Penerapan Standardisasi Barang terhadap Usaha Mikro, Kecil, Menengah

74

BAB IV DAMPAK STANDARDISASI BAGI USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH

DAN KOPERASI

A. Penerapan Standardisasi Barang terhadap Usaha Mikro, Kecil, Menengah

dan Koperasi Kegiatan Perdagangan merupakan penggerak utama pembangunan perekonomian nasional yang memberikan daya dukung dalam meningkatkan produksi, menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan ekspor dan devisa, memeratakan pendapatan, serta memperkuat daya saing roduk dalam negeri demi kepentingan nasional. Perdagangan nasional Indonesia sebagai penggerak utama perekonomian tidak hanya terbatas pada aktivitas perekonomian yang berkaitan dengan transaksi barang danatau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha, baik di dalam negeri maupun melampaui batas wilayah negara, tetapi aktivitas perekonomian yang harus dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan nasional Indonesia yang diselaraskan dengan konsepsi pengaturan di bidang perdagangan sesuai dengan cita- cita pembentukan negara Indonesia, yaitu masyarakat adil dan makmur sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. 126 Menyambut era globalisasi dan liberalisasi perdagangan dunia melalui forum internasional seperti WTO, APEC dan AFTA ASEAN gerak perdagangan semakin dinamis dan cepat. Kondisi persaingan dunia akan semakin ketat akibat terjadinya 126 Penjelasan UU Perdagangan. 75 krisis finansial dunia dan krisis pemanasan global. Liberalisasi perdagangan dunia telah ditindaklanjuti dengan berbagai kesepakatan antar negara berupa perdagangan bebas hambatan atau free trade agreement FTA baik bilateral maupun multilateral seperti Indonesia dengan Jepang, India dan Pakistan, ASEAN-China, Australia, Kanada dan USA. Negara Indonesia merupakan bagian dari dunia yang tidak bisa terlepas dalam perdagangan global. Perdagangan bebas menyebabkan kompetisi diantara seluruh pelaku usaha tidak terkecuali bagi UMKMK. Hal tersebut perlu disadari bahwa UMKMK harus mampu bersaing dalam perdagangan global mengingat peran UMKMK sangat vital untuk perekonomian negara. Standardisasi barang menjadi salah satu pilar utama dalam perdagangan bebas. Persaingan antar produsen dan juga perlindungan konsumen menuntut adanya standardisasi barang. Standardisasi barang khususnya di Indonesia diarahkan untuk menjaga keamanan dan keselamatan para konsumen. Barang yang beredar dalam pasar harus memenuhi SNI serta persyaratan teknis yang diberlakukan secara wajib bagi seluruh pelaku usaha. 127 Pengaturan mengenai standarisasi barang ini dituangkan dalam UU Perdagangan pada Pasal 57 sampai dengan Pasal 59. Penerapan standardisasi barang dalam UU Perdagangan mengharuskan barang yang telah diberlakukan SNI atau persyaratan teknis secara wajib, wajib dibubuhi tanda SNI atau tanda kesesuaian atau dilengkapi sertifikat kesesuaian yang diakui oleh Pemerintah. Sementara itu barang 127 Pasal 57 ayat 1 UU Perdagangan. 76 yang diperdagangkan dan belum diberlakukan SNI secara wajib dapat dibubuhi tanda SNI atau tanda kesesuaian sepanjang telah dibuktikan dengan sertifikat produk penggunaan tanda SNI atau sertifikat kesesuaian. Kewajiban penerapan standardisasi barang tersebut menimbulkan sanksi dimana pelaku usaha yang memperdagangkan barang yang telah diberlakukan SNI atau persyaratan teknis secara wajib, tetapi tidak membubuhi tanda SNI, tanda kesesuaian, atau tidak melengkapi sertifikat kesesuaian akan sanksi administratif berupa penarikan barang dari distribusi. Penerapan serta pemberlakuan SNI tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan aspek antara lain : 128 1. keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup; 2. daya saing produsen nasional dan persaingan usaha yang sehat; 3. kemampuan dan kesiapan dunia usaha nasional; danatau 4. kesiapan infrastruktur lembaga penilaian kesesuaian. Pemberlakuan SNI atau persyaratan teknis ditetapkan oleh Menteri atau menteri sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. 