4.2.3 Penokohan
Penokohan dalam suatu cerita berkaitan dengan para pelaku beserta perwatakannya. Penokohan dalam novel Negri 5 Menara dapat dideskripsikan
sebagai berikut.
Tabel 4.3 Deskripsi Data Berkaitan dengan Penokohan
No. Tokoh
Data Sikap
1 2
3 4
1. Alif Fikri
a.“Tiga tahun aku ikut perintah Amak belajar di Madrasah tsanawiyah, sekarang waktunya akan
menjadi seperti orang umumnya, masuk jalur non agama-SMA.” NLM, 2009:5
“Amak, kalau memang harus sekolah agama, ambo ingin pondok saja di Jawa. Tidak mau di
Bukittinggi atau Padang.” NLM, 2009:12
b.“Tapi Amak, ambo tidak berbakat dengan ilmu agama. Ambo ingin menjadi insinyur dan ahli
ekonomi,” tangkisku sengit. “ Menjadi pemimpin agama lebih mulia
daripada jadi insinyur, Nak.” “Tapi aku tidak mau.” NLM, 2009:9
c. “Ya Allah, hamba dating mengadu kepadaMu dengan hati rusuh dan berharap.” NLM,
2009:197 “Ya Allah telah aku sempurnakan semua usaha
dan doaku kepadaMu. Sekarang semuanya aku serahkan kepadaMu. Aku tawakal dan ikhlas.”
NLM, 2009:199
d. “Setiap membaca suratnya, aku hamper selalu merasa iri mendengar dia mendapatkan semua
yang dia mau.” NLM, 2009:205 e. “Tuhan, mungkinkah aku bias menjejakan kaki
di benua hebat itu kelak?” NLM, 2009:208 f. “Akhirnya pertanyaan itu meledak juga keluar:
a.Berbakti pada orang tua
b.Membantah
c.Pasrah
d.Iri
e.Penghayal
Universitas Sumatera Utara
bagaimana kalau aku keluar dari PM, sekarang juga? Agar aku bias mengejar mimpi seperti
Randai.” NLM, 2009:313
f.Gelisah
2. Said
a.”Ya akhi, ngopi dulu supaya tidak ngantuk.” NLM, 2009:198
b.”Kita langsung ke Surabaya.” NLM, 2009:343 a.Bersahabat
b. Tanggap
3. Atang
a.”Said, ingat, jangan kita jadi jasus dua kali dalam dua bulan.” NLM, 2009:129
b.”Aku punya ide. Jadi kawan-kawan, aku ingin kita membuat teater yang panggungnya tidak
terbatas di panggung depan, tapi panggungnya juga adalah tempat duduk penonton.” NLM,
2009:340 a.Patuh Aturan
b. Kreatif
4. Raja Lubis
a.”Dari sepuluh orang bersaudara, aku sendirilah yang diberi amanat Ibu dan Bapak untuk belajar
agama.” NLM, 2009:44 b.”Jangan. kita coba dulu. Aku saja yang maju
duluan.” NLM, 2009:124 a.Berbakti pada
orang tua b.Pemberani
5. Baso
a.”Baso adalah anak paling rajin di antara kami dan paling bersegera kalau disuruh ke masjid.
Sejak mendeklarasikan niat untuk menghapal lebih dari enam ribu ayat Al Quran di luar
kepala, dia disiplin menyediakan waktu untuk membaca buku favoritnya: Al Quran butut yang
dibawa dari kampong sendiri. Dia memberi usul.” NLM, 2009:92
b.”Hanya hapalan . . . hanya hapalan Quran inilah yang bias aku berikan untuk membalas
kebaikan mereka.” NLM, 2009:362 a.Rajin disiplin
b.Berbakti pada orang tua
Universitas Sumatera Utara
6. Dulmajid
a.”Kawanku yang lain adalah Dulmajid dari Madura… di kemudian hari, aku menyadari dia
orang yang paling jujur, paling keras, tapi juga paling setia kawan yang aku kenal.” NLM,
2009:46
“Siapa bilang kita tidak bias menonton?” “Lalu usulmu apa?” kata Atang
“Kita dekati siapa yang berkuasa di sini.” NLM, 2009:179
b.”Ingat kawan, motto kita: man jadda wajada. Ditambah doa dari kalian dan prasangka baik
kepada Tuhan, apa pun bias terjadi.” NLM, 2009:138
a.Jujur, keras, setia kawan
b.Optimis
7. Randai
a.”Aden duduk di sebelah atas ya. Dan seperti biasa, aden pasti menang” teriak Randai
pongah, sambil memanjat ke puncak batu hitam yang kami duduki.” RTW, 2011:1
b.”Atau begini saja. Bagaimana kalau gabung saja dengan aku di sini, kita bias patungan bayar
berdua kamar ini.” RTW, 2011:62 a.Kompetitif
b.Setia kawan
8. Togar
a.”Coba kau duduk di sini. Kita lihat apa kecepatan kau ada kualitasnya,” katanya dingin.
RTW, 2011:73 “Tidak berkualitas. Nih, ambil lagi semua, dan
pelajarin kesalahan kau”. RTW, 2011:75
b.”Mau pintar kok pakai tawar-tawar. Tulisan kau. Kalau serius, dating bawa satu tulisan besok.
Kalau tidak bias, tidak usah sekalian. Titik.” RTW, 2011:68
c.”Ini tulisan sampah semua. Apa nggak bias bikin yang lebih bagus? Tulisan ilmiah tidak
mendayuh-dayu. Bagian awal harus memiliki pengantar yang kuat, lalu logika, terakhir
ditutup dengan kesimpulan yang kuat.” RTW, 2011:75
a.Sombong b.Tegas
c.Perfeksionis
Setelah dilihat dari indikator berikut ini akan dibahas untuk penokohannya
Universitas Sumatera Utara
4.2.3.1 Alif Fikri Tokoh utama dalam cerita ini adalah Alif Fikri. Alif Fikri adalah seorang
tokoh yang berusaha untuk patuh pada orang tua. Ia berusaha untuk mengikuti keinginan kedua orang tuanya. Dengan tekad itu, ia mengikuti keinginan kedua orang
tuanya untuk masuk madrasah tsanawiyah, sekolah lanjutan agama setrata SMP. Hal ini terlihat dari jalan pikiran toko Aku.
“Tiga tahun aku ikuti perintah Amak belajar di madrasah tsanawiyah, sekarang waktunya aku menjadi seperti orang umunya, masuk jalur non agama-SMA.”
NLM, 2009:5
Ia memiliki cita-cita yang tinggi ingin sepeti Habibie tapi ibunya menginginkan dia seperti Buya Hamka, seorang ulama besar dari Sumatra Barat.
Perbedaaan pandangan inilah yang sempat menimbulkan perdebatan antara Alif dan ibunya. Sikap Alif ini terlihat dari dialog antara dirinya dengan Amak.,
“Tapi Amak, ambo tidak berbakat dengan ilmu agama. Ambo ingin menjadi insinyur dan ahli ekonomi,” tangkisku sengit.
“Menjadi pimpinan agama lebih lebih mulia dari pada jadi insinyur, Nak.” “Tapi aku tidak ingin…” NLM, 2009:10
4.2.3.2 Tokoh Lain
Tokoh lain dalam cerita ini adalah Said, Raja, Atang, Baso dan Dulmajid. Mereka terkenal dengan sebutan Sahibul Menara bersama tokoh Aku. Mereka
memiliki cita-cita yang tinggi seperti tokoh Aku. Mereka sering memimpikan cita- cita mereka di bawah menara masjid.
Penggambaran watak kelima tokoh tersebut banyak diungkapkan melalaui tuturan langsung pengarang. Perhatikan bagaimana pengarang menggambarkan watak
tokoh Baso dan Dulmajid berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
“Kawanku yang lain adalah Dulmajid dari Madura… di kemudian hari, aku menyadari dia orang yang paling jujur, paling keras, tapi juga paling setia
kawan yang aku kenal.” NLM, 2009:46 “Baso adalah anak paling rajin di antara kami dan paling bersegera kalau
disuruh ke masjid. Sejak mendeklarasikan niat untuk menghapal lebih dari enam ribu ayat Al Quran di luar kepala, dia begitu disiplin menyediakan
waktu untuk membaca buku favoritnya: Al Quran butut yang dibawa dari kampung sendiri. Dia memberi usul.” NLM, 2009:92
Watak Amak terlihat dari pembicaraan dia dengan kepala sekolah dan guru- gurunmenyikapi ide untuk membantu siswa dalam menghadapi ujian nasional. Amak
dengan tegas menolaknya. Hal itu terlihat dari dialog berikut ini. “Ambo tidak mau ikut bersengkokol dalam ketidak jujuran ini.”
NLM, 2009:139
4.2.4 LatarSetting Latar setting berkaitan dengan tempat, waktu, dan situasi social suatu cerita.
Latar dalam novel NLM dan RTW dapat dideskripsikan sebagai berikut.
