84
B. Peran Pemerintah dalam Menunjang Penerapan Standardisasi terhadap
Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi
Perdagangan bebas global khususnya di Indonesia dan wilayah regional ASEAN menciptakan suatu kondisi yang tidak terelakkan bahwa UMKMK harus
mampu bersaing dalam hal kualitas produk. Berbagai perjanjian perdagangan Internasional yang bertujuan untuk menghilangkan hambatan perdagangan semakin
menguatkan sinyal akan sulitnya persaingan antar pelaku usaha khususnya UMKMK. Mengacu pada kondisi tersebut, optimalisasi pemanfaatan instrument non tarif, yaitu
penggunaan standar sebagai persyaratan dalam transaksi perdagangan menjadi salah satu langkah yang paling strategis untuk menghadapi persaingan di era pasar bebas
tersebut. Sasaran utama dalam pelaksanaan standardisasi barang adalah meningkatnya
ketersediaan SNI yang mampu memenuhi kebutuhan industri dan pekerjaan instalasi guna mendorong daya saing produk dan jasa dalam negeri. Dengan adanya
standardisasi nasional maka akan ada acuan tunggal dalam mengukur mutu produk danatau jasa di dalam perdagangan, yaitu SNI, sehingga dapat meningkatkan
perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan
hidup.
142
142
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Analisis Pengembangan SNI dalam Rangka Pengawasan Barang yang Beredar Jakarta: Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri,
2013, hlm. 9.
85
Kualitas barang yang baik terjamin dalam label SNI. Dengan adanya label SNI berarti bahwa setiap barang telah melewati proses standardisasi maupun
penilaian kesesuaian oleh BSN. Penerapan SNI bagi UMKMK belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya jenis produk yang distandardisasi.
Penerapan ASEAN Economy Community selanjutnya disebut dengan AEC akan berdampak pada perekonomian negara-negara di kawasan ASEAN, termasuk
Indonesia. Hal ini menuntut kemampuan setiap negara dalam melakukan integrasi dengan pasar regional maupun global antara lain melalui pembenahan infrastruktur
standar dan penilaian kesesuaian conformity assessment. Untuk peningkatan dan penguatan daya saing barang dalam negeri serta fasilitasi keberterimaan produk
nasional dalam pasar ASEAN maupun global, perlu adanya rumusan standardisasi barang.
Rumusan standardisasi barang ini bukan merupakan perumusan Standar Nasional Indonesia seperti yang disusun oleh KementerianLembaga Teknis melalui
penetapan BSN. Rumusan standar barang dan jasa yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen melalui Direktorat Standardisasi
adalah bahan rekomendasi atau masukan bagi KementerianLembaga untuk ditindaklanjuti pada negosiasi sidang internasional baik di tingkat bilateral dan
regional maupun multilateral dalam rangka harmonisasi standar dan penilaian kesesuaian. Rumusan standar juga dapat dipergunakan sebagai masukan bagi para
86
pelaku usaha terkait kepatuhan untuk memenuhi ketentuan sesuai dengan standar produk yang telah diharmonisasikan ASEAN
143
Kegiatan penyusunan rumusan harmonisasi standar barang dan jasa telah dilakukan sejak Tahun 2010 dan berakhir pada Tahun 2014. Pemilihan tema
penyusunan rumusan didasarkan pada isu yang ada pada tahun berjalan namun tetap dalam ruang lingkup 12 sektor prioritas ASEAN. Rumusan harmonisasi standar
barang dan jasa yang telah disusun pada Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2013 yaitu sebagai berikut :
.
144
1. Kesiapan Indonesia dalam menghadapi ASEAN Economic Integration untuk
sektor karet Rubber Based Products. 2.
Kesiapan Indonesia dalam menghadapi ASEAN Economic Integration untuk sektor otomotif Automotive Component Products.
3. Kesenjangan standar untuk produk kelapa sawit.
4. Kesiapan industri pangan olahan dalam menghadapi ASEAN economic
integration. 5.
Kesenjangan standar untuk produk dalam kemasan biskuit terhadap pemenuhan harmonisasi standar di tingkat internasional.
6. Kesiapan industri pangan olahan produk selai, saus, dan jelly dalam
menghadapi ASEAN economic integration.
143
Ibid, hlm. 28.
144
Ibid, hlm. 29.
87
7. Kesenjangan standar untuk bahan tambahan pangan btp dalam produk jus
terhadap pemenuhan harmonisasi standar di tingkat internasional. 8.
Kesiapan industri peralatan listrik dan elektronika dalam menghadapi ASEAN economic integration.
Pemerintah memiliki peran yang sangat besar dalam menciptakan iklim yang kondusif dalam perdagangan nasional. Tugas serta wewenang pemerintah pusat
tertuang pada Bab XIV Pasal 93 dan Pasal 94 UU Perdagangan. Tugas pemerintah di bidang perdagangan mencakup:
1. merumuskan dan menetapkan kebijakan di bidang perdagangan;
2. merumuskan standar nasional;
3. merumuskan dan menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
perdagangan; 4.
menetapkan sistem perizinan di bidang perdagangan; 5.
mengendalikan ketersediaan, stabilisasi harga, dan distribusi barang kebutuhan pokok maupun barang penting;
6. melaksanakan kerja sama perdagangan internasional;
7. mengelola informasi di bidang perdagangan;
8. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan di bidang
perdagangan; 9.
mendorong pengembangan ekspor nasional; 10.
menciptakan iklim usaha yang kondusif;
88
11. mengembangkan logistik nasional; dan tugas lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Dalam menjalankan tugasnya di bidang perdagangan, pemerintah mempunyai
wewenang untuk: 1.
memberikan perizinan kepada pelaku usaha di bidang perdagangan; 2.
melaksanakan harmonisasi kebijakan perdagangan di dalam negeri dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem distribusi nasional, tertib niaga,
integrasi pasar, dan kepastian berusaha; 3.
membatalkan kebijakan dan regulasi di bidang perdagangan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah yang bertentangan dengan kebijakan dan regulasi pemerintah;
4. menetapkan larangan maupun pembatasan perdagangan barang maupun jasa;
5. mengembangkan logistik nasional guna memastikan ketersediaan barang
kebutuhan pokok maupun barang penting; dan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peranan pemerintah tentu menjadi penting terutama untuk mengantarkan mereka agar mampu bersaing dengan pelaku usaha lainnya dalam memanfaatkan
AEC pada tahun 2015. Beberapa upaya yang perlu dilakukan pemerintah untuk memberdayakan UMKM adalah:
145
1. Meningkatkan kualitas dan standar produk.
Guna dapat memanfaatkan peluang dan potensi pasar di kawasan ASEAN dan pasar global, maka produk yang dihasilkan UMKM haruslah memenuhi kualitas
145
I Wayan Dipta, Op. Cit, hlm. 9-11.
89
dan standar yang sesuai dengan kesepakatan ASEAN dan negara tujuan. Dalam kerangka itu, maka UMKM harus mulai difasilitasi dengan kebutuhan kualitas
dan standar produk yang dipersyaratkan oleh pasar ASEAN maupun di luar ASEAN. Peranan dukungan teknologi untuk peningkatan kualitas dan
produktivitas serta introduksi desain kepada para pelaku UMKM yang ingin memanfaatkan pasar ASEAN perlu segera dilakukan.
2. Meningkatkan akses financial.
Isu finansial dalam pengembangan bisnis UMKM sangatlah klasik. Selama ini, belum banyak UMKM yang bisa memanfaatkan skema pembiayaan yang
diberikan oleh perbankan. Hasil survey Regional Development Institute REDI, 2002 menyebutkan bahwa ada 3 gap yang dihadapi berkaitan dengan akses
finansial bagi UKM yaitu : a
aspek formalitas, karena banyak UMKM yang tidak memiliki legal status; b
aspek skala usaha, dimana sering sekali skema kredit yang disiapkan perbankan tidak sejalan dengan skala usaha UMKM; dan
c aspek informasi, dimana perbankan tidak tahu UMKM mana yang harus
dibiayai, sementara itu UMKM juga tidak tahu skema pembiayaan apa yang tersedia di perbankan.
Oleh karena itu, maka ketiga gap ini harus diatasi, diantaranya dengan peningkatan kemampuan bagi sumber daya manusia yang dimiliki UMKM,
perbankan, serta pendamping UMKM. Pada sisi lain, harus juga diberikan informasi yang luas tentang skema-skema pembiayaan yang dimiliki perbankan.
90
3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan jiwa kewirausahaan UMKM;
Secara umum kualitas sumber daya manusia pelaku UMKM di Indonesia masih rendah. Terlebih lagi semangat kewirausahaannya. Kalau mengacu pada data
UMKM pada tahun 2008, tingkat kewirausahaan di Indonesia hanya 0,25 dan pada tahun 2011 diperkirakan sebesar 0,273. Memang hal ini sangat jauh
ketinggalan dengan negara-negara lain di dunia, termasuk di Asia dan ASEAN. Sebagaimana di Singapura, tingkat kewirausahaan di Singapura lebih dari 7
demikian juga di USA, tingkat kewirausahaannya sudah mencapai 11,9. Oleh karena itu, untuk memperkuat kualitas dan kewirausahaan UMKM di Indonesia,
maka diperlukan adanya pendidikan dan latihan keterampilan, manajemen, dan diklat teknis lainnya yang tepat, yang sesuai dengan kebutuhan. Pengembangan
kewirausahaan juga perlu ditingkatkan. 4.
Memperkuat dan meningkatkan akses dan transfer teknologi bagi UMKM untuk pengembangan UMKM inovatif; Akses dan transfer teknologi untuk UMKM
masih merupakan tantangan yang dihadapi di Indonesia. Peranan inkubator, lembaga riset, dan kerjasama antara lembaga riset dan perguruan tinggi serta
dunia usaha untuk alih teknologi perlu digalakkan. Kerjasama atau kemitraan antara perusahaan besar, baik dari dalam dan luar negeri dengan UMKM harus
didorong untuk alih teknologi dari perusahaan besar kepada UMKM. Praktek seperti ini sudah banyak berjalan di beberapa negara maju, seperti USA, Jerman,
Inggris, Korea, Jepang dan Taiwan. Model-model pengembangan klaster juga
91
harus dikembangkan, karena melalui model tersebut akan terjadi alih teknologi kepada dan antar UMKM.
5. Memfasilitasi UMKM berkaitan akses informasi dan promosi di luar negeri;
Bagian terpenting dari proses produksi adalah masalah pasar. Sebaik apapun kualitas produk yang dihasilkan, kalau masyarakat atau pasar tidak
mengetahuinya, maka produk tersebut akan sulit dipasarkan. Oleh karena itu, maka pemberian informasi dan promosi produk-produk UMKM, khususnya
untuk memperkenalkan di pasar ASEAN harus ditingkatkan. Promosi produk, bisa dilakukan melalui dunia maya atau mengikuti kegiatan-kegiatan pameran di
luar negeri. Dalam promosi produk ke luar negeri ini perlu juga diperhatikan kesiapan UMKM dalam penyediaan produk yang akan dipasarkan. Sebaiknya
dihindari mengajak UMKM ke luar negeri, padahal mereka belum siap untuk mengekspor produknya ke luar negeri. Dalam kaitan ini, bukan saja kualitas dan
desain produk yang harus diperhatikan, tetapi juga tentang kuantitas dan kontinuitas produknya.
Usaha untuk menghadapi perdagangan bebas, pemerintah melalui BSN, Kementrian Perindustrian serta Kementrian UMKM dan Koperasi telah memfasilitasi
UMKMK untuk memperoleh sertifikat SNI.