129 128 Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, INSTRA: Indonesia Trade Inside, Jakarta: Kemendag, 2014, hlm. 12. Dalam hal ini persyaratan teknis ditetapkan oleh Kementrian Perdagangan dibawah Direktorat Standardisasi dan Perlindungan Konsumen berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 31M-DAGPER072010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan sebagaimana telah diubah melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 57M-DAGPER082012, 129 Pasal 57 ayat 3 UU Perdagangan. 77 Sekretariat Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis dan administratif kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen. Dalam pelaksanaan tugas tersebut, Sekretariat Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen menyelenggarakan 4 empat fungsi berkaitan dengan koordinasi, administrasi, dan keuangan. Dibawah Direktorat Standardisasi dan Perlindungan Konsumen terdapat Direktorat Sitandardisasi yang bertugas untuk melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan pedoman, norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi barang dan jasa sektor perdagangan dengan fungsi, antara lain: 130 1. penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyusunan dan penerapan standar, kelembagaan dan informasi standar serta kerja sama standardisasi sektor perdagangan; 2. penyiapan penyusunan pedoman, standar, norma, prosedur, kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang penyusunan dan penerapan standar, kelembagaan dan informasi standar serta kerja sama standardisasi sektor perdagangan. Tanda SNI, tanda kesesuaian, atau sertifikat kesesuaian diterbitkan oleh lembaga penilaian kesesuaian yang terakreditasi oleh lembaga akreditasi sesuai 130 http:ditjenspk.kemendag.go.ididabout-usmain-dutydirectorate-standard diakses pada tanggal 1 September 2015 pada pukul 12.45 WIB. 78 dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 131 Dalam hal lembaga penilaian kesesuaian belum ada yang terakreditasi, Menteri atau menteri sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya dapat menunjuk lembaga penilaian kesesuaian dengan persyaratan dan dalam jangka waktu tertentu. 132 Lembaga penilaian kesesuaian terdaftar di lembaga yang ditetapkan oleh Menteri. 133 Tugas pengembangan dan membina kegiatan standardisasi di Negara Indonesia dilakukan oleh BSN yang merupakan lembaga pemerintah non- kementerian Indonesia. Badan ini menggantikan fungsi dari Dewan Standardisasi Nasional DSN. Dalam melaksanakan tugasnya Badan Standardisasi Nasional berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Badan ini menetapkan SNI yang digunakan sebagai standar teknis di Indonesia. Badan Standardisasi Nasional dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 1997 yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden Nomor 166 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah dan yang terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001, merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian LPNK dengan tugas pokok mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi di Indonesia. 134 131 Pasal 58 ayat 1 UU Perdagangan. 132 Pasal 58 ayat 2 UU Perdagangan. 133 Pasal 58 ayat 3 UU Perdagangan. 134 https:id.wikipedia.orgwikiBadan_Standardisasi_Nasional diakses pada tanggal 1 September 2015 pada pukul 13.05 WIB. 79 Pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Standardisasi Nasional di bidang akreditasi dilakukan oleh KAN. KAN mempunyai tugas menetapkan akreditasi dan memberikan pertimbangan serta saran kepada BSN dalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi. Sedangkan pelaksanaan tugas dan fungsi BSN di bidang Standar Nasional untuk Satuan Ukuran dilakukan oleh Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran KSNSU. KSNSU mempunyai tugas memberikan pertimbangan dan saran kepada BSN mengenai standar nasional untuk satuan ukuran. Sesuai dengan tujuan utama standardisasi adalah melindungi produsen, konsumen, tenaga kerja dan masyarakat dari aspek keamanan, keselamatan, kesehatan serta pelestarian fungsi lingkungan, pengaturan standardisasi secara nasional ini dilakukan dalam rangka membangun sistem nasional yang mampu mendorong dan meningkatkan, menjamin mutu barang danatau jasa serta mampu memfasilitasi keberterimaan produk nasional dalam transaksi pasar global. Dari sistem dan kondisi tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk barang danatau jasa Indonesia di pasar global. 