliahan. Hal ini tercapai ketika mereka memiliki keyakinan bahwa mereka mampu untuk menghadapi berbagai tingkat kesulitan tugas, mampu melaksanakan tugas dalam berbagai situasi, baik itu tugas yang biasa dihadapi maupun tugas yang belum pernah dihadapi dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuan diri sehingga tetap berusaha serta bertahan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pada penelitian ini, self-efficacy akan diukur dengan skala self-efficacy yang dibuat oleh peneliti berdasarkan dimensi-dimensi self-efficacy menurut Bandura (1997) yaitu:

1. level, dimensi ini mengacu pada bagaimana penerimaan dan penilaian mahasiswa Papua terhadap tugas yang diberikan, seperti tugas yang sulit, menengah maupun sederhana.

2. Generality, dimensi ini mengacu sejauh mana individu yakin akan kemampuannya dalam berbagai situasi tugas. Seperti, tugas yang biasa atau sering dilakukan maupun tugas baru atau tugas yang belum pernah dilakukan.

3. Strength, dimensi ini melihat seberapa kuatnya keyakinan individu mengenai kemampuan yang dimiliki. Seperti bagaimana ketahanan dan keuletan individu dalam menyelesaikan tugas.

Semakin tinggi nilai yang diperoleh dari skala self-efficacy berarti semakin tinggi pula self-efficacy yang dimiliki.


(46)

C. Populasi

Populasi adalah keseluruhan individu yang dimaksudkan untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai jumlah individu yang paling sedikit memiliki sifat yang sama (Hadi, 2000). Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang berasal dari Papua yang berjumlah 42 orang. Penelitian ini menggunakan seluruh anggota populasi untuk menjadi subjek penelitian.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode atau teknik pengumpulan data dalam kegiatan penelitian mempunyai tujuan untuk mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti (Azwar, 2000). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan skala. Metode skala digunakan karena data yang ingin diukur berupa konstruk atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk item-item pernyataan.

Metode skala yang digunakan adalah skala self-efficacy yang disusun peneliti berdasarkan tiga dimensi self-efficacy yang dikemukakan oleh Bandura (1997) yaitu: Level, generality, dan strength. Penelitian ini menggunakan penskalaan model skala likert dengan memberi empat alternatif jawaban, yaitu: STS (Sangat Tidak Sesuai) TS (Tidak Sesuai), Netral (N), S (Sesuai), SS (Sangat Sesuai). Pada model penskalaan ini terdapat dua jenis pernyataan, yaitu favourable dan unfavourable. Pernyataan favourable merupakan pernyataan positif yang mendukung objek sikap yang diungkap, sedangkan pernyataan unfavourable


(47)

merupakan pernyataan negative yang tidak mendukung objek sikap yang hendak diungkap (Azwar, 2000).

Tabel 2. Skor Alternatif Jawaban Skala

Favorable Unfavorable

Alternatif jawaban Skor Alternatif jawaban Skor

Sangat sesuai 5 Sangat sesuai 1

Sesuai 4 Sesuai 2

Netral 3 Netral 3

Tidak sesusai 2 Tidak sesusai 4

Sangat tidak sesuai 1 Sangat tidak sesuai 5

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala self-efficacy yang dibuat berdasarkan tiga dimensi self-efficacy yang dikemukakan oleh Bandura (1997) yaitu: Level, generality, dan strength.

Tabel 3. Blue Print Skala Self-Efficacy Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Sebelum Uji Coba

No. Dimensi Indikator Perilaku

Aitem

Total Fav Unfav

1. Level

Penerimaan terhadap tingkat kesulitan tugas

1, 13,

45 23, 28

15 Keyakinan untuk

menyelesaikan tugas dengan tingkat kesulitan yang berbeda

20, 22, 31, 35, 36, 44

12, 14, 39, 41 2. Generality

Keyakinan dalam menghadapi situasi tugas yang biasa

dilakukan maupun yang belum pernah dilakukan 2, 6, 15, 17, 24, 26, 34 21, 28, 30, 33, 40, 42 43

