27
BAB II ASPEK HUKUM STANDARDISASI BARANG DI INDONESIA
A. Sejarah Standardisasi di Indonesia
Dewasa ini standardisasi secara terbuka diakui berperan dan berfungsi sebagai aktivitas yang memiliki dimensi luas, tidak semata-mata teknis menyangkut
penetapan spesifikasi atau persyaratan-persyaratan pada barang dan jasa. Standardisasi telah menjadi solusi untuk merespon isu-isu global, seperti: perubahan
iklim, pembangunan berkelanjutan, ketahanan energi, air bersih, pangan, dan lainnya. Kontribusi standardisasi menyentuh berbagai bidang, seperti: keamanan dan
keselamatan produk, pelayanan konsumen, perdagangan, pangan, energi, transportasi, konstruksi, teknologi informasi, perlindungan kerahasiaan pribadi, tanggung jawab
sosial, kesehatan dan lingkungan. Kegiatan standardisasi di Indonesia bisa dikatakan sudah berlangsung cukup
panjang. Sejak masa kolonial, kegiatan standardisasi telah berperan dalam kegiatan pembangunan seperti pembangunan jalan raya, kereta api, pelabuhan, pembukaan
areal perkebunan, jaringan irigrasi, pendirian pabrik gula dan sebagainya. Di tahun 1928, dibentuk lembaga di bidang standardisasi yang fokus pada penyusunan standar
untuk bahan bangunan, alat transportasi dilanjutkan dengan standar instalasi listrik dan persyaratan jaringan distribusi listrik. Lembaga tersebut adalah Stichting Fonds
28
voor de Normalisatie in Nederlands Indie dan Normalisatie Raad yang berkedudukan di Bandung.
27
Setelah kemerdekaan sejumlah peristiwa penting dapat dicatat menyangkut kegiatan standardisasi. Di tahun 1951, dilakukan perubahan anggaran dasar
Normalisatie Raad dan melalui perubahan itu dibentuk Yayasan Dana Normalisasi Indonesia YDNI. YDNI bertindak sebagai wakil Indonesia menjadi anggota
International Organization for Standardization ISO di tahun 1955 dan juga mewakili Indonesia sebagai anggota International Electrotechnical Commission
IEC di tahun 1966.
28
Pada tahun 1961, diterbitkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 yang dikenal dengan nama Undang-Undang Barang. Undang-undang ini memang tidak
menyebut mengenai standar, namun di dalamnya secara tegas menyatakan hal-hal terkait standar, yaitu: susunan bahan, bentuk dan kegunaan dari barang,
penyelidikanpemeriksaanpengawasan barang mengenai sifat, susunan bahan, bentuk kegunaan, pengolahan, penandaan serta kemasannya, kemasan barang, serta sifat
susunan bahan, bentuk dan pemakaian alat kemasan.
29
Pemerintah menyadari fungsi strategis standardisasi dalam menunjang pembangunan nasional. Ini ditandai dengan ditetapkan program Pengembangan
sistem nasional untuk standardisasi sebagai prioritas pada tahun 1973. Pada tahun
27
Badan Standardisasi Nasional, “RUU SPK Jangan Sampai Kehilangan Momentum,” SNI Valuasi No. 1, 2014, hlm. 6.
28
Ibid.
29
Ibid.
29
1976 dibentuk Panitia Persiapan Sistem Standardisasi Nasional. Pada tahun 1984 dengan SK Presiden RI dibentuk Dewan Standardisasi Nasional dengan tugas pokok
menetapkan kebijakan standardisasi, melaksanakan koordinasi dan membina kerjasama di bidang standardisasi nasional.
30
Kegiatan standardisasi di tanah air semakin mendapat tempat dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 1997 mengenai Badan
Standardisasi Nasional selanjutnya disebut dengan BSN. Keppres tersebut merupakan dasar hukum lahirnya kelembagaan BSN. Melalui Keppres tersebut,
dinyatakan bahwa BSN bertugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan di bidang standardisasi, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Untuk meningkatkan pengembangan dan pembinaan standardisasi di Indonesia, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Nomor 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 1997 mengenai Badan Standardisasi
Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional merupakan pilar hukum penting bagi kegiatan standardisasi di tanah air.
Dengan adanya peraturan-peraturan tersebut kegiatan standardisasi tidak dilaksanakan secara sektoral, kegiatan standardisasi dilaksanakan oleh berbagai
kementerian, seperti: Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta beberapa lembaga atau instansi
30
Ibid., hlm. 7.
30
pemerintah, seperti: LIPI, BATAN, Biro Klasifikasi Indonesia dan beberapa asosiasi.
31
Negara Indonesia telah mengikatkan diri dalam kerjasama perdagangan bebas di antaranya: ASEAN Free Trade Area AFTA, China-ASEAN Free Trade
Agreement CAFTA, dan ASEAN Economic Community AEC. Di bawah kerjasama tersebut, arus pasar bebas dipastikan sudah tidak dapat dibendung lagi dan beragam
produk akan bebas keluar masuk batas wilayah antar negara tanpa dapat dicegah. Sementara perlindungan dengan penetapan tarif sudah ditiadakan, yang ada untuk
melindungi dari serbuan tersebut adalah penetapan non-tarif. Salah satu parameter non-tarif adalah standardisasi. Standardisasi menduduki peran dan arti penting yang
vital dalam perdagangan bebas. Harus diakui bahwa perdagangan bebas memiliki dinamika yang kompleks.
Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Indonesia, sebagai dasar hukum kegiatan standardisasi. Peraturan pemerintah ini dinilai belum
mampu menyelesaikan permasalahan di bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian yang telah berkembang pesat. Untuk itu, kegiatan standardisasi dan
penilaian kesesuaian perlu diatur dalam suatu undang-undang yang menjamin adanya koordinasi, sinkronisasi dan harmonisasi, sehingga upaya standardisasi dan penilaian
kesesuaian di Indonesia dapat dilakukan secara efisien, efektif, terpadu dan terorganisasi.
31
Ibid.
31
Undang-Undang Perdagangan lahir pada tahun 2014. UU Perdagangan ini dirasakan banyak pihak sangat penting dalam masa perdagangan bebas yang semakin
berkembang. Dalam undang-undang ini terdapat pengaturan mengenai standardisasi. Pengaturan standardisasi terdapat pada Bab VII Bagian Kesatu tentang Standardisasi
Barang Pasal 57 sampai dengan Pasal 59 serta Bagian Kedua tentang Standardisasi Jasa Pasal 60 sampai dengan Pasal 64. Meskipun tidak mengatur secara rinci terkait
standardisasi, namun secara eksplisit undang-undang ini mengharuskan adanya standardisasi terhadap barang maupun jasa dalam proses perdagangan di Indonesia.
UU SPK lahir sebagai payung hukum standardisasi di Indonesia. Arti penting UU SPK adalah untuk memajukan kesejehteraan umum, melindungi kepentingan
negara dan keselamatan, keamanan. Selain itu, juga akan melindungi kesehatan warga negara, perlindungan flora dan fauna serta pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Standardisasi dan penilaian kesesuaian merupakan salah satu alat untuk meningkatkan mutu, efesiensi produksi. Bahkan dengan standardisasi mampu
memperlancar transaksi perdagangan, mewujudkan persaingan usaha yang sehat dan transparan.
B. Pengertian, Proses, dan Jenis Standardisasi