mengulang membaca surat dari pamannya. Sampai akhirnya ia membuat keputusan untuk bersekolah di Jawa Timur. Ia menyadari bahwa sekolah tersebut masih sekolah
agama tetapi bedanya ia akan merantau jauh dan tidak bersekolah di madrasayah dikampung halamannya.
“Aku merenung sejenak membaca surat ini. Aku ulang-ulang membaca usul ini dengan suara berbisik. Usul ini sama saja dengan masuk sekolah agama
juga. Bedanya, merantau jauh ke Jawa dan mempelajari bahasa dunia cukup menarik hatiku. Aku berpikir-pikir, kalau akhirnya aku tetap harus masuk
sekolah agama, aku tidak mau madrasyah di Sumatera Barat. Sekalian saja masuk pondok di Jawa yang jauh dari keluarga. Ya betul, Pondok Madani bisa
jadi jalan keluar ketidakjelasan ini.” NLM, 2009:12
Kutipan diatas sangat jelas menunjukkan, ada faktor yang bisa diterima oleh akal untuk mengatasi rasa kekecewaan yang dialami oleh Alif Fikri. Alif yang
ditentang oleh ibunya untuk masuk ke SMU dan tetap di madrasyah, akhirnya mengambil keputusan untuk tetap bersekolah di bidang agama tetapi jauh di Jawa.
Rasionalisasi tujuan pertama adalah Alif berhasil mengurangi kekecewaan ketika ia gagal memasuki SMU karena ditentang oleh Ibunya dan yang kedua Alif berhasil
mengatasi kekecewaanya dengan bersekolah tetap dibidang agama tetapi ia tertarik karena jauh merantau di pulau Jawa.
5.7.5 Agresi
Alif Fikri dan Randai adalah teman dari kecil. Kompetisi satu sama lain itulah yang mereka lakukan sejak mereka duduk dari bangku Sekolah Dasar. Setelah
kelulusan Madrasyah, Randai berhasil lulus di SMU sementara Alif Fikri ke Pondok pesantren. Seiring berjalannya waktu akhirnya, nasib baik selalu berpihak ke Randai,
Universitas Sumatera Utara
ia berhasil memasuki Universitas terbaik yaitu Tekhnik Mesin ITB sementara itu Alif yang harus mengikuti ujian persamaan untuk memasuki perguruan tinggi.
Randai yang memandang sepele kearah Alif dan melontarkan pernyataan yang membuat Alif frustasi yaitu tentang keraguan Randai kalau Alif bisa lulus dalam
ujian persamaan ujian tersebut. Mendengar hal tersebut Alif benar-benar marah dan patah semangat.
“hmm, kuliah di mana setelah pesantren? Emangnya wa’ang bisa kuliah ilmu umum? Kan tidak ada ijazah SMA? Bagaimana akan bisa ikut UMPTN?”
pertanyaan Randai berentetan dan berbunyi sengau. Seperti merendahkan. Rasanya telak menusuk harga diriku. Darahku pelan-pelan terasa naik ke
ubun-ubun.” “jangan banyak tanya” teriakku.”Lihat saja nanti. Kita akan sama-sama
buktikan” kataku dengan nada tinggi. Randai mundur beberapa langkah dengan wajah terkesiap, tapi lalu dia tersenyum. Entah kenapa aku menjadi
mudah tersinggung. Aku buru-buru mengemasi joran dan berlalu pergi meninggalkan Randai tanpa sepatah kata pun.” RTW, 2011:4
Kutipan di atas menginterpretasikan agresi langsung yang diungkapkan Alif Fikri kepada objek yang merupakan sumber frustasi yaitu Randai dengan berteriak
menggunakan intonasi suara yang tinggi kearah Randai ketimbang menggunakan body contact untuk meluapkan kemarahan serta frustasi dari objek tersebut.
Demikian hasil analisis novel NLM dan RTW berdasarkan teori psikoanalisis Frued. Hasil dari analisis ini hanya memfokuskan pada tokoh utama yaitu Alif Fikri.
Bagaimana ia menggunakan dinamika kepribadian yaitu alam bawah sadar, mimpi, pemakaian id, ego, dan superego, insting hidupmati, dan kecemasan. Serta analisis
ini juga memapaparkan bagaimana ia mencari solusi untuk konflik batinnya dengan cara pengembangan kepribadian yaitu, identifikasi, pemindahan, represi,
rasionalisasi, dan regresi.
Universitas Sumatera Utara
Dari analisis diatas terlihat sangat jelas sekali, secara manusiawi seperti tokoh yang tergambar di novel NLM dan RTW bahwasannya setiap manusia memiliki
konflik-konflik batin, frustasi, dilemma, penggunaan alam bawah sadar dan mimpi- mimpi yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari. Inilah yang disebut sebagai
dinamika kepribadian seseorang dari segi psikologinya. Tanpa disadari hanya orang tersebut jugalah yang mampu mencari solusi dari setiap masalah, dan konflik batin
dengan mengunakan pengembangan kepribadian yaitu mengidentifikasi masalh, memidahkan masalah, menekan masalah dan merasionalkan masalah. Dengan begitu
setiap masalah yang berkaitan dengan kepribadian akan teratasi. Selama ini kita sebagai manusia tidak terlepas dari masalah kepribadian
seperti tokoh Alif Fikri dan tanpa kita sadari juga lah bahwasannya kita menemukan jalan keluar dari setiap masalah yang kita hadapi dengan pengembangan kepribadian.
Dari analisa diatas telah dipaparkan bagaimana cara kita untuk keluar dari masalah yang menyangkut tentang psikologi seperti yang dilakukan oleh tokoh Alif Fikri.
Jangan pernah untuk menyerah dengan semua masalah kehidupan, seperti yang dikatakan didalam novel tersebut man shabara zhafira siapa yang bersabar akan
beruntung. Dan jangan takut untuk bermimpi, letakkan mimpi-mimpi kamu setinggi langit yang membentang, dan ucapkan kata-kata man jadda wajada siapa yang
bersungguh-sungguh akan berhasil. Dan jadilah pribadi yang tangguh, hadapi masalah bukan sebaliknya, bermimpilah karena mimpi itu akan menyetir kearah
tujuan akhir mimpimu.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN