FATF 40 + 9 RECOMMENDATIONS Sejarah Ringkas Praktik Pencucian Uang

9 perluasan kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lain ke dalam atau ke luar daerah pabean; 10 pemberian kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal untuk menyidik dugaan tindak pidana Pencucian Uang; 11 perluasan instansi yang berhak menerima hasil analisis atau pemeriksaan PPATK; 12 penataan kembali kelembagaan PPATK; 13 penambahan kewenangan PPATK, termasuk kewenangan untuk menghentikan sementara Transaksi; 14 penataan kembali hukum acara pemeriksaan tindak pidana Pencucian Uang; dan; 15 pengaturan mengenai penyitaan Harta Kekayaan yang berasal dari tindak pidana. b. FATF 40 + 9 RECOMMENDATIONS Upaya untuk melawan kejahatan pencucian uang pada tingkat internasional dilakukan oleh Negara-negara anggota OECD Organization for Economic Co-operation and Development dengan membentuk satuan tugas yang disebut Financial Action Task Force on Money laundering FATF pada tahun 1989. Pada tahun yang sama FATF menerbitkan Forty Recommendations yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya, dan telah menjadi standar internasional, dalam rangka memerangi money laundering, dimana rekomendasi ini telah mengalami Universitas Sumatera Utara beberapa kali revisi. Upaya-upaya yang perlu dilakukan sesuai dengan rekomendasi tersebut antara lain: 65 a. Meratifikasi dan menerapkan secara penuh Konvensi Wina, the 1988 United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotics Drugs and Psychotropic Substances; b. Menyatakan money laundering sebagai suatu kejahatan dan membuat langkah-langkah untuk menangkal money laundering dan melakukan penggolongan tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan pencucian uang; c. Bekerja sama dalam pemberian informasi perkembangan terakhir dalam penanggulangan money laundering dan pemberian pelatihan oleh negara maju bagi negara-negara yang masih membutuhkan peningkatan kemampuan untuk melakukan investigasi terhadap pencucian uang sehingga dapat mengambil langkah antisipasi yang diperlukan; d. Membuat perjanjian bilateral mengenai pertukaran barang bukti, tersangka, saksi dan benda sitaan; e. Membuat peraturan atau kemungkinan dilakukannya pemberian bantuan dalam rangka penyidikan walaupun belum ada suatu perjanjian bilateral atau multilateral mengenai hal tersebut; f. Adanya pengaturan yang mewajibkan pemberian dokumen kepada negara yang meminta dalam rangka penyediaan data keuangan; 65 Ibid, hal. 17-18. Universitas Sumatera Utara g. Menganjurkan bank untuk menggalakkan program “Know Your Customer” yaitu dengan meyakini dan mengetahui kebenaran identitas nasabah dalam setiap transaksi yang dilakukan; h. Membolehkan penyidik, pejabat polisi atau hakim memeriksa rekening bank yang mempunyai hubungan atau diduga mempunyai hubungan dengan money laundering; i. Lembaga keuangan sebaiknya membentuk suatu program untuk menghadapi kegiatan pencucian uang yang meliputi pengembangan kebijakan, prosedur, dan kontrol intern; program trainning bagi pegawai; adanya fungsi audit untuk menguji sistem yang diterapkan. FATF melakukan identifikasi Non Cooperative Countries and Territories NCCTs dalam rangka pencegahan kegiatan money laundering. Yang menjadi latar belakangnya adalah semakin meningkatnya kegiatan money laundering di beberapa negarateritoripusat keuangan offshore financial centers karena didukung oleh faktor-faktor seperti kurangnya ketentuan mengenai money laundering termasuk sejumlah hambatan dalam rangka mengidentifikasi nasabah, kurangnya pengawasan danatau ketentuan mengenai financial services, ketatnya ketentuan rahasia bank, kurangnya kerjasama internasional melawan kegiatan money laundering. Untuk mendukung kestabilan dari sistem keuangan internasional dan pencegahan money laundering secara efektif, diharapkan semua pusat keuangan di dunia seyogyanya memiliki sistem pengawasan dan ketentuan yang komprehensif. Universitas Sumatera Utara Juga penting bahwa semua lembaga atau agen financial intermediaries menjadi subyek kewajiban termasuk pencegahan, pendeteksian dan pengenaan sanksi untuk kegiatan money laundering. Sejalan dengan prinsip 40 Rekomendasi FATF, maka penentuan kriteria NCCTs adalah termasuk rekomendasi dimaksud. 66 Saat ini FATF beranggotakan 31 negara yurisdiksi dan 2 organisasi regional. Salah satu peran FATF adalah menetapkan kebijakan dan langkah-langkah yang diperlukan dalam melawan pencucian uang dalam bentuk rekomendasi tindakan untuk mencegah dan memberantas pencucian uang. Sejauh ini FATF telah mengeluarkan 40 rekomendasi pencegahan dan pemberantasan pencucian uang ”FATF Forty Recommendations” serta 9 sembilan rekomendasi khusus untuk memberantas pendanaan terorisme “FATF Eight Special Recommendations on Terrorist Financing”, termasuk diantaranya 1 satu rekomendasi khusus tentang Cash Courier yang baru dikeluarkan FATF pada sidang pleno bulan Oktober 2004 yang lalu. Empat puluh rekomendasi tersebut mencakup 4 empat bidang yaitu legal system, financial and nonfinancial businesses measures, institutional measures, and international cooperation. Untuk mengevaluasi tingkat kepatuhan suatu negara Indonesia bukan anggota dari FATF tetapi badan ini mempunyai tujuan untuk memastikan penerimaan adoption, implementasi, dan ditegakkannya enforcement standar anti-money laundering and counter-terrorist financing yang telah diterima secara internasional sebagaimana ditentukan dalam 40 Rekomendasi dan 9 Rekomendasi khusus 9 Special Recommendations FATF. 66 Ibid., hal. 19-20. Universitas Sumatera Utara terhadap rekomendasi yang dikeluarkannya, FATF mengeluarkan NCCTs Non- Cooperative Countries and Territories Initiative yang bertujuan untuk mengetahui negara-negara yang tidak kooperatif dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Evaluasi berdasarkan NCCTs Initiative ini menggunakan 25 kriteria yang mengacu pada 40 recommendation untuk mengetahui praktek dan ketentuan di suatu negara yang masih belum sejalan dengan rekomendasi FATF. 67 Kedua puluh lima kriteria tersebut terbagi dalam 4 empat kelompok besar yaitu: 68 a. Loopholes in financial regulations 11 kriteria; b. Obstacles raised by other regulatory requirements 3 kriteria; c. Obstacles to international cooperation 8 kriteria; d. Inadequate resources for preventing and detecting money laundering activities 3 kriteria. Evaluasi ini dilakukan oleh FATF terhadap negara-negara yang dinilai mempunyai potensi terjadinya praktik pencucian uang. Evaluasi berdasarkan NCCTs Initiative ini dilakukan pertama kalinya pada Juni 2000 dan selanjutnya secara reguler dilakukan oleh FATF. Evaluasi pertama ini menghasilkan 15 negara masuk dalam daftar NCCTs. Sebagai negara yang dipandang mempunyai potensi sebagai tempat 67 Ibid. 68 Ibid. Universitas Sumatera Utara untuk dilakukannya praktik pencucian uang, Indonesia tidak luput dari penilaian FATF terhadap pemenuhan rekomendasi-rekomendasi yang telah dikeluarkannya. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh FATF dengan berpedoman pada NCCTs Initiative tersebut, pada bulan Juni 2001 Indonesia bersama 5 negara lainnya dimasukkan ke daftar NCCTs, sehingga pada posisi Juni 2001 yang masuk ke dalam daftar NCCTs berjumlah 17 negara, karena pada saat yang sama terdapat pula 4 negara yang keluar dari daftar tersebut. 69 3. Obyek Pencucian Uang. Menurut Sarah N. Welling, uang dapat menjadi kotor dengan dua cara yakni: 70 b. Cara yang kedua ialah memperoleh uang melalui cara-cara yang melanggar hukum. Teknik-teknik yang biasa dilakukan untuk hal itu antara lain adalah penjualan obat-obatan terlarang atau perdagangan narkoba secara gelap drug sales atau drug trafficking, perjudian gelap illegal gambling, penyuapan bribery, terorisme terrorism, pelacuran prostitution, perdagangan senjata arms trafficking, penyelundupan minuman keras, tembakau, dan pornografi smuggling of a. Cara yang pertama ialah melalui pengelakan pajak tax evasion yaitu memperoleh uang secara legal atau halal, tetapi jumlah yang dilaporkan kepada pemerintah untuk keperluan perhitungan pajak lebih sedikit daripada yang sebenarnya diperoleh. 69 Ibid hal 26. 70 Sutan Remy Sjahdeini, Op. cit., hal. 7. Universitas Sumatera Utara contraband alcohol, tobacco, pornography, penyelundupan imigran gelap illegal immigration rackets atau people smuggling, dan kejahatan kerah putih white collar crime. 71 Di antara berbagai kegiatan yang bersangkutan dengan pengumpulan uang haram secara internasional yang berasal dari drug trafficking bukanlah sumber yang utama. Porsi utama dari uang panas tersebut berasal dari tax evasion, capital flight, dan dari irregular or hidden economies yang dibedakan dari the overtly criminal economies. Flight capital termasuk flight capital atas uang yang disediakan oleh negara maju developed countries bagi negara berkembang developing countries dalam bentuk bantuan keuangan financial aid, yang tidak dibelanjakan atau diinvestasikan di negara yang bersangkutan, tetapi kemudian kembali kepada negara-negara berkembang tersebut sebagai illegally exported capital. Uang ini sering ditempatkan di bank luar negeri yang justru telah memberikan kredit tersebut. Praktik-praktik money laundering memang mula-mula dilakukan hanya terhadap uang yang diperoleh dari lalu lintas perdagangan narkotika dan obat-obat sejenis itu narkoba atau drug atau yang dikenal sebagai illegal drug trafficking. Namun kemudian money laundering diperlukan pula untuk dilakukan terhadap uang-uang yang diperoleh dari sumber-sumber kejahatan lain seperti yang dikemukakan di atas. 72 71 Vincenzo Ruggiero, Organized and Corporate Crime in Europe, Aldershot: Dartmouth, 1998, hal. 146. 72 Ibid. Universitas Sumatera Utara Selain itu ada beberapa modus dengan menggunakan objek yang dimanfaatkan oleh para pencuci uang dalam melakukan operasi pencucian uang kotornya, yaitu: 73 a. Modus secara Loan Back, yaitu dengan cara meminjam uangnya sendiri; b. Modus Operasi C-Chase, yaitu cara menghapus jejak dengan cara berliku-liku sehingga cukup rumit melacaknya; c. Modus transaksi dagang internasional, yaitu modus yang digunakan dengan menggunakan sarana dokumen LC; d. Modus perlindungan uang tunai atau sistem bank paralel ke negara lain, yaitu dengan cara menyelundupkan sejumlah fisik uang itu ke luar negeri; e. Modus Akuisisi, yaitu modus yang mengakuisisi perusahaannya sendiri; f. Modus Real Estate Carousel, yaitu dengan menjual suatu properti beberapa kali kepada perusahaan di dalam kelompok yang sama; g. Modus investasi tertentu, yaitu investasi yang dilakukan dalam suatu transaksi berupa transaksi barang, misalnya transaksi barang antik atau lukisan; h. Modus over invoices atau double invoice, yaitu dilakukan dengan cara mendirikan perusahaan ekspor impor di negara sendiri, lalu di luar negeri yang bersistem tax heaven mendirikan pula perusahaan bayangan shell company; 73 H.T. Siahaan, Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005, hal. 10. Universitas Sumatera Utara i. Modus perdagangan saham, yaitu dengan cara membuat 2 dua buah rekening bagi nasabah perusahaan efek, yang satu untuk transaksi yang menderita kerugian sedang yang satunya lagi untuk transaksi yang mempunyai keuntungan; j. Modus Pizza Connection, yaitu dilakukan dengan cara menginvestasikan hasil perdagangan obat bius yang diinvestasikan untuk mendapat konsesi pizza; k. Modus La Mina, yaitu dilakukan dengan cara dana yang diperoleh dari perdagangan obat bius yang diserahkan kepada pedagang grosiran emas dan permata sebagai suatu sindikat, kemudian emas itu diekspor ke negara lain dengan maksud supaya impornya bersifat legal; l. Modus Deposit Taking, yaitu dilakukan dengan cara mendirikan perusahaan keuangan; dan m. Modus Identitas Palsu, yaitu dilakukan dengan cara memanfaatkan lembaga perbankan sebagai mesin pemutihan uang, dengan cara mendepositokan menggunakan nama palsu, dengan safe deposit box untuk menyembunyikan hasil kejahatan, menyediakan fasilitas transfer supaya dengan mudah ditransfer ke tempat yang dikehendaki, atau menggunakan electronic fund transfer untuk melunasi kewajiban transaksi gelap, menyimpan atau mendistribusikan hasil transaksi gelap tersebut. Universitas Sumatera Utara 4. Tujuan Pencucian Uang Tujuan dari pencucian uang adalah untuk menghindari pendeteksian atau penyelidikan terhadap asal-usul dana yang diduga berasal dari tindak kejahatan. Pencucian uang atau money laundering hanyalah dampak dari kejahatan, supaya uang yang tidak halal tidak menjadi pemicu penyelidikan pada kejahatannya sendiri. 74 “If the money can be gotten into a bank or other financial institution, it can be wired In any place in the world in a matter of seconds, converted to any other currency, and used to pay expenses and recapitalize the corrupt business. The problem for the drug trafficker, armsmerchant or tax evader then, is how to get his money into a form in which it can be moved and used most efficiently without creating a ‘paper trail’ that will lead law enforcement authorities to the illegal business. The process of doing that is what we call money laundering. There are many ways in which it is done.” Mengutip pernyataan John C. Keeney, Deputy Assistant Attorney General, Criminal Division, United States Department of Justice, mengenai alasan penjahat atau organisasi kejahatan perlu melakukan money laundering, adalah sebagai berikut: 75 Ada empat faktor yang dilakukan dalam proses money laundering, yaitu: 76 a. Merahasiakan siapa pemilik sebenarnya maupun sumber uang hasil kejahatan itu; b. Merubah bentuk sehingga mudah dibawa kemana-mana; c. Merahasiakan proses pemutihan itu sehingga menyulitkan pelacaknya oleh petugas hukum; dan d. Mudah diawasi oleh pemilik sebenarnya uang hasil kejahatan tersebut. 74 Ibid., hal. 33. 75 Pamela H. Bucy, Loc. cit. 76 Anwar Nasution, “Sumber, Proses, Mekanisme dan Dampak Ekonomi Money laundering Crime” dalam Pemutihan Uang Hasil Kejahatan Money laundering: Bunga Rampai, Jakarta: Universitas Trisakti, 1999, hal. 25. Universitas Sumatera Utara Jadi pencucian uang atau money laundering bukanlah suatu kejahatan yang utama, melainkan suatu cara bagi para penjahat untuk mengaburkan asal-usul dana yang berasal dari berbagai tindak kejahatan supaya tindak kejahatan tidak dapat diusut oleh pihak yang berwenang. Money laundering hanya diperlukan dalam hal uang yang tersangkut jumlahnya besar, karena bila jumlahnya kecil, uang itu dapat terserap ke dalam peredaran secara tidak kentara. Uang kotor itu harus dikonversikan menjadi uang sah sebelum uang itu dapat diinvestasikan atau dibelanjakan, yaitu dengan cara yang disebut “pencucian” laundering sebagaimana telah dikemukakan di atas. 77 Apabila para kriminal berhasil melakukan pencucian uang atau money laundering, maka hal itu akan memungkinkan para kriminal untuk: 78 a. Menjauh dari kegiatan kriminal yang menghasilkan uang haram itu, sehingga dengan demikian akan lebih menyulitkan bagi otoritas untuk dapat menuntut mereka; b. Menjauhkan uang haram itu dari aktivitas kriminal yang menghasilkan uang itu sehingga dengan demikian menghindarkan dapat disitanya dan dirampasnya hasil kejahatan itu apabila kriminal yang bersangkutan ditangkap; c. Menikmati manfaat yang diperoleh dari uang haram itu tanpa menimbulkan perhatian otoritas terhadap mereka; dan d. Menginvestasikan kembali uang haram itu pada kegiatan-kegiatan kriminal di masa yang akan datang atau ke dalam kegiatan-kegiatan usaha yang sah. 77 Sutan Remy Sjahdeini, Op. cit., hal. 14. 78 APG,“History and Background,”http:www.apgml.orgcontenthistory and background.jsp., diakses 29 Maret 2012. Universitas Sumatera Utara 5. Alasan Pencucian Uang Harus Diberantas Secara langsung pencucian uang tidak merugikan orang tertentu atau perusahaan tertentu. Sepintas tampaknya pencucian uang tidak ada korbannya, tidak seperti halnya perampokan, pencurian, atau pembunuhan yang ada korbannya dan yang menimbulkan kerugian bagi korbannya. Pada zaman Orde Baru di Indonesia, yaitu pada waktu Soeharto masih berkuasa sebagai Presiden Republik Indonesia, pemerintah pada waktu itu tidak pernah menyetujui untuk mengkriminalisasi pencucian uang dengan membuat undang-undang tentang tindak pidana pencucian uang. Alasannya adalah karena pelarangan perbuatan pencucian uang di Indonesia hanya akan menghambat penanaman modal asing yang sangat diperlukan bagi pembangunan Indonesia. Dengan kata lain, kriminalisasi perbuatan pencucian uang justru merugikan masyarakat Indonesia karena akan menghambat pembangunan. Masyarakat dunia justru berpendapat sebaliknya, yaitu bahwa kegiatan pencucian uang atau money laundering yang dilakukan oleh organisasi-organisasi kejahatan dan oleh para penjahat sangat merugikan masyarakat. Menurut Pemerintah Kanada dalam sebuah kertas kerja berjudul Electronic Money laundering: An Environmental Scan yang dikeluarkan oleh Department of Justice Canada pada Oktober 1998, ada beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan money laundering terhadap masyarakat. Konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan dapat berupa: 79 79 Department of Justice Canada, Solicitor General Canada, Op. cit., hal. 5. Universitas Sumatera Utara a. Money laundering memungkinkan para penjual dan pengedar narkoba, para penyelundup, dan para penjahat lainnya untuk dapat memperluas kegiatan operasinya. Hal ini akan meningkatkan biaya penegakan hukum untuk memberantasnya dan biaya perawatan serta pengobatan kesehatan bagi para korban atau para pencandu narkoba; b. Kegiatan money laundering mempunyai potensi untuk merongrong masyarakat keuangan financial community sebagai akibat demikian besarnya jumlah uang yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Potensi untuk melakukan korupsi meningkat bersamaan dengan peredaran jumlah uang haram yang sangat besar; c. Pencucian laundering mengurangi pendapatan pemerintah dari pajak dan secara tidak langsung merugikan para pembayar pajak yang jujur dan mengurangi kesempatan kerja yang sah; dan d. Mudahnya uang masuk ke Kanada telah menarik unsur yang tidak diinginkan melalui perbatasan, menurunkan tingkat kualitas hidup, dan meningkatkan kekhawatiran terhadap keamanan nasional. John McDowell dan Gary Novis, dari Bureau of International Narcotics and Law Enforcement Affairs, US Department of State mengemukakan beberapa dampak dari pencucian uang dalam makalahnya pada bulan Mei 2001. Sejalan dengan pendapat pemerintah Kanada sebagaimana telah dikemukakan di atas, mereka mengemukakan dampak-dampak pencucian uang itu sebagai berikut: 80 80 Sutan Remy Sjahdeini, Op. cit., hal. 18-23. Universitas Sumatera Utara a. Merongrong sektor swasta yang sah Undermining the Legitimate Private Sector; b. Merongrong integritas pasar-pasar keuangan Undermining the Integrity of Financial Markets; c. Mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya Loss of Control of Economic Policy; d. Timbulnya distorsi dan ketidakstabilan ekonomi Economic Distortion and Instability; e. Mengurangi pendapatan negara dari sumber pembayaran pajak Loss of Revenue; f. Membahayakan upaya-upaya privatisasi perusahaan-perusahaan negara yang dilakukan oleh pemerintah Risks to Privatization Efforts; g. Mengakibatkan rusaknya reputasi negara Reputation Risk; dan h. Menimbulkan biaya sosial yang tinggi Social Cost. Dalam The National Money laundering Strategy for 2000, yang diterbitkan Maret 2000 oleh Pemerintah Amerika Serikat, dikemukakan bahwa pemberantasan money laundering adalah penting karena tiga alasan, antara lain: 81 a. Money laundering adalah sarana penting bagi kejahatan yang menghasilkan uang, baik kejahatan narkoba, kecurangan atau bentuk-bentuk kejahatan lainnya; 81 Ibid., hal. 28-29. Universitas Sumatera Utara b. Money laundering membantu para pejabat negara asing yang melakukan korupsi untuk dapat menyembunyikan kekayaan masyarakat yang diperolehnya secara tidak jujur, seringkali kekayaan itu berupa kekayaan yang diberikan oleh Pemerintah Amerika Serikat untuk keperluan meningkatkan kehidupan warga negara; dan c. Pemberantasan money laundering counter money laundering membantu Amerika Serikat untuk mempertahankan integritas dari sistem keuangan financial system dan lembaga-lembaga terhadap pengaruh buruk dari uang hasil kejahatan. Oleh karena alasan-alasan tersebut di atas, maka pencucian uang atau money laundering telah memperoleh perhatian yang besar di banyak negara untuk diperangi. Sebagian besar negara di dunia kemudian mengikuti jejak Amerika Serikat untuk mengkriminalisasi pencucian uang atau money laundering. Sebagaimana diketahui, Money laundering Control Act 1986, merupakan undang-undang yang pertama di dunia yang menentukan money laundering sebagai kejahatan. Undang-undang tersebut melarang setiap orang untuk melakukan transaksi keuangan yang melibatkan hasil proceeds yang diperoleh dari “specified unlawful activity”. Indonesia sendiri kemudian mengundangkan Undang-undang No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang pada tanggal 17 April 2002. Dalam tulisan yang diterbitkan oleh APG tahun 2003, tujuan utama yang paling jelas dari diambilnya tindakan-tindakan untuk memberantas pencucian uang adalah untuk Universitas Sumatera Utara menghentikan para kriminal agar tidak dapat memperoleh manfaat dari kegiatan pencucian uang yang mereka lakukan, khususnya adalah: 82 1. Menghentikan mereka dari kemungkinan menikmati manfaat-manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan pencucian uang; 2. Mencegah mereka untuk dapat menginvestasikan kembali dana yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan kejahatan mereka; dan 3. Menyediakan sistem bagi para kriminal agar keadilan dapat ditegakkan justice system dengan cara mendeteksi dan menginvestigasi kegiatan- kegiatan kriminal yang mereka lakukan. Caranya adalah dengan melakukan penelusuran terhadap asal-usul uang hasil kejahatan tersebut melalui audit audit trail dan menemukan hubungan yang jelas evidentiary link antara tindak-tindak pidana dan pelaku utama dari tindak-tindak pidana tersebut. 6. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang Ada beberapa faktor yang menjadi pendorong maraknya kegiatan pencucian uang di berbagai negara, antara lain: 83 a. Globalisasi; Globalisasi adalah keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Dengan sempitnya batas-batas Negara inilah 82 APG, Loc. cit. 83 Sutan Remy Sjahdeini, Op. cit., hal. 39-52. Universitas Sumatera Utara membuka peluang bagi timbulnya tindak pidana pencucian uang yang ditandai dengan banyaknya kemungkinan dana ataupun uang hasil kejahatan tersebut dicuci di Penyedia Jasa Keuangan di berbagai Negara yang ada di dunia. b. Kemajuan teknologi terutama di bidang informasi, yaitu dengan munculnya internet yang membuat seakan-akan dunia menjadi tanpa batas. Akibatnya, kejahatan-kejahatan terorganisasi organized crime yang diselenggarakan organisasi-organisasi kejahatan criminal organization menjadi mudah dilakukan secara lintas batas negara-negara. Kejahatan-kejahatan tersebut berkembang menjadi kejahatan-kejahatan transnasional; c. Ketentuan rahasia bank yang sangat ketat dari negara yang bersangkutan; d. Belum diterapkannya asas “Know Your Customer” bagi perbankan dan penyedia jasa keuangan lainnya secara sungguh-sungguh di negara tersebut. Yang dapat menimbulkan maraknya praktik-praktik money laundering di suatu negara adalah dimungkinkannya oleh ketentuan perbankan di negara tersebut seseorang menyimpan dana di suatu bank dengan menggunakan nama samaran atau tanpa nama anonim; e. Makin maraknya electronic banking, yang antara lain diperkenalkannya ATM dan wire transfer. Electronic banking telah memberikan peluang bagi para pencuci uang untuk melakukan pencucian uang model baru melalui jaringan internet yang disebut cyberlaundering yang telah menjadi teknik terkini pencucian uang; Universitas Sumatera Utara f. Munculnya jenis uang baru yang disebut electronic money atau e-money. Sehubungan dengan maraknya electronic commerce atau e-commerce melalui internet. Money laundering yang dilakukan dengan menggunakan jaringan internet, yang disebut pula dengan cyberspace, disebut cyberlaundering; g. Dimungkinkannya penggunaan secara berlapis pihak pemberi jasa hukum lawyer untuk melakukan penempatan dana. Dengan cara pelapisan tersebut, pihak yang menyimpan dana di bank nasabah penyimpan dana atau deposan bank bukanlah pemilik yang sesungguhnya dari dana itu. Biasanya para penerima kuasa yang bertindak berlapis-lapis secara estafet itu adalah kantor-kantor pengacara; h. Adanya ketentuan perundang-undangan mengenai keharusan merahasiakan hubungan antara lawyer dan kliennya dan antara akuntan dengan kliennya yang berlaku di negara tersebut. Dana simpanan di bank-bank sering diatas namakan suatu kantor pengacara. Para lawyer yang menyimpan dana simpanan di bank atas nama kliennya, tidak dapat dipaksa oleh otoritas yang berwenang untuk mengungkapkan identitas dari kliennya; i. Tidak bersungguh-sungguhnya pemerintah dan perbankan negara serta pengguna jasa keuangan lainnya dari negara yang bersangkutan untuk memberantas praktik-praktik pencucian uang. Dengan kata lain, pemerintah yang bersangkutan memang dengan sengaja membiarkan praktik-praktik money laundering itu berlangsung di negaranya karena negara yang bersangkutan Universitas Sumatera Utara memperoleh keuntungan dari dilakukannya penempatan uang-uang haram itu di perbankan negaranya; dan j. Tidak atau belum adanya undang-undang pemberantasan pencucian uang di negara yang bersangkutan. Dengan kata lain, yang menjadi pendorong maraknya kegiatan pencucian uang di suatu negara adalah karena tidak dikriminalisasikannya perbuatan pencucian uang di negara yang bersangkutan.

B. Pengaturan Pencegahan Tindak Pencucian Uang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

Setelah diundangkannya Undang-Undang No 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang UUTPPU pada tanggal 17 April 2002 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 dan kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, terjadi perubahan besar dalam tata cara memandang dan menangani kegiatan pencucian uang di Indonesia Dalam rangka mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang maka berdasarkan pengaturan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 maka : 1. Dibentuklah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK yang merupakan lembaga independen dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. PPATK pada dasarnya adalah unit intelijen keuangan Financial Inteligent Unit FIU. Berdasarkan Pasal 39 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Universitas Sumatera Utara adapun yang menjadi tugas utama PPATK adalah mencegah tindak pidana pencucian uang yang tujuannya adalah untuk melakukan pendeteksian dini terhadap tindak pidana pencucian uang. Pentingnya PPATK dilatarbelakangi kesadaran bahwa untuk memerangi pencucian uang dibutuhkan keahlian khusus bagi penegak hukum. Pendirian unit intelijen keuangan yang bertugas menerima dan memproses informasi keuangan dari penyedia jasa keuangan harus dilihat dari latar belakang phenomena semakin meningkatnya kebutuhan akan lembaga penegak hukum khusus. 84 Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 ini fungsi PPATK menjadi lebih luas dibandingkan udang-undang sebelumnya dimana fungsinya antara lain: Suatu financial intelligent unit biasanya melakukan beberapa tugas dan wewenang, yaitu tugas pengaturan sebagai regulator, melakukan kerjasama dalam rangka penegakkan hukum, bekerjasama dengan sektor keuangan, menganalisa laporan yang masuk, melakukan pengamanan terhadap seluruh data dan aset yang ada, melakukan kerjasama internasional dan fungsi administrasi umum. PPATK sebagai suatu financial intelligent unit juga melaksanakan fungsi yang demikian. Untuk melaksanakan perannya sebagai financial intelligent unit dalam usaha pencegahan pencucian uang di Indonesia. 85 a. Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. b. Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK. c. Pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor. 84 Zulkarnain Sitompul, Op. cit., hal.278. 85 Undang-undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No. 8 Tahun 2010, Pasal 40. Universitas Sumatera Utara d. Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang danatau tindak pidana lain. Dengan adanya fungsi-fungsi tersebut maka kewenangan PPATK menjadi semakin luas guna menjalankan fungsi-fungsinya tersebut. e. Perintah Pemblokiran Penyidik,Penuntut Umum dan Hakim Tindakan pemblokiran terhadap harta kekayaan tersangka atau terdakwa dapat dilakukan jika sudah diketahui atau patut diduga harta tersebut adalah hasil kejahatan. Pasal 71 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 menentukan bahwa penyidik, penuntut umum dan hakim berwenang memerintahkan Pihak Pelapor untuk melakukan pemblokiran Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana. Pada ketentuan Pasal 41 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, PPATK dalam melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, PPATK berwenang: a. meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah danatau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk dari instansi pemerintah danatau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu; b. menetapkan pedoman identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan; c. mengoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana Pencucian Uang dengan instansi terkait; Universitas Sumatera Utara d. memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan tindak pidana Pencucian Uang; e. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang; f. menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang; dan, g. menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang. Dalam melaksanakan fungsi pengelolaan data dan informasi, sesuai dengan ketentuan Pasal 42 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, PPATK berwenang menyelenggarakan sistem informasi. Sistem informasi sebagaimana dijabarkan dalam penjelasan Pasal 42 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 antara lain: a. Membangun, mengembangkan, dan memelihara sistem aplikasi; b. Membangun, mengembangkan, dan memelihara infrastruktur jaringan komputer dan basis data; c. Mengumpulkan, mengevaluasi data dan informasi yang diterima oleh PPATK secara manual dan elektronik; d. Menyimpan, memelihara data dan informasi ke dalam basis data; e. Menyajikan informasi untuk kebutuhan analisis; f. Memfasilitasi pertukaran informasi dengan instansi terkait baik dalam negeri maupun luar negeri; dan g. Melakukan sosialisasi penggunaan sistem aplikasi kepada pihak pelapor. Universitas Sumatera Utara Dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor sebagaimana diatur di dalam Pasal 43 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, PPATK berwenang: a. Menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi pihak pelapor; b. Menetapkan kategori pengguna jasa yang berpotensi melakukan tindak pidana pencucian uang; c. Melakukan audit kepatuhan atau audit khusus; d. Menyampaikan informasi dari hasil audit kepada lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pihak pelapor; e. Memberikan peringatan kepada pihak pelapor yang melanggar kewajiban pelaporan; f. Merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang mencabut izin usaha pihak pelapor; dan g. Menetapkan ketentuan pelaksanaan prinsip mengenali pengguna jasa bagi pihak pelapor yang tidak memiliki lembaga pengawas dan pengatur. Dalam melaksanakan fungsi analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi, dalam ketentuan Pasal 44 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 diatur bahwa PPATK dapat: a. Meminta dan menerima laporan dan informasi dari pihak pelapor; b. Meminta informasi kepada instansi atau pihak terkait; c. Meminta informasi kepada pihak pelapor berdasarkan pengembangan hasil analisis PPATK; Universitas Sumatera Utara d. Meminta informasi kepada pihak pelapor berdasarkan permintaan dari instansi penegak hukum atau mitra kerja di luar negeri; e. Meneruskan informasi danatau hasil analisis kepada instansi peminta, baik di dalam maupun di luar negeri; f. Menerima laporan danatau informasi dari masyarakat mengenai adanya dugaan tindak pidana pencucian uang; g. Meminta keterangan kepada pihak pelapor dan pihak lain yang terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang; h. Merekomendasikan kepada instansi penegak hukum mengenai pentingnya melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik danatau dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; i. Meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan tindak pidana; j. Meminta informasi perkembangan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal dan tindak pidana pencucian uang; k. Mengadakan kegiatan administratif lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan undang-undang ini; dan l. Meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik. 2. Diwajibkannya setiap Penyedia Jasa Keuangan yang dalam hal ini tidak terbatas pada bank tetapi juga termasuk perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi, dana pensiun lembaga keuangan, perusahaan efek, manajer investasi, kustodian, wali amanat, perposan sebagai penyedia jasa giro, Universitas Sumatera Utara pedagang valuta asing, penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu, penyelenggaraan e-money dan atau e-wallet, koperasi yang melakukan simpan pinjam, pegadaian, perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi atau penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang dan juga penyedia barang danatau jasa lain seperti perusahaan propertyagen property, pedagang kendaraan bermotor, pedagang permata dan perhiasanlogam mulia, pedagang barang seni dan antik atau balai lelang 86 Pelaporan terhadap kegiatan atau transaksi yang diduga adalah tindak pidana pencucian uang ini lebih tampak di dunia perbankan, oleh karena itu Undang- undang Tindak Pidana Pencucian Uang telah membuat ketentuan yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya tindak pidana pencucian uang yaitu: untuk melakukan pelaporan kepada PPATK. Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan tersebut diatas dilakukan sesegera mungkin paling lama 3 tiga hari kerja setelah PJK mengetahui adanya unsur Transaksi Keuangan Mencurigakan. Sedangkan untuk penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Tunai dan laporan Transaksi Keuangan transfer dana dilakukan paling lama 14 empat belas hari kerja terhitung sejak tanggal transaksi dilakukan. a. Laporan Transaksi Keuangan Tunai atau Cash Transaction Report CTR Laporan Transaksi Keuangan Tunai atau Cash Transaction Report CTR memuat laporan mengenai transaksi keuangan tunai yang berjumlah kumulatif 86 Undang-undang Republik Indonesia tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No 8 Tahun 2010, Pasal 17. Universitas Sumatera Utara sebesar Rp 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah atau lebih, seperti yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 6 yang mengatakan bahwa Transaksi Keuangan Tunai adalah transaksi keuangan yang dilakukan dengan menggunakan uang kertas danatau uang logam. b. Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan atau Suspicious Transaction Report STR. Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan atau Suspicious Transaction Report STR adalah laporan yang memuat tansaksi keuangan mencurigakan yang adalah: 87 1 Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan; Dikatakan transaksi keuangan menyimpang dari profil misalnya A pada saat pembukaan rekening tabungan menyatakan bahwa pekerjaannya adalah seorang petani tetapi berdasarkan hasil report setiap hari A mendapat kiriman sebesar Rp. 10.000.000,- sepuluh juta, ini merupakan indikasi adanya TPPU yang tidak sesuai dengan profil nasabah yang bersangkutan. Dan transaksi keuangan yang menyimpang dari profil ini juga berlaku untuk PEP Politically Exposed Person. Ada pula transaksi keuangan yang menyimpang dari kebiasaan pola transaksi nasabah, yang dimaksud dengan hal ini adalah bahwa berdasarkan rutinitas ataupun rekening Koran rata-rata transaksi 87 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang , Pasal 1 angka 5. Universitas Sumatera Utara keuangan nasabah adalah bekisar diantara puluhan juta tetapi dalam kurun waktu misalnya 2 bulan rata-rata transaksi mencapai ratusan juta. Contoh-contoh diatas dapat dijadikan indikasi transaksi yang mencurigakan. 2 Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuang Undang-Undang; Yang dimaksud dengan transaksi keuangan di atas adalah transaksi keuangan yang dilakukan oleh Nasabah secara berkala pola transaksi keuangan dipecah-pecah misalnya A merupakan nasabah yang melakukan transaksi penyetoran atau penarikan secara tidak sekaligus dalam jumlah besar tetapi baik itu penyetoran maupun penarikan dilakukan secara berkala yang tujuannya adalah untuk menghindari pelaporan transaksi ke PPATK. 3 Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; 4 Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana. Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan oleh PJK Penyedia Jasa Keuangan yang dapat dijadikan sebagai Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan itu antara lain : a. Nama dan identitas Nasabah sesuai dengan nama tersangka atau terdakwa yang diinformasikan dalam media massa danatau sesuai dengan daftar teroris; Universitas Sumatera Utara b. Nasabah yang ditutup hubungan usahanya karena tidak bersedia melengkapi informasi dan dokumen pendukung dan berdasarkan penilaian Bank transaksi yang dilakukan tidak wajar atau mencurigakan; c. NasabahWIC yang ditolak atau dibatalkan transaksinya karena tidak bersedia melengkapi informasi yang diminta oleh Bank dan berdasarkan penilaian Bank transaksi yang dilakukan tidak wajar atau mencurigakan; atau d. Transaksi yang memenuhi kriteria mencurigakan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan hasil pelaporan oleh PJK tersebut maka Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK dapat melakukan verifikasi ulang terhadap transaksi keuangan mencurigakan yang dilaporkan oleh PJK. 3. Diterapkannya Prinsip Mengenal Nasabah Know Your Customer Principles KYC bagi perbankan sebagai salah satu cara untuk mengurangi risiko digunakannya perbankan tersebut sebagai sarana pencucian uang. Dalam menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa adalah Customer Due Diligence CDD dan Enhanced Due Diligence EDD sebagaimana dimaksud dalam Rekomendasi 5 FATF, yang sekurang-kurangnya memuat tentang identifikasi, verifikasi dan pemantauan transaksi pengguna jasa, Berdasarkan Pasal 18 angka 5 bahwa Prinsip mengenali Pengguna Jasa sekurang-kurangnya memuat : a. Identifikasi Pengguna Jasa; b. Verifikasi Pengguna Jasa; c. Pemantauan Transaksi Pengguna Jasa. Universitas Sumatera Utara