14

3. Strength

Ketahanan individu dalam melakukan tugas-tugas

3, 8 19,

25, 27 4, 5, 16

16 Keuletan individu dalam

melakukan tugas-tugas

10, 18, 29, 32

7, 9, 11, 37

Total 45

Penilaian bergerak dari 5 sampai 1 untuk aitem favorable dan 1 sampai untuk aitem unfavorable. Pengklasifikasian tinggi atau rendahnya self-efficacy


(48)

mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang berasal dari Papua yaitu dengan mencari mean dan standard deviasi. Setelah itu membuat rentang sebanyak tiga klasifikasi, yaitu tinggi, sedang dan rendah berdasarkan rumus:

Tabel 4. Kategorisasi Norma Nilai Self-Efficacy

Rentang Nilai Kategori

X < (µ-1,0ϭ) Rendah

(µ-1,0ϭ) Sedang

Tinggi

E. Uji Coba Alat Ukur

1. Validitas Alat Ukur

Validitas kuesioner adalah sejauh mana skala tersebut menghasilkan data yang akurat (tepat) dan cermat sesuai dengan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukuran dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila alat ukur tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukanya pengukuran tersebut. Sebaliknya tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah (Azwar, 2003).

Validitas yang akan diestimasi dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi merupakan suatu estimasi yang melihat sejauh mana aitem-aitem test mewakili komponen-komponen dalam keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur dan sejauh mana aitem-aitem test mencerminkan ciri perilaku yang hendak diukur. Validitas ini dapat diestimasi melalui pengujian aitem dengan analisis rasional atau melalui professional judgement (Azwar, 2010). Professional judgement pada penelitian ini melakukan proses telaah soal yang dilakukan oleh


(49)

dosen pembimbing yang juga merupakan dosen ahli dalam bidang Psikologi Pendidikan.

2. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok yang memiliki atau yang tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis aitem ini adalah dengan memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 2000).

Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment, yang di analisis dengan bantuan komputerisasi SPSS 17.0 for windows dan Microsoft Office Excel 2007. Prosedur pengujian ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dikenal dengan indeks daya beda aitem (Azwar, 2000).

Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem menggunakan batasan rix 0,30. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30, daya pembedanya dianggap memuaskan. Aitem yang memiliki harga rix < 0,30 diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya diskriminasi rendah (Azwar, 2000).


(50)

3. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya, maksudnya apabila dalam beberapa pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok yang sama diperoleh hasil yang relatif sama (Azwar, 2000). Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan konsistensi internal (Cronbach’s alpha coeffecient), yaitu suatu bentuk tes yang hanya memerlukan satu kali pengenaan tes tunggal pada sekelompok individu sebagai subjek dengan tujuan untuk melihat konsistensi antar aaitem atau antar bagian dalam skala menggunakan SPSS 17.0 for windows.

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Mengingat jumlah mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang berasal dari Papua jumlahnya terbatas yaitu sebanyak 42 orang, maka uji coba skala self-efficacy diberikan kepada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sebanyak 80 orang. Uji coba ini dilakukan guna mengetahui kualitas masing-masing aitem.

Pengolahan data uji coba dalam penelitian ini dilakukan melalui tiga putaran. Berdasarkan hasil estimasi putaran pertama terhadap data hasil uji coba, maka diperoleh koefisien alpha keseluruhan aitem sebesar 0,926, sedangkan daya beda aitem yang telah ditentukan sebelumnya (rix > 0,30) ditemukan tiga aitem yang tidak memenuhi batasan tersebut sehingga ketiga aitem tersebut dinyatakan gugur. Setelah itu dilakukan putaran estimasi yang kedua. Pada putaran ini diperoleh koefisien alpha keseluruhan aitem berubah menjadi 0,927 dan ditemukan kembali


(51)

dua aitem yang tidak memenuhi batasan yaitu aitem 29 dan 34. Kemudian dilakukan kembali estimasi putaran ketiga sehingga diperoleh koefisien alpha keseluruhan aitem berubah menjadi 0,928 dengan tidak ada lagi aitem yang gugur. Distribusi aitem setelah uji coba dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 5. Blue Print Skala Self-Efficacy Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Setelah Uji Coba

