Kepribadian Alif Fikri ditinjau dari alam bawah sadar

BAB V ANALISIS ASPEK DAN PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN TOKOH

UTAMA NOVEL NEGERI LIMA MENARA DAN RANAH TIGA WARNA Dalam bab ini sasaran utama analisis adalah tokoh utama novel NLM dan RTW, yakni Alif Fikri, tidak menutup kemungkinan analisis terhadap tokoh-tokoh penting lainnya, yaitu, Sahibul Menara, Bang Togar, Raisya, dan Randai. Analisis difokuskan pada aspek-aspek kejiwaan tokoh utama, yakni alam bawah sadar, mimpi, pemakaian energy id, ego dan superego, dan dinamika kepribadian sang tokoh serta pengembangan kepribadian.

5.1 Kepribadian Alif Fikri ditinjau dari alam bawah sadar

Randai adalah teman sekelas Alif Fikri sejak mereka sama-sama bersekolah di madrasah tsanawiyah. Mereka selalu bersaing ketat untuk memperebutkan ranking pertama. Masing-masing mereka mempunyai keunggulan dalam mata pelajaran, Randai pintar matematika dan ilmu alam sementara Alif mempunyai kemampuan dalam segi menulis dan Bahasa Inggris. Walaupun mereka selalu bersaing ketat tetapi mereka bersahabat dekat. Sahabat Pena yang menjadi hobi mereka tetap mereka tekuni, dan mereka saling menceritakan kegiatan satu dan yang lainnya, karena sekarang mereka sudah terpisah jauh, Alif di Jawa Timur dan Randai di Bukittinggi. Selepas lulus dari MTsN, mereka telah sepakat akan melanjutkan sekolah ke SMA karena menurut mereka ilmu dasar agama sudah cukup sebagai dasar untuk memasuki kancah ilmu pengetahuan umum. Beruntungnya Randai, orang tuanya sama sekali tidak keberatan. Universitas Sumatera Utara Randai telah punya fakta baru dengan orang tuanya untuk boleh keluar jalur setelah madrasah, sayangnya bagi Alif tidak punya fakta ini karena orang tua Alif tidak mengijinkannya melanjutkan ke SMA. Ia terpaksa merantau ke pelosok Jawa Timur untuk menjadi murid di sebuah pondok yang didirikan untuk mendalami agama. Betapa Alif Fikri tidak pernah melupakan apa yang menjadi dasar keinginannya setelah ia lulus dari MTsN. Walaupun sekarang ia sudah menjadi siswa di Pondok, kepribadian Alif Fikri segi alam bawah sadar dapat dilihat dari kutipan berikut. “Aku baca suratnya sekali lagi. Senang mendapat surat dari kawan lama dan melihat kebahagiannya masuk sekolah baru. Tapi aku juga iri dan bercampur sedih. Rencana masuk SMA-nya juga rencanaku dulu. Ketika Randai senang dengan maprasnya, aku malah kalut dijewer dan menjadi jasus. Dia bebas di luar jam sekolah, aku di sini didikte oleh bunyi lonceng.” NLM, 2009:102-103 Dari kutipan di atas terlihat jelas, walaupun Alif Fikri sekarang sudah menjadi siswa di sebuah pondok namun jauh di alam bawah sadarnya masih menginkan menjadi siswa SMA seperti sahabatnya Randai. Keinginan-keinginan yang tidak bisa dicapainya terendap di alam bawah sadar Alif yang akan terus diingatnya. Setelah Alif Fikri kembali ke kampung halamannya di Maninjau, ia pergi memancing bersama Randai yang sedang menikmati liburan panjang dari ITB, Setelah hampir empat tahun menyelesaikan kegiatan belajar di Ponorogo akhirnya Alif bisa menikmati suasana kampungnya kembali. Randai mengingatkan kembali hal-hal yang ingin dilupakan oleh Alif yaitu ingin menjadi seperti Habibie. Mendengar hal tersebut Alif terdiam sesaat dan membayangkan hal-hal yang ia tak pernah bisa lupakan. Universitas Sumatera Utara “Aku merasakan pangkal gerahamku beradu kuat. Ujung joran aku genggam erat-erat. Tiba-tiba aku patah semangat untuk memancing hari ini. Mataku memandang jauh keawan-awan yang menggantung rendah di pinggang bukit yang melingkari danau. Pikiranku melayang kembali ketika aku dan teman- temanku di PM dulu suka melihat awan dan punya impian tinggi.” RTW, 2011:3 Alif sangat menyukai menulis, ia sudah menulis sejak umur 12 tahun. Jadi tidak heran selain Sahibul Menara, kawan karibnya adalah diari-diari yang telah ditulisnya. Selama satu tahun, Alif bisa menamatkan satu sampai dua buku diari. Awal Alif menyukai karya tulis karena ia melihat Amaknya yang rajin menulis semua kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Mulai dari catatan penting kehidupam, batas pelajaran, catatan pengeluaran penting, dan catatan belanja di pakan. Entah kenapa kemudia Alif pun tertarik unutk menuliskan macam-macam hal dalam sebuha buku yang bisa di isi setiap hari. Lalu ia mencoba membuat diari dengan sebuah buku tulis isi 100 halaman. PM kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya kepada Alif dimensi lain dari menulis. Menulis bukan hanya di diari dan buat diri sendiri, menulis juga buat oprang lain dan ada medianya. Hal tersebutlah yang menarik Alif yaitu dunia penulis dan wartawan. Samapai akhirnya, Alif bergabung dengan majalah kampusnya dan mengikuti pelatihan wartawannya. Sampai akhirnya Alif di percaya untuk menjadi redaktur Syam, yaitu majalah dwi bulanan kampus PM. “Aku ingat suatu hari ketika masih sekolah di Maninjau. Setelah pulang sekolah sore hari, aku dengan tidak sabar mengambil diari dan menuliskan sebuah pengalaman penting hari ini: ada mrid baru perempuan disekolahku, dia pindahan dari Padang, sebuah kota besar menurut ukuranku anak kampung. Tapi diariku penuh, bahkan sampai ke balik halaman belakang. Sedangkan waktu itu sudah mulai gelap dan hujan lebat. Tanpa berpikir panjang, aku keluar rumah menembus hujan dan naik angkutan antar desa Universitas Sumatera Utara malam-malam hanya untuk membeli diari baru di desa sebelah yang punya toko alat sekolah. Aku ketagihan menulis diari.” NLM, 2009:324-325 Dari kutipan diatas, dapat terlihat penggunaan alam bawah sadar yang tanpa disadari oleh Alif masa lalunya terulang kembali ketika ia mengingat suatu peristiwa di mana ia begitu sangat antusias untuk menulis kan tentang seorang wanita yang baru pindah kesekolahnya pada saat itu. Hal yang tanpa ada paksaan dari Alif untuk mengingat hal-hal yang sudah ia jalani, karena alam bawah sadar keluar begitu saja dari ingatan tanpa paksaan.

5.2 Kepribadian Alif Fikri dilihat dari Teori Mimpi