Novel Negeri Lima Menara Dan Ranah Tiga Warna Karya A. Fuadi: Kajian Psikologi Sastra

(1)

NOVEL NEGERI LIMA MENARA DAN RANAH TIGA WARNA

KARYA A. FUADI: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA

TESIS

Oleh

M.SAFII

107009004

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

2013

NOVEL NEGERI LIMA MENARA DAN RANAH TIGA WARNA KARYA A. FUADI: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

M.SAFII 107009004

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

Judul Tesis : NOVEL NEGERI LIMA MENARA DAN RANAH TIGA WARNA KARYA A. FUADI: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA

Nama Mahasiswa : M.Safii

Nomor Pokok : 107009004

Program Studi : Linguistik

Konsentrasi : Analisis Wacana Kesusastraan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si) (

Ketua Anggota

Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A)

Ketua Program Studi, Direktur

(Prof. T. Silvana Sinar M.A., Ph.D) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 14 Februari 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si Anggota : 1. Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A

2. Dr. Asmyta Surbakti, M.Si 3. Dr. Rahimah, M.Ag


(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis

“NOVEL NEGERI LIMA MENARA DAN RANAH TIGA WARNA

KARYA A. FUADI: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA”

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai

syarat untuk memperoleh gelar Magister Linguistik pada program Studi

Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah

benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada

bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah

penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah,

dan etika penulisan ilmiah.

Demikian surat pernyataan ini dibuat untuk pengesahan, dan

digunakan dengan sebaik-baiknya.

Medan, April 2013

Penulis,


(6)

ABSTRAK

ANALISIS NOVEL NEGERI LIMA MENARA DAN RANAH TIGA WARNA KARYA A.FUADI: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA

Penelitian ini bertujuan mengungkapkan struktur yang membangun novel dan aspek kepribadian tokoh Alif Fikri dalam novel Negeri Lima Menara dan Ranah Tiga

Warna Karya A.Fuadi. Untuk mengetahui aspek kepribadian tokoh Alif Fikri

digunakan metode deskriptif kualitatif. Objek penelitian ini adalah aspek kepribadian tokoh Alif Fikri dalam novel Negeri Lima Menara (2009) dan Ranah Tiga Warna (2011) Karya A. Fuadi. Data yang dipakai menggunakan data primer dan data sekunder dengan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik pustaka, teknik simak dan teknik catat yang digunakan adalah teknik membaca heuristic dan hermeneustik. Secara struktur dapat disimpulkan bahwa tema dalam novel Negeri Lima Menara dan Ranah Tiga Warna Karya A.Fuadi adalah “kesabaran dan bersungguh-sungguh dalam mengerjakan sesuatu akan berbuah kesuksesan”. Alur dalam novel Negeri Lima Menara dan Ranah Tiga Warna menggunakan alur campuran. Tokoh dalam novel Negeri Lima Menara dan Ranah Tiga Warna yaitu terdiri tokoh utama (Alif Fikri) dan tokoh tambahan (Amak, Ayah, Randai, Atang, Raja, Said, Baso, Dulmajid, Raisya, dan Bang Togar). Latar tempat dalam Negeri

Lima Menara dan Ranah Tiga Warna menggunakan daerah tempat (Maninjau,

Bukittinggi Sumatera Barat, Ponorogo Jawa Timur, Bandung, Washington Amerika Serikat, Canada, dan London Inggris). Latar waktu yang diperkirakan mulai tahun, 1988 sampai 2003, dan latar social (kehidupan keluarga sederhana yang Islami dengan berpadu budaya Sumatera Barat, Jawa Timur serta suasan lingkungan pendidikan). Secara psikologis tokoh Alif Fikri dalam novel Negeri Lima Menara dan

Ranah Tiga Warna Karya A.Fuadi, dianalisis menggunkana teori kepribadian

Sigmund Freud; (1) Tokoh Alif Fikri dilihat dari segi insting mempunyai insting hidup dan insting mati, (2) Dari segi distribusi dan pemakian energy, tokoh Alif Fikri mempunyai energy Superego lebih besar daripada energy yang diberikan id dan ego, (3) Tokoh Alif Fikri mengalami pengaruh alam bawah sadar yang besar karena adanya tekanan, (4) Tokoh Alif Fikri mempunyai kecemasan dalam kehidupan yang dijalaninya, (5) Tokoh Alif Fikri mempunyai teori mimpi dalam kehidupannya yang digunakan sebagai motivasi dalam hidupnya. Alif Fikri adalah tokoh yang memiliki kepribadian; (1) Taat kepada Allah SWT, dan kedua orang tua, (2) Mandiri, (3) Tidak memiliki pendirian yang kuat, (4) Pantang menyerah.

Kata kunci: Kepribadian, tokoh, struktural novel Negeri Lima Menara dan Ranah Tiga Warna, Psikologi Sastra


(7)

ABSTRACT

ANALYSIS OF NEGERI LIMA AND RANAH TIGA WARNA NOVELS A.FUADI WORKS: PSYCHOANALYSIS APPROACH

The purpose of this study is to reveal a structure of the novel and the characters of personality aspects of Alif Fikri in Negeri Lima Menara and Ranah Tiga Warna novels by A.Fuadi. To figure out the personality aspect of Alif Fikri is used descriptive qualitative method. Object of this study is aspect personality of Alif Fikri in Negeri Lima Menara (2009) and Ranah Tiga Warna (2011) by A.Fuadi. The data used is primary and secondary data with library research, note and reading technique used are heuristic and hermeneutic. It can be concluded that the structure of the theme in Negeri Lima Menara and Ranah Tiga Warna novels by A.Fuadi is “patience and sincere in doing something will bring the success.” Plot in Negeri Lima Menara and Ranah Tiga Warna is reverse plot. The characters in Negeri Lima Menara and Ranah Tiga Warna are main character (Alif Fikri), and additional characters (Amak, Ayah, Randai, Atang, Raja, Said, Baso, Dulmajid, Raisya and Bang Togar). Setting of place in Negeri Lima Menara and Ranah Tiga Warna are Maninjau, Bukittinggi West Sumatera, Ponorogo East Java, Bandung, Washington USA, Canada and London). Setting of time around 1988 to 2003, social setting ( a simplicity of Islamic family with a cohesive culture of West Sumatera and East Java also the atmosphere of the educational environment). Psychologically Alif Fikri in Negeri Lima Menara and Ranah Tiga Warna novels by A.Fuadi, analyzed using personality theories of Sigmund Freud; (1) Alif Fikri have Life and Death instincts, (2) Alif Fikri has the biggest Superego energy than id and ego, (3) Alif Fikri has much experiencing of subconscious influences because of the pressure, (4) Alif Fikri has anxiety in the life he lived, (5) Alif Fikri has subconscious theory as his motivation in his life. Alif Fikri’s has strong pesonality; (1) Obey to Allah SWT, and his parents, (2) Independence, (3) do not have a strong stance, (4) Never give up person.

Key Words: Personality, character, structure of Negeri Lima Menara and Ranah Tiga Warna novels, psychoanalysis


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, karena berkat rahmatNya, tesis ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat meraih gelar Magister Humaniora pada program Studi Linguistik, Konsentrasi Analisis Wacana Kesusastraan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Tanpa disadari, penulis masih memiliki keterbatasan kemampuan serta pengalaman sehingga harus menghadapi kendala dalam menyelesaikan studi. Akan tetapi, hal ini dapat teratasi karena bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya dan rasa hormat kepada:

• Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H., M.Sc (CTM)., Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, Medan.

• Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah Pascasarjana USU beserta Staff Akademik dan Administrasi.

• Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D dan Dr. Nurlela, M.Hum. selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Magister Linguistik Konsentrasi Analisis Wacana Kesusastraan USU beserta Dosen dan Staff Administrasi.

• Pembimbing I, Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. yang memberikan masukan dan meluangkan waktu memberi pemikiran yang sangat berguna kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini;

• Pembimbing II, Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A. yang memberikan masukan, arahan serta ilmu yang bermanfaat bagi penulis didalam penyelesaian tesis ini. • Kemudian, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh guru dan dosen yang telah mendidik penulis sejak dari sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi.


(9)

• Almarhum Ayahanda OK Madya, seorang motivator, inspirator, kepada enam anaknya, terima kasih telah menjadi seorang Ayah yang hebat, kasih sayang yang tiada batas dan cinta yang Ayahanda berikan akan dikenang sepanjang hayat.

• Ibuku tersayang Zulaiha, yang telah memberikan kasih sayang, kehangatan, semangat, motivasi, dan doa yang terus mengiringi langkah ananda untuk menyelesaikan tesis ini.

• Keluarga penulis, M.Jauhari, Siti Zariah, Nurliah, Siti Zubaidah, Mariani, dan seluruh keluarga besar penulis, terima kasih untuk doa, dukungan dan semangat yang kalian berikan.

• Sahabat penulis tercinta, Nanda, Ichan, Hafiz, Budi, Fernita, Dedi Coffindo

you are the best person that I ever met, dan kepada seluruh teman-teman yang

tidak bisa disebutkan namanya satu demi satu terima kasih buat doa dan dukungannya.

• Sahabat-sahabat mahasiswa Program Studi Linguistik Angkatan 2010, terima kasih untuk dukungan dan semangat yang diberikan. Semoga keberhasilan menyertai ilmu yang kita peroleh dari kampus ini.

• Seluruh pegawai Program Studi Linguistik, yaitu Kak Nila, Yuni, dan lain-lain

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang tidak disebut namanya, namun turut membantu penulis dalam penyusunan tesis ini. Semoga Allah membalas kebaikan itu dengan dengan pahala yang tiada taranya, Amin.