Tabel 4.4 Deskripsi Data Berkaitan dengan LatarSetting
Indikator Data
1 2
1.Latar tempat a.”Kantorku berada di Independence Avenue, jalan yang selalu
riuh dengan pejalan kaki dan lalu lintas mobil. Diapit dua tempat tujuan wisata terkenal di ibu kota Amaerika Serikat,
The Capitol and The Mall, tempat berpusatnya aneka museum Smithsonian yang tidak bakal habis dijalani sebulan. Posisi
kantorku hanya sepelemparan batu dari Capitol, beberapa belas menit naik mobil ke kantor George Bush diGedung Putih,
kantor Colin Powell di Department of State, markas FBI, dan Pentagon. Lokasi impian banyak wartawan.” NLM, 2009:2
b.”Aku tegak di panggung Aula Madrasah negeri setingkat SMP. Sambil mengguncang –guncang telapak tanganku, Pak
Sikumbang, Kepala Sekolahku member selamat karena nilai ujianku termasuk sepuluh yang tertinggi di Kabupaten Agam.
NLM, 2009:5
Universitas Sumatera Utara
2. Latar Waktu c.”Kamarku kini seperti took barang bekas. Buku dan catatan
using berceceran disana-sini. Pelan-pelan, aku tumpuk semua buku di lantai berdasarkan kelas. Hasilnya, satu bukit buku
untuk pelajaran kelas satu, satu bukit kelas dua, dan satu bukit kelas tiga. Tiga bukit buku Aku meneguk ludah. Aku baru
sadar ketiga bukit inilah yang akan aku daki kalau ingin menaklukan ujian persamaan ujian SMA dan UMPTN.”
RTW, 2011:9 d.”Sambil mengerjap-ngerjapkan mata aku memperhatikan
satu-satu isi kamar Randai. Di kamarnya yang lapang ada meja belajar, rak buku, dan peralatan alat music seperti gendang dan
talempong serta baju silat Minang yang digantung di balik pintu. Walau di rantau, kecintaan Randai pada seni Minang
tetap tidak berubah. Aku bangkit menuju kamar mandi mengambil wudu. Air PAM di sini dinginnya terasa menjalar
sampai ulu hati. Lebih dingin dari air danau di kampungku.” RTW, 2011: 50
e.”Dibawah bayangan menara ini kami lewatkan waktu untuk bercerita tentang impian-impian kami, membahas pelajaran
tadi siang, ditemani kacang sukro. Bagaikan menara, cita-cita kami tinggi menjulang. Kami ingin sampai ke puncak-puncak
mimpi mimpi kelak.” “Saking seringnya kami berkumpul di kaki menara, kawan-
kawan lain menggelari kami dengan Sahibul Menara, orang yang punya menara.” NLM, 2009:94
f.”Bunyi gemeretak terdengar setiap sepatuku melintas onggokan salju tipis yang menutupi permukaan trotoar. Tidak
lama kemudian aku sampai di Trafalgar Square, sebuah lapangan beton yang amat luas. Dua air mancur besar
memancarkan air tinggi ke udara dan mengirim tempias dinginnya ke wajahku. Square ini dikelilingi museum berpilar
tinggi, gedung opera, dan kantor-kantor berdinding kelabu, tepat di tengah-tengah kesibukan London.” NLM, 2009:400
a.”Washington DC, Desember 2003, jam 16.00.” NLM, 2009:1
b.’Aku tegak diatas panggung aula madrasah negeri setingkat SMP.” NLM, 2009:5
c.”London, Desember 2003.” NLM, 2009:400 d.”Aku coba kembali mengingat pesan Kiai Rais waktu di
Universitas Sumatera Utara
3.Latar Sosial Pondok Madani: “Wahai anakku,latihlah diri kalian untuk
selalu bertopang pada diri sendiri dan Allah. I’timad ala nafsi. Segala hal dalam hidup ini tidak abadi. Semua akan pergi silih
berganti. Kesusahan akan pergi. Kesenangan akan hilang. Akhirnya hanya tinggal urusan kalian sendiri dengan Allah saja
nanti.” Rasanya nasihat ini menukik dalam ke jantungku. Memang tidak ada yang kekal. Ayah telah pergi, tinggallah aku
sendiri yang harus menyetir hidupku atas izin Tuhan.” RTW, 2011:101
“Belum pernah dalam hidupku melihat orang belajar bersama dalam jumlah yang banyak di satu tempat. Di PM, orang
belajar di setiap sudut dan waktu. Kami sanggup membaca buku sambil berjalan, sambil bersepeda, sambil antri mandi,
sambil antri makan, sambil makan bahkan sambil mengantuk. Animo belajar ini semakin menggila begitu masa ujian datang.
Kami mendesak diri melampaui limit normal untuk menemukan limit baru yang jauh lebih tinggi.”
“Aku merasakan PM sengaja mengajarkan candu. Candu ini ditawarkan siang malam, sedmikian rupa sehingga semua
murid jatuh menyerah kepadanya. Kami telah ketagihan. Kami candu belajar. Dan imtihan atau ujian adalah pesta merayakan
candu itu.” NLM, 2009:200
Data yang dipaparkan tersebut diklasifikasikan berdasarkan indikator latar tempat, waktu, dan sosial.