146
146
Badan Standardisasi Nasional, “UKM Ber-SNI, Siapa Takut dengan CAFTA?,” SNI Valuasi, Volume 4, No. 1, 2010, hlm. 23.
Koordinasi antar kementerian maupun lembaga non-kementrian terkait sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas
92
produk UMKMK. Hal tersebut dilakukan untuk menunjang percepatan penerapan SNI dalam menghadapi perdagangan bebas.
Pemerintah telah memfokuskan UMKMK sebagai pihak yang diutamakan untuk menerapkan standardisasi barang. Tantangan terkait dukungan lembaga
sertifikasi dan sistem penilaian kesesuaian untuk pemberdayaan UMKMK sektor pangan dalam rangka memperkuat pasar domestik sangat diperlukan peningkatan
koordinasi secara sinergis dalam melaksanakan pengaturan, sertifikasi, serta kegiatan pembinaan dan pengawasan penilaian kesesuaian untuk memastikan penerapan
standar makanan. Citra UMKMK terkadang masih dianggap unit usaha yang masih lemah, hal ini yang menyebakan UMKMK sulit melakukan penetrasi pasar. Padahal
UKM memiliki ketahanan yang sangat kuat terhadap krisis ekonomi. Kementerian UKM sangat mendukung BSN dalam upaya menerapkan SNI pada sektor makanan
yang mayoritas berasal dari UMKMK, dan menyarankan agar selalu berkoordinasi dengan instansi-instansi teknis terkait dalam upaya melakukan sosisalisasi penerapan
SNI pada UMKMK.
147
Proses perumusan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi kebijakan terutama yang terkait dengan kepentingan publik tidak lepas dari peran pemerintah, baik pusat
maupun daerah, serta berbagai pihak yang terikat dan merasakan dampak penerapan
147
Komite Akreditasi Nasional, “Penguatan Peran Lembaga Sertifikasi Yang Kompeten Untuk Mendukung Pemberdayaan UKM Di Bidang Makanan,” http:www.kan.or.id?p=810lang=id diakses pada tanggal
14 Agustus 2015 pukul 15.00.
93
SNI Wajib. Peran masing-masing stakeholders yang terlibat dalam standardisasi secara garis besar dibagi beberapa fungsi utama, yaitu :
148
1. fungsi regulator, yaitu lembaga perumus berbagai kebijakan nasional maupun
lembaga yang menyusun regulasi teknis terkait dengan aturan dan prosedur pelaksanaan kebijakan, contoh: BSN dan KAN;
2. fungsi implementor, yaitu pelaksana kebijakan baik untuk instansi teknis maupun
produsen dan berbagai pihak terkait untuk melaksanakan kebijakan standardisasi, contoh: pusat standardisasi kementerian teknis dan ditjen bea dan cukai;
3. fungsi pembina, yaitu lembaga atau berbagai pihak yang terlibat dalam
pembinaan, pengawasan, maupun bertugas untuk mengevaluasi kebijakan yang diterapkan, contoh: instansi teknis dan lembaga pelatihan.
Pemerintah melalui BSN telah melakukan langkah-langkah yang sistematis dalam usaha mengembangkan penerapan SNI di Indonesia. Pada periode 2005-2009,
pengembangan standardisasi nasional difokuskan pada pelaksanaan 7 buah program utama yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu program yang merupakan
penyangga, antara lain :
149
1. perbaikan proses pengembangan SNI;
2. penguatan penilaian kesesuaian;
3. peningkatan persepsi masyarakat terhadap kegunaan standar;
148
Kementerian Perdagangan RI, Op. cit., hlm 11.
149
Penjelasan Peraturan Kepala Badan Standardisasi Nasional No. 3 Tahun 2011 tentang Rencana Strategis badan Standardisasi Nasional tahun 2010-2014, Op. cit., hlm. 9.