No. Dimensi Indikator Perilaku Aitem Total Fav Unfav

1. Level

Penerimaan terhadap tingkat kesulitan tugas

1, 13,

45 23, 28 15 Keyakinan untuk menyelesaikan

tugas dengan tingkat kesulitan yang berbeda 20, 22, 31, 35, 36, 44 12, 14, 39, 41 2. Generality

Keyakinan dalam menghadapi situasi tugas yang biasa dilakukan maupun yang belum pernah dilakukan 2, 6, 15, 17, 24, 26, 34 21, 28, 30, 33, 40, 42 43 14

3. Strength

Ketahanan individu dalam melakukan tugas-tugas

3, 8 19, 25, 27

4, 5, 16 16 Keuletan individu dalam

melakukan tugas-tugas

10, 18,

29, 32

7, 9,

11, 37

Total 45

Keterangan: Penebalan menunjukkan aitem yang gugur.

Kelima aitem yang gugur adalah aitem lima, sembilan, sebelas, dua puluh Sembilan, dan tiga puluh empat. Setelah kelima tersebut dibuang, maka diperoleh koefisien alpha keseluruhan aitem smenjadi 0,928 dengan indeks daya beda aitem bergerak dari rix = 0,322 sampai rix = 0,701 sehingga jumlah aitem yang dapat digunakan sebanyak 40 aitem. Berikut tabel distribusi aitem yang digunakan dalam penelitian:


(52)

Tabel 6. Blue Print Skala Self-Efficacy Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang dipakai dalam Penelitian

No. Dimensi Indikator Perilaku Aitem Total Fav Unfav

1. Level

Penerimaan terhadap tingkat kesulitan tugas

1, 10, 40

20, 33 15 Keyakinan untuk

menyelesaikan tugas dengan tingkat kesulitan yang berbeda

17, 19, 27, 30, 31,39

9, 11, 34, 36 2. Generality

Keyakinan dalam menghadapi situasi tugas yang biasa

dilakukan maupun yang belum pernah dilakukan

2, 5, 12, 14, 21, 23 18, 25, 26, 29, 35, 37, 38 13

3. Strength

Ketahanan individu dalam melakukan tugas-tugas

3, 7, 16,

22, 24 4, 13

12 Keuletan individu dalam

melakukan tugas-tugas

8, 15, 28

6, 32

Total 40

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaaan penelitian terdiri dari tiga tahap . ketiga tahap tersebut yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan pengolahan data.

1. Persiapan Penelitian

a. Pembuatan alat ukur

Sebelum alat ukur dibuat maka hal pertama yang dilakukan peneliti adalah menentukan aspek-aspek dari suatu alat ukur. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu self-efficacy yang dirancang oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek self-efficacy yang dikemukakan oleh Bandura (1997). Skala yang dibuat sebelum uji coba terdiri dari 45 aitem.


(53)

b. Uji coba alat ukur

Setelah alat ukur disusun, maka tahap selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan uji coba alat ukur. Uji coba alat ukur diberikan kepada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Subjek diminta untuk mengisi skala self-efficacy sebanyak 45 aitem pada tanggal 23 Februari 2015.

c. Revisi alat ukur

Setelah melakukan uji coba, peneliti menguji validitas dan reliabilitas skala self-efficacy dengan menggunakan SPSS versi 17 for windows. Setelah diketahui aitem-aitem mana saja yang memenuhi, maka peneliti melakukan revisi alat ukur, sehingga di dapat 40 item. Selanjutnya, aitem-aitem tersebut akan digunakan sebagai skala untuk pengambilan data penelitian.

2. Pelaksanaan Penelitian

Setelah alat ukur diuji cobakan dan direvisi, kemudian peneliti mulai melakukan pengambilan data kepada 42 orang mahasiswa Universitas Sumatera utara yang berasal dari Papua. Pengambilan data dilakukan pada 1 – 7 Maret 2015.

3. Pengolahan Data Penelitian

Setelah data semua subjek terkumpul, maka data yang terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan program komputer SPSS versi 17 for windows.