4.2.4.1 Latar Tempat
1. Washington
Cerita ini diawali dengan kisah ketika tokoh Aku berada di Washington DC, Amerika Serikat. Ia adalah salah seorang warga negara Indonesia yagn sedang
menjalankan tugas sebagai seorang wartawan VOA. Ia juga merupakan salah seorang aksi terjadinya peristiwa 11 September 2001 yang meluluhlantakkan gedung World
Trade Center, di Amerika Serikat. “Kantorku berada di Independdence Avenue, jalan yang sellalu riuh dengan
pejalan kaki dan lalu lintas mobil. Diapit dua tempat wisata terkenal di ibu kota Amerika Serikat, The Capitol and The Mall, tempat berpusatnya aneka
Universitas Sumatera Utara
museumSmithsonian yang tidak bakal habis dijalani sebulan. Posisi kantorku hanya sepelemperan batu dari The Capitol, beberapa belas menit naik mobil
ke kantor George Bush di Gedung Putih, kantor Colin Powell di Department of State, markas FBI, dan Pentagon.lokasi impian banyak wartawan.”
NLM, 2009:2
2. Ranah Minang
Ranah Minang merupakan awal perjalanan tokoh Alifdalam meraih cita-citanya. Disilah tempat masa-masa suka cita Alif di waktu kecil. Semasa SMP, Alif bercita-
cita ingin seperti Habibie. Ia ingin melanjutkan sekolah ke SMA dan selanjutnya kuliah di ITB. Sayang, cita-cita tidak sejalan dengan keinginan ibunya. Dengan
setengah hati, ia mengikuti keinginan ibunya untuk belajar di pondok. “Aku tegak diatas panggung aula madrasah negeri setingkat SMP. Sambil
mengguncang-guncang telapak tanganku, pak Sikumbang, kepala sekolahku membri selamat karena nilai ujianku termasuk sepuluh yang tertinggi di
Kabupaten Agam.” NLM, 2009:5
Secara umum, latar dalam cerita ini sebagian besar mengisahkan kehidupan Sahibul Menara di Pondok Madani, sebuah pesantren di Ponorogo Jawa Timur. Di
pondok ini, para santri dididik untuk menjadi manusia-manusia yang mandiri, kreatif, memiliki kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Arab dan Inggris. Di sini para
santri di bina dengan kedisplinan yang sangat ketat. Siapa yang melanggar akan mendapat sanksi yang setimpal tanpa pandang bulu. Disini pulalah para santri yang
tergabung dalam Sahibul Menara yang terdiri atas Alif, Said, Atang, Baso, Raja, dan Dulmajid mulai memiliki cita-cita masing-masing. Dibawah menara masjid, mereka
membayangkan dunia impian masing-masing. “Bapak, ibu dan tamu pondok yang berbahagia. Selamatdatang di Pondok
Madani. Hari ini saya akan menemani Anda semua untuk keliling melihat berbagai sudut pondok seluas lima belas hektar ini.” NLM, 2009:30
Universitas Sumatera Utara
“Di bawah bayangan menara ini kami lewatkan waktu untuk bercerita tentang impian-impian kami, membahas pelajaran tadi siang, ditemani kacang sukro,
bagaikan menara, cita-cita kami tinggi menjulang. Kami ingin sampai di puncak-puncak mimpi kelak.”
“Saking seringnya kmai berkumpul di kaki menara, kawan-kawan lain menggelari kami dengan Sahibul Menara, orang yang punya menara.”
NLM, 2009: 94
London adalah tempat bertemu kembali Sahibul Menara ketika mereka telah berhasil meraih cita-cita mereka.
“Bunyi yang gemeretak terdengar setiap sepatuku melihat onggokan salju tipis yang menutupi permukaan trotoar. Tidak lama kemuadian aku sampai di
Trafalgar Square, sebuah lapangan beton yang amat luas. Dua air mancur besar memancarkan air tinggi ke udara dan mengirim tempias dinginnya ke wajahku.
Square ini di kelilingi museum berpilar tinggi, gedung opera, dan kantor-kantor berdinding kelabu, tepat di tengah-tengah kesibukan London.” NLM, 2009:400
Demikian analisis novel NLM dan RTW karya A. Fuadi berdasarkan teori
strukturalisme. Hasil analisis terhadap keterangan unsur-unsur pembangun tersebut dijadikan bahan untuk menganalisis kepribadian tokoh yang merupakan kajian utama
pada penelitian tesis ini.
Universitas Sumatera Utara
BAB V ANALISIS ASPEK DAN PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN TOKOH