Medan, Januari 2013 Penulis

107009004 M.Safii


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : M.Safii

Tempat Tanggal lahir : Sei Liput, 29 Juli 1982 Jenis Kelamin : Pria

Agama : Islam

Alamat : Jl.Seto lr. Sipirok No.2 Medan

Pendidikan Formal:

• SD Inpres Aceh Timur (Tamat 1996)

• SMP Islam Pertama Aceh Timur (Tamat 1999) • SMU N 1 Aceh Timur (Tamat 2001)

• Fakultas Sastra, D3 Bahasa Inggris, Universitas Sumatera Utara (Tamat 2004) • Fakultas Sastra, S1 Sastra Inggris, Universitas Sumatera Utara (Tamat 2008) • Sekolah Pascasarjana, program Studi Linguistik Konsentrasi Analisis Wacana

Kesusastraan, Universitas Sumatera Utara, Medan (Sejak 2010).

Pekerjaan

• PT.Indosat tahun 2004-2005 • PT.Telkomsel tahun 2005-2007 • PT.Mobile-8 tahun 2007-2008 • PT.Smartfren tahun 2009-2012 • PT.Coffindo Tahun 2012-Sekarang


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYATHIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR BAGAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 10

2.1 Kajian Pustaka ... 10

2.2 Landasan Teori ... 12

2.2.1 Teori Stukturalisme Sastra ... 12

2.2.2 Pendekatan Psikologisastra ... 19

2.2.3 Teori Kepribadian Sigmund Freud ... 21

2.2.4 Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud ... 25

2.2.5 Dinamika Kepribadian Menurut Sigmund Freud ... 27

2.2.6 Perkembangan Kepribadian Menurut Sigmund Freud……29


(12)

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

3.1 Pendekatan dan Strategi ... 36

3.2 Objek Penelitian ... 38

3.3 Data dan Sumber Data ... 38

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.5 Teknik Analisis Data ... 40

BAB IV STRUKTUR NOVEL NEGERI LIMA MENARA DAN RANAH TIGA WARNA KARYA A. FUADI ... 43

4.1 Pendahuluan ... 43

4.2 Deskripsi Data dan Analisis Unsur Intrinsik Novel Negeri Lima Menara dan Ranah Tiga Warna ... 44

4.2.1 Tema ... 44

4.2.2 Alur ... 48

4.2.3 Penokohan ... 56

4.2.4 Latar ... 60

BAB V ANALISIS ASPEK DAN PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN TOKOH ALIF FIKRI ... 66

5.1 Kepribadian Alif Fikri Ditinjau dari Alam Bawah Sadar ... 66

5.2 Kepribadian Alif Fikri Ditinjau dari Teori Mimpi ... 69

5.3 Kepribadian Alif Fikri Ditinjau dari Pemakaian Energi Id, Ego dan Super Ego. ... 72

5.4 Kepribadian Alif Fikri Ditinjau dari Insting Hidup ... 76

5.5 Kepribadian Alif Fikri Ditinjau dari Insting Mati ... 78


(13)

5.7 Solusi yang dilakukan tokoh utama untuk mengatasi konflik

batin………..84

5.7.1 Identifikasi………..84

5.7.2 Pemindahan……….87

5.7.3 Represi………89

5.7.4 Rasionalisasi………90

5.7.5 Agresi………..…92

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 95

6.1 Simpulan ... 95

6.2 Saran ...97

DAFTAR PUSTAKA ... 99 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1 Deskripsi Data Berkaitan Tema ... 44

4.2 Deskripsi Data Berkaitan Alur ... 49

4.3 Deskripsi Data Berkaitan penokohan ... 56


(15)

DAFTAR BAGAN

Nomor Judul Halaman


(16)

ABSTRAK

ANALISIS NOVEL NEGERI LIMA MENARA DAN RANAH TIGA WARNA KARYA A.FUADI: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA

Penelitian ini bertujuan mengungkapkan struktur yang membangun novel dan aspek kepribadian tokoh Alif Fikri dalam novel Negeri Lima Menara dan Ranah Tiga

Warna Karya A.Fuadi. Untuk mengetahui aspek kepribadian tokoh Alif Fikri

digunakan metode deskriptif kualitatif. Objek penelitian ini adalah aspek kepribadian tokoh Alif Fikri dalam novel Negeri Lima Menara (2009) dan Ranah Tiga Warna (2011) Karya A. Fuadi. Data yang dipakai menggunakan data primer dan data sekunder dengan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik pustaka, teknik simak dan teknik catat yang digunakan adalah teknik membaca heuristic dan hermeneustik. Secara struktur dapat disimpulkan bahwa tema dalam novel Negeri Lima Menara dan Ranah Tiga Warna Karya A.Fuadi adalah “kesabaran dan bersungguh-sungguh dalam mengerjakan sesuatu akan berbuah kesuksesan”. Alur dalam novel Negeri Lima Menara dan Ranah Tiga Warna menggunakan alur campuran. Tokoh dalam novel Negeri Lima Menara dan Ranah Tiga Warna yaitu terdiri tokoh utama (Alif Fikri) dan tokoh tambahan (Amak, Ayah, Randai, Atang, Raja, Said, Baso, Dulmajid, Raisya, dan Bang Togar). Latar tempat dalam Negeri

Lima Menara dan Ranah Tiga Warna menggunakan daerah tempat (Maninjau,

Bukittinggi Sumatera Barat, Ponorogo Jawa Timur, Bandung, Washington Amerika Serikat, Canada, dan London Inggris). Latar waktu yang diperkirakan mulai tahun, 1988 sampai 2003, dan latar social (kehidupan keluarga sederhana yang Islami dengan berpadu budaya Sumatera Barat, Jawa Timur serta suasan lingkungan pendidikan). Secara psikologis tokoh Alif Fikri dalam novel Negeri Lima Menara dan

Ranah Tiga Warna Karya A.Fuadi, dianalisis menggunkana teori kepribadian

Sigmund Freud; (1) Tokoh Alif Fikri dilihat dari segi insting mempunyai insting hidup dan insting mati, (2) Dari segi distribusi dan pemakian energy, tokoh Alif Fikri mempunyai energy Superego lebih besar daripada energy yang diberikan id dan ego, (3) Tokoh Alif Fikri mengalami pengaruh alam bawah sadar yang besar karena adanya tekanan, (4) Tokoh Alif Fikri mempunyai kecemasan dalam kehidupan yang dijalaninya, (5) Tokoh Alif Fikri mempunyai teori mimpi dalam kehidupannya yang digunakan sebagai motivasi dalam hidupnya. Alif Fikri adalah tokoh yang memiliki kepribadian; (1) Taat kepada Allah SWT, dan kedua orang tua, (2) Mandiri, (3) Tidak memiliki pendirian yang kuat, (4) Pantang menyerah.

Kata kunci: Kepribadian, tokoh, struktural novel Negeri Lima Menara dan Ranah Tiga Warna, Psikologi Sastra


(17)

ABSTRACT

ANALYSIS OF NEGERI LIMA AND RANAH TIGA WARNA NOVELS A.FUADI WORKS: PSYCHOANALYSIS APPROACH

The purpose of this study is to reveal a structure of the novel and the characters of personality aspects of Alif Fikri in Negeri Lima Menara and Ranah Tiga Warna novels by A.Fuadi. To figure out the personality aspect of Alif Fikri is used descriptive qualitative method. Object of this study is aspect personality of Alif Fikri in Negeri Lima Menara (2009) and Ranah Tiga Warna (2011) by A.Fuadi. The data used is primary and secondary data with library research, note and reading technique used are heuristic and hermeneutic. It can be concluded that the structure of the theme in Negeri Lima Menara and Ranah Tiga Warna novels by A.Fuadi is “patience and sincere in doing something will bring the success.” Plot in Negeri Lima Menara and Ranah Tiga Warna is reverse plot. The characters in Negeri Lima Menara and Ranah Tiga Warna are main character (Alif Fikri), and additional characters (Amak, Ayah, Randai, Atang, Raja, Said, Baso, Dulmajid, Raisya and Bang Togar). Setting of place in Negeri Lima Menara and Ranah Tiga Warna are Maninjau, Bukittinggi West Sumatera, Ponorogo East Java, Bandung, Washington USA, Canada and London). Setting of time around 1988 to 2003, social setting ( a simplicity of Islamic family with a cohesive culture of West Sumatera and East Java also the atmosphere of the educational environment). Psychologically Alif Fikri in Negeri Lima Menara and Ranah Tiga Warna novels by A.Fuadi, analyzed using personality theories of Sigmund Freud; (1) Alif Fikri have Life and Death instincts, (2) Alif Fikri has the biggest Superego energy than id and ego, (3) Alif Fikri has much experiencing of subconscious influences because of the pressure, (4) Alif Fikri has anxiety in the life he lived, (5) Alif Fikri has subconscious theory as his motivation in his life. Alif Fikri’s has strong pesonality; (1) Obey to Allah SWT, and his parents, (2) Independence, (3) do not have a strong stance, (4) Never give up person.

Key Words: Personality, character, structure of Negeri Lima Menara and Ranah Tiga Warna novels, psychoanalysis


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan karya sastra di Indonesia saat ini cukup pesat. Hal itu terbukti dari banyaknya karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, maupun drama. Semua itu merupakan hasil karya sastra yang diciptakan oleh para pengarang (penciptanya). Pengarang dalam menghasilkan sebuah karya sastra merupakan salah satu wujud kemajuan perkembangan dunia sastra di Indonesia. Kemajuan ini merupakan bukti bahwa di Indonesia saat ini banyak sekali para pecinta karya sastra.

Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al-Ma‟ruf, 2009: 1). Karya sastra umumnya berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan pengarang. Permasalahan itu dapat berupa permasalahan yang terjadi pada diri pengarang ataupun dari luar diri pengarang (realita sosial). Melalui karya sastra, pengarang berusaha memaparkan suka duka kehidupan pengarang yang telah dialami. Selain itu karya sastra juga menyuguhkan gambaran kehidupan yang menyangkut persoalan sosial dalam masyarakat. Karena itu, karya sastra memiliki makna yang dihasilkan dari pengamatan terhadap kehidupan yang diciptakan oleh pengarang atau sastrawan itu baik berupa novel, cerpen, puisi,


(19)

maupun drama yang berguna untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat.