(54)

H. METODE ANALISIS DATA

Dalam penelitian ini, data akan diolah secara kuantitatif dengan menggunakan analisis statistik deskriptif. Analisis data pada penelitian ini menggunakan program SPSS versi 17.0 for windows.


(55)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian yang berkaitan dengan analisa data serta pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan.

A. Analisa Data

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang berasal dari Papua sebanyak 42 orang. Sebelum melakukan analisis data, peneliti akan menguraikan gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, dan semester di kampus.

a. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin subjek maka diperoleh data subjek sebagai berikut:

Tabel 7. Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (N) Persentase

Laki-laki 23 55 %

Perempuan 19 45 %

Total 42 100 %

Berdasarkan tabel 7 di atas, dapat diketahui bahwa jumlah subjek penelitian yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 23 orang (55%), dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 19 orang (45%).


(56)

b. Gambaran Subjek Berdasarkan Semester

Berdasarkan semester subjek maka diperoleh data subjek sebagai berikut:

Tabel 8. Penyebaran Subjek Berdasarkan Semester

Semester Frekuensi (N) Persentase

II 16 38 %

IV 10 24 %

VI 16 38 %

Total 42 100 %

Berdasarkan tabel 8 di atas, dapat diketahui bahwa jumlah subjek penelitian yang sedang menjalani semester II sebanyak 16 orang (38%), yang sedang menjalani semester IV sebanyak 10 orang (24%), dan yang sedang menjalani semester VI sebanyak 16 orang (38%).

2. Hasil Utama Penelitian

a. Gambaran Umum Self-Efficacy Subjek Penelitian

Gambaran self-efficacy mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang berasal dari Papua dapat dilihat dari skor mean, standar deviasi serta nilai minimum dan maksimum dari skor skala self-efficacy. Berikut ini merupakan tabel yang memuat nilai empiric dan nilai hipotetik pada subjek penelitian.

Tabel 9. Gambaran Skor Minimum, Maksimum, Mean dan Standar Deviasi Self-Efficacy Subjek

Variabel Rentang Nilai Nilai Empirik Nilai Hipotetik Min Maks Mean SD Mean SD Self-efficacy 114 174 143,57 14,71 120 26


(57)

Dari tabel 9 dapat kita ketahui skor self-efficacy dari 42 subjek penelitian diperoleh skor minimum sebesar 114 dan skor maksimum sebesar 174. Data menunjukkan Mean empirik self-efficacy sebesar 143,57 dengan standard deviation sebesar 14,7, sedangkan mean hipotetik sebesar 120 dengan standard deviation sebesar 26. Jika dilihat perbandingan antara mean empirik dengan mean hipotetik, maka diperoleh mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik dengan selisih 23,57. Hasil ini menunjukkan bahwa Self-efficacy subjek penelitian lebih tinggi daripada rata-rata self-efficacy berdasarkan tolak ukur skala.

Dari hasil tersebut maka subjek penelitian akan dikelompokkan kedalam tiga kelompok berdasarkan tingkatan kategorisasi self-efficacy, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Untuk mengelompokkan subjek ke dalam masing-masing kelompok, dibuat suatu kategorisasi skor berdasarkan nilai hipotetik yang selanjutnya menghasilkan pengkategorian skor self-efficacy seperti pada tabel 10 berikut:

Tabel 10. Kategori Norma Nilai Self-Efficacy

Variabel Kategorisasi Std. Deviation Self-efficacy

X < (µ-1,0ϭ) Rendah

(µ-1,0ϭ) Sedang

Tinggi Keterangan:

µ = Mean hipotetik skala self-efficacy

ϭ = Standar deviasi

Berdasarkan kategorisasi norma dan skor mean dan standar deviasi yang ada, maka diperoleh penggolongan self-efficacy serta frekuensi subjek dalam setiap kategori seperti yang ada pada tabel 11 berikut:


(58)

