C. Pengaturan Pemberantasan Tindak Pencucian Uang dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2010
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dikatakan bahwa selain untuk mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang maka tugas kedua adalah untuk
membantu penegakan hukum yang berkaitan dengan kegiatan pencucian uang dan juga tindak pidana yang melahirkannya predicate crimes dalam rangka
pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Dalam The National Money Laundering Strategy for 2000, yang diterbitkan
Maret 2000 oleh Pemerintah Amerika Serikat, dikemukakan bahwa pemberantasan money laundering adalah penting karena tiga alasan, yaitu pertama, money
laundering adalah sarana penting bagi kejahatan yang menghasilkan uang, baik kejahatan narkoba, kecurangan atau bentuk-bentuk kejahatan lainnya; kedua, money
laundering membantu para pejabat negara asing yang melakukan korupsi untuk dapat menyembunyikan kekayaan masyarakat yang diperolehnya secara tidak jujur, sering
kali kekayaan itu berupa kekayaan yang diberikan oleh Pemerintah Amerika Serikat untuk keperluan meningkatkan kehidupan warga negara; ketiga, pemberantasan
money laundering membantu Amerika Serikat untuk mempertahankan integritas dari sistem keuangan dan lembaga-lembaga terhadap pengaruh buruk dari uang hasil
kejahatan.
88
88
Sutan Remy Sjahdeini, Op. cit., hal. 28.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu, pencucian uang mendapat perhatian yang cukup besar dari seluruh negara di dunia dan sepakat untuk memerangi pencucian uang karena
menimbulkan kerugian bagi negara. Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil
dari tindak pidana dengan berbagai cara agar harta kekayaan hasil tindak pidananya susah ditelusuri oleh aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkan
harta kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah, oleh karena itu tindak pidana pencucian uang tidak hanya mengancam stabilitas dan integritas
sistem perekonomian dan sistem keuangan, tetapi juga dapat membahayakan sendi- sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
89
Pada sistem perbankan Indonesia tindakan pencucian uang merupakan suatu hal yang sangat rawan karena: pertama, peranan sektor perbankan dalam sistem
keuangan di Indonesia diperkirakan mencapai 93. Seperti telah
dikemukakan sebelumnya, terdapat berbagai modus yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dan
salah satunya dengan memasukan hasil kejahatannya tersebut ke dalam sistem keuangan seperti perbankan.
90
89
Penjelasan Atas UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Oleh sebab itu sistem perbankan menjadi perhatian utama dalam pelaksanaan rezim anti money laundering.
90
Dendi Setiawan,”Peran Perbankan dalam mengatasi Pencucian Uang Pada Bank”, http:dendisetiawan.blogspot.com201204peran-perbankan-dan-perekonomian.html, diakses pada
tanggal 2 Juni 2012 pukul 14.00 Wib.
Universitas Sumatera Utara
Kedua, tingginya tingkat perkembangan teknologi dan arus globalisasi di sektor perbankan membuat industri perbankan menjadi lahan yang empuk bagi tindak
kejahatan pencucian yang dan merupakan sarana yang paling efektif untuk melakukan kegiatan money laundering. Pelaku kejahatan dapat memanfaatkan bank
untuk kegiatan pencucian uang karena jasa dan produk perbankan memungkinkan terjadinya lalu lintas atau perpindahan dana dari satu bank ke bank atau lembaga
keuangan lainnya, sehingga asal usul uang tersebut sulit dilacak oleh penegak hukum.