Pengarang terdorong menciptakan suatu karya dari hasil imajinasi atas gejala-gejala kejadian sikap, latar belakang, keyakinan dan kejadian sekitar lingkungan pengarang. Imajinasi itu dituangkan dalam sebuah karya berdasarkan gambaran pengarang atas hal yang dialami pengarang ataupun kejadian yang terjadi di sekitar pengarang. Hal ini merupakan suatu respon pengarang terhadap suatu kejadian yang pernah dialami. Respon itu dituangkan dalam sebuah karya sastra, yang diharapkan dapat menjadi gambaran pandangan hidup para pembaca karya sastra tersebut. Bahkan dengan karya sastra tersebut dapat digunakan sebagai hiburan bagi pembaca. Hasil karya sastra pengarang satu dengan pengarang yang lain itu berbeda. Perbedaan itu karena adanya perbedaan konsep imajinasi antara tiap pengarang. Perbedaan konsep imajinasi itu antara lain dipengaruhi oleh latar belakang individu pengarang, kondisi kejiwaan pengarang, situasi masyarakat sekitar, sosial-budaya, dan masalah historis politik.

Karya sastra yang berbentuk novel, biasanya berisi tentang suatu kejadian nyata dalam masyarakat. Kejadian itu berkaitan dengan banyak hal antara lain tentang kepribadian tokoh utamanya. Kepribadian tokoh utama itu berkaitan dengan aspek tingkah laku, sikap seseorang dalam menjalani hidup dengan bermacam masalah yang dihadapinya. Novel merupakan karya sastra yang berisi tentang estetika dan berisi nilai-nilai dalam kehidupan, serta menggambarkan inspirasi masyarakat. Hal tersebut dapat dijadikan daya tarik tersendiri oleh para penulis novel dalam menghasilkan karya-karya yang menarik. Dengan kreativitas penulis novel menjadi salah satu


(20)

bacaan yang digemari masyarakat karena memaparkan realita kehidupan nyata dalam masyarakat.

Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui unsur peristiwa, plot, tokoh, tema dan latar (Nurgiyantoro, 2007: 4). Jadi novel merupakan salah satu jenis karya fiksi yang dibangun atas unsur-unsur pembentuknya, berisi gambaran masyarakat dan estetika yang memberikan pesan atau amanat pada pembaca.

Novel Negeri Lima Menara (2009) dan Ranah Tiga Warna (2011) yang selanjutnya di singkat dengan NLM dan RTW karya A. Fuadi ini sangat menarik dan mempunyai beberapa sisi kelebihan. Pertama, novel ini berkisah tentang generasi muda bangsa yang penuh motivasi, bakat, semangat dan optimisme untuk maju dan tidak mudah menyerah. Hal ini merupakan suatu bentuk pembelajaran yang berharga dalam menciptakan kepribadian seseorang. Novel ini merupakan novel remaja Islami yang segmen pembacanya remaja. Dalam novel ini dimuat pesan berdasarkan pada ajaran Islam disesuaikan dengan dunia remaja. Penyesuaian itu ada pada penokohan, alur, latar, dan temanya yang mengandung nilai-nilai yang Islami. Nilai-nilai yang terkandung ini adalah nilai yang tercermin lewat kepribadian dalam sikap tokoh-tokohnya dalam menghadapi kehidupan, seperti kepribadian tokoh utama Alif Fikri yang pantang menyerah, mandiri, dan taat pada Tuhan dan kedua orang tuanya. Latar yang digunakan bernuansa Islami seperti pada kehidupan keluarga yang memiliki dasar agama yang kuat, latar pendidikanya di Pondok Pesantren. Adapun penokohan dan latarnya bernuasa islami maka alur dan temanya berhubungan dengan hal-hal


(21)

keislaman juga. Hal itu, akan membuat pembaca dari semua kalangan khususnya remaja dapat meniru tentang bagaimana menjalani proses kehidupan agar menjadi pribadi yang handal dari segi iman dan pemikiranya.

Adapun kelebihan yang kedua adalah penggunaan bahasa yang berkesan dalam, tampak “hidup” karena dapat menggambarkan semua peristiwa dalam cerita. Bahasanya juga lugas dan mudah dipahami untuk menggugah perasaan dan emosi pembaca sehingga pembaca terhanyut dalam cerita.

Novel NLM dan RTW ini memberikan gambaran pembaca tentang arti penting pembentukan kepribadian seseorang pemuda bernama Alif Fikri yang dimulai di pondok pesantren Madani Gontor Ponorogo dengan berbagai ilmu baru dan pergaulan baru serta aturan pondok yang disiplin. Di mulai dengan rasa cemasnya karena menjadi santri bukan pilihannya setelah ia meluluskan madrasyah, merantau jauh dari keluarganya, mimpi-mimpi yang awalnya ia pikir tidak akan terwujud, sampai akhirnya ia menjadi seseorang yang penuh rasa optimis, memetakan mimpinya sampai ke negeri paman Sam, dan mampu meraih segala mimpi-mimpinya dengan mantra man jadda wajada.

Dalam novel NLM dan RTW pengarang menyajikan bobot nilai yang mengandung nilai-nilai psikologi pembangun jiwa bagi para pembacaanya yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena alasan itu, peneliti ingin meneliti aspek kepribadian tokoh utama yaitu Alif Fikri dalam novel NLM dan RTW menggunakan teori psikologi sastra. Analisis kepribadian Alif Fikri dilakukan dengan menggunakan karakter atau watak yang diperagakan oleh Alif Fikri. Watak adalah keseluruhan (totalitas) kemungkinan-kemungkinan yang beraksi secara emosional


(22)

seseorang yang berbentuk selama hidupnya oleh unsur-unsur dari alam (dasar keturunan) dan unsur-unsur dari luar (lingkungan, pendidikan, pergaulan).

Karya sastra, baik novel, drama dan puisi pada zaman modern ini sarat dengan unsur-unsur psikologi sebagai manifestasi: kejiwaan pengarang, para tokoh fiksional dalam kiasan dan pembaca (Minderop, 2010: 53). Menurut Endraswara (2010: 14), pendekatan psikologi sastra dianggap penting karena: pertama, karya sastra merupakan produk dari keadaan kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada dalam situasi setengah sadar. Kedua, mutu karya sastra ditentukan oleh bentuk proses penciptaan dari tingkat pertama, yang berada dalam keadaan sadar. Menurut Endraswara (2010: 59) psikologi sastra adalah sebuah interdisiplin antara psikologi dan sastra. Jadi mempelajari psikologi sastra sama halnya dengan mempelajari manusia dari sisi dalam. Memahami sisi dalam manusia itu dapat dikaji dari kejiwaannya. Kejiwaan seseorang dapat dinilai dari bagaimana sikap seseorang menyelesaikan permasalahan yang dialami.

Sementara itu, psikologi sastra digunakan dalam penelitian sastra berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan pengarang. Psikologi sastra memberikan dua prioritas pada penelitian sastra yaitu pertama, melalui pemahaman teori-teori psikologi kemudian diadakan analisis terhadap karya sastra. Kedua, dengan menentukan sebuah karya sastra sebagai objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi sastra yang relevan untuk melakukan analisis (Ratna, 2009: 344).

Dalam kaitannya dengan penelitian karya sastra, psikologi merupakan ilmu bantu yang relevan karena suatu karya sastra bukan hanya telaah teks yang menjemukan tetapi berisi tentang perwatakan atau kepribadian tokoh utamanya yang


(23)

berkaitan dengan kejiwaan yang dapat menghasilkan suatu karya yang menarik. Karya sastra dan psikologi bersimbiosis dalam perannya dengan kehidupan karena keduanya sama-sama memanfaatkan landasan yang sama yaitu menjadikan pengalaman kejiwaan manusia sebagai bahan telaah.

Penelitian terhadap kepribadian tokoh utama dalam novel NLM dan RTW karya A. Fuadi: Kajian Psikologi Sastra menggunakan analisis struktural. Analisis struktural adalah analisis yang digunakan untuk memaparkan keterjalinan berbagai unsur yang membentuk makna dalam sebuah karya sastra seperti novel. Analisis struktural sangat penting dalam menganalisis suatu karya sastra. Dalam karya sastra terdapat unsur-unsur yang membentuknya. Unsur-unsur itu saling membangun dan membentuk kesatuan yang indah dalam karya sastra sehingga dapat menyampaikan makna terhadap pembacaanya. Analisis struktural sastra merupakan analisis yang digunakan pada unsur pembangun karya sastra itu sendiri. Aspek pembangun sastra itu meliputi, tema, latar, sudut pandang, gaya bahasa, alur, dan karakter. Kesemuaan unsur tadi memiliki keterkaitan yang saling membangun dalam sebuah karya sastra sehingga perlu dianalisis.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan difokuskan pada permasalahan-permasalahan kepribadian tokoh utama yaitu Alif Fikri dalam novel NLM dan RTW karya A. Fuadi yang dikaji dengan kajian psikologi sastra.


(24)

1.2 Perumusan Masalah

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang terarah, maka diperlukan suatu perumusan masalah. Adapun perumusan masalah dalam penelitian masalah ini sebagai berikut.

1. Bagaimana unsur-unsur yang membangun novel NLM dan RTW karya Ahmad Fuadi ditinjau berdasarkan analisis struktural?

2. Bagaimana aspek kepribadian tokoh utama dalam novel NLM dan RTW karya Ahmad Fuadi ditinjau berdasarkan kajian psikologi sastra?

3. Bagaimana solusi yang dilakukan tokoh utama untuk menghadapi konflik batin ditinjau berdasarkan kajian psikologi sastra?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian yang baik haruslah memiliki tujuan yang baik dan jelas serta terarah pada tujuan yang tepat. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan unsur-unsur yang membangun novel NLM dan RTW karya A. Fuadi.

2. Mendeskripsikan aspek kepribadian tokoh utama dalam novel NLM dan RTW karya A. Fuadi berdasarkan kajian psikologi sastra.

3. Mendeskripsikan solusi yang dilakukan tokoh utama untuk menghadapi konflik batin ditinjau berdasarkan kajian psikologi sastra?