135 Pengaturan standardisasi barang yang ditujukan untuk memudahkan konsumen maka bagi barang yang telah diberlakukan SNI, harus mencantumkan tanda SNI atau tanda kesesuaian atau dilengkapi sertifikat kesesuaian yang diakui oleh pemerintah. Tanda SNI maupun tanda kesesuaian sebagaimana dimaksud di atas tentu saja hanya diterbitkan oleh lembaga yang sudah terakreditasi. Lebih lanjut, standar atau penilaian kesesuaian yang ditetapkan oleh negara lain diakui oleh 135 Ibid. 80 Pemerintah berdasarkan perjanjian saling pengakuan antarnegara. Ketentuan dalam standarisasi jasa hampir sama dengan standarisasi barang. Hanya saja dalam pemberlakuan SNI, aspek-aspek yang menjadi pertimbangan dalam UU Perdagangan ditambah satu lagi yaitu mempertimbangkan budaya, adat istiadat, atau tradisi berdasarkan pada kearifan lokal. 136 Banyak kalangan berpandangan UU Perdagangan mengusung semangat WTO. Undang-undang ini sesungguhnya mencerminkan ratifikasi Indonesia ke dalam lembaga supranegara WTO bisa menentukan bagaimana negara-negara anggotanya harus menyusun regulasi perdagangan nasionalnya agar selaras dengan prinsip dasar WTO. WTO secara intrinsik mendorong integrasi ekonomi dunia melalui pasar dan perdagangan bebas dengan mengurangi atau bahkan menghilangkan berbagai hambatan perdagangan baik berupa tarif maupun nontarif. Filosofi liberalisme ala WTO sudah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Konsekuensinya, produk regulasi di bidang perdagangan di Indonesia tak bisa lepas dari prinsip WTO. 137 Salah satu semangat WTO yang termuat jelas dalam UU Perdagangan adalah tentang standardisasi. Pasal 57 ayat 1 dan 2 UU Perdagangan mengatur bahwa seluruh perdagangan barang di dalam negeri wajib disertifikasi SNI tanpa membedakan pelaku usaha nasional atau asing. Standardisasi seharusnya dilakukan 136 Ibid. 137 Waskito Giri Sasongko, “Rezim Standardisasi Menguasai UU Perdagangan,” http:www.jurnalparlemen.comview7842rezim-standardisasi-menguasai-uu-perdagangan.html diakses pada tanggal 31 Agustus 2015 pada pukul 17.26. 81 dengan asas nondiskriminasi dan kesetaraan antarnegara. Bagi perusahaan asing terlebih multinasional, ketentuan kualifikasi SNI tentu bukan masalah. Namun, sertifikasi itu justru jadi persoalan besar bagi perusahaan nasional terutama UMKMK. Hal tersebut dikarenakan perusahaan kecil dan mikro umumnya minim modal, berteknologi terbatas, dan mempekerjakan buruh berketrampilan rendah. Pelaku usaha kecil semakin diberatkan karena Pasal 57 ayat 1 huruf b UU Perdagangan menegaskan bahwa sertifikasi itu adalah suatu kewajiban. Usaha untuk tidak menghambat persaingan dan inovasi, penerapan SNI pada umumnya bersifat sukarela voluntary. Namun untuk keperluan tertentu, terkait kesehatan, keamanan, keselamatam dan lingkungan, SNI dapat diadopsi pemerintah kedalam dasar regulasi teknis yang selanjutnya menjadi wajib dipenuhi oleh para pelaku usaha, baik produsen atau pihak lain yang memasok produk ke pasar. 138 Usaha untuk membuktikan bahwa standardisasi barang sudah diterapkan oleh para pelaku usaha sesuai dengan yang dipersyaratkan, diperlukan mekanisme penilaian kesesuaian. Penilaian kesesuaian berfungsi menyediakan jaminan pengakuan agar pasar dapat membedakan pihak atau produk yang telah menerapkan SNI. Dengan diferensiasi itu, diharapkan pihak atau produk tersebut dapat memperoleh nilai pasar market perceived value yang lebih baik. Unsur ini mencakup pengembangan bisnis penyedia jasa sertifikasi, inspeksi, pengujian produk dan kalibrasi peralatan ukur. Mengingat penilaian kesesuaian sangat terkait dengan 138 Penjelasan Peraturan Kepala Badan Standardisasi Nasional No. 3 Tahun 2011 tentang Rencana Strategis badan Standardisasi Nasional tahun 2010-2014, hlm. 7 82 kegiatan pengujian, maka diperlukan dukungan unsur ketiga, yaitu metrologi. Unsur ini berfungsi menjamin kebenaran hasil pengujian dengan pengukuran yang akurat melalui proses kalibrasi yang berjenjang. Satuan juga digunakan dalam pengembangan standar. 