91
1. PPATK setelah melakukan verifikasi ulang terhadap laporan yang diberikan oleh
penyedia jasa keuangan maupun penyedia barang danatau jasa lain dan terbukti adanya dugaan telah dilakukannya tindak pidana pencucian uang maka berkas
laporan tersebut dapat dilimpahkan ke Kepolisian dan kejaksaan sebagai penegak hukum yang berwenang melakukan penyidikan dan penuntutan dalam tindak
pidana pencucian uang. Selain itu PPATK juga akan bekerjasama dengan Bank Indonesia, Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai, Badan Pengawas Pasar Modal,
Departemen Keuangan, masyarakat dan lembaga-lembaga lain baik dari dalam maupun luar negeri. Oleh karena melihat begitu banyaknya pihak yang terlibat
dalam usaha pencegahan dan pemberantasan pencucian uang ini, dapat disadari bahwa kegiatan pencucian uang merupakan suatu ancaman yang sangat berbahaya
sehingga dibutuhkan kerjasama dari banyak pihak untuk dapat menghadapinya. Pengaturan pemberantasan tindak pidana pencucian uang berdasarkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 yakni :
91
Zulkarnain Sitompul, Op. cit., hal. 272.
Universitas Sumatera Utara
2. Dalam Pasal 68 undang-undang ini ditentukan bahwa penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan, dilakukan berdasarkan ketentuan KUHAP, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini. Dari pengaturan ini tampak bahwa para pembuat
undang-undang menginginkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 ini lebih banyak disesuaikan dengan sifat perkembangan masalah kejahatan pencucian uang
yang memiiki karakter yang lebih khusus dari masalah yang diatur oleh perundang-undangan lain.
92
3. Kualifikasi Perbuatan Pidana dan Ancaman Hukuman
Dengan demikian tampak bahwa undang-undang ini memanglah memiliki sifat lex specialis dan prinsip-prinsip dalam undang-undang
ini bisa menjadi pengecualian terhadap ketentuan-ketentuan undang-undang lain berdasarkan prinsip lex specialis derogate legi lex generalis.
Pidana yang diancamkan kepada yang melakukan percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat dalam pencucian uang disamaratakan dengan ancaman pidana
terhadap pelaku pidana yang telah selesai dilakukan sebagaimana diatur dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010. Dengan kata lain
ancaman sanksi yang diancamkan pada Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dengan yang terdapat pada Pasal 10 tidak dibedakan.
Pengaturan dalam Pasal 10 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 ini berbeda atau menyimpang secara prinsipil dengan ketentuan dalam KUHP, karena pada Pasal
53 dan 57 KUHP menentukan bahwa kualifikasi percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat dibedakan kualifikasinya dengan perbuatan pidana yang telah
selesai dilakukan.
92
Siahaan, Op. cit., hal. 48.
Universitas Sumatera Utara
4. Alat Bukti dan Cyberlaundering
Dalam Pasal 73 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 yang merupakan alat bukti dalam pemeriksaan adalah:
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana
b. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan secara elektronik dengan alat optik atau alat yang serupa optik dan dokumen; dan
c. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 16. Adapun ketentuan
dalam Pasal 1 angka 16 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 adalah: “Dokumen adalah data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca,
danatau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau
yang terekam secara elektronik, termasuk tapi tidak terbatas pada: 1
tulisan, suara atau gambar 2
peta, rancangan, foto atau sejenisnya; 3
huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.”
Alat bukti yang dipergunakan dalam pemeriksaan suatu tindak pidana pencucian uang menurut Pasal 73 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 ini memang
sangat beragam. Hal ini jelas merupakan suatu kebutuhan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan pencucian uang karena masalah pencucian uang
merupakan masalah yang sangat kompleks karena modus dan sistem kejahatan yang dipraktekkan oleh para pelaku pencucian uang sudah melibatkan alat-alat
berteknologi tinggi.
Universitas Sumatera Utara
5. Penentuan Pidana Minimum dan Maksimum
Berbeda dengan KUHP, Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 ini menentukan ancaman pidana secara minimum dan maksimum. Hal ini dapat dilihat antara lain
pada Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 7 undang-undang ini yang menentukan ancaman pidana penjara paling paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp.
1.000.000.000 satu miliar rupiah dan paling banyak Rp. 100.000.000.000. seratus milyar rupiah.
6. Peradilan In Absentia
Kekhususan hukum acara pidana yang dipergunakan oleh Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 ini ialah diterapkannya sistem peradilan in absentia. Peradilan in
absentia ialah peradilan yang dilakukan dengan suatu putusan pengadilan dimana terdakwa sendiri tidak hadir meskipun telah dipanggil secara sah menurut
ketentuan yang berlaku. Pengaturan sistem peradilan in absentia yang diatur dalam Pasal 79 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, bertujuan agar peradilan dapat
berjalan dengan lancar walaupun tanpa kehadiran terdakwa. Tujuan lainnya adalah untuk menyelamatkan harta dari hasil kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa
tersebut. Dalam Undang-Undang No.8 Tahun 2010 menganut pula sistem pembuktian terbalik, dimana terdakwa sendirilah yang diwajibkan untuk
membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Ketentuan dalam Pasal 77 menyatakan:
“Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana.”
Universitas Sumatera Utara
7. Harta Terdakwa Yang Meninggal Sebelum Putusan Hakim
Dalam Pasal 79 ayat 4 Undang-Undang No.8 Tahun 2010 ini dinyatakan bahwa jika seorang terdakwa meninggal dunia sebelum putusan hakim dijatuhkan,
dimana terdapat bukti-bukti meyakinkan bahwa terdakwa melakukan tindak pidana Pencucian Uang, maka hakim dapat membuat penetapan tentang harta
terdakwa yang sudah disita untuk dirampas dan dimiliki oleh negara. Ketentuan pada Pasal 79 ayat 4 ini sangat bertentangan dengan asas
presumption of innocence, dimana seseorang tidak dapat dinyatakan bersalah sebelum ada keputusan hakim yang menyatakan bahwa ia bersalah atas dakwaan
yang didakwakan kepadanya. Berbeda dengan Undang-Undang No.15 Tahun 2002, dalam Undang-Undang
No.25 Tahun 2003 terdapat Pasal yang menjelaskan mengenai pengertian dari pencucian uang, sedangkan di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 definisi
Pencucian Uang diperluas kembali menjadi berbunyi: “Pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang ini”. Dalam Undang-Undang No.15 Tahun 2002, pengertian pencucian uang tidak
dijelaskan secara eksplisit akan tetapi diberikan arti kategorisnya saja pada Pasal 2 Undang-Undang No.15 Tahun 2002. Adapun pengertian dari pencucian uang
sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No.25 Tahun 2003 adalah:
Universitas Sumatera Utara
“Perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri,
menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk
menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolaholah menjadi harta kekayaan yang sah.”
Pada Pasal 2 Undang-Undang No.8 Tahun 2010 diatur mengenai jenis-jenis tindak pidana yang hasil dari tindakan tersebut merupakan harta kekayaan
sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang No.8 Tahun 2010. Hal ini merupakan suatu keunikan tersendiri dari Undang-Undang Pencucian Uang,
karena tindak pidana ini terkait dengan tindak pidana lainnya yang disebut sebagai predicate offences. Adapun yang tercantum dalam Pasal 2 Undang-Undang No.8
Tahun 2010 adalah: 1.
Hasil Tindak Pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana:
a. korupsi;
b. penyuapan;
c. narkotika
d. psikotropika;
e. penyelundupan tenaga kerja;
f. penyelundupan migran;
g. di bidang perbankan;
h. di bidang pasar modal;
i. di bidang perasuransian;
j. kepabeanan;
k. cukai;
l. perdagangan orang;
m. perdagangan senjata gelap;
n. terorisme;
o. penculikan;
p. pencurian;
q. penggelapan;
r. penipuan;
s. pemalsuan uang;
t. perjudian;
Universitas Sumatera Utara
u. prostitusi;
v. di bidang perpajakan;
w. di bidang kehutanan;
x. di bidang lingkungan hidup;
y. di bidang kelautan dan perikanan; atau
z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun
atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Republik Indonesia dan tindak
pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
2. Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan danatau
digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf n. Berkaitan dengan delik tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur di
dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, yaitu: 1.
Pasal 3: Perbuatan yang dengan sengaja menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan
asal usul Harta Kekayaan. 2.
Pasal 4: Perbuatan yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang
sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1.
Universitas Sumatera Utara
3. Pasal 5: Perbuatan yang menerima atau menguasai penempatan,
pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan Harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1. Ketentuan di Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010
dikecualikan bagi pihak pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan.
93
Untuk delik tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 dilakukan oleh
Korporasi, maka pidana dijatuhkan terhadap Korporasi danatau Personil Pengendali Korporasi.
94
D. Pengaturan Pencegahan Tindak Pencucian Uang dalam PBI No. 1128PBI2009 tentang Penerapan Program Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum
Di luar pengaturan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 terdapat Pasal-Pasal lain yang mengatur mengenai tindak pidana yang
berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang. Tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang diatur pada Pasal 11, Pasal 12,
Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010.
Langkah penting yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam rangka penguatan kerangka hukum dan peraturan perundang-undangan di bidang tindak
pidana pencucian uang adalah dengan dikeluarkannya serangkaian regulasi yang
93
UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 5 ayat 2.
94
Ibid., Pasal 6 ayat 1.
Universitas Sumatera Utara
dikeluarkan oleh badan pengawas PJK yaitu Bank Indonesia sebagai pengawas bank, Ditjen Lembaga Keuangan Departemen Keuangan sebagai pengawas lembaga
keuangan non bank serta Bapepam sebagai pengawas perusahaan sekuritas. Berbagai regulasi yang dikeluarkan tersebut terutama berkaitan dengan pelaksanaan prinsip
mengenal nasabah yang tidak terpisahkan dengan rezim anti pencucian uang di Indonesia.
Dalam rekomendasi FATF yang diterbitkan tahun 1996 dan kemudian disempurnakan pada bulan Juni 2003, antara lain mewajibkan lembaga keuangan
untuk melakukan penelitian nasabah customer due diligence dan record keeping, menolak untuk melakukan hubungan koresponden dengan shell banks dan
melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan suspicious transaction reportsSTR
Disamping itu, rekomendasi FATF juga mewajibkan setiap negara agar memastikan bahwa lembaga keuangan di negara yang bersangkutan diatur dan
diawasi secara memadai dan menerapkan rekomendasi FATF secara efektif. Disamping mengeluarkan 40 Recommendations on Money laundering, FATF juga
mengeluarkan 9 Special Recommendations, yang antara lain mewajibkan lembaga keuangan untuk melaporkan adanya transaksi keuangan mencurigakan apabila
lembaga keuangan tersebut mengidentifikasi adanya dana yang terkait dengan atau digunakan untuk kegiatan terorisme.
Universitas Sumatera Utara
Prinsip Mengenal Nasabah adalah prinsip yang wajib diterapkan oleh bank untuk mengenal dan mengetahui identitas nasabah serta memantau kegiatan transaksi
nasabah termasuk melaporkan setiap transaksi yang mencurigakan. Kewajiban pokok dari lembaga bank dalam Prinsip Mengenal Nasabah terdiri dari 4 empat hal yaitu:
95
Dalam FATF Rekomendasi Pengaturan tentang Prinsip Mengenal Nasabah terdapat dalam Rekomendasi Nomor 10 yang menentukan agar financial institutions
tidak menerima rekening yang secara jelas fiktif nama pemegang rekeningnya. Financial institution diharuskan untuk mengetahui identitas dari nasabahnya dan
mencatat identitas nasabahnya tersebut. Sedangkan kerangka pelaksanaan dari Prinsip Mengenal Nasabah diatur dalam Rekomendasi Nomor 11 dan 12. Rekomendasi
Nomor 11 mengharuskan financial institution memperoleh informasi mengenai a. menetapkan kebijakan penerimaan nasabah;
b. menetapkan kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi nasabah; c. menetapkan kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi
nasabah; d. menetapkan kebijakan dan prosedur managemen resiko. Managemen resiko adalah
menetapkan beberapa kebijakan dalam suatu organisasi supaya resiko yang terjadi dapat dihilangkan atau diperkecil sedapat mungkin dengan cara memfungsikan
unit-unit yang sudah ada. Kebijakan dalam manegemen risiko merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan dan prosedur manegemen risiko bank secara
keseluruhan.