(25)

1.4 Manfaat Penelitian

Suatu penelitian ilmiah harus memberikan manfaat secara teoretik dan praktis bagi pembaca sehingga teruji kualitas penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Adapun manfaat yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah

1.4.1 Manfaat Teoretik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas khasanah ilmu pengetahuan terutama di bidang bahasa dan sastra Indonesia, khususnya bagi pembaca dan pencinta sastra.

1.4.2. Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi pembaca dan penikmat sastra.

Penelitian novel NLM dan RTW karya A. Fuadi dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dengan penelitian-penelitian lain yang telah ada sebelumnya khususnya dalam menganalisis aspek psikologi sastra.

1.4.2.2 Bagi mahasiswa Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Penelitian ini dapat digunakan mahasiswa untuk memotivasi ide atau gagasan baru yang lebih kreatif dan inovatif di masa yang akan datang, demi kemajuan diri mahasiswa dan jurusan.

1.4.2.3 Bagi pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh guru Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah sebagai materi ajar khususnya materi sastra. Serta bermanfaat dalam membangun karakter bangsa.


(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka

Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini dapat dijadikan sebagai titik tolak dalam melakukan penelitian. Oleh karena itu, tinjauan terhadap penelitian terdahulu sangat penting untuk mengetahui relevansinya, pada penelitian ini dipaparkan beberapa penelitian terdahulu.

Penelitian Eka Widyawan Cahya Putranto, Universitas Muhammadiyah Surakarta (2009) dalam Tesisnya Aspek Kepribadian Tokoh Raihana dalam Novel

Pudarnya Pesona Cleopatra Karya Habiburrahman El Shirazy: Tinjauan Psikologi Sastra. Hasil penelitian tentang kesetian seorang istri kepada suaminya yang dikaji

dengan teori kepribadian Sigmund Freud:(1) tokoh Raihana dilihat dari segi insting mempunyai insting hidup, insting seks, dan insting mati, (2) dari segi distribusi pemakaian energi, tokoh Raihana memiliki energi super ego lebih besar dari pada energi ego, (3) tokoh Raihana memiliki kecemasan dalam kehidupan yang dijalani, (4) Tokoh Raihana memiliki pertahanan yang lebih dominan terhadap pertahanan, penolakan dan pengingkaran.

Penelitian dalam Journal Ilmiah Nomor 6 Tahun 2010 Rusdiana Noor dengan judul “Casus Karya Putu Wijaya: Sebuah tinjauan psikologis dan nilai pendidikannya”, menyimpulkan bahwa karakter tokoh yang ada di setiap novel tidak lepas dari aspek-aspek kepribadian serta ada nilai pendidikan yang selalu bisa dipetik dari setiap untaian cerita.


(27)

Dara Windiyarti Universitas Negeri Malang (2010) dalam Tesisnya berjudul

Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Kenanga Karya Oka Rusmini: Sebuah Pendekatan Psikoanalisis Freud, meneliti tentang tokoh utama Kenanga yang penuh

dengan perang batin, ibu yang selalu memberi petuah bijak yang bertantangan dengan egonya, pemerkosaan yang dialami oleh Kenanga sehingga ia harus membesarkan anak diluar nikah, serta benci terhadap dirinya sendiri.

Apabila dikaitkan dengan penelitian ini, penelitian tersebut mempunyai kesamaan yang bisa digunakan sebagai acuan untuk melaksanakan penelitian. Kesamaan tersebut adalah kesesuaian pada metode yang digunakan yaitu metode penelitian kualitatif yang dalam analisis dan hasil analisisnya berupa kata-kata tertulis ataupun lisan bukan angka. Kesamaan yang kedua adalah pada objek yang diteliti sama-sama meneliti tingkah laku tokoh utamanya sehingga menggunakan kajian yang sama yaitu kajian psikologi sastra.

Adapun perbedaan antara penelitian sebelumnya adalah terletak pada masalah yang dikaji dalam objek penelitiannya ada yang menganalisis masalah perilaku abnormal, perilaku seksual, konflik batin yang dialami dan tentang penggunaan insting, id, ego dan superegonya. Penelitian ini, menganalisis masalah dari segi aspek kepribadian dan dinamika kepribadian tokoh utama dalam novel NLM dan RTW karya A. Fuadi berdasarkan kajian psikologi sastra. Perbedaan itu mempengaruhi analisis dan hasil simpulan penelitian sebelumya dan penelitian ini.


(28)

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Teori Strukturalisme

Menurut Piaget (dalam Al-Ma’ruf, 2010:20) strukturalisme adalah semua doktrin atau metode yang dengan suatu tahap abstraksi tertentu menganggap objek studinya bukan sekedar sekumpulan unsur yang terpisah-pisah, melainkan suatu gabungan unsur-unsur yang berhubungan satu dengan yang lain, sehingga yang satu tergantung pada yang lain dan hanya dapat diidentifikasikan dalam dan oleh hubungan perpadanan dan pertentangan dengan unsur-unsur lainnya dalam suatu keseluruhan. Adapun menurut Pradopo (2003: 36), analisis strukturalisme adalah analisis ke dalam unsur-unsurnya dan fungsinya dalam struktur dan penguraian bahwa tiap unsur itu mempunyai makna dalam kaitanya dengan unsur-unsur yang lain.

Teori strukturalisme sastra adalah suatu disiplin ilmu yang memandang karya sastra sebagai suatu struktur yang terdiri dari beberapa unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya (Sangidu, 2004: 16). Adapun menurut Teeuw (2004: 17) tujuan metode analisis strukturalisme karya sastra untuk membongkar dan memaparkan secermat mungkin, semenditel, dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur sastra yang secara bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.

Teori strukturalisme merupakan tahap awal dalam penelitian sastra, yang harus dilakukan untuk mengetahui suatu karya sastra berkualitas atau tidak dengan menekankan pada unsur-unsur pembangun karya sastra. Tetapi untuk mengetahui itu tidak hanya dilihat dari satu sisi saja melainkan harus dari semua elemen yang ada


(29)

dalam karya sastra. Elemen pembentuk dalam karya sastra itu, membentuk suatu kesatuan yang utuh sehingga tercipta kebulatan makna. Strukturalisme merupakan cara menganalisis struktur karya sastra dengan cara mencari, menentukan sejauh mana keterjalinan unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat menghasilkan makna totalitas.

Pada aspek ini semua karya sastra baru biasa disebut bernilai jika ada masing-masing unsur pembentuk yang tercermin dalam strukturnya. Karya sastra sebagai sebuah unsur strukturalisme merupakan sebuah bangunan yang terdiri atas berbagai unsur, yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Karena itu setiap ada perubahan yang terjadi pada sebuah unsur struktur menyebabkan hubungan antara unsur berubah. Pembagian unsur pembangun dalam karya sastra yang digunakan dalam menganalisis karya sastra antara lain sebagai berikut.

2.2.1.1 Alur

Stanton (2007: 26) mengemukakan bahwa alur adalah rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Alur ini merupakan unsur pembangun karya sastra yang menjadi tulang punggung cerita. Dengan alur yang mengalir akan dapat merangsang berbagai pertanyaan dalam benak pembaca. Dalam alur ada dua elemen yang dapat membangunnya itu adalah konflik dan klimaks. Alur cerita terdapat lima tahap antara lain: pengenalan, pertikaian atau konflik, klimak atau keteganagan memuncak, antiklimak atau konflik mulai reda, penyelesaian.


(30)

Alur merupakan unsur fiksi yang terpenting karena merupakan jalan cerita yang berisi peristiwa yang berkala saling menyusul sampai pada penutup cerita sehingga terjawab kejelasan makna yang disampaikan dalam cerita.

Nurgiyantoro (2007: 149-150) membagi plot atau alur menjadi lima tahapan. Tahap-tahapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Tahap Penyituasian (Situation)

Tahap penyituasian adalah tahap yang berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar atau tokoh-tokoh cerita, tahap ini adalah tahap pembukaan cerita dan pemberian informasi awal. Berfungsi untuk menlandastumpui yang dikisahkan pada tahap berikutnya.

2) Tahap Pemunculan Konflik (Generating Circumstances)

Tahap pemunculan konflik adalah tahap awal munculnya masalah-masalah yang menyulut terjadinya konflik. Konflik itu akan dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.

3) Tahap Peningkatan Konflik (Rising Action)

Tahap peningkatan konflik adalah tahap di mana peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita semakin mencekam dan menegangkan. Konflik yang terjadi internal, eksternal ataupun keduanya, pertentangan dan benturan antara kepentingan, masalah dan tokoh mengarah ke klimaks tidak dapat dihindari.


(31)

4) Tahap Klimaks (Climax)

Konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang ditimpakan kepada para tokoh telah mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita sebagai penderita terjadinya konflik utama.

5) Tahap Penyelesaian (Denoement)

Tahap penyelesaian adalah tahap dimana konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian dan ketegangan dikendorkan. Konflik-konflik yang lain, sub-sub konflik, atau konflik-konflik tambahan, jika ada juga diberi jalan dan cerita diakhiri.

Nurgiyantoro (2007: 153-155) membedakan alur berdasarkan urutan waktu menjadi tiga jenis seperti berikut.

a) Plot Lurus, Maju, atau Progresif

Plot sebuah novel dikatakan lurus, maju atau progresif jika peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh peristiwa-peristiwa kemudian.

b) Plot Mundur, Sorot Balik atau Flash Back, Regresif

Adalah cerita yang langsung menyuguhkan adegan-adegan konflik, bahkan barangkali konflik yang telah meruncing. Pembaca belum mengetahui situasi dan permasalahan yang menyebabkan terjadinya konflik dan pertentangan dalam cerita tersebut.


(32)

c) Plot Campuran

Merupakan cerita yang didalamnya tidak hanya mengandung plot progresif saja, tetapi juga terdapat adegan-adegan sorot balik.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa alur merupakan jalinan urutan peristiwa yang membentuk satu kesatuan ceritan yang runtut, dari awal sampai akhir, dan pesan-pesan pengarang dapat ditangkap oleh pembaca. Alur merupakan rangkaian jalannya peristiwa yang berurutan yang berusaha memecahkan konflik di dalamnya.

2.2.1.2 Karakter (Penokohan)

Tokoh-tokoh yang diperankan dalam sebuah cerita novel merupakan rekaan yang dibuat oleh para penulis. Hal itu dilakukan agar terbentuk suatu rekaan yang menggambarkan seorang tokoh secara jelas dan seolah-olah nyata dalam memainkan suatu peran sehingga cerita dapat dipahami pembaca.

Stanton (2007: 33) mengemukakan bahwa karakter biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita seperti ketika ada seseorang yang bertanya: “Berapa karakter yang ada dalam cerita itu?”. Konteks kedua, karakter yang merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu. Karakter atau penokohan merupakan gambaran watak atau sifat tokoh dalam suatu cerita. Adapun menurut Lubis (2010: 83) penokohan secara wajar dapat diterima jika dapat dipertanggung jawabkan dari sudut fisiologis, psilokogis, dan sosiologis, dengan tujuan untuk memahami lebih dalam penokohan secara sistematis.


(33)

1) Dimensi fisiologis, adalah hal yang berkaitan dengan fisik seseorang.

Misalnya: usia, tingkat kedewasaan, jenis kelamin, keadaan tubuh, ciri-ciri muka dan ciri-ciri badan.

2) Dimensi sosiologis, adalah ciri-ciri kehidupan masyarakat.

Misalnya: status sosial, pekerjaan, jabatan, tingkat pendidikan, agama, keturunan.

3) Dimensi psikologis, dimensi ini berkaitan tentang masalah kejiwaan seseorang. Misalnya: ambisi, cita-cita, temperamen.

2.2.1.3 Latar

Cerita dalam sebuah novel akan seolah hidup karena pengaruh latar yang digunakan dalam cerita tersebut. Latar merupakan salah satu unsur-unsur pembentuk cerita dalam novel. Latar yang dipakai dalam novel akan mempengaruhi makna yang akan disampaikan oleh pengarang. Stanton (2007: 35) mengemukakan bahwa latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.

Latar merupakan tempat terjadinya peristiwa dalam cerita sehingga menimbulkan kesan realistis dan benar-benar terjadi pada pembaca. Latar dalam novel tidak hanya terbatas pada penempatan lokasi saja, melainkan nilai-nilai adat yang berlaku di tempat yang bersangkutan.

2.2.1.4 Tema

Novel merupakan salah satu karya sastra yang memaparkan sebuah cerita yang terjadi di sekitar pengarang atau yang berisi pengalaman pengarang. Hal yang


(34)

akan dituangkan pengarang dalam sebuah novel merupakan pokok pikiran pengarang atau sering disebut tema. Tema tersebut menjadi salah satu acuan terpenting berjalanya sebuah cerita dalam sebuah novel.

Stanton (2007: 36) mengemukakan bahwa tema adalah aspek cerita yang sejajar dengan „makna‟ dalam pengalaman manusia, sesuatu yang menjadikan pengalaman begitu diingat.

Tema merupakan salah satu unsur pembangun karya sastra yang penting. Dalam tema terkandung makna yang akan disampaikan penulis pada pembaca. Jadi tema adalah gagasan utama penulis sebagai dasar pengembang cerita. Tema bersifat menjiwai seluruh bagian pada cerita.

Dengan demikian teori strukturalisme adalah suatu disiplin ilmu yang memandang karya sastra merupakan suatu struktur yang terdiri dari beberapa unsur yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain untuk menciptakan kebulatan makna. Unsur-unsur dalam karya sastra saling berkaitan dan membentuk satu-kesatuan makna yang digunakan untuk menganalisis karya sastra.

2.2.2 Pendekatan Psikologi Sastra

Menurut Atkinson (2009: 6) psikologi berasal dari kata Yunani psyche, yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia. Antara psikologi dan sastra saling berkaitan karena keduanya sama-sama berurusan dengan persoalan manusia. Perbedaan antara psikologi sastra dan ilmu psikologi dalam sastra mengkaji tingkah laku manusia dengan cara mengimajinasikannya dan menuangkan dalam bentuk


(35)

karya. Adapun dalam psikologi mengkaji secara langsung tentang ilmu kejiwaan manusia dalam kehidupannya.

Menurut Endraswara (2008: 86) psikologi sastra adalah interdisiplin antara psikologi dan sastra. Langkah pemahaman teori psikologi sastra dapat melalui tiga cara, pertama, melalui pemahaman terhadap teori-teori psikologi kemudian dilakukan analisis suatu karya sastra. Kedua, terlebih dahulu menentukan sebuah karya sastra sebagai objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang relevan. Ketiga, secara simultan menentukan teori dan objek penelitian.

Psikologi sastra merupakan salah satu kajian dalam penelitian sastra yang objeknya adalah kejiwaan tokoh dalam karya sastra tersebut. Adapun cara mengetahui kejiwaan tokoh utama, dapat ditelaah dari bagaimana tokoh utama dalam menghadapi permasalahan yang dialami. Permasalahan bersumber dari dalam diri ataupun dari luar diri tokoh. Tanpa kehadiran psikologi sastra dengan acuan berbagai kejiwaan, kemungkinan pemahaman sastra akan timpang. Keduanya sama-sama mengkaji tentang kejiwaan manusia dalam menghadapi permasalahan yang dialami.

Siswantoro (2004: 31-32) menyatakan bahwa secara kategori, sastra berbeda dengan psikologi, sebab sastra berhubungan dengan dunia fiksi, drama, puisi, dan esay yang diklasifikasikan dalam seni (art), sedangkan psikologi merujuk kepada studi ilmiah tentang perilaku manusia dan proses mental. Meski berbeda keduanya memiliki titik temu atau kesamaan, yakni keduanya berangkat dari manusia dan kehidupan sebagai sumber kajian. Bicara tentang manusia psikologi jelas terlihat erat, karena psikologi mempelajari perilaku. Perilaku manusia tidak lepas dari aspek kehidupan yang membungkusnya dan mewarnai perilakunya. Psikologi sastra


(36)

mempelajari fenomena, kejiwaan tertentu yang dialami oleh tokoh utama dalam karya sastra ketika merespon atau berinteraksi terhadap diri dan lingkunganya. Dengan demikian gejala kejiwaan dapat terungkap lewat perilaku tokoh dalam sebuah karya sastra.

Psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang berkaitan dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam sastra. Aspek-aspek kemanusian inilah yang merupakan objek utama psikologi sastra sebab semata-mata dalam diri manusia itulah aspek kejiwaan dicangkokkan dan diinvestasikan. Penelitian psikologi sastra dilakukan melalui dua cara yaitu (1) melalui pemahaman teori-teori psikologi kemudian diadakan analisis terhadap karya sastra, (2) dengan terlebih dahulu menentukan sebuah karya sastra sebagai objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang dianggap relevan untuk melakukan analisis (Ratna, 2009: 344).

Penelitian psikologi sastra memiliki peranan penting dalam pemahaman sastra karena adanya beberapa kelebihan seperti pertama, pentingnya psikologi sastra untuk mengkaji lebih mendalam aspek perwatakan; kedua, dengan pendekatan ini dapat memberikan umpan balik kepada peneliti tentang masalah perwatakan yang dikembangkan; dan terakhir, penelitian semacam ini sangat membantu untuk menganalisis karya sastra yang kental dengan masalah-masalah psikologi

Analisis novel NLM dan RTW karya A. Fuadi kajian psikologi sastra menggunakan pendekatan tekstual (tertulis), yaitu mengkaji aspek psikologi tokoh Alif Fikri dalam sebuah karya sastra dengan cara membaca kepribadian tokoh Alif Fikri dalam novel yang digunakan sebagai sumber data primer.


(37)

2.2.3 Teori Kepribadian Psikoanalisis Sigmund Freud

Menurut Minderop (2010: 8) teori dapat diartikan sebagai sekumpulan asumsi yang relevan yang saling berkaitan. Kepribadian adalah suatu intergrasi dari beberapa aspek seseorang atau organisasi yang unik, yang menentukan dan dimodifikasi oleh upaya manusia yang beradaptasi dengan lingkunganya yang selalu berubah.

Teori kepribadian merupakan sekumpulan asumsi yang saling berkaitan yang mengkaji tentang aspek sikap, tingkah laku manusia dalam menghadapi hidup. Teori kepribadian yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepribadian Sigmund Freud yang disebut teori kepribadian psikoanalisis.

Teori kepribadian psikoanalisis merupakan bentuk kajian terhadap kejiwaan dalam karya sastra. Karya sastra dan kejiwaan memiliki kaitan yang erat, karena dari kejiwaan, tingkah laku, yang dialami pengarang atau dari kejadian di sekitar lingkungan pengarang dapat dituangkan dalam karya sastra yang penuh makna bagi pembaca. Penuangan itu tercermin dalam kepribadian yang diperankan oleh para tokoh dalam novel. Menurut Minderop (2010: 11) psikoanalisis adalah disiplin ilmu yang dimulai sekitar tahun 1990-an oleh Sigmund Freud. Teori psikoanalisis berhubungan dengan fungsi dan perkembangan mental manusia. Ilmu ini merupakan bagian dari psikologi yang memberikan kontribusi besar dan dibuat untuk psikologi manusia selama ini.

Teori kepribadian merupakan kajian pemahaman terhadap tingkah laku, fikiran, perasaan yang dipelajari secara spesifik yang bersifat diskripsi. Konsep awalnya berdasarkan atas tingkah laku yang ditampakkan ke lingkungan sosial.


(38)

Kepribadian adalah bagian dari jiwa yang membangun keberadaan manusia menjadi satu kesatuan yang membentuk sikap diri seseorang.