C. Pengaturan Pemberantasan Tindak Pencucian Uang dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2010

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dikatakan bahwa selain untuk mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang maka tugas kedua adalah untuk membantu penegakan hukum yang berkaitan dengan kegiatan pencucian uang dan juga tindak pidana yang melahirkannya predicate crimes dalam rangka pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Dalam The National Money Laundering Strategy for 2000, yang diterbitkan Maret 2000 oleh Pemerintah Amerika Serikat, dikemukakan bahwa pemberantasan money laundering adalah penting karena tiga alasan, yaitu pertama, money laundering adalah sarana penting bagi kejahatan yang menghasilkan uang, baik kejahatan narkoba, kecurangan atau bentuk-bentuk kejahatan lainnya; kedua, money laundering membantu para pejabat negara asing yang melakukan korupsi untuk dapat menyembunyikan kekayaan masyarakat yang diperolehnya secara tidak jujur, sering kali kekayaan itu berupa kekayaan yang diberikan oleh Pemerintah Amerika Serikat untuk keperluan meningkatkan kehidupan warga negara; ketiga, pemberantasan money laundering membantu Amerika Serikat untuk mempertahankan integritas dari sistem keuangan dan lembaga-lembaga terhadap pengaruh buruk dari uang hasil kejahatan. 88 88 Sutan Remy Sjahdeini, Op. cit., hal. 28. Universitas Sumatera Utara Oleh karena itu, pencucian uang mendapat perhatian yang cukup besar dari seluruh negara di dunia dan sepakat untuk memerangi pencucian uang karena menimbulkan kerugian bagi negara. Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar harta kekayaan hasil tindak pidananya susah ditelusuri oleh aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkan harta kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah, oleh karena itu tindak pidana pencucian uang tidak hanya mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, tetapi juga dapat membahayakan sendi- sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 89 Pada sistem perbankan Indonesia tindakan pencucian uang merupakan suatu hal yang sangat rawan karena: pertama, peranan sektor perbankan dalam sistem keuangan di Indonesia diperkirakan mencapai 93. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, terdapat berbagai modus yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dan salah satunya dengan memasukan hasil kejahatannya tersebut ke dalam sistem keuangan seperti perbankan. 90 89 Penjelasan Atas UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Oleh sebab itu sistem perbankan menjadi perhatian utama dalam pelaksanaan rezim anti money laundering. 90 Dendi Setiawan,”Peran Perbankan dalam mengatasi Pencucian Uang Pada Bank”, http:dendisetiawan.blogspot.com201204peran-perbankan-dan-perekonomian.html, diakses pada tanggal 2 Juni 2012 pukul 14.00 Wib. Universitas Sumatera Utara Kedua, tingginya tingkat perkembangan teknologi dan arus globalisasi di sektor perbankan membuat industri perbankan menjadi lahan yang empuk bagi tindak kejahatan pencucian yang dan merupakan sarana yang paling efektif untuk melakukan kegiatan money laundering. Pelaku kejahatan dapat memanfaatkan bank untuk kegiatan pencucian uang karena jasa dan produk perbankan memungkinkan terjadinya lalu lintas atau perpindahan dana dari satu bank ke bank atau lembaga keuangan lainnya, sehingga asal usul uang tersebut sulit dilacak oleh penegak hukum. 91 1. PPATK setelah melakukan verifikasi ulang terhadap laporan yang diberikan oleh penyedia jasa keuangan maupun penyedia barang danatau jasa lain dan terbukti adanya dugaan telah dilakukannya tindak pidana pencucian uang maka berkas laporan tersebut dapat dilimpahkan ke Kepolisian dan kejaksaan sebagai penegak hukum yang berwenang melakukan penyidikan dan penuntutan dalam tindak pidana pencucian uang. Selain itu PPATK juga akan bekerjasama dengan Bank Indonesia, Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai, Badan Pengawas Pasar Modal, Departemen Keuangan, masyarakat dan lembaga-lembaga lain baik dari dalam maupun luar negeri. Oleh karena melihat begitu banyaknya pihak yang terlibat dalam usaha pencegahan dan pemberantasan pencucian uang ini, dapat disadari bahwa kegiatan pencucian uang merupakan suatu ancaman yang sangat berbahaya sehingga dibutuhkan kerjasama dari banyak pihak untuk dapat menghadapinya. Pengaturan pemberantasan tindak pidana pencucian uang berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 yakni : 91 Zulkarnain Sitompul, Op. cit., hal. 272. Universitas Sumatera Utara 2. Dalam Pasal 68 undang-undang ini ditentukan bahwa penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan, dilakukan berdasarkan ketentuan KUHAP, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini. Dari pengaturan ini tampak bahwa para pembuat undang-undang menginginkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 ini lebih banyak disesuaikan dengan sifat perkembangan masalah kejahatan pencucian uang yang memiiki karakter yang lebih khusus dari masalah yang diatur oleh perundang-undangan lain. 92 3. Kualifikasi Perbuatan Pidana dan Ancaman Hukuman Dengan demikian tampak bahwa undang-undang ini memanglah memiliki sifat lex specialis dan prinsip-prinsip dalam undang-undang ini bisa menjadi pengecualian terhadap ketentuan-ketentuan undang-undang lain berdasarkan prinsip lex specialis derogate legi lex generalis. Pidana yang diancamkan kepada yang melakukan percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat dalam pencucian uang disamaratakan dengan ancaman pidana terhadap pelaku pidana yang telah selesai dilakukan sebagaimana diatur dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010. Dengan kata lain ancaman sanksi yang diancamkan pada Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dengan yang terdapat pada Pasal 10 tidak dibedakan. Pengaturan dalam Pasal 10 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 ini berbeda atau menyimpang secara prinsipil dengan ketentuan dalam KUHP, karena pada Pasal 53 dan 57 KUHP menentukan bahwa kualifikasi percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat dibedakan kualifikasinya dengan perbuatan pidana yang telah selesai dilakukan. 92 Siahaan, Op. cit., hal. 48. Universitas Sumatera Utara 4. Alat Bukti dan Cyberlaundering Dalam Pasal 73 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 yang merupakan alat bukti dalam pemeriksaan adalah: a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana b. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau alat yang serupa optik dan dokumen; dan c. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 16. Adapun ketentuan dalam Pasal 1 angka 16 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 adalah: “Dokumen adalah data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, danatau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tapi tidak terbatas pada: 1 tulisan, suara atau gambar 2 peta, rancangan, foto atau sejenisnya; 3 huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.” Alat bukti yang dipergunakan dalam pemeriksaan suatu tindak pidana pencucian uang menurut Pasal 73 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 ini memang sangat beragam. Hal ini jelas merupakan suatu kebutuhan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan pencucian uang karena masalah pencucian uang merupakan masalah yang sangat kompleks karena modus dan sistem kejahatan yang dipraktekkan oleh para pelaku pencucian uang sudah melibatkan alat-alat berteknologi tinggi. Universitas Sumatera Utara 5. Penentuan Pidana Minimum dan Maksimum Berbeda dengan KUHP, Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 ini menentukan ancaman pidana secara minimum dan maksimum. Hal ini dapat dilihat antara lain pada Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 7 undang-undang ini yang menentukan ancaman pidana penjara paling paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000 satu miliar rupiah dan paling banyak Rp. 100.000.000.000. seratus milyar rupiah. 6. Peradilan In Absentia Kekhususan hukum acara pidana yang dipergunakan oleh Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 ini ialah diterapkannya sistem peradilan in absentia. Peradilan in absentia ialah peradilan yang dilakukan dengan suatu putusan pengadilan dimana terdakwa sendiri tidak hadir meskipun telah dipanggil secara sah menurut ketentuan yang berlaku. Pengaturan sistem peradilan in absentia yang diatur dalam Pasal 79 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, bertujuan agar peradilan dapat berjalan dengan lancar walaupun tanpa kehadiran terdakwa. Tujuan lainnya adalah untuk menyelamatkan harta dari hasil kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa tersebut. Dalam Undang-Undang No.8 Tahun 2010 menganut pula sistem pembuktian terbalik, dimana terdakwa sendirilah yang diwajibkan untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Ketentuan dalam Pasal 77 menyatakan: “Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana.” Universitas Sumatera Utara 7. Harta Terdakwa Yang Meninggal Sebelum Putusan Hakim Dalam Pasal 79 ayat 4 Undang-Undang No.8 Tahun 2010 ini dinyatakan bahwa jika seorang terdakwa meninggal dunia sebelum putusan hakim dijatuhkan, dimana terdapat bukti-bukti meyakinkan bahwa terdakwa melakukan tindak pidana Pencucian Uang, maka hakim dapat membuat penetapan tentang harta terdakwa yang sudah disita untuk dirampas dan dimiliki oleh negara. Ketentuan pada Pasal 79 ayat 4 ini sangat bertentangan dengan asas presumption of innocence, dimana seseorang tidak dapat dinyatakan bersalah sebelum ada keputusan hakim yang menyatakan bahwa ia bersalah atas dakwaan yang didakwakan kepadanya. Berbeda dengan Undang-Undang No.15 Tahun 2002, dalam Undang-Undang No.25 Tahun 2003 terdapat Pasal yang menjelaskan mengenai pengertian dari pencucian uang, sedangkan di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 definisi Pencucian Uang diperluas kembali menjadi berbunyi: “Pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini”. Dalam Undang-Undang No.15 Tahun 2002, pengertian pencucian uang tidak dijelaskan secara eksplisit akan tetapi diberikan arti kategorisnya saja pada Pasal 2 Undang-Undang No.15 Tahun 2002. Adapun pengertian dari pencucian uang sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No.25 Tahun 2003 adalah: Universitas Sumatera Utara “Perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolaholah menjadi harta kekayaan yang sah.” Pada Pasal 2 Undang-Undang No.8 Tahun 2010 diatur mengenai jenis-jenis tindak pidana yang hasil dari tindakan tersebut merupakan harta kekayaan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang No.8 Tahun 2010. Hal ini merupakan suatu keunikan tersendiri dari Undang-Undang Pencucian Uang, karena tindak pidana ini terkait dengan tindak pidana lainnya yang disebut sebagai predicate offences. Adapun yang tercantum dalam Pasal 2 Undang-Undang No.8 Tahun 2010 adalah: 1. Hasil Tindak Pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika d. psikotropika; e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l. perdagangan orang; m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o. penculikan; p. pencurian; q. penggelapan; r. penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; Universitas Sumatera Utara u. prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup; y. di bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia. 2. Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan danatau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf n. Berkaitan dengan delik tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, yaitu: 1. Pasal 3: Perbuatan yang dengan sengaja menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan. 2. Pasal 4: Perbuatan yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1. Universitas Sumatera Utara 3. Pasal 5: Perbuatan yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan Harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1. Ketentuan di Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 dikecualikan bagi pihak pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan. 93 Untuk delik tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 dilakukan oleh Korporasi, maka pidana dijatuhkan terhadap Korporasi danatau Personil Pengendali Korporasi. 