95
Siahaan, Op. cit, hal. 109
Universitas Sumatera Utara
identitas yang sebenarnya dari pihak-pihak yang bertindak menggunakan kuasa atau menggunakan perusahaan seperti yayasan, trust dan sebagainya. Sedangkan
Rekomendasi Nomor 12 mewajibkan untuk sekurang-kurangnya 5 tahun menyimpan catatan mengenai transaksi yang dilakukan olehnya. Tujuannya adalah untuk
keperluan alat bukti bagi penuntutan apabila hal itu diperlukan nantinya. Selain itu financial institution diwajibkan untuk tetap menyimpan catatan mengenai identifikasi
nasabahnya, arsip dari rekening nasabah dan korespondensi bisnis mereka selama paling sedikit 5 tahun setelah rekening nasabah ditutup. Sedangkan dalam Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, pengaturan Prinsip Mengenal Nasabah diatur dalam Pasal 17 yaitu setiap orang yang melakukan
hubungan jasa dengan PJK wajib memberikan identitasnya secara lengkap dan akurat dengan mengisi formulir yang disediakan oleh PJK dan melampirkan dokumen
pendukung yang diperlukan. Pasal 17 ini tidak memberikan sanksi kepada PJK yang melanggar namun tidak berarti pelanggaran itu tidak dapat dikenai sanksi hukum.
Prinsip Mengenal Nasabah ini memiliki beberapa kelemahan dan sebagai berikut:
96
1. Terkait masalah politically exponed person PEP atau figure public terdapat
kelemahan. Lembaga keuangan selain bank belum diwajibkan memeriksa dengan seksama terhadap nasabah. Bank dan bukan bank belum mensyaratkan
pejabat senior untuk memberikan persetujuan pembukaan rekening oleh PEP;
96
Yunus Husein, “Beberapa Petunjuk Bagi Bank Dalam Mewaspadai Kejahatan Pencucian Uang”, http: Yunushusein.wordpress.com 200726_beberapa_petunjuk-bagi-bank_yhx.pdf, diakses tanggal
29 Maret 2012.
Universitas Sumatera Utara
2. Kelemahan terkait correspondent banking, yaitu tidak adanya ketentuan yang
mewajibkan bank untuk mengumpulkan informasi tentang usaha dan reputasi bank korespondennya di luar negeri;
3. Tidak adanya ketentuan yang mengatur secara eksplisit penggunaan pihak
ketiga yang harus menjalani proses penelitian dokumen nasabah; 4.
Tidak adanya ketentuan dan pedoman yang secara eksplisit dari regulator untuk menerapkan ketentuan Anti Money laundering untuk kantor cabang dan
anak perusahaan bank di luar negeri. Sedangkan kelebihan dari Prinsip Mengenal Nasabah ini menurut Edwin
Nurhadi adalah dengan adanya prinsip ini maka Bank Indonesia dapat memantau dan mengidentifikasi adanya laporan transaksi mencurigakan dan laporan lainnya
sebagaimana diatur dalam undang-undang pencucian uang yang nantinya hasil dari pemantauan dan pengidentifikasian ini akan diserahkan kepada PPATK untuk
ditindaklanjuti.