Kepribadian (personality) merupakan salah satu kajian psikologi yang lahir berdasarkan pemikiran, kajian atau temuan-temuan para ahli. Dalam kehidupan sehari-hari kepribadian seseorang digunakan untuk menggambarkan jati diri dan identitasnya. Karena kepribadian merupakan organisasi yang dinamis dalam diri individu yang memperlukan penyesuaian khusus terhadap lingkunganya. Tingkah laku menurut Freud (dalam Minderop, 2010: 20), merupakan hasil konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kepribadian tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian adalah fakor histori masa lampau dan faktor kontenpore, analoginya faktor bawaan dan faktor lingkungan dalam pembentukan kepribadian individu. Dalan teori kepribadian Sigmund Freud ada dua teori yang mendukung yaitu alam bawah sadar dan teori mimpi.

2.2.3.1 Alam Bawah Sadar

Freud (dalam Minderop, 2010: 13) menyatakan bahwa pikiran manusia lebih dipengaruhi oleh alam bawah sadar (unconscious) ketimbang alam sadar (conscious

mind). Hal itu karena dalam kehidupan manusia dipenuhi oleh konflik dan berbagai

tekanan, untuk meredakan tekanan dan konflik itu manusia lebih suka menyimpan konflik itu pada alam bawah sadar. Jadi alam bawah sadar merupakan kunci untuk dapat memahami perilaku manusia.

Karya sastra tercipta dari penuangan keadaan kejiwaan pengarang dan imajinasi setengah sadar pengarang terhadap hal yang pernah dialami dan keadaan di


(39)

lingkungan sekitar pengarang. Dari penuangan kejiwaan itu terciptalah karya sastra dengan wilayah tidak sadar dalam kehidupan psikis. Menurut Freud (dalam Minderop, 2010: 15) hasrat tidak sadar selalu aktif dan selalu muncul. Dengan memberikan tempat pada karya seni sebagai perwujudan mimpi yang tidak dapat diwujudkan misal karya sastra dalam wujud puisi, syair-syair.

Alam bawah sadar memiliki pengaruh yang besar dalam jiwa seseorang. Hal itu, karena manusia lebih suka menyimpan konflik atau suatu tekanan dari luar pada alam bawah sadarnya. Dari alam bawah sadar dapat digunakan untuk memahami perilaku manusia. Pada penciptaan suatu karya sastra, pengarang dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan dituangkan dengan secara sadar dalam suatu karya.

2.2.3.2 Teori Mimpi

Endraswara (2010: 15) menyatakan mimpi dipandang sebagai kembang tidur oleh banyak orang. Mimpi memiliki peran khusus dalam studi psikologi sastra. Inti pengamatan Freud terhadap sastra adalah sastra lahir dari mimpi dan fantasi.

Setiap orang pernah mengalami mimpi, mimpi dapat dipengaruhi oleh perilaku yang dilakukan seseorang. Perilaku seseorang dalam menjalani hidup yang mengalami banyak hal seperti, konflik, ketegangan dan kesenangan. Demikian hebatnya perilaku yang dialami baik konflik, ketegangan dan kesenangan yang dialami sulit diredakan memalui alam sadar, maka kondisi itu akan muncul dalam alam mimpi tak sadar.

Minderop (2010:16) menghubungkan karya sastra dengan mimpi memberikan kepuasan secara tidak langsung. Mimpi seperti tulisan yang merupakan sistem tanda


(40)

yang menunjukkan suatu yang berbeda yaitu melalui tanda itu sendiri. Perbedaan karya sastra dan mimpi adalah pada karya sastra terdiri tanda-tanda figurasi yang tumpang-tindih sedang mimpi dalam sastra adalah angan-angan halus.

Mimpi tercipta dari angan-angan atau keinginan seseorang yang berlebihan. Mimpi juga tercipta dari hal yang terjadi dari dalam diri seseorang. Sehingga mimpi seseorang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang dalam menghadapi hidup. Dari kepribadian seseorang dalam menghadapi konflik kehidupan yang tidak dapat diredakan oleh alam sadar sehingga dimunculkan dalam mimpi.

2.2.4 Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud

Kepribadian seseorang tercermin dari sikap, tingkah laku yang ditunjukkan dalam kehidupan seseorang. Perilaku seseorang dapat digunakan sebagai cerminan kejiwaan seseorang. Kejiwaan seseorang dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri atau dari luar diri seseorang. Faktor dari luar diri adalah teman bergaul, lingkungan dan faktor dari dalam diri seperti imajinasi, alam bawah sadar dan mimpi. Orang yang terkena masalah dan merasakan tekanan hingga alam sadarnya tidak dapat mengendalikan maka akan dimuncul pada alam bawah sadarnya hingga akan terbawa pada mimpi. Teori kepribadian psikoanalisis dan struktur kepribadian menurut Sigmund Freud saling berkaitan, karena dari alam bawah sadar atau mimpi akan terlahir perilaku seseorang yang memiliki unsur-unsur id, ego dan super ego.

Selanjutnya, Freud membahas pembagian kejiwaan manusia ke dalam tiga komponen, ketiga kompenan itu saling berkaitan dan membentuk totalitas tingkah laku manusia, yaitu id, ego dan super ego.


(41)

2.2.4.1 Id (Aspek Biologis Kepribadian)

Minderop (2010: 20-21) menyatakan id terletak di bagian tidak sadar, yang merupakan pengendali dan menjadi sumber energi psikis. Id di ibaratkan sebagai raja penguasa yang absolut, harus dihormati, manja, sewenang-wenang dan mementingkan diri sendiri. Id merupakan energi psikis dan naluri yang menekan manusia agar memenuhi kebutuhan dasar seperti misalnya kebutuhan: makan, seks, menolak rasa sakit dan tidak nyaman. Menurut Freud Id berada di bawah alam sadar, tidak ada kontak dengan realitas. Cara kerja Id berhubungan dengan prinsip kesenangan, yakni selalu mencari kenikmatan dan selalu menghindari ketidaknyamanan yang tidak mengenal nilai moralitas karena tidak mengenal baik dan buruk.

Id merupakan sistem kepribadian yang asli dibawa sejak lahir dan berisi tentang semua aspek psikologi yang diturunkan yang beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan.

2.2.4.2 Ego (Aspek Psikologi Kepribadian)

Menurut Minderop (2010: 20-22) ego terletak diantara alam sadar dan tidak sadar yang bertugas sebagai penengah yang mendamaikan tuntutan id dan larangan superego. Ego sebagai perdana menteri yang diibaratkan memiliki tugas harus menyelesaikan segala pekerjaan yang berhubungan dengan realita dan tanggap terhadap keinginan masyarakat. Ego terperangkap diantara dua kekuatan yang bertentangan dan dijaga serta patuh pada prinsip realitas dengan mencoba memenuhi kesenangan individu yang dibatasi realitas. Tugas ego memberi tempat dan fungsi


(42)

mental utama, misalnya: penalaran dan penyelesaian masalah. Ego tidak memiliki moralitas karena tidak mengenal nilai baik dan buruk.

Antara sistem sadar dan tak sadar memiliki peranan penting yaitu sensor. Setiap unsur tak sadar akan masuk ke kesadaran lebih dahulu melewati sensor (Noor, 2004:58). Ego sebagai eksekutif kepribadian yang berusaha memenuhi kebutuhan id sekaligus memenuhi kebutuhan moral dan kebutuhan perkembangan yang mencapai kesempurnaan dari super ego.

2.2.4.3 Super Ego (Aspek Sosiologis Kepribadian)

Menurut Minderop (2010: 20-22) struktur yang ketiga ialah super ego yang mengacu pada moralitas dalam kepribadian. Super ego diibaratkan sebagai pendeta tertinggi yang selalu mempertimbangkan nilai-nilai baik dan buruk dan pentingnya perilaku arif dan bijak. Super ego terletak di bagian sadar dan sebagian lagi dibagian tak sadar. Super ego tidak mempertimbangkan realitas karena tidak bergumul dengan hal-hal realistik, kecuali ketika implus seksual dan agresivitas id dapat terpuaskan dalam pertimbangan moral.

Menurut Noor (2004: 58) berisi instink-instink dan nafsu-nafsu yang tidak disadari dan tidak bebas untuk muncul ke ruang kesadaran sebab ada penghalang berupa sensor, yaitu super ego. Super ego bertugas meneliti nafsu dan instink yang akan muncul ke kesadaran.

Super ego merupakan kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip nilai baik dan buruk sebagai lawan id dan ego. Super ego


(43)

berkembang dari ego, namun berbeda dengan ego dia tidak mempunyai kontak dengan luar.

2.2.5 Dinamika Kepribadian Menurut Sigmund Freud

Dinamika merupakan sesuatu hal yang terjadi dari perilaku yang diperbuat. Dinamika kepribadian merupakan sesuatu hal yang terjadi akibat kepribadian dari dalam diri orang tersebut dalam menghadapi masalah.

Energi manusia dapat dibedakan dari penggunaannya, yaitu dikeluarkan dari tubuh manusia berupa gerakan tubuh dengan tenaga tanpa harus melibatkan hati dan otak. Sedangkan energi psikis adalah energi dari dalam diri berupa perasaan dan pikiran. Keterkaitan antara dinamika kepribadian dan struktur kepribadian yaitu antara energi fisik dapat diubah menjadi energi psikis. Id dengan naluri-nalurinya merupakan media dari energi fisik dengan kepribadian. Dalam dinamika kepribadian ada dua yaitu naluri dan kecemasan.

2.2.5.1 Naluri

Naluri yang terdapat dalam diri manusia bisa dibedakan menjadi: eros atau naluri kehidupan (life instinct) dan naluri kematian (death instinct). Naluri menurut Freud (Minderop, 2010: 26-27) merupakan kemahiran atau semacam penyesuaian biologis bawaan. Naluri kehidupan merupakan naluri yang ditunjukkan dari pemeliharan ego. Seperti tugas ego adalah mencari cara untuk dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan manusia. Adapun naluri kematian merupakan naluri yang mendasari tindakan agresif dan destruktif yang berada dalam alam bawah sadar


(44)

digunakan untuk motivasi. Naluri kematian dapat mendorong pada tindakan bunuh diri atau pengrusakan diri atau bersifat agresif terhadap orang lain.