139 Salah satu masalah yang menghambat pengembangan pasar produk UMKMK adalah masih kurang dipatuhinya ketentuan standarisasi barang. Belum digunakannya standardisasi barang oleh UMKMK ini tidak terlepas dari sistem kelembagaan standarisasi yang belum sepenuhnya mampu memberikan pemahaman kepada kalangan UMKMK untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan, terutama untuk kalangan UMKM. Bagi kalangan ini standarisasi barang belum menjadi suatu keharusan karena yang diperlukan oleh mereka adalah memasarkan produk secepatnya agar dapat memperoleh penghasilan yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupan mereka. Disamping itu pasar produk mereka juga masih terbatas pada pasar lokal dan produk mereka masih terbatas pada produk barang yang segera mungkin dapat dikonsumsi. 140 Kegiatan perumusan standardisasi barang oleh UMKMK merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dari perencanaan, perumusan, sampai penerapan standar sebagai SNI. Perumusan standardisasi barang untuk UMKMK dapat dilakukan melalui prakonsensus yang selanjutnya menjadi konsensus nasional. Stakeholder berkaitan dengan standarisasi meliputi pemerintah Kementerian teknis, 139 Ibid. 140 Joko Sutrisno, Op. Cit., hlm. 133. 83 konsumen, pelaku usaha, dan ilmuwan. Di bidang produk UMKM terdapat 9 jenis SNI yaitu : 141 1. produk segar hanya terdapat 38 jenis; 2. produk olahan 283 jenis; 3. pakan bahan baku pakan 46 jenis; 4. benihbibit 20 jenis; 5. metode uji; 6. penanganan dan pengolahan; 7. peralatan panen, pasca panen produk; 8. pupukpestisida 19 jenis; dan 9. sistem. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah SNI relatif sangat kecil dibandingkan dengan jenis produk yang diperdagangkan. Produk UMKMK mengalami tantangan besar dalam perdagangan internasional. Kesulitan yang dialami antara lain dalam memenuhi persyaratan dari negara pengimpor, terutama berkaitan dengan standar mutu yang ditetapkan. Di lain pihak pasar dalam negeri Indonesia kebanjiran produk impor yang lebih kompetitif dan lebih diminati oleh masyarakat Indonesia sebagai konsumen yang rasional, termasuk produk agribisnis sehingga produk UMKMK tidak bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. 141 Ibid., hlm. 148. 84

B. Peran Pemerintah dalam Menunjang Penerapan Standardisasi terhadap

Dokumen yang terkait

Prinsip Permberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Dalam Ketentuan Pembatasan Kepemilikan Waralaba Restoran Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah

0 77 85

Akibat Hukum Pemberian Pengampunan Pajak Bagi Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak

0 9 130

Dampak Standardisasi Barang Bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah Dan Koperasi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

1 13 124

HARMONISASI UNDANG-UNDANG PERBANKAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH UNTUK MEMPEROLEH KEMUDAHAN MODAL USAHA BAGI PELAKU USAHA MIKRO.

0 0 1

Dampak Standardisasi Barang Bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah Dan Koperasi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

0 2 10

Dampak Standardisasi Barang Bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah Dan Koperasi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

0 0 1

Dampak Standardisasi Barang Bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah Dan Koperasi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

0 0 26

Dampak Standardisasi Barang Bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah Dan Koperasi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

0 0 24

Dampak Standardisasi Barang Bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah Dan Koperasi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

0 0 6

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

0 0 44