97
Pada tanggal 01 Desember 2009 Bank Indonesia mengeluarkan peraturan baru yaitu Peraturan Bank Indonesia No. 1128PBI2009 tentang Penerapan Program Anti
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum. Latar belakang dikeluarkannya peraturan tersebut adalah sebagai pemenuhan standar
internasional dalam anti pencucian uang serta untuk penyesuaian Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah terhadap 40 + 9 FATF.
97
Edwin Nurhadi “Prinsip Mengenal Nasabah dan Anti Pencucian Uang” http:www.bi.go.idwebidPerbankanPrinsip+Mengenal+Nasabah+dan+Anti+Pencucian+Uang
diakses pada tanggal 30 April 2012 pukul 15.00Wib.
Universitas Sumatera Utara
Adapun materi yang diatur dalam PBI tahun 2009 ini mengatur tentang Kebijakan dan Prosedur dalam Customer Due Dilligence, yaitu:
a. Dalam penerimaan Nasabah, Bank wajib menggunakan pendekatan
berdasarkan risiko dengan mengelompokkan Nasabah berdasarkan tingkat risiko terjadinya pencucian uang atau pendanaan terorisme;
b. Bank Wajib meminta informasi yang memungkinkan bank untuk mengetahui
profil Nasabah; c.
Dalam permintaan informasi dan dokumen bank wajib mengidentifikasi dan mengklasifikasikan calon nasabah atau nasabah ke dalama kelompok
perseorangan, perusahaan selain itu bank wajib meminta informasi kepada calon nasabah yang disertai dengan dokumen pendukung;
d. Dalam hal verifikasi dokumen bank wajib meneliti kebenaran dokumen
pendukung dan melakukan verifikasi terhadap dokumen pendukung dilakukan wawancara apabila diperlukan selain itu bank juga wajib menyelesaikan
proses verifikasi identitas calon Nasabah sebelum membina hubungan usaha dengan calon nasabah;
e. Bank wajib melakukan pemantauan secara berkesinambungan untuk
mengidentifikasi kesesuaian antara transaksi Nasabah dengan profil Nasabah serta bank wajib melakukan analisis terhadap seluruh transaksi yang tidak
sesuai dengan profil nasabah. f.
Bank dapat meminta informasi tentang latar belakang dan tujuan transaksi terhadap transaksi yang tidak sesuai dengan profil Nasabah.
Universitas Sumatera Utara
Bank yang telah memiliki Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Wajib menyesuaikan dan menyempurnakan menjadi Pedoman Pelaksanaan
Program Anti Pencucian Uang dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme paling lambat 12 bulan sejak diberlakukannya PBI.
Penerapan Program APU dan PPT mencakup 5 bidang, yaitu pengawasan aktif dari dewan direksi dan dewan komisaris, kebijakan dan prosedur, pengendalian
internal, sistem informasi manajemen, system informsasi manajemen dan sumber daya manusia dan pelatihan. Dalam hal melakukan kegiatan penukaran uang,
pemeriksaan terdiri dari 3 aspek: kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, keakuratan, ketepatan, dan keteraturan laporan yang disampaikan kepada BI,
kebijakan manajemen internal, termasuk kepatuhan kepada prinsip KYCAML. Dan dalam hal pengiriman uang kegiatan pengawasan pengiriman uang
mencakup 7 bidang: mekanisme transfer dana kedalam dan keluar, proses penyelesaian, data dan dokumentasi, rencana kelanjutan bisnis dan rencana
pemulihan bencana , proteksi pelanggan, kepatuhan pada prinsip KYC dan AML, keakuratan dan ketepatan laporan yang diserahkan kepada BI.
Secara Umum pelaporan oleh PJK dilakukan baik secara manual dengan menggunakan sarana hard copy maupun secara elektronis dengan menggunakan
jaringan secara on-line. PPATK telah membangun sistem informasi yang memungkinkan PJK dapat melapor secara online dengan tepat waktu dan aman.
PPATK telah membuat formulir laporan yang harus diisi oleh pelapor yang
Universitas Sumatera Utara
melakukan pelaporan baik secara manual maupun secara elektronis. Formulir ini memuat informasi penting yang dibutuhkan oleh PPATK agar dapat melakukan
analisis secara efektif. Tata cara pengisian formulir tersebut diatur dalam pedoman pelaporan yang dikeluarkan oleh PPATK. Dalam pedoman tesebut diberikan pula
contoh-contoh kasus sehingga PJK akan lebih mudah menggunakannnya.
98
Langkah awal dalam setiap proses pelaporan LTKM oleh PJK adalah pengidentifikasian red flag yang muncul dari setiap transaksi yang dilakukannya
dengan nasabah atau calon nasabah. Red flag ini kemudian dikaji dengan memperhatikan kebijakan intern PJK dan ketentuan resmi yang berlaku. Apabila red
flag ini mengandung unsur transaksi yang mencurigakan, PJK harus mengisi formulir yang disediakan dengan informasi yang berkaitan dengan identitas nasabah dan
transaksi yang dilakukannya. Selanjutnya PJK wajib menatausahakan dokumen- dokumen yang terkait dengan pelaporan tersebut agar dikemudian hari, bila
diperlukan PPATK maupun aparat penegak hukum, maka PJK dapat dengan cepat menyediakannya.
99
Pelaporan transaksi yang dialakukan secara tunai yang memenuhi kriteria batas jumlah yang ditetapkan tidak memerlukan analisis oleh pihak PJK. Pada
dasarnya tugas ini dapat sepenuhnya dikerjakan oleh sistem komputer bila PJK telah memiliki sistem teknologi informasi yang terintegrasi.
98
Amrin Husein, “Kinerja PPATK”, http:www.ppatk.go.idmain , diakses pada tanggal 24 April 2012, pukul 12.00 Wib.
99
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Sanksi kepada Penyedia Jasa Keuangan yang dengan sengaja tidak menyampaikan laporan kepada PPATK adalah pidana denda Rp. 1.000.000,-
satu juta rupiah per hari keterlambatan per laporan. Setiap orang yang membawa uang tunai sejumlah Rp. 100.000.000,- seratus juta rupiah atau lebih atau mata uang
asing yang nilainya setara dengan itu ke dalam atau ke luar wilayah negara Republik Indonesia harus melaporkan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Apabila tidak melaporkan pembawaan uang tunai tersebut, dipidana dengan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- sertus juta rupiah dan paling banyak Rp.
300.000.000,- tiga ratus juta rupiah. Laporan harus memuat rincian mengenai identitas orang yang membuat laporan. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib
menyampaikan laporan mengenai informasi yang diterimanya selama jangka waktu 5 lima hari kerja kepada PPATK.
Universitas Sumatera Utara
BAB III UPAYA PT BANK SUMUT DALAM PENCEGAHAN DAN
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 8 TAHUN 2010 DAN PBI NO. 1128PBI2009
A. Kedudukan Bank Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 perbankan adalah “segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank, mencakup kelembagaan, kegiatan
usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatannya”
100
Asas kerahasiaan dalam bidang keuangan termasuk bank ini sudah lama dikenal dalam sejarah keuangan dan financial. Konsep rahasia bank bermula timbul dari
tujuan untuk melindungi nasabah bank yang bersangkutan. Hal ini nyata terlihat ketika Court of Appeal Inggris secara bulat memutuskan pendiriannya dalam kasus
Pada dasarnya perbankan merupakan bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu Negara, yang pada era globalisasi sekarang ini, perbankan tidak
hanya menjadi bagian sistem keuangan dan sistem pembayaran Negara saja tetapi sudah menjadi sistem keuangan dan sistem pembayaran dunia.
Seperti yang diketahui bahwa Perbankan adalah suatu lembaga di bidang keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak dari kepercayaaan masyarakat
terhadap kepatuhan bank dalam menjalani kewajiban rahasia bank.
100
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, Pasal 1 Angka 1.
96
Universitas Sumatera Utara