94
4. pemantapan kebijakan dan peraturan perundang-undangan di bidang
standardisasi; 5.
peningkatan partisipasi masyarakat standardisasi; 6.
penguatan posisi dalam forum standardisasi regional dan internasional; dan 7.
penguatan efektivitas proses kerja BSN dan KAN. Berdasarkan Peraturan Kepala BSN No. 06KEPBSN22013 tanggal 4
Februari 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala BSN Nomor 3 Tahun 2011 tentang Rencana Strategis BSN Tahun 2010-2014 sasaran strategis RENSTRA BSN
2010-2014 berubah menjadi : 1.
Tersedianya SNI sesuai kebutuhan pasar. 2.
Tercapainya peningkatan efektifitas sistem penerapan standar dan akreditasi. 3.
Terciptanya budaya standar di masyarakat. 4.
Diterapkannya sistem standardisasi dan penilaian kesesuaian oleh pemangku kepentingan.
5. Terwujudnya organisasi yang efektif dan efisien.
Perubahan ini dilatarbelakangi oleh perkembangan lingkungan strategis dimana BSN selaku instansi pemerintah yang memberikan layanan publik belum dirasakan
Pemerintah juga berusaha agar menjadikan standar sebagai pendorong berkembangnya pasar domestik. Bagi produsen, standardisasi barang merupakan
acuan persyaratan minimal produk yang akan mereka produksi serta merupakan tolak ukur kualitas suatu produk. Dengan mengkomunikasikan kepada konsumen bahwa
produknya telah ber-SNI atau telah sesuai dengan SNI, produk tersebut akan
95
mendapat nilai tambah kepercayaan pembeli dan memperkuat eksistensinya di pasar. Pencapaian penerapan standardisasi barang oleh produsen dalam negeri khususnya
UMKMK juga sejalan dengan upaya pemerintah untuk menggalakkan produk dalam negeri yang berkualitas. Untuk mendukung pencapaian kondisi tersebut, maka :
150
1. Efisiensi industri nasional harus mampu menghasilkan produk yang dapat
bersaing dengan produk impor. 2.
Standar dan penilaian kesesuaian harus dioptimalkan untuk menjadi instrumen yang semakin penting dalam memfasilitasi perdagangan.
3. Konsumen atau masyarakat umum harus memiliki kesadaran terhadap mutu dan
keselamatan. 4.
Aspek standardisasi dan penilaian kesesuaian harus menjadi fokus perhatian lembaga-lembaga penelitian dalam menghasilkan inovasi teknologi.
5. Jumlah dan lingkup lembaga penilaian kesesuaian serta infrastruktur
kemetrologian harus mencukupi dalam upaya mendukung regulasi teknis dan perdagangan.
6. Penggunaan LPK dalam menunjang pemberlakuan wajib SNI tidak seharusnya
berdasarkan penunjukan langsung oleh regulator. 7.
Penerapan SNI secara voluntary oleh industri harus ditingkatkan. 8.
Penetapan regulasi teknis harus selaras dengan ketentuanprinsip Good Regulatory Practices.
150
Penjelasan Peraturan Kepala Badan Standardisasi Nasional No. 3 Tahun 2011 tentang Rencana Strategis badan Standardisasi Nasional tahun 2010-2014, Ibid, hlm. 17
96
Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan konsumen membuat arah pembangunan standardisasi dan perlindungan
konsumen ke depan secara konsisten akan mengacu pada arah pembangunan perdagangan nasional periode 2010-2014. Arah ini merupakan pedoman dalam
menyusun langkah-langkah strategis ke depan untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Arah pembangunan standardisasi dan perlindungan konsumen dapat
dijabarkan menjadi 6 enam kebijakan sebagaimana tercermin pada tujuan
151
1. pengembangan standardisasi di bidang perdagangan;
yaitu:
2. peningkatan kesadaran dan memberdayakan masyarakat konsumen;
3. penguatan pengawasan barang beredar dan jasa perdagangan dan penegakan
hukum; 4.
peningkatan tertib ukur; 5.
optimalisasi pengendalian mutu komoditas ekspor dan impor; 6.
peningkatan penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan perlindungan konsumen di daerah.
C. Keberlangsungan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi sebagai Akibat dari