malam-malam hanya untuk membeli diari baru di desa sebelah yang punya toko alat sekolah. Aku ketagihan menulis diari.” NLM, 2009:324-325
Dari kutipan diatas, dapat terlihat penggunaan alam bawah sadar yang tanpa disadari oleh Alif masa lalunya terulang kembali ketika ia mengingat suatu peristiwa
di mana ia begitu sangat antusias untuk menulis kan tentang seorang wanita yang baru pindah kesekolahnya pada saat itu. Hal yang tanpa ada paksaan dari Alif untuk
mengingat hal-hal yang sudah ia jalani, karena alam bawah sadar keluar begitu saja dari ingatan tanpa paksaan.
5.2 Kepribadian Alif Fikri dilihat dari Teori Mimpi
Kamar Alif yang seperti tumpukan gunung es, tumpukan tersebut adalah buku-buku pelajaran SMA yang ia pinjam dari salah seorang temannya untuk
persiapan ujian UMPTN, semua tumpukan buku itu harus ditelan Alif dalam waktu yang lumayan singkat. Alif sangat marah dalam hatinya sekaligus tidak berdaya
dengan ucapan Randai yang menyepelekan kalau ia akan lulus dalam ujian tersebut. Alif dan Ayahnya sedang menonton pertandingan bola antara Belanda
melawan Denmark, seperti yang Ayahnya katakana kalau Denmark adalah sebuah team yang tidak diperhitungkan akan memenangkan pertandingan bola ini. Dalam
diamnya Alif merasa kalau ia adalah salah seorang dari tim Denmark tersebut yang diremehkan oleh banyak orang untuk lulus UMPTN.
Ketika tim Denmark memenangkan pertandingan, semangat Alif membara, siapa sangka tim underdog akhirnya memenangkan pertandingan tersebut.
“Pagi-pagi aku lihat selimut dan sepraiku di sekelilingku kusut masai. Guling dan bantal sudah terbang ke lantai. Aku ingat semalam bermimpi jadi pemain
Universitas Sumatera Utara
Denmark dan menyepak-nyepak selama tidur. Pagi-pagi yang dingin itu aku mendapat semangat baru, aku punya tekad baru, aku punya doa baru. Aku
akan menjadi seperti Denmark dalam menghadapi UMPTN. Aku bisa menjadi dinamit seperti Denmark. Akan aku ledakkan sebuah prestasi. Akan aku
bungkam semua keraguan. Man jadda wajada.” RTW, 2011:25
“Man shabara zhafira. Siapa yang bersabar akan beruntung. Jangan risaukan penderitaan hari ini, jalani saja dan lihatlah apa yang akan terjadi di depan. Karena
yang kita tuju bukan sekarang, tapi ada yang lebih besar dari prinsipil, yaitu menjadi manusia yang telah menemukan misinya dalam hidup,” Alif dan temen-teman nya
begitu terhanyut dan semangat berapi-api mendengar pidato dari salah satu ustadz pondok yang memberikan pelajaran pada malam hari.
Alif yang pernah merasakan menjadi jasus, keluar masuk mahkamah karena selalu tertangkap dengan ketidak disiplinan, surat-surat Randai yang selalu
mengganjal di hatinya seperti sebuah batu yang sulit dikeluarkan dari perasaannya. Mimpi-mimpi Alif yang ingin memasuki SMA idaman dan keinginan yang besar
ingin menjadi seorang insinyur seperti Habibie, dan bisa membuat sesuatu untuk kampung halamannya. Malam ini, setelah Alif mendengerkan cerita yang memotivasi
dirinya, ia membulatkan tekadnya untuk menggapai segala keinginan serta mimpi- mimpinya. Dan Alif melihat dirinya yang pergi ke benua Amerika serta berhasil
masuk ke perguruan tinggi pilihannya melalui mimpinya. “Menjelang tidur, aku menulis sebuah tekad di dalam diariku. Apa pun yang
terjadi, jangankan sebuah surat dari Randai, serbuan Tyson, bahkan langit yang runtuh , tidak akan aku ijinkan menggoyahkan tekad dan cita-citaku.
Aku ingin menemukan misi hidupku yang telah disediakan Tuhan dan aku melihat Amerika itu seperti nyata di dalam mimpiku.” NLM, 2009:108
Universitas Sumatera Utara
Dari kedua kutipan diatas, mimpi seperti tulisan yang merupakan sistem tanda yang menunjuk pada sesuatu yang berbeda, yaitu melalui tanda-tanda itu sendiri.
Pemahaman terhadap eksistensi dari sebuah mimpi harus dilakukan melalui interpretasi. Seperti yang terjadi pada tokoh Alif yang bermimpi menyepak-nyepak
bola didalam tidurnya. Dengan Alif yang mengalami konflik dan ketegangan dalam menghadapi ujian UMPTN nya. Demikian hebatnya derita karena konflik dan
ketegangan yang dialami Alif sehingga sulit diredakan melalui alam sadar, maka kondisi tersebut akan muncul dalam alam mimpi tak sadar.
Sesampainya Alif di Canada, ia mendapatkan orang tua angkat selama tinggal di negara tersebut. Alif yang terkesima dengan pemandangan yang disajikan oleh
negara tersebut seperti pohon-pohon maple yang sedang merekah merah dan kuning melingkupi setiap jalan yang ia telusuri. Tepat di belakang rumah orang tua angkat
Alif terbentang sungai yang berair biru yang menyejukkan mata. Di antara sungai dan rumah, terhampar sebuha lapangan rumput yang terawat dan berbukit-bukit. Dan Alif
sangat menikmati pemandangan yang indah serta mendapatkan kelurga yang hangat. “Suara dari corong di puncak surau itu makin besar dan makin mendekat
biduk kami. Suara itu seperti menelan air dan biduk kami. Dalam sekejap Ayah, Amak, dan kedua adikku menghilang ditelannya. Begitu juga biduk dan
danau tiba-tiba menghilang dari pandangan mataku. Yang aku lihat hanyalah langit-langit putih yang miring, mengikut bentuk atap. Disebelahku jam weker
masih bordering-dering. Dengan malas aku megeluarkan tangan dari balik selimut untuk mematikan weker itu. Jam 5 pagi. Bukan azan yang
membangunkanku, tapi weker.” RTW, 2011:305
Dari kutipan diatas terlihat mimpi-mimpi yang hadir adalah gambar-gambar yang sering dillihat, diingat dan muncul ke dalam pikiran-pikirannya. Alif yang
melihat keindahan alam yang ada di Canada membuatnya teringat akan keindahan
Universitas Sumatera Utara
alam yang ada di Maninjau serta keluarganya yang berada di sana, sampai akhirnya terbawa ke dalam mimpinya.
5.3 Kepribadian Alif Fikri ditinjau dari pemakaian energy Id, Ego dan Superego