94 D. Pengaturan Pencegahan Tindak Pencucian Uang dalam PBI No. 1128PBI2009 tentang Penerapan Program Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum Di luar pengaturan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 terdapat Pasal-Pasal lain yang mengatur mengenai tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang. Tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang diatur pada Pasal 11, Pasal 12, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010. Langkah penting yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam rangka penguatan kerangka hukum dan peraturan perundang-undangan di bidang tindak pidana pencucian uang adalah dengan dikeluarkannya serangkaian regulasi yang 93 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 5 ayat 2. 94 Ibid., Pasal 6 ayat 1. Universitas Sumatera Utara dikeluarkan oleh badan pengawas PJK yaitu Bank Indonesia sebagai pengawas bank, Ditjen Lembaga Keuangan Departemen Keuangan sebagai pengawas lembaga keuangan non bank serta Bapepam sebagai pengawas perusahaan sekuritas. Berbagai regulasi yang dikeluarkan tersebut terutama berkaitan dengan pelaksanaan prinsip mengenal nasabah yang tidak terpisahkan dengan rezim anti pencucian uang di Indonesia. Dalam rekomendasi FATF yang diterbitkan tahun 1996 dan kemudian disempurnakan pada bulan Juni 2003, antara lain mewajibkan lembaga keuangan untuk melakukan penelitian nasabah customer due diligence dan record keeping, menolak untuk melakukan hubungan koresponden dengan shell banks dan melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan suspicious transaction reportsSTR Disamping itu, rekomendasi FATF juga mewajibkan setiap negara agar memastikan bahwa lembaga keuangan di negara yang bersangkutan diatur dan diawasi secara memadai dan menerapkan rekomendasi FATF secara efektif. Disamping mengeluarkan 40 Recommendations on Money laundering, FATF juga mengeluarkan 9 Special Recommendations, yang antara lain mewajibkan lembaga keuangan untuk melaporkan adanya transaksi keuangan mencurigakan apabila lembaga keuangan tersebut mengidentifikasi adanya dana yang terkait dengan atau digunakan untuk kegiatan terorisme. Universitas Sumatera Utara Prinsip Mengenal Nasabah adalah prinsip yang wajib diterapkan oleh bank untuk mengenal dan mengetahui identitas nasabah serta memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk melaporkan setiap transaksi yang mencurigakan. Kewajiban pokok dari lembaga bank dalam Prinsip Mengenal Nasabah terdiri dari 4 empat hal yaitu: 95 Dalam FATF Rekomendasi Pengaturan tentang Prinsip Mengenal Nasabah terdapat dalam Rekomendasi Nomor 10 yang menentukan agar financial institutions tidak menerima rekening yang secara jelas fiktif nama pemegang rekeningnya. Financial institution diharuskan untuk mengetahui identitas dari nasabahnya dan mencatat identitas nasabahnya tersebut. Sedangkan kerangka pelaksanaan dari Prinsip Mengenal Nasabah diatur dalam Rekomendasi Nomor 11 dan 12. Rekomendasi Nomor 11 mengharuskan financial institution memperoleh informasi mengenai a. menetapkan kebijakan penerimaan nasabah; b. menetapkan kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi nasabah; c. menetapkan kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi nasabah; d. menetapkan kebijakan dan prosedur managemen resiko. Managemen resiko adalah menetapkan beberapa kebijakan dalam suatu organisasi supaya resiko yang terjadi dapat dihilangkan atau diperkecil sedapat mungkin dengan cara memfungsikan unit-unit yang sudah ada. Kebijakan dalam manegemen risiko merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan dan prosedur manegemen risiko bank secara keseluruhan. 95 Siahaan, Op. cit, hal. 109 Universitas Sumatera Utara identitas yang sebenarnya dari pihak-pihak yang bertindak menggunakan kuasa atau menggunakan perusahaan seperti yayasan, trust dan sebagainya. Sedangkan Rekomendasi Nomor 12 mewajibkan untuk sekurang-kurangnya 5 tahun menyimpan catatan mengenai transaksi yang dilakukan olehnya. Tujuannya adalah untuk keperluan alat bukti bagi penuntutan apabila hal itu diperlukan nantinya. Selain itu financial institution diwajibkan untuk tetap menyimpan catatan mengenai identifikasi nasabahnya, arsip dari rekening nasabah dan korespondensi bisnis mereka selama paling sedikit 5 tahun setelah rekening nasabah ditutup. Sedangkan dalam Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, pengaturan Prinsip Mengenal Nasabah diatur dalam Pasal 17 yaitu setiap orang yang melakukan hubungan jasa dengan PJK wajib memberikan identitasnya secara lengkap dan akurat dengan mengisi formulir yang disediakan oleh PJK dan melampirkan dokumen pendukung yang diperlukan. Pasal 17 ini tidak memberikan sanksi kepada PJK yang melanggar namun tidak berarti pelanggaran itu tidak dapat dikenai sanksi hukum. Prinsip Mengenal Nasabah ini memiliki beberapa kelemahan dan sebagai berikut: 96 1. Terkait masalah politically exponed person PEP atau figure public terdapat kelemahan. Lembaga keuangan selain bank belum diwajibkan memeriksa dengan seksama terhadap nasabah. Bank dan bukan bank belum mensyaratkan pejabat senior untuk memberikan persetujuan pembukaan rekening oleh PEP; 96 Yunus Husein, “Beberapa Petunjuk Bagi Bank Dalam Mewaspadai Kejahatan Pencucian Uang”, http: Yunushusein.wordpress.com 200726_beberapa_petunjuk-bagi-bank_yhx.pdf, diakses tanggal 29 Maret 2012. Universitas Sumatera Utara 2. Kelemahan terkait correspondent banking, yaitu tidak adanya ketentuan yang mewajibkan bank untuk mengumpulkan informasi tentang usaha dan reputasi bank korespondennya di luar negeri; 3. Tidak adanya ketentuan yang mengatur secara eksplisit penggunaan pihak ketiga yang harus menjalani proses penelitian dokumen nasabah; 4. Tidak adanya ketentuan dan pedoman yang secara eksplisit dari regulator untuk menerapkan ketentuan Anti Money laundering untuk kantor cabang dan anak perusahaan bank di luar negeri. Sedangkan kelebihan dari Prinsip Mengenal Nasabah ini menurut Edwin Nurhadi adalah dengan adanya prinsip ini maka Bank Indonesia dapat memantau dan mengidentifikasi adanya laporan transaksi mencurigakan dan laporan lainnya sebagaimana diatur dalam undang-undang pencucian uang yang nantinya hasil dari pemantauan dan pengidentifikasian ini akan diserahkan kepada PPATK untuk ditindaklanjuti. 97 Pada tanggal 01 Desember 2009 Bank Indonesia mengeluarkan peraturan baru yaitu Peraturan Bank Indonesia No. 1128PBI2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum. Latar belakang dikeluarkannya peraturan tersebut adalah sebagai pemenuhan standar internasional dalam anti pencucian uang serta untuk penyesuaian Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah terhadap 40 + 9 FATF. 97 Edwin Nurhadi “Prinsip Mengenal Nasabah dan Anti Pencucian Uang” http:www.bi.go.idwebidPerbankanPrinsip+Mengenal+Nasabah+dan+Anti+Pencucian+Uang diakses pada tanggal 30 April 2012 pukul 15.00Wib. Universitas Sumatera Utara Adapun materi yang diatur dalam PBI tahun 2009 ini mengatur tentang Kebijakan dan Prosedur dalam Customer Due Dilligence, yaitu: a. Dalam penerimaan Nasabah, Bank wajib menggunakan pendekatan berdasarkan risiko dengan mengelompokkan Nasabah berdasarkan tingkat risiko terjadinya pencucian uang atau pendanaan terorisme; b. Bank Wajib meminta informasi yang memungkinkan bank untuk mengetahui profil Nasabah; c. Dalam permintaan informasi dan dokumen bank wajib mengidentifikasi dan mengklasifikasikan calon nasabah atau nasabah ke dalama kelompok perseorangan, perusahaan selain itu bank wajib meminta informasi kepada calon nasabah yang disertai dengan dokumen pendukung; d. Dalam hal verifikasi dokumen bank wajib meneliti kebenaran dokumen pendukung dan melakukan verifikasi terhadap dokumen pendukung dilakukan wawancara apabila diperlukan selain itu bank juga wajib menyelesaikan proses verifikasi identitas calon Nasabah sebelum membina hubungan usaha dengan calon nasabah; e. Bank wajib melakukan pemantauan secara berkesinambungan untuk mengidentifikasi kesesuaian antara transaksi Nasabah dengan profil Nasabah serta bank wajib melakukan analisis terhadap seluruh transaksi yang tidak sesuai dengan profil nasabah. f. Bank dapat meminta informasi tentang latar belakang dan tujuan transaksi terhadap transaksi yang tidak sesuai dengan profil Nasabah. Universitas Sumatera Utara Bank yang telah memiliki Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Wajib menyesuaikan dan menyempurnakan menjadi Pedoman Pelaksanaan Program Anti Pencucian Uang dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme paling lambat 12 bulan sejak diberlakukannya PBI. Penerapan Program APU dan PPT mencakup 5 bidang, yaitu pengawasan aktif dari dewan direksi dan dewan komisaris, kebijakan dan prosedur, pengendalian internal, sistem informasi manajemen, system informsasi manajemen dan sumber daya manusia dan pelatihan. Dalam hal melakukan kegiatan penukaran uang, pemeriksaan terdiri dari 3 aspek: kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, keakuratan, ketepatan, dan keteraturan laporan yang disampaikan kepada BI, kebijakan manajemen internal, termasuk kepatuhan kepada prinsip KYCAML. Dan dalam hal pengiriman uang kegiatan pengawasan pengiriman uang mencakup 7 bidang: mekanisme transfer dana kedalam dan keluar, proses penyelesaian, data dan dokumentasi, rencana kelanjutan bisnis dan rencana pemulihan bencana , proteksi pelanggan, kepatuhan pada prinsip KYC dan AML, keakuratan dan ketepatan laporan yang diserahkan kepada BI. Secara Umum pelaporan oleh PJK dilakukan baik secara manual dengan menggunakan sarana hard copy maupun secara elektronis dengan menggunakan jaringan secara on-line. PPATK telah membangun sistem informasi yang memungkinkan PJK dapat melapor secara online dengan tepat waktu dan aman. PPATK telah membuat formulir laporan yang harus diisi oleh pelapor yang Universitas Sumatera Utara melakukan pelaporan baik secara manual maupun secara elektronis. Formulir ini memuat informasi penting yang dibutuhkan oleh PPATK agar dapat melakukan analisis secara efektif. Tata cara pengisian formulir tersebut diatur dalam pedoman pelaporan yang dikeluarkan oleh PPATK. Dalam pedoman tesebut diberikan pula contoh-contoh kasus sehingga PJK akan lebih mudah menggunakannnya. 98 Langkah awal dalam setiap proses pelaporan LTKM oleh PJK adalah pengidentifikasian red flag yang muncul dari setiap transaksi yang dilakukannya dengan nasabah atau calon nasabah. Red flag ini kemudian dikaji dengan memperhatikan kebijakan intern PJK dan ketentuan resmi yang berlaku. Apabila red flag ini mengandung unsur transaksi yang mencurigakan, PJK harus mengisi formulir yang disediakan dengan informasi yang berkaitan dengan identitas nasabah dan transaksi yang dilakukannya. Selanjutnya PJK wajib menatausahakan dokumen- dokumen yang terkait dengan pelaporan tersebut agar dikemudian hari, bila diperlukan PPATK maupun aparat penegak hukum, maka PJK dapat dengan cepat menyediakannya. 99 Pelaporan transaksi yang dialakukan secara tunai yang memenuhi kriteria batas jumlah yang ditetapkan tidak memerlukan analisis oleh pihak PJK. Pada dasarnya tugas ini dapat sepenuhnya dikerjakan oleh sistem komputer bila PJK telah memiliki sistem teknologi informasi yang terintegrasi. 98 Amrin Husein, “Kinerja PPATK”, http:www.ppatk.go.idmain , diakses pada tanggal 24 April 2012, pukul 12.00 Wib. 99 Ibid Universitas Sumatera Utara Sanksi kepada Penyedia Jasa Keuangan yang dengan sengaja tidak menyampaikan laporan kepada PPATK adalah pidana denda Rp. 1.000.000,- satu juta rupiah per hari keterlambatan per laporan. Setiap orang yang membawa uang tunai sejumlah Rp. 100.000.000,- seratus juta rupiah atau lebih atau mata uang asing yang nilainya setara dengan itu ke dalam atau ke luar wilayah negara Republik Indonesia harus melaporkan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Apabila tidak melaporkan pembawaan uang tunai tersebut, dipidana dengan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- sertus juta rupiah dan paling banyak Rp. 300.000.000,- tiga ratus juta rupiah. Laporan harus memuat rincian mengenai identitas orang yang membuat laporan. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib menyampaikan laporan mengenai informasi yang diterimanya selama jangka waktu 5 lima hari kerja kepada PPATK. Universitas Sumatera Utara

BAB III UPAYA PT BANK SUMUT DALAM PENCEGAHAN DAN

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 DAN PBI NO. 1128PBI2009

A. Kedudukan Bank Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 perbankan adalah “segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatannya” 100 Asas kerahasiaan dalam bidang keuangan termasuk bank ini sudah lama dikenal dalam sejarah keuangan dan financial. Konsep rahasia bank bermula timbul dari tujuan untuk melindungi nasabah bank yang bersangkutan. Hal ini nyata terlihat ketika Court of Appeal Inggris secara bulat memutuskan pendiriannya dalam kasus Pada dasarnya perbankan merupakan bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu Negara, yang pada era globalisasi sekarang ini, perbankan tidak hanya menjadi bagian sistem keuangan dan sistem pembayaran Negara saja tetapi sudah menjadi sistem keuangan dan sistem pembayaran dunia. Seperti yang diketahui bahwa Perbankan adalah suatu lembaga di bidang keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak dari kepercayaaan masyarakat terhadap kepatuhan bank dalam menjalani kewajiban rahasia bank. 100 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, Pasal 1 Angka 1. 96 Universitas Sumatera Utara Tournier V. National Provincial and Union Bank of England tahun 1924, suatu putusan pengadilan yang kemudian menjadi leading case law yang menyangkut ketentuan rahasia bank di Inggris dan kemudian diacu oleh pengadilan-pengadilan negara-negara lain yang menganut common law system. Bahkan 60 tahun sebelum putusan Tournier tersebut, yaitu dalam perkara Foster V. The Bank of London tahun 1862, juri telah berpendapat bahwa terdapat kewajiban bagi bank untuk tidak boleh mengungkapkan keadaan keuangan nasabah bank yang bersangkutan kepada pihak lain. 101 Bahkan sejak zaman pertengahan, masalah rahasia di bidang keuangan ini sudah diatur dalam KUHPerdata Negara Jerman dan kota-kota di Negara Italia bagian utara. 102 Ada terdapat 2dua teori tentang kekuatan berlakunya asas rahasia bank ini antara lain : 103 1. Teori Mutlak Dalam hal ini rahasia keuangan dari nasabah bank tidak dapat dibuka kepada siapa pun dan dalam bentuk apapun. Dewasa ini hampir tidak ada lagi Negara yang menganut Teori Mutlak ini. Bahkan Negara-Negara yang menganut perlindungan nasabah secara ketat seperti Swiss atau Negara-Negara tax heaven seperti Kepulauan Bahama atau Caymand Island juga membenarkan rahasia bank dalam arti khusus. 101 Arhiem SH, “ Rahasia Bank”, http:hukumperbankan.blogspot.com200812sejarah-rahasia- bank.html diakses pada tanggal 14 Mei 2012 , pukul 03.00 Wib. 102 Adrian Sutedi, Hukum Perbankan, ,Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal. 6 103 Munir Fuadi, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra AdityaBakti, Bandung,1999, hal. 91. Universitas Sumatera Utara 2. Teori Relatif Menurut teori ini, rahasia bank tetap diikuti tetapi dalam hal-hal khusus yakni dalam hal yang termasuk luar biasa, prinsip kerahasiaan bank tersebut dapat diterobos, misalnya untuk kepentingan perpajakan atau kepentingan perkara pidana. Penerapan asas ini berlaku juga dalam enforcement law di Indonesia. Pada Pasal 40 angka 1 menyebutkan bahwa “Bank wajib merahasiakan keterangan nasabah penyimpannya dan simpanannya”. Dalam penjelasan Pasal 40 ini dinyatakan bahwa keterangan mengenai nasabah selain sebagai nasabah penyimpan bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank. Bahkan disebutkan bahwa apabila nasabah bank adalah nasabah penyimpan yang sekaligus juga sebagai Nasabah Debitur, bank tetap merahasiakan keterangan tentang Nasabah dalam kedudukannya sebagai Nasabah Penyimpan. Yang dimaksud dengan keterangan adalah “informasi” sehingga yang wajib dirahasiakan o leh bank adalah segala sesuatu yang berhubungan denga n informasi mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya. Oleh karena begitu ketatnya dan kukuhnya setiap perbankan menganut Prinsip Kerahasiaan Bank, maka seiring perkembangan zaman timbul kejahatan yang mengambil celah dari prinsip kerahasian bank tersebut yakni Tindak Pidana Pencucian Uang. Target pelaku Money Laundering adalah negara-negara yang mempunyai ketentuan yang minim dalam bidang perbankan, yaitu negara yang masih menjunjung tinggi prinsip rahasia bank yang ketat. Minimnya ketentuan dibidang perbankan dan rahasia bank yang ketat disuatu negara dapat memungkinkan bagi para Universitas Sumatera Utara pencuci uang dengan leluasa memanfaatkan fasilitas perbankan untuk kepentingan mengaburkan hasil kejahatan. Sifat kaku dan tertutup dalam prinsip rahasia bank merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan maraknya praktik-praktik pencucian uang di satu negara dan juga menjadi faktor berhasil atau tidaknya pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang. Oleh karena itu perbankan dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang mempunyai beberapa kewajiban yakni: 1. Kewajiban untuk menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah Mengenai hal ini ditegaskan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 1128PBI2009 dalam pasal 11 angka 1 menyebutkan bahwa ”sebelum melakukan hubungan usaha dengan Nasabah, Bank wajib meminta informasi yang memungkinkan Bank untuk dapat mengetahui Profil Calon Nasabah”. Langkah awal untuk mengetahui tentang profil calon nasabah, maka dalam pembukaan rekening tidak dibenarkan adanya perwakilan, harus nasabah yang bersangkutan membuka rekening ke perbankan, kemudian Bank wajib meminta informasi mengenai : 104 104 Anne Ahira, “Perbankan”, http:www.scribd.comdoc86729021Paper-Perbankan diakses pada tanggal 23 Mei 2012 pukul 14. 00 Wib. a. Maksud dan tujuan hubungan usaha yang dilakukan calon nasabah dengan Bank. Untuk dapat mengetahui maksud dan tujuan hubungan usaha yang dilakukan oleh calon nasabah dengan Bank, maka terlebih dahulu harus dipisahakan golongan- golongan dari calon nasabah itu sendiri antara lain : Universitas Sumatera Utara 1 Untuk nasabah perorangan pada umumnya maksud dan tujuan pembukaan rekening adalah untuk penyimpanan dana yang berasal dari gaji, usaha maupun pemberian orangtua bagi calon nasabah yang masih menjadi tanggungan orangtua. 2 Untuk nasabah perusaahaan biasanya maksud dan tujuan pembukaan rekening adalah untuk melaksanakan kegiatan operasional perusahaan, begitu juga halnya dengan nasabah kelembagaan maupun yayasan. b. Informasi lain yang memungkinkan Bank untuk dapat mengetahui Profil calon nasabah. Informasi lain yang dimaksud disini menyangkut mengenai pekerjaan calon nasabah, penghasilan rata-rata, alamat domisili, tempat dan tanggal lahir dan sebagainya. c. Identitas pihak lain dalam hal calon Nasabah bertindak untuk dan atas nama pihak lain. 2. Kewajiban untuk terus melakukan indentifikasi atau pemantauan terhadap transaksi keuangan nasabah Yang dimaksud dengan identifikasi atau pemantauan terhadap transaksi keuangan nasabah termasuk di dalamnya transaksi mencurigakan yang tidak sesuai dengan Profil Nasabah atau tidak sesuai dengan tujuan serta maksud hubungan usaha pada saat pembukaan rekening di awal dan juga tranksaksi keuangan tunai yang dilakukan baik secara sekaligus atau kumulatif diatas Rp. 500.000.000,- lima ratus juta rupiah yang dilakukan pada satu hari kerja. Universitas Sumatera Utara 3. Kewajiban untuk melakukan pelaporan transaksi keuangan secara berkala Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Pasal 25 angka 1 dan 2 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang diwajibkan adanya pelaporan kepada pihak yang berwenang untuk menerima pelaporan tersebut yang dalam hal ini adalah PPATK. Untuk transaksi keuangan mencurigakan lama pelaporan adalah adalah 3 tiga hari kerja setelah perbankan mengetahui adanya unsur transaksi mencurigakan dan 14 empat belas hari kerja untuk transaksi keuangan tunai. 4. Kewajiban untuk melakukan penatausahaaan dokumen Melakukan penyimpanan data dokumen nasabah bukan hanya penyimpanan data nasabah pada saat pembukaan rekening tetapi juga seluruh transaksi keuangan yang dilakukan oleh setiap nasabah dalam kurun waktu 10 tahun. 5. Kewajiban perbankan untuk melakukan pelatihan kepada pegawai perbankan. Pelatihan ini ditujukan agar semakin meningkatkan kewaspadaan akan terjadinya tindak pidana pencucian uang, oleh karena itu perlu adanya pelatihan dan pembinaan kepada pegawaistaff perbankan sehingga dapat bereaksi dengan cepat dan tepat terhadap keadaan dan kejadian keuangan yang mencurigakan. Kemudian yang menjadi hak perbankan dalam kedudukannya sebagai lembaga yang berperan aktif untuk pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang adalah: Universitas Sumatera Utara 1. Perbankan mempunyai hak untuk meminta seluruh informasi dan data-data yang diperlukan pada saat pembukaan rekening calon nasabah baik itu perorangan, perusahaan, nasabah kelembagaan maupun yayasan. Yang tujuannya adalah untuk mengetahui dengan jelas dan detail profil calon nasabah tersebut. 2. Perbankan berhak meminta surat keterangan pendukung dari instansi pemerintahan bila diperlukan untuk semakin menegaskan mengenai profil calon nasabah. Misalnya surat keterangan domisili bagi nasabah perusaahan, kelembagaan maupun yayasan. 3. Berdasarkan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dinyatakan bahwa apabila perbankan selaku PJK melaporkan adanya transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi keuangan tunai kepada PPATK dan setelah dilakukan verifikasi ulang terhadap laporan tersebut terbukti adanya indikasi tindak pidana pencucian uang, maka PPATK dalam hal ini dapat meminta PJK untuk melakukan penghentian sementara seluruh atau sebagian transaksi keuangan nasabah tersebut. Dan untuk hal ini pihak perbankan berhak untuk melakukan penghentian sementara tersebut. Selain hak dan kewajiban perbankan diatas terdapat juga hal-hal yang harus diperhatikan perbankan dalam upaya melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang antara lain : 105 105 Endi Farian, “ Tindak Pidana Pencucian Uang”, http:ksh- unpad.blogspot.com201103tindak-pidana-pencucian-uang.html., diakses pada tanggal 16 Juni 2012, pukul 08.00 wib. Universitas Sumatera Utara a. Mengenai sistem kerahasiaan Bank Adanya peraturan mengenai kerahasiaan Bank sebenarnya telah memberikan celah untuk tumbuh dan berkembangnya praktek money laundering. Ditentukan dalam Pasal 41 UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan bahwa perbankan Indonesia wajib melindungi kerahasiaan dari pada nasabahnya. Peraturan tersebut juga menyebutkan bahwa untuk pengusutan perbankan, kerahasiaan bank baru bias dibuka setelah adanya surat permohonan dari Menteri Keuangan ke Gubernur BI. Setelah disetujui barulan Pimpinan BI sebagaimana diatur dalam peraturan BI No.219PBI2000 mengeluarkan perintah tertulis kepada Bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaaan keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat Bank. Oleh karena masih ketatnya peraturan di Indonesia mengenai Kerahasiaan Bank dapat menjadi penghambat tuntasnya suatu kasus pencucian uang di Indonesia.

B. Upaya Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang Pada PT. Bank Sumut

Sejalan dengan perkembangan tekhnologi, jasa-jasa perbankan dan globalisasi di sektor perbankan, dewasa ini bank telah menjadi sarana utama untuk kegiatan pencucian uang money laundering yang berasal dari tindak pidana atau aktivitas kriminal, dikarenakan perbankan banyak menawarkan jasa-jasa dan instrument dalam lalu-lintas keuangan yang dapat digunakan untuk menyembunyikanmenyamarkan asal-usul suatu dana. Melalui sistem perbankan, dana hasil kejahatan bergerak atau Universitas Sumatera Utara mengalir dari suatu negara ke negara lain yang belum mempunyai sistem hukum yang kuat untuk menanggulangi kegatan pencucian uang atau bahkan bergerak kenegara yang menerapkan ketentuan rahasia bank yang sangat ketat. Sebagaimana halnya dengan negara-negara lain, Indonesia juga memberikan perhatian besar terhadap tindak pidana lintas yang terorganisir transnational organized crime seperti pencucian uang money laundering dan terorisme. FATE telah mengeluarkan 40 empat puluh rekomendasi pencegahan dan pemberantasan pencucian uang serta 9 Sembilan rekomendasi khusus untuk memberantas pendanaan terorisme. Hal ini telah diterima sebagai standar internasioanl dan menjadi pedoman baku dalam memberantas kegiatan pencucian uang. Negara yang tidak memenuhi rekomendasi tersebut akan dimasukkan dalam daftar Non Cooperative Countries and Terories NCCTs, oleh karena itu sudah semestinya pemerintah dan masyarakat luas menaruh perhatian besar terhadap masalah penanganan TPPU tersebut. 106 Mekanisme pencucian uang yang dikenal Bank Sumut dibagi ke dalam tiga kegiatan, yaitu: 107 106 Negara yang masuk dalam daftar NCCTs dapat dikenakan ocountermeasures yang dapat berakibat buruk terhadap sistem keuangan misalnya meningkatknya biaya transaksi keuangan dalam melakukan perdagangan internasional khususnya terhadap negara maju atau penolakan oleh negara-negara lain atas Letter of Credit LC yang diterbitkan oleh perbankan dinegara yang terkena counter-measures tersebut. Akibat lain yang cukup serius dapat berupa pemutusan hubungan korespondensi antara bank luar negeri dengan bank domestic, pencabutan izin usaha kantor cabang atau kantor perwakilan bank nasional di luar negeri, dan kemungkinan pengehentian bantuan luar negeri kepada pemerintah. Sanksi tersebut pada akhirnya akan dirasakan langsung oleh masyarakat luas. 107 Bank Sumut, Buku Pedoman Kepatuhan: Anti Pencucian Uang dan Prinsip Mengenal Nasabah, Medan: PT. Bank Sumut . Universitas Sumatera Utara 1. Placement adalah suatu upaya menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu aktivitas tindak pidana ke dalam sistem keuangan, dengan bentuk antara lain: a. Menempatkan dana pada bank yang kadang-kadang diikuti dengan pengajuan permohonan kreditpembiayaan. b. Menyetorkan uang dalam bentuk simpanan pada bank sering dicampur dengan transaksi kreditpembiayaan untuk mengaburkan audit trail, sehingga mengubah kas menjadi utang yang dapat diperoleh kembali. c. Menyelundupkan uang tunai dari suatu negara ke negara lain. d. Membiayai suatu kegiatan usaha yang seolah-olah atau terkait dengan kegiatan usaha yang sah dengan memberikan kreditpembiayaan, sehingga mengubah kas menjadi kreditpembiayaan. e. Membeli barang-barang berharga yang bernilai tinggi untuk keperluan pribadi, membeli hadiah yang nilainya mahal sebagai penghargaanhadiah kepada rekan kerja atau calon rekan kerja yang pembayarannya dilakukan melalui bank. 2. Layering adalah kegiatan memisahkan hasil TPPU dari sumbernya yaitu aktivitas TPPU yang terkait melalui beberapa tahapan transaksi keuangan. Terdapat proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil placement, ke tempat lain melalui serangkaian transaksi yang kompleks dan didesain untuk menyamarkan sumber dana tersebut. Bentuknya adalah: Universitas Sumatera Utara a. Transfer dana dari suatu bank ke bank lain danatau antar wilayahnegara. b. Penggunaan simpanan tunai sebagai agunan untuk mendukung transaksi yang sah. c. Memindahkan uang tunai secara lintas batas negara melalui jaringan kegiatan usaha yang sah maupun shell company. 3. Integration adalah upaya menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah ataupun untuk membiayai kembaoli kegiatan TPPU. Dalam melakukan TPPU, pelaku tidak terlalu mempertimbangkan hasil yang akan diperolehnya dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan, karena tujuan utamanya adalah untuk menyamarkan atau menghilangkan asal-usul uang sehingga hasil akhirnya dapat dinikmati atau dipergunakan secara aman. Untuk mencegah money laundering masuk dalam sistem perbankan dan mencegah timbulnya risiko-risiko tersebut, maka PT. Bank Sumut dalam menjalankan kegiatannya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian untuk mencegah dijadikannya Bank Sumut sebagai wadah pencucian uang. Adapun langkah yang diambil untuk pencegahan tersebut antara lain : 1. Merujuk kepada Peraturan Bank Indonesia yang menyatakan bahwa setiap penyedia Jasa Keuangan dalam hal ini adalah perbankan wajib membentuk unit kerja yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang maka PT. Bank Sumut mengeluarkan Peraturan Universitas Sumatera Utara Direksi Nomor 002DirDKMR-CQAPBS2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerapan Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Di Lingkungan PT. Bank Sumut yang memiliki tugas dan tanggung jawab antara lain : a. Penunjukan petugas yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penerapan APU dan PPT di Kantor Pusat dan di unit kerja operasional. b. Melakukan pemantauan dan pengkinian terhadap profil nasabah, transaksi keuangan, kesamaankemiripan nama nasabah dengan nama-nama teroris dan melaporkannya sebagai Laporan Transaksi Mencurigakan LTKM. Yang mana hal ini sesuai dengan PBI yang berbunyi memantau pengkinian profil nasabah dan profil transaksinya termasuk identifikasi dan pemantauan nasabah yang dianggap Mempunyai risiko tinggi, termasuk penyelenggara negara danatau transaksi yang dapat dikategorikan sebagai transaksi keuangan mencurigakan. 108 2. Lahirnya Peraturan Direksi Bank Sumut Nomor 002DIRDKEP-MRPBS2007 tanggal 25 Mei 2007 mengenai Pedoman Pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah P4MN. P4MN merupakan pintu gerbang dan pertahanan pertama bagi Bank Sumut yang dapat mencegah digunakannya PT. Bank Sumut sebagai sarana atau c. Melakukan pengelompokan Nasabah dengan single CIF berdasarkan Risk Based Approach RBA untuk mengetahui peringkat profil resiko nasabah yaitu rendah low menengah medium dan tinggi high. 108 Hal ini berdasarkan pada PBI No. 310PBI2001 tanggal 18 Juni 2001 sebagaimana telah diubah dengan PBI No. 323PBI2001 tanggal 13 Desember 2001 dan PBI No. 521PBI2003 tanggal 17 Oktober 2003 serta keputusan Bapedam No. Kep-02PM2003 tanggal 15 Januari 2003. Universitas Sumatera Utara sasaran TPPU, karena dengan menerapkan P4MN berarti PT. Bank Sumut dapat mengenal nasabah dengan baik, memahami pola dan karakteristik transaksi nasabah sehingga P4MN tersebut harus diterapkan secara efektif. 109 1 Customer Due Diligence yakni kegiatan identifikasi, verifikasi dan pemantauan yang dilakukan oleh Bank Sumut untuk memastikan bahwa transaksi yang dilakukan tersebut adalah sesuai dengan Profil Nasabah. Yang mana CDD tersebut dapat dilakukan pada saat: Adapun penerapan P4MN di Bank Sumut antara lain dapat dilakukan dengan cara : a Melakukan hubungan usaha dengan calon nasabah dalam hal ini adalah perorangan seperti pada saat pembukaan rekening tabungan nasabah ditanyakan dengan jelas apa yang menjadi tujuan pembukaan rekening. Apabila pembukaan rekening tabungan adalah untuk penampungan gaji maka identitas pekerjaan nasabah juga harus sinkron dengan tujuan awal pembukaan rekening serta meyakini bahwa calon nasabah adalah benar sesuai dengan pernyataannya yaitu dengan cara melakukan verifikasi identitas yang dilakukan sebelum hubungan usaha dengan calon nasabah disetujui. b Melakukan hubungan usaha dengan Walk In Customer Ketentuan penerimaan nasabah, identifikasi dan verifikasi serta penolakan terhadap calon nasabah berlaku pula bagi pihak yang tidak memiliki 109 Wawancara dengan Bpk. Novans, Pimpinan Divisi APU-PPT, tanggal 1 April 2012 Universitas Sumatera Utara rekening di Bank Sumut walk in customer yang melakukan transaksi Rp. 100 juta ke atas atau dalam valuta asing yang nilainya setara perusahaan transaksi, sehingga wajib mengisi formulir P4MN juga. Sedangkan untuk jasa kiriman uang dalamluar negeri atau remittance, RTGS ke bank lain serta outgoing transfer ataupun Bank Sumut sebagai agen penjual produk lembaga keuangan lainnya, maka unit operasional harus tetap mempedomani ketentuan P4MN. 110 Transaksi yang paling sering dilakukan oleh WIC ini adalah transaksi yang berupa pencairan cek dimana kasus yang sering terjadi adalah si pembawa cek bukanlah nasabah PT. Bank Sumut, sehingga pegawai operasional kesulitan untuk mengetahui profil WIC. Oleh karena itu salah satu cara yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut adalah meminta fotocopy identitas diri WIC tersebut serta mengkonfirmasi kepada si pemberi cek akan identitas WIC. Melakukan verifikasi yang mendetail terhadap nasabah yang berbentuk korporasi yakni perusahaan-perusahan public, lembaga swadaya masyarakat LSM atupun yayasan. Verifikasi dilakukan dengan cara mencocokkan kesesuaian profil perusahaanLSMYayasan dengan identitas domisili perusahanLSMYayasan tersebut, ditambah lagi dengan dilakukannya wawacara mendalam kepada para pengurus perusahaanLSMyayasan mengenai tujuan pembukaan rekening. Di sisi lain pegawai oprasional harus meminta dokumen-dokumen yang penting 110 Ibid. Universitas Sumatera Utara guna pembukaan rekening tersebut, dan apabila muncul keraguan terhadap perusahaanLSM yayasan tersebut dapat meminta dokumen identitas yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang. 111 2 Enhanced Due Diligence yakni kegiatan identifikasi, verifikasi dan pemantauan yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut secara lebih mendalam untuk mengetahui secara lebih lengkap profil nasabahcalon nasabah yang bersangkutan. Yang mana hal ini dilakukan apabila : a Nasabah tersebut tergolong Nasabah yang berisiko tinggi atau PEP yakni 112 - Presiden danatau Kepala Negara : - Wakil Presiden - Pejabat tinggi pemerintahan: Menteri, Sekretaris Jenderal - Eksekutif Senior perusahaan negara: Direktur Badan Usaha Milik Negara BUMN - Pejabat eksekutif dan ketua partai politik - Pejabat Kejaksaan Agung dan pejabat Kejaksaan Tinggi - Pejabat Departemen Kehakiman - Pejabat Mahkamah Agung - Pejabat Pengadilan Tinggi dan Negeri - Pejabat Bank Indonesia - Pejabat Kepolisian dan ABRI - Pegawai negeri termasuk Lurah, Camat, Bupati - Perusahaan dan yayasan yang secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan institusi tersebut di atas, yang dijalankan oleh stafnya, pengacara berprofil tinggi, pebisnis dan wiraswasta - Pemilik danatau perusahaan yang terlibat dalam produksi danatau distribusi peralatan militer - Anggota keluarga pasangan, orang tua, saudara, anak, menantu, cucu dari kategori-kategori di atas, dan - Siapapun orang yang tidak termasuk di atas namun karena posisinya yang tinggi di masyarakat, pengaruhnya yang signifikan, status selebriti danatau kombinasi dari posisinya dapat menempatkan bank dalam posisi berisiko harus masuk dalam kategori berisiko tinggi. 111 Wawancara dengan Sdri. Riski Ramadonna Pane, Wakil Pemimpin KCP Pasar Halat, tanggal 02 Februari 2012. 112 Bank Sumut harus melakukan verifikasi yang lebih berat extensive duediligence terhadap calon nasabah yang berasal dari negara yang diklasifikasikan sebagai High Risk Countries atau negara yang belumtidak menerapkan PMN dan melakukan verifikasi yang lebih ketat extensive due diligence terhadap calon nasabah high Risk Business yaitu bidang usaha yang potensial digunakan sebagai sarana TPPU serta melakukan verifikasi yang lebih ketat extensive due diligence terhadap calon nasabah yang dianggap mempunyai risiko tinggi termasuk penyelenggara negara High Risk Customer. Universitas Sumatera Utara b Menggunakan produk perbankan yang berisiko tinggi untuk digunakan sebagai sarana pencucian uang atau pendanaan teroris. c Melakukan transaksi dengan negara berisiko tinggi. d Transaksi tidak sesuai dengan profil. 3. Setiap unit operasional diwajibkan untuk menyimpan catatan dan dokumen identitas nasabah sampai dengan 5 lima tahun sejak berakhirnya hubungan usaha dengan bank dan diwajibkan untuk menyimpan segala voucher transaksi keuangan yang dilakukan oleh tiap nasabah yang tujuannya adalah untuk pendokumentasian dan apabila diperlukan untuk penyidikan jika ternyata terjadi tindak pidana. 4. Berdasarkan Surat Edaran Direksi Nomor 049DIRDKEP-MRSE2007 tanggal 21 September 2007 tentang Pelaporan Internal Transaksi Keuangan Mencurigakan dan Transaksi Keuangan Tunai maka didalam Surat Edaran tersebut diwajibkan kepada setiap pegawai operasional untuk memberikan laporan tertulis mengenai ada atau tidaknya Transaksi Keuangan Mencurigakan dan Transaksi Keuangan Tunai setiap harinya. Kemudian laporan yang sudah diberikan oleh tiap Kantor Cabang Pembantu diteruskan ke bagian APU dan PPT yang ada di Kantor Pusat PT. Bank Sumut. Disini para pegawai APU dan PPT melakukan verifikasi ulang mengenai laporan yang telah diterima tadi apakah laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dan Transaksi Keuangan Tunai memanglah merupakan transaksi yang menunjukkan indikasi telah terjadinya pencucian uang, dengan berdasar kepada : Universitas Sumatera Utara Ad 1. Transaksi Keuangan Mencurigakan suspicious transactions Adapun yang dikategorikan sebagai transaksi keuangan mencurigakan adalah : a. transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang bersangkutan; b. transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan Undang-undang; c. transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana. Apabila laporan yang telah diberikan oleh tiap Kantor Cabang Pembantu mengenai Transaksi keuangan mencurigakan terbukti setelah melakukan verifikasi ulang sesuai dengan apa yang menjadi indikator dikatakan sebagai transaksi keuangan mencurigakan, maka disini pihak PT. Bank Sumut wajib segera melakukan pelaporan kepada pihak PPATK. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada PT. Bank Sumut telah dilakukan analisis terhadap seluruh Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang disampaikan oleh unit kerja operasional kepada UKK APU-PPT Kantor Pusat. Dengan rincian sebagai berikut : 113 113 Data berdasarkan laporan divisi APU dan PPT Kantor Pusat PT. Bank Sumut diambil tanggal 20 April 2012. Universitas Sumatera Utara Tabel 1 Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Tahun 2010-2012 No Tahun Pelaporan Bulan Pelaporan Total Pelaporan 1 2010 Januari 6 transaksi yang dilaporkan Februari 11 transaksi yang dilaporkan Maret 3 transaksi yang dilaporkan April 8 transaksi yang dilaporkan Mei 12 transaksi yang dilaporkan Juni 2 transaksi yang dilaporkan Juli 7 transaksi yang dilaporkan Agustus 19 transaksi yang dilaporkan September 8 transaksi yang dilaporkan Oktober Tidak ada transaksi yang dilaporkan Nopember 3 transaksi yang dilaporkan Desember 1 transaksi yang dilaporkan TOTAL 79 transaksi yang dilaporkan 2 2011 Januari 16 transaksi yang dilaporkan Februari 12 transaksi yang dilaporkan Maret 12 transaksi yang dilaporkan April 18 transaksi yang dilaporkan Mei 12 transaksi yang dilaporkan Juni 13 transaksi yang dilaporkan Juli 18 transaksi yang dilaporkan Agustus 12 transaksi yang dilaporkan September 13 transaksi yang dilaporkan Oktober 11 transaksi yang dilaporkan Nopember 14 transaksi yang dilaporkan Desember 15 transaksi yang dilaporkan TOTAL 166 transaksi yang dilaporkan 3 2012 Januari 3 transaksi yang dilaporkan Februari 7 transaksi yang dilaporkan Maret 4 transaksi yang dilaporkan April 2 transaksi yang dilaporkan Mei 1 transaksi yang dilaporkan TOTAL 17 transaksi yang dilaporkan Sumber : Hasil Pelaporan ke PPATK yang dilaporkan oleh Divisi Apu dan PPT Kantor Pusat PT. Bank Sumut dari tahun 2010-2012 Universitas Sumatera Utara Ad2. Transaksi Keuangan Tunai cash transaction Yang dimaksud dengan transaksi Keuangan Tunai adalah transaksi penarikanpenerimaan atau penyetoranpembayaran dengan menggunakan uang tunai uang kertas dan atau uang logam, dalam jumlah kumulatif Rp 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah atau lebih atau dalam mata uang asing yang nilainya setara, dilakukan dalam satu kali atau beberapa kali transaksi dalam satu hari kerja pada satu atau beberapa kantor dari satu PJK. 114 Tetapi tidaklah semua kegiatan transaksi yang dilakukan diatas Rp 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah atau lebih atau dalam mata uang asing yang nilainya setara dapat dijadikan sebagai Laporan Keuangan Tunai ada beberapa pengecualiannya antara lain : 115 114 Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor: 39KEP. PPATK2004 Tentang Transaksi Keuangan Tunai yang dikecualikan dari kewajiban pelaporan kepala pusat pelaporan dan analisi transaksi keuangan, Pasal 2. 115 Ibid, Pasal 3 a. transaksi antarbank; b. transaksi dengan Pemerintah; c. transaksi dengan Bank Sentral; d. pembayaran gaji, e. pembayaran pensiun; dan f. transaksi lainnya yang ditetapkan oleh Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau atas permintaan Penyedia Jasa Keuangan PJK yang disetujui oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK. Universitas Sumatera Utara Untuk laporan Transaksi Keuangan Tunai yang telah dilaporkan oleh unit kerja operasional kepada UKK APU-PPT Kantor Pusat selama tahun 2011 adalah sebagai berikut: Tabel 2 Pelaporan Transaksi Keuangan Tunai Tahun 2011-2012 NO Waktu Pelaporan Total Pelaporan 1 1 hari kerja sejak tanggal transaksi 5 laporan 2 2 hari kerja sejak tanggal transaksi 30 laporan 3 3 hari kerja sejak tanggal transaksi 49 laporan 4 4 hari kerja sejak tanggal transaksi 52 laporan 5 5 hari kerja sejak tanggal transaksi 62 laporan 6 6 hari kerja sejak tanggal transaksi 53 laporan 7 7 hari kerja sejak tanggal transaksi 62 laporan 8 8 hari kerja sejak tanggal transaksi 52 laporan 9 9 hari kerja sejak tanggal transaksi 38 laporan 10 10 hari kerja sejak tanggal transaksi 38 laporan 11 11 hari kerja sejak tanggal transaksi 35 laporan 12 12 hari kerja sejak tanggal transaksi 24 laporan 13 13 hari kerja sejak tanggal transaksi 12 laporan 14 14 hari kerja sejak tanggal transaksi 1 laporan TOTAL 513 laporan Sumber : Hasil Pelaporan ke PPATK yang dilaporkan oleh Divisi Apu dan PPT Kantor Pusat PT. Bank Sumut dari tahun 2011-2012 Dari data yang diatas maka dapat disimpulkan bahwa PT. Bank Sumut sangat berperan aktif dalam usaha mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang yang ditandai dengan adanya laporan setiap bulannya yang menyangkut tentang transaksi keuangan tunai dan transaksi keuangan mencurigakan yang dilaporkan kepada PPATK. Tetapi sampai saaat ini dari keseluruhan data yang disampaikan baik itu transaksi keuangan tunai dan transaksi keuangan mencurigakan tidak ada satupun transaksi keuangan tersebut yang dilakukan untuk pendanaan terorisme. 116 116 Wawancara dengan Bpk. Muchsin, Pegawai APU dan PPT PT. Bank Sumut, pada tanggal 20 Juni 2012. Universitas Sumatera Utara 5. Pihak PT Bank Sumut secara memberikan pelatihan kepada pejabat dan staf terkait apabila ada hal-hal baru yang muncul sehubungan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang dan terus berkoordinasi secara erat dengan PPATK untuk hal-hal yang terkait dengan sistem dan kebijakan untuk waspada;

C. Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pada PT. Bank Sumut

Di dalam Peraturan Direksi Nomor 002DirDKMR-CQAPBS2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerapan Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme di Lingkungan PT. Bank dijabarkan dengan jelas adanya dibentuk unit kerja yang menangani pelaksanaan Tindak Pidana Pencucian Uang. Adapun yang menjadi tugas kelompok APU meliputi: 117 1. Memastikan adanya pengembangan: a. Sistem identifikasi nasabah. b. Sistem informasi yang dapat mengidentifikasi, menganalisa, memantau dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah bank. 2. Melakukan koordinasi dan pemantauan terhadap pelaksanaan kebijakan P4MN oleh seluruh unit. 117 Bank Sumut, Buku Pedoman Kepatuhan: Anti Pencucian Uang dan Prinsip Mengenal Nasabah, PT. Bank Sumut. Universitas Sumatera Utara 3. Menerima dan melakukan analisa atas laporan transaksi keuangan mencurigakan yang disampaikan oleh Kantor Cabang Pembantu. 4. Menyusun laporan transaksi keuangan mencurigakan untuk disampaikan kepada PPATK. 5. Menerima, meneliti dan melaporkan transaksi keuangan tunai Rp. 500 juta atau lebih atau dalam valuta asing yang nilainya setara kepada PPATK. 6. Memantau, menganalisis dan merekomendasikan kepada kebutuhan training PM4N bagi para pejabat dan staff Bank Sumut. Pelaporan terhadap adanya Transaksi Keuangan Yang Mencurigakan maupun Transaksi Keuangan Tunai yang akan dilaporkan kepada PPATK harus mendapat izin dari Direksi PT. Bank Sumut dalam hal ini Direksi Kepatuhan. Apabila laporan baik itu Transaksi Keuangan Yang Mencurigakan maupun Transaksi Keuangan Tunai telah disampaikan kepada PPATK, maka sampai disinilah kinerja dari Penyedia Jasa Keuangan dalam hal ini PT. Bank Sumut. Tetapi apabila ternyata dari hasil laporan yang telah disampaikan tersebut setelah diverifikasi ulang oleh PPATK adalah memang benar transaksi tersebut adalah pencucian uang maka yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut dalam pemberantasannya adalah : 1. Memberikan segala informasi yang dibutuhkan oleh PPATK baik menyangkut tentang transaksi keuangan yang dilakukan oleh Nasabah dengan cara menunjukkan voucher-voucher transaksi keuangan penarikan, penyetoran, pentransferan maupun pemindahbukuan dana maupun mengenai profil Nasabah Universitas Sumatera Utara yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dikatakan bahwa “untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencucian uang , penyidik, penuntut umum atau hakim berwenang meminta Pihak Pelapor untuk memberikan keterangan secara tertulis mengenai Harta Kekayaan dari orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik, tersangka ataupun terdakwa. 2. Memastikan bahwa internal audit dan unit kerja bagian kepatuhan juga turut serta melakukan proses pemantauan terhadap pelaksanaan dan operasional system. Pemantauan yang dilakukan oleh Bank Sumut mencakup beberapa hal, yaitu: 118 - Pemantauan dokumen yang berkaitan dengan identitas nasabah termasuk perantara danatau kuasa pihak lain beneficial owner dalam jangka waktu 5 lima tahun. - Pengkinian up-dating data dalam hal terdapat perubahan terhadap dokumen, dengan mekanisme sebagai berikut: a. Melakukan pemeriksaan datadokumen nasabah secara menyeluruh, yakni dengan membandingkan datadokumen nasabah yang ada dengan yang harus ada sesuai dengan PMN. b. Apabila dari hasil pemeriksaan tersebut terdapat beberapa data nasabah yang belum lengkap atau dokumen yang telah jatuh tempo maka agar segera dimintakan kepada nasabah untuk dilengkapi atau diperbaharui. 118 Ibid, hal 3. Universitas Sumatera Utara c. Setelah data nasabah diyakini lengkap dan telah sesuai dengan ketentuan, data diinput ke dalam CIF kemudian dilaporkan ke Divisi Kepatuhan setiap bulan dengan menggunakan form check liat pemeriksaan Database Nasabah. d. Pemantauan yang dilakukan ada dua jenis, yaitu pemantauan rekening dan pemantauan transaksi. 119 Pemantauan rekening meliputi pemantauan terhadap mutasi rekening yang dilakukan secara periodik untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya mutasi yang tidak sesuai dengan profil nasabah, khususnya terhadap nasabah yang memiliki risiko tinggi diperlukan pemantauan yang lebih intensif. Hal ini dilakukan oleh unit yang mengelola nasabah, antara lain: Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, Kantor Kas maupun Kantor Cabang Pembantu Mikro. 120 3. PT. Bank sumut dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang juga berhak untuk melakukan pemblokiran dana dalam hal ini tabungan, deposito,giro, safe deposit box selama proses penyidikan mengenai Nasabah berlangsung. 4. PT. Bank Sumut juga berhak untuk melakukan penundaan transaksi keuangan nasabah yang diduga melakukan pencucian uang yang tentu saja ini berdasarkan perintah dari PPATK Pasal 65 UU No 8 Tahun 2010. 119 Ibid hal 4. 120 Ibid hal 5. Universitas Sumatera Utara 5. Apabila ternyata nasabah yang bersangkutan terbukti secara hukum melakukan pidana pencucian uang maka PT. Bank Sumut berhak untuk memberhentikannya sebagai Nasabah. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN PT BANK SUMUT DALAM MELAKUKAN

PENCEGAHAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

A. Hambatan Hukum 1. Hambatan Dari Sisi Materi Hukum

Soerjono Soekanto mengungkapkan bahwa penegakan hukum akan selalu dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum, faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan, faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. 121 Demikian juga halnya dengan penerapan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang terdapat beberapa hambatan yaitu dilihat dari substansi hukumnya, dari struktur hukum dan dari sisi budaya hukumnya. Substansi Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jika dibandingkan dengan dua undang-undang tindak pidana pencucian uang terdahulu yaitu Undang- Undang No. 15 Tahun 2002 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, maka terdapat beberapa perubahan. 121 Soerjono Soekanto, “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum”, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007, hal. 5-9 121 Universitas Sumatera Utara Pada undang-undang yang lama secara teoretis hukum doktrin merupakan lex spesialis systematic, yaitu undang-undang administratif bersifat regulatif yang diperkuat dengan sanksi pidana. Adapun dengan judul baru yaitu Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang UU PPTPPU, secara teoretis doktrin mencerminkan undang-undang pidana khusus lex specialis yang bersifat preventive measure dan repressive measures dalam satu paket. 122 Kemudian Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ini juga telah dengan sangat berani mendelegasikan wewenang publik bersifat projustitia kepada sektor privat, yaitu Lembaga Penyedia Jasa Keuangan LPJK, termasuk perbankan, yaitu melaksanakan “penundaan transaksi mencurigakan suspension of transaction” terhadap seseorang nasabah untuk paling lama 5 lima hari. Hal ini tentunya bukan merupakan hal yang mudah untuk dilaksanakan, mengingat begitu banyak kelengkapan yang harus dipenuhi agar undang-undang ini dapat dilaksanakan dengan maksimal. Konsekuensi perubahan judul undang-undang, maka menempatkan tindak pidana pencucian uang sebagai tindak pidana khusus yang memerlukan perhatian, sikap, dan tindakan khusus dengan tujuan menghilangkan sumber dan operasional pencucian uang di Indonesia. 123 122 Romli Atmasasmita, “Dilema UU Tindak Pidana Pencucian Uang”, http:suar.okezone.comread2010111158392175dilema-uu-tindak-pencucian -uang, diakses tanggal 29 Maret 2012. 123 Ibid Ketentuan ini diatur dalam Pasal 26 ayat 1 Undang-Undang Universitas Sumatera Utara No. 8 Tahun 2010 yaitu disebutkan: penyedia jasa keuangan dapat melakukan penundaan transaksi paling lama 5 lima hari kerja terhitung sejak penundaan transaksi dilakukan. Tentunya hal ini bukanlah hal yang mudah untuk dilaksanakan, mengingat bahwa nasabah adalah orientasi bisnis perbankan. Untuk melaksanakan wewenang ini maka dibutuhkan pedoman pelaksanaan penundaan, sehingga tidak menimbulkan resiko yang merugikan pihak lembaga Penyedia Jasa Keuangan demikian juga tidak merugikan nasabah. Selain penundaan transaksi oleh penyedia jasa keuangan, Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan tindak Pidana Pencucian Uang juga memberikan wewenang kepada PPATK untuk melakukan tindakan penghentian sementara transaksi. Ketentuan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tidak jelas membedakan indikasi perbuatan yang dapat dikenai tindakan penundaan transaksi, penghentian sementara, dan pemblokiran transaksi, undang-undang hanya mengatur siapa yang berwenang dan berapa lama waktunya, sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip due process of law 124 dan transparansi serta akuntabilitas tidak diatur secara terperinci sehingga tidak ada due diligence of power 125 terhadap kinerja lembaga terkait indikasi pencucian uang. 126 124 Due Process of Law bahwa setiap tersangka berhak diselidiki dan disidik berdasarkan alasan yang sesuai dengan hukum acara. 125 Due Diligence of Power adalah sesuai dengan ketentuan yang telah ada maka kekuasaan yang dipakai sesuai dengan ktentuan undang-undang yang berlaku 126 Ibid Universitas Sumatera Utara Mengenai profesi tertentu seperti lawyer, notaris, akuntan independent, mengenai bidang profesi ini Rancangan Undang Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang memasukkannya sebagai pihak pelapor, dengan pemikiran bahwa bidang profesi ini dapat membantu upaya penegakan hukum dan dapat berperan sebagai “palang pintu” gatekeeper karena sesuai dengan sifat pekerjaannya dimaksud dapat mendeteksi kemungkinan terjadinya pencucian uang melalui penggunaan perjanjian-perjanjian legal, seperti trust dan corporate vehicles. 127

2. Hambatan Dari Sisi Struktur Hukum

Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Terhadap Upaya PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan PBI Nomor 11/28/PBI/2009

0 68 159

Analisis Yuridis Tentang Penentuan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) Dalam UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

2 66 142

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Perpajakan Melalui Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

1 69 151

Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Dilakukan Oleh Korporasi Menurut UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

2 82 117

Pembuktian Terbalik Dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang

3 71 102

Tindak Pidana Pencucian Uang Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Jo. Undang-Undang Nomor 25...

0 19 3

Formulasi Kewajiban Pelaporan Terhadap Gatekeeper sebagai Pihak Pelapor dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

0 10 101

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Terhadap Upaya PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan PBI Nomor 11/28/PBI/2009

0 2 29

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG - Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Dilakukan Oleh Korporasi Menurut UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Dilakukan Oleh Korporasi Menurut UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

0 0 15