2.2.5.2 Kecemasan (Anxitas)

Situasi apapun yang mengancam kenyamanan suatu organisme diasumsikan melahirkan suatu kondisi anxitas (Minderop, 2010: 27). Hal yang menyebabkan kecemasan pada diri manusia adalah ketika manusia terkena konflik atau suatu bentuk frustasi yang menghambat kemajuan individu untuk mencapai tujuannya. Kondisi ini diikuti perasaan tidak nyaman, yang disebut perasaan khawatir, takut dan tidak bahagia. Kecemasan dibagi menjadi dua (Minderop, 2010: 28) yaitu kecemasan objektif yang merupakan respon terhadap bahaya dalam lingkungannya (menurut Freud kondisi ini sama dengan rasa takut). Kecemasan neurotik berasal dari konflik alam bawah sadar dalam diri individu, karena konflik itu tidak disadari oleh orang tersebut sehingga tidak menyadari kecemasan tersebut.

2.2.6 Perkembangan Kepribadian Menurut Sigmund Freud

Freud menekankan aspek-aspek perkembangan kepribadian dan terutama menekankan peranan menentukan dari tahun-tahun awal masa bayi dan kanak-kanak dalam meletakkan struktur watak dasar sang pribadi. Freud berpendapat bahwa kepribadian telah cukup terbentuk pada lahir tahun kelima, dan bahwa perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya merupakan elaborasi terhadap struktur itu. Freud yakin bahwa “anak adalah ayah manusia.” Ferud sendiri jarang melakukan penyelidikan terhadap anak-anak kecil secara langusng. Ia lebih suka melakukan rekonstruksi tentang kehidupan masa silam seseorang berdasarkan evidensi yang terdapat dalam ingatan kenangannya di masa dewasa.


(45)

Kepribadian berkembang sebagai respon empat sumber tegangan pokok yakni: (1) proses-proses pertumbuhan fisiologis; (2) frustasi-frustasi; (3) konflik-konflik; dan (4) ancaman-ancaman. Sebagai akibat dari meningkatnya tegangan-tegangan yang ditimbulkan oleh sumber-sumber ini, sang pribadi terpaksa mempelajari cara-cara mereduksi tegangan. Proses belajar inilah yang dimaksudkan dengan perkembangan kepriadian. ( David Ward, 2003: 73-74)

Ada beberapa cara untuk mencoba memecahkan kegagalan, pertentangan-pertentangan, dan kecemasan-kecemasan, yaitu identifikasi, pemindahan, dan mekanisme pertahanan.

2.2.6.1 Identifikasi

Identifikasi adalah cara yang digunakan individu untuk belajar mengatasi frustasi-frustasi, konflik-konflik dan kecemasan-kecemasan. Identifikasi juga merupakan cara orang dapt memperoleh kembali suatu objek yang hilang.

Ego dan superego menarik enrgi dan id dengan jalan membuat identifikasi yang ideal dan moralitas dengan pemilahan objek secara naluriah dari id. Identifikasi, sebagai penyatuan dari sifat-sifat suatu objek luar, biasanya dimiliki oleh lain orang, ke dalam kepribadian seseorang. Seseorang yang berhasil mempersatukan dirinya dengan orang lian, akan menyamai orang itu.

Seseorang mempersatukan dirinya dengan ukuran-ukuran moral dari orang tuanya, karena ketakutan untuk mendapat hukuman dan keinginan untuk mendapat persetujuan. Identifikasi dengan orang tuanya menghasilkan pembentukan superego.


(46)

Identifikasi yang menjadi dasar superego adalah identifikasi dengan orang tua yang di idealisir, berlainan dengan identifikasi ego yang realitas.

2.2.6.2 Pemindahan

Pengalihan adalah pengalihan perasaan tidak senang terhadap suatu objek ke objek lainnya yang lebih memungkinkan. Misal, adanya keinginan yang bersifat agresif yang dapat digantikan, sebagai kambing hitam, terhadap orang atau objek lainnya yang mana objek-objek tersebut sebagai sumber frustasi namun lebih aman dijadikan sasaran

Freud menjelaskan bahwa dalam kasus yang paling menguntungkan, pembangkitan rasa sakit akan berakhir dengan cepat begitu harapan menarik diri dari pemindahan pikiran dalam keadaan sadar. Tetapi sebaliknya, jika harapan tak sadar yang ditekan telah menerima pengutan dari organ, yang bisa ditempatkan dalam proses pemindahn pikiran, menjadikannya mampu untuk mendobrak masuk bersama rangsangan organis bahkan ketika harapan dalam keadaan sadar telah dibuang. Kemudian yang terjadi usaha-usaha untuk mempertahankan diri, dan hasil akhirnya adalah bahwa pikiran-pikiran yang dipindahkan akan menerobos dalam bentuk-bentuk kompromis lewat bentuk-bentukan gejala. (Freud, 2011: 35-36)

2.2.6.3 Mekanisme Pertahanan Ego

Untuk menghadapi ancaman dan bahaya yang menimbulkan kecemasan, ego mencoba mengusai bahya dengan menggunakan cara-cara memecahkan kesulitan secara realitas, atau dapat mencoba meredakan kecemasan dengan cara-cara menolak,


(47)

memalsukan, atau mengaburkan kenyataan dan yang menghalangi perkembangan kepribadian. Cara-cara itu dinamakan alat-alat pertahanan ego. Ada sejumlah alat pertahana ego penting untuk memecahkan kesulitan yaitu represi (penekanan), proyeksi, pembentukan reaksi, keadaan tertahan dan regresi (penyurutan).

a. Represi

Menurut Freud, mekanisme pertahanan ego yang paling kuat dan luas adalah antara lain, represi. Tugas represi ialah mendorong keluar keingianan-keinginan id yang tidak diterima, dari alam sadar dan kembali ke alam bawah sadar. Represi merupakan fondasi cara kerja semua mekanisme pertahanan ego. Tujuan dari semua mekanisme pertahanan ego adalah untuk menekan (repress) atau mendorong keinginan-keinginan yang mengancam agar keluar dari alam sadar.

Mekanisme represi pada awalnya diajukan oleh Sigmund Freud yang kerap masuk ke ranah psikoanalisis. Represi sebagai upaya menghindari perasaan anxitas. Sebagai akibat represi, si individu tidak menyadari keinginan yang menyebabkan anxitas serta tidak mengingat pengalaman emosional dan traumatik di masa lalu.

b. Rasionalisasi

Rasionalisasi memiliki dua tujuan: pertama, untuk mengurangi kekecewaan ketika gagal mencapai suatu tujuan; dan kedua, memberikan motif yang dapat diterima atas perilaku (Higard, 1975:443-444).

Rasionalisasi terjadi bila motif nyata dari perilaku individu tidak dapat diterima oleh ego. Motif nyata tersebut digantikan oleh semacam motif pengganti dengan tujuan pembenaran.


(48)

c. Agresi

Perasaan marah terkait erat dengan ketegangan dan kegelisahan yang dapat menjurus pada pengrusakan dan penyerangan. Agresi dapat berbentuk langusng dan pengalihan . Agresi langsung adalah agresi yang diungkapkan secara langsung kepada seseorang atau objek yang merupakan sumber frustasi. Bagi orang dewasa, agresi semacam ini biasanya dalm bentuk verbal ketimbang fisikal. Si korban yang tersinggung biasanya akan merespon. Agresi yang dialihkan adalah bila seseorang mengalami frustasi namun tidak dapat mengungkapkan secara puas kepada sumber frustasi tersebut karena tidak jelas atau tak tersentuh. Si pelaku tidak tahu ke mana ia harus menyerang; sedangkan ia sangat marah dan membutuhkan sesuatu untuk pelampiasan. Penyerangan kadang-kadang tertuju kepada orang yang tidak bersalah atau mencari “kambing hitam” (Hilgard 1975:436).

2.3 Kerangka Pemikiran

Sistematika penulisan dalam sebuah penelitian berfungsi untuk memberikan gambaran mengenai langkah-langkah suatu penelitian. Adapun sistematika dalam penulisan ini adalah sebagai berikut.


(49)

Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran

Penulisan tesis ini disusun dengan menggunakan bagan dan akan di uraikan secara sistematis untuk memudahkan pengkajian dan pemahaman terhadap persoalan yang ada. Adapun sistematika dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut:

Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian. Selanjutnya kajian Teoritik novel, pada bagian ini akan

Latar belakang,perumusan masalah dan tujuan serta manfaat penelitian dari

Novel Negeri Lima Menara

dan Ranah Tiga Rasa

Teori Struktural Pendekatan Psikologisastra

Tema, Alur, Penokohan, Latar

Aspek Kepribadian: alam bawah sadar, teori mimpi,

pemakian energi id, ego,superego, naluri,

kecemasan, serta perkembangan kepribadian:identifikasi, pemindahan, represi dan

regresi


(50)

membahas gambaran umum tentang struktur novel: alur, tokoh, latar, dan tema. Dalam bab ini juga akan di paparkan secara umum mengenai psikologi sastra, struktur kepribadian dan dinamika kepribadian serta kerangka pemikiran.

Pada metode penelitian meliputi, pendekatan dan starategi, objek peneliltian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, validasi serta analisis data. Kemudian akan menganalisa struktur dari Novel NLM dan RTW yaitu alur, tokoh, latar, dan tema. Di lanjutkan untuk melakukan analisis terhadap dinamika kepribadian tokoh utama, kepribadian Alif Fikri ditinjau dari alam bawah sadar, dari teori mimpi, dari pemakaian energi Id, Ego, dan Superego, dari insting hidup dan mati, serta kecemasan, dan perkembangan kepribadian, yaitu identifikasi, pemindahan, represi dan regresi. Dibagian penutup, berisikan tentang temuan kesimpulan dan saran.


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

Setiap penelitian sastra tidak lepas dari metode. Metode penelitian adalah cara berpikir dengan menggunakan langkah-langkah sistematik dalam penelitian. Metode penelitian tidak dapat diterapkan untuk pembahasan semua objek, metode penelitian harus disesuaikan dengan objek penelitian.

3.1 Pendekatan dan Strategi

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, artinya data yang dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk deskriptif fenomena, tidak berupa angka-angka atau koefisien tentang hubungan antarvariabel. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang sifatnya alamiah dan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang pelaku. Jadi penelitian kualitatif deskriptif merupakan metode penelitian yang datanya dianalisis dan hasil analisisnya berupa data deskriptif yaitu, kata-kata tertulis atau lisan untuk memahami fenomena yang dialami subjek penelitian (Aminuddin, 1900: 16). Penelitian kualitatif bertujuan untuk mengungkap berbagai informasi dengan pendeskripsian yang teliti dan apa adanya. Misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah. Wujud data dalam penelitian ini berupa kata-kata, frasa, kalimat dan wacana yang terdapat dalam novel Negeri Lima Menara dan Ranah Tiga


(52)

Strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi penelitian terpancang (embedded research) dan studi kasus (case study). Sutopo (2002: 112) memaparkan bahwa penelitian terpancang digunakan karena masalah dan tujuan penelitian telah ditetapkan oleh peneliti sejak awal penelitian. Sedangkan studi kasus digunakan karena strategi ini difokuskan pada kasus tertentu. Pada penelitian novel Negeri Lima Menara dan Ranah Tiga Warna karya A. Fuadi ini memaparkan strategi terpancang karena peneliti telah menetapkan masalah tentang bagaimana struktur pembentuk novel, bagaimana aspek kepribadian tokoh utama dan tujuan penelitian sejak awal penelitian. Sedang studi kasus digunakan karena strategi ini difokuskan pada satu kasus yaitu kepribadian yang dimiliki oleh tokoh utama Alif Fikri.

Arah atau penekanan dalam penelitian ini adalah kepribadian tokoh utama tinjauan psikologi sastra pada novel Negeri Lima Menara dan Ranah Tiga Warna karya A. Fuadi dengan urutan analisis sebagai berikut.

1. Struktur yang membangun novel NLM dan RTW karya A. Fuadi.

2. Kepribadian tokoh utama dalam novel NLM dan RTW karya A. Fuadi dengan tinjauan psikologi sastra.

3. Bagaimana solusi yang dilakukan tokoh utama untuk menghadapi konflik batin ditinjau berdasarkan kajian psikologi sastra?

3.2 Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan variabel yang diteliti, baik berupa peristiwa, tingkah laku, aktivitas atau gejala-gejala sosial lainnya. Dalam penelitian ini objek


(53)

yang dikaji adalah aspek kepribadian tokoh utama yaitu Alif Fikri dalam novel

Negeri Lima Menara dan Ranah Tiga Warna karya A. Fuadi yang diterbitkan oleh

Gramedia tahun 2009.

3.3 Data dan Sumber Data Penelitian 3.3.1 Sumber Data

Sumber data adalah subjek penelitian dari mana data diperoleh. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ialah sumber utama penelitian yang diproses langsung dari sumbernya tanpa lewat perantara. Sumber data dalam penelitian ini adalah:

Judul novel : Negeri Lima Menara dan Ranah Tiga Warna Penulis : A. Fuadi

Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama Kota Terbit : Jakarta

Tahun terbit pertama : Juli 2009 (NLM) dan Januari 2011 (RTW) Tebal halaman : 423 halaman (NLM) dan 473 halaman (RTW)

Sampul : Bergambar Lima menara (NLM) dan Daun Maple (RTW)

3.3.2 Data

Data dalam penelitian ini yaitu data kualitatif. Data kualitatif adalah data berupa kata, gambar dan bukan angka (Aminudin, 1990:16). Wujud data dalam penelitian ini berupa kata-kata, frase, kalimat, dan wacana yang berkaitan dengan objek penelitian dalam novel NLM dan RTW karya A. Fuadi.


(54)

3.3.2.1Data Primer

Data primer adalah teks dari kedua novel yang berkenaan dengan aspek kepribadian yang ditinjau dari alam bawah sadar, mimpi, pemakaian energi id, ego, superego, naluri, kecemasan dan pengembangan kepribadian yaitu identifikasi, pemindahan, represi, rasionalisasi dan pembentukan reaksi.

3.3.2.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah merupakan sumber kedua. Data sekunder pada penelitian ini adalah sumber selain data primer atau acuan yang bersumber dari permasalah yang menjadi objek penelitian. Adapun data sekunder adalah tentang

posted Tesaiga dalam review buku: Negeri Lima Menara pada tanggal 11 Januari

2011, (Tesaiga, 2011), bahan-bahan yang memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan isi sumber primer, yang terdiri dari hasil-hasil penelitian yang telah ada sebelumnya, buku, jurnal, dan makalah.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pustaka, dan catat. Teknik pustaka adalah teknik yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data (Al Ma’ruf, 2009:6). Teknik catat berarti penelitian sebagai instrument kunci melakukan pencatatan terhadap data yang diperoleh. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data diantaranya sebagai berikut:

a. Membaca novel Negeri Lima Menara dan Ranah Tiga Warna karya A.Fuadi secara intensif untuk menemukan data-data yang dianalisis yaitu (i) struktur


(55)

novel, (ii) dinamika kepribadian serta (iii) pengembangan kepribadian tokoh utama dalam novel tersebut.

b. Melakukan pencatatan pada data yang diperoleh dari buku-buku referensi dan penelitian-penelitian sebelumnya sesuai dengan penelitian.

3.5 Teknik Analisis Data

Menurut Riffaterre, analisis data dilaksanakan melalui metode pembacaan model semiotik yakni pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik. Pembacaan heuristik adalah pembacaan menurut konvensi atau struktur bahasa (pembacaan semiotik tingkat pertama). Adapun pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang dengan memberikan interpretasi berdasarkan konvensi sastra atau pembacaan semiotik tingkat kedua (Al-Ma‟ruf, 2010:33).

Pembacaan heuristik merupakan cara kerja yang dilakukan oleh pembaca dengan menginterpretasikan teks sastra secara referensial melalui tanda-tanda linguistik. Pembacaan ini berasumsi bahwa bahasa bersifat referensial, artinya bahasa harus dihubungkan dengan hal-hal nyata. Pembacaan hermeneutik atau retroaktif merupakan kelanjutan dari pembacaan heuristik untuk mencari makna (meaning of

meaning atau significance).

Hubungan antara heuristik dan hermeneutik dapat dipandang sebagai hubungan yang bersifat gradasi, sebagai kegiatan pembaca, dan kerja hermeneutik disebut juga pembacaan retroaktif, memerlukan pembacaan berkali-kali dan kritis untuk mengungkapkan makna kata. Teknik ini merupakan cara yang digunakan


(56)

pembaca untuk mencari makna dalam bacaan yang dibaca. Makna yang dicari adalah makna yang berkaitan dengan aspek kepribadian dan pengembangan kepribadian tokoh utama berdasarkan tinjaun psikologi sastra. Metode ini merupakan cara kerja yang dilakukan oleh pembaca secara terus-menerus lewat pembacaan novel NLM dan

RTW. Adapun langkah awal untuk menganalisis novel NLM dan RTW karya A. Faudi

dalam penelitian sebagai berikut.

1. Membaca novel NLM dan RTW karya A.Fuadi

2. Menganalisis unsur-unsur dengan menggunakan indikator dan variable dalam novel NLM dan RTW karya A.Fuadi

3. Menganalisis makna dinamika dan pengembangan kepribadian tokoh Alif Fikri dalam novel NLM dan RTW karya A.Fuadi dengan melakukan pencatatan pada data yagn diperoleh dari buku-buku referensi dan penelitian-penelitian sebelumnya sesiau dengan penelitian-penelitian


(57)

BAB IV

STRUKTUR NOVEL NEGERI LIMA MENARA DAN RANAH TIGA WARNA

4.1 Pendahuluan

Dalam pembahasan ini penulis memulai dengan memaparkan sinopsis novel untuk memudahkan analisis struktur novel, karakter tokoh, dan pembuatan bahan pembelajaran sastra. Analisis struktur diawali dengan kajian tema, alur, penokohan, dan latar. Penulis berpedoman pada instrumen penelitian struktur novel agar terarah dan jelas.

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, penulis hanya memfokuskan analisis tokoh utama dalam novel NLM dan RTW karya A. Fuadi. Dengan demikian, tokoh-tokoh yang ditampilkan berada pada kategori remaja sesuai dengan batasan definisi operational.

Novel NLM dan RTW termasuk jenis novel psikologi karena memusatkan kisahnya pada kehidupan emosional para tokohnya dan menjajaki tingkatan kegiatan mentalnya yang berbeda-beda. Novel psikologi lebih mementingkan alasan dan tujuan suatu tindakan daripada tindakan itu sendiri. Kisahan semacam ini menekankan perwatakan mendalam dan motivasi yang mengakibatkan tindakan lahiriah.


(58)

4.2 Deskripsi Data dan Analisis Unsur Intrinsik Novel NLM dan RTW

Berikut ini adalah deskripsi dan analisis data berkaitan dengan analisis unsur intrinsik novel NLM dan RTW karya A. Fuadi

4.2.1 Tema

Tema merupakan gagasan yang mendasari suatu cerita. Penulis akan menggunakan indikator dan data untuk memudahkan berdasarkan tingkatannya. Tema dalam novel NLM dan RTW dapat dideskripsikan sebagai berikut.

Tabel 4.1 Deskripsi Data Berkaitan dengan Tema

Indikator Data

(1) (2)

Tema Tingkat Egoik a. “Bagiku, tiga tahun di madrasah tsanawiyah

rasanya sudah cukup untuk mempersiapkan dasar ilmu agama.Kini saatnya aku mendalami ilmu non agama. Tidak madrasah lagi. Aku ingin kuliah di UI, ITB, dan terus ke Jerman seperti Pak Habibie. Kala itu aku menganggap Habibie adalah profesi tersendiri.” (