Tabel 11. Penggolongan Self-Efficacy Mahasiswa USU yang Berasal Dari Papua

Variabel Rentang Skor Kategorisasi Frekuensi (N) Persentase

Self-efficacy

X< 94 Rendah 0 0 %

94 X < 146 Sedang 25 59,52

146 X Tinggi 17 40,47

Dari tabel 11 dapat dilihat bahwa mayoritas mahasiswa USU yang berasal dari Papua memiliki tingkat self-efficacy yang tergolong sedang yaitu sebanyak 25 orang (59,52%), sedangkan yang tergolong tinggi sebanyak 17 orang (40,47%) dan tidak ada yang termasuk dalam kategori self-efficacy yang rendah.

b. Gambaran Self-Efficacy Berdasarkan Dimensi-Dimensinya

Gambaran self-efficacy mahasiswa USU yang berasal dari Papua juga dapat dilihat dari dimensi-dimensi nya yaitu level, generality dan strength. 1) Gambaran Dimensi Level

Tabel 12. Gambaran Umum Dimensi Level pada Subjek

Dimensi N Rentang Skor Nilai Empirik Nilai Hipotetik

Min Max Mean SD Mean SD

Level 42 43 64 52,24 5,68 45 10

Dari tabel 12 dapat kita ketahui skor dimensi level dari 42 subjek penelitian diperoleh skor minimum sebesar 43 dan skor maksimum sebesar 64. Data menunjukkan mean empirik sebesar 52,24 dengan standard deviation sebesar 5,68, sedangkan mean hipotetik sebesar 45 dengan standard deviation sebesar 10. Jika dilihat perbandingan antara mean


(59)

empirik dengan mean hipotetik, maka diperoleh mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik dengan selisih 7,24. Hasil ini menunjukkan bahwa dimensi level subjek penelitian lebih tinggi daripada rata-rata dimensi level berdasarkan tolak ukur skala.

Dari hasil tersebut maka subjek penelitian akan dikelompokkan kedalam tiga kelompok berdasarkan tingkatan kategorisasi, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Untuk mengelompokkan subjek ke dalam masing-masing kelompok, dibuat suatu kategorisasi skor yang selanjutnya menghasilkan pengkategorian skor seperti pada tabel 13 berikut:

Tabel 13. Gambaran Kategori Dimensi Level pada Subjek

Kategori N Persentasi

Rendah < 35 Sedang 35 - 55

Tinggi ≥ 55

0 29 13

0 % 69 % 31 %

Total 42 100 %

Berdasarkan tabel 13 dapat dilihat bahwa subjek-subjek dalam penelitian ini terbagi dalam tiga kategori dimensi level yaitu tidak ada yang termasuk dalam kategori rendah, 29 orang masuk dalam kategori sedang (69 %), dan 13 orang masuk dalam kategori tingg (31 %).

2) Gambaran Dimensi Generality

Tabel 14. Gambaran Umum Dimensi Generality pada Subjek

Dimensi N Rentang Skor Nilai Empirik Nilai Hipotetik

Min Max Mean SD Mean SD


(60)

Dari tabel 14 dapat kita ketahui skor dimensi generality dari 42 subjek penelitian diperoleh skor minimum sebesar 35 dan skor maksimum sebesar 60. Data menunjukkan mean empirik sebesar 45,36 dengan standard deviation sebesar 5,53, sedangkan mean hipotetik sebesar 39 dengan standard deviation sebesar 8,6. Jika dilihat perbandingan antara mean empirik dengan mean hipotetik, maka diperoleh mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik dengan selisih 6,36. Hasil ini menunjukkan bahwa dimensi generality subjek penelitian lebih tinggi daripada rata-rata dimensi generality berdasarkan tolak ukur skala.

Dari hasil tersebut maka subjek penelitian akan dikelompokkan kedalam tiga kelompok berdasarkan tingkatan kategorisasi, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Untuk mengelompokkan subjek ke dalam masing-masing kelompok, dibuat suatu kategorisasi skor yang selanjutnya menghasilkan pengkategorian skor seperti pada tabel 15 berikut:

Tabel 15. Gambaran Kategori Dimensi Generality pada Subjek

Kategori N Persentase

Rendah < 30 Sedang 30 - 48

Tinggi ≥ 48

0 31 11

0 % 74 % 26 %

Total 42 100 %

Berdasarkan tabel 15 dapat dilihat bahwa subjek-subjek dalam penelitian ini terbagi dalam tiga kategori dimensi generality yaitu tidak ada yang tergolong dalam kategori rendah, sebanyak 31 orang tergolong dalam kategori sedang (74 %), dan 11 orang masuk dalam kategori tinggi (26 %).


(1)

KATA PENGANTAR

Dengan hormat,

Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan

pendidikan sarjana di Fakultas Psikologi USU, saya bermaksud

mengadakan penelitian di bidang Psikologi Pendidikan. Untuk itu saya

membutuhkan sejumlah data yang hanya akan saya peroleh dengan

adanya kerjasama dari saudara sekalian.

Skala ini terdiri dari 40

pernyataan yang menggambarkan diri

teman-teman. Dalam mengisi skala ini

tidak ada jawaban benar

atau salah.

Yang saya harapkan dan perlukan adalah jawaban yang

paling mendekati pendapat atau keadaan saudara yang sesungguhnya.

Oleh karena itu, saya mohon saudara bersedia memberikan jawaban

yang

sejujur-jujurnya tanpa mendiskusikan dengan orang lain.

Semua jawaban akan dijaga kerahasiaannya dan hanya akan

digunakan untuk keperluan penelitian ini saja.

Cara menjawab pernyataan-pernyataan tersebut akan dijelaskan

dalam petunjuk pengisian. Oleh karena itu, perhatikan terlebih dahulu

petunjuk pengisian sebelum Anda mulai mengerjakan. Bacalah setiap

pernyataan yang terlewati atau belum terisi.

Bantuan saudara dalam menjawab pernyataan pada skala ini

merupakan bantuan yang sangat besar artinya bagi keberhasilan

penelitian ini. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih.

Hormat Saya,

Peneliti

Rony Syahputra

111301048


(2)

IDENTITAS DIRI

Nama / inisial :

Usia :

Jenis Kelamin : Pria/Wanita*

Semester :

PETUNJUK PENGISIAN

Berikut ini ada sejumlah pernyataan. Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan. Anda diminta untuk memilih salah satu pilihan yang tersedia di sebelah kanan pernyataan berdasarkan keadaan diri Anda yang sesungguhnya. Pilihan yang tersedia yaitu :

Sangat Sesuai : SS

Sesuai : S

Netral/ragu-ragu : N

Tidak Sesuai : TS

Sangat Tidak Sesuai : STS

Berilah tanda silang (X) pada salah satu pilihan yang paling sesuai untuk menggambarkan keadaan diri anda.

Contoh :

NO PERNYATAAN SS S N TS STS

1 Saya yakin dapat mengerjakan semua

tugas kuliah

SS S N TS STS

Jika anda ingin mengganti jawaban anda, berikan tanda = pada jawaban yang salah dan berikan tanda silang pada kolom jawaban yang anda anggap paling sesuai.

Contoh Koreksi Jawaban:

NO PERNYATAAN SS S N TS STS

1 Saya yakin dapat mengerjakan semua

tugas kuliah


(3)

SELAMAT MENGERJAKAN

NO PERNYATAAN SS S N TS STS

1 Saya menerima tugas kuliah yang

diberikan dosen dengan senang hati

SS S N TS STS

2 Saya yakin dapat menyelesaikan tugas

kuliah berbeda-beda

SS S N TS STS

3 Saya rela tidur sampai larut malam demi menyelesaikan tugas kuliah

SS S N TS STS

4 Jika saya mengalami hambatan saat mengerjakan tugas kuliah, maka saya akan menyerah

SS S N TS STS

5 Saya merasa tertantang untuk

mengerjakan tugas kuliah yang belum pernah saya lakukan sebelumnya

SS S N TS STS

6 Ketika menghadapi kegagalan, saya

akan pasrah

SS S N TS STS

7 Meskipun saya sedang memiliki

masalah, saya tetap mengerjakan tugas kuliah dengan baik

SS S N TS STS

8 Walaupun saya sering gagal, saya

tetap tertantang mengerjakan tugas kuliah hingga selesai

SS S N TS STS

9 Saya tidak yakin dapat memberikan pendapat di depan kelas

SS S N TS STS

10 Menurut saya tugas kuliah yang sulit adalah tantangan bagi saya

SS S N TS STS

11 Saya tidak yakin dengan kemampuan saya untuk bersaing dengan teman dalam hal menyelesaikan tugas


(4)

12 Saya yakin dapat menyelesaikan tugas yang belum pernah saya lakukan sebelumnya

SS S N TS STS

13 Saya tidak menyesal bila tidak dapat menyelesaikan tugas kuliah

SS S N TS STS

14 Saya yakin tugas baru dapat

menambah pengetahuan saya

SS S N TS STS

15 Saya berusaha mengerjakan

tugas-tugas kuliah dengan sebaik mungkin meskipun teman-teman meragukan kemampuan saya

SS S N TS STS

16 Ketika ada tugas kuliah yang harus

segera diselesaikan saya akan

menyelesaikannya meskipun sedang sakit

SS S N TS STS

17 Saya yakin ide yang saya berikan dapat diterima teman kelompok saya

SS S N TS STS

18 Saya akan menghindari tugas yang pernah membuat saya gagal

SS S N TS STS

19 Saya merasa yakin dapat

menyelesaikan tugas kuliah yang berbeda-beda kesulitannya

SS S N TS STS

20 Saya menganggap tugas kuliah yang sulit sebagai beban

SS S N TS STS

21 Saya yakin, bahwa setiap tugas kuliah yang diberikan akan selesai meskipun saya kerjakan sedikit demi sedikit

SS S N TS STS

22 Walaupun dalam keadaan lelah saya tetap berusaha melanjutkan tugas akademik hingga selesai


(5)

23 Kemampuan yang saya miliki

membuat saya yakin dalam

menghadapi permasalahan dalam

menjalankan perkuliahan

SS S N TS STS

24 Saya tidak mudah putus asa, bila

menghadapi kesulitan dalam

penyelesaian tugas kuliah

SS S N TS STS

25 Saya pikir saya tidak mampu

melakukan tugas-tugas yang menuntut ide-ide baru

SS S N TS STS

26 Ketika saya melakukan kesalahan

pada suatu tugas, maka saya akan kesulitan untuk mengerjakan tugas lain

SS S N TS STS

27 Saya yakin dapat mengerjakan tugas kuliah yang sulit, meskipun saya tahu teman-teman saya lebih pintar

SS S N TS STS

28 Meskipun saya sedang dihadapkan

dengan banyak tugas kuliah, saya

berusaha mengerjakannya hingga

selesai

SS S N TS STS

29 Saya merasa kemampuan saya sangat terbatas untuk menyelesaikan tugas-tugas kuliah

SS S N TS STS

30 Saya yakin dapat mengimbangi teman

saya saat mengerjakan tugas

kelompok

SS S N TS STS

31 Saya yakin dapat menyelesaikan tugas kuliah yang sulit

SS S N TS STS


(6)

sampai selesai

33 Saya sering merasa tertekan bila menghadapi tugas kuliah yang sulit

SS S N TS STS

34 Saya merasa tidak yakin dengan

kemampuan saya dalam mengerjakan tugas kuliah yang sulit

SS S N TS STS

35 Saya merasa khawatir bila

menghadapi tugas kuliah yang

berbeda

SS S N TS STS

36 Saya kurang yakin dengan pendapat

saya bila melihat teman lain

mengemukakan pendapatnya di depan kelas

SS S N TS STS

37 Saya tidak yakin terhadap kualitas tugas kuliah yang telah saya kerjakan

SS S N TS STS

38 Saya menghindari tugas-tugas kuliah yang belum pernah saya lakukan

SS S N TS STS

39 Saya yakin mampu mengerjakan tugas

kuliah dari berbagai mata kuliah

SS S N TS STS

40 Saya pikir tugas kuliah harus tetap

dikerjakan bagaimanapun tingkat

kesulitannya

SS S N TS STS

Mohon periksa kembali jawaban Anda, pastikan tidak ada pernyataan

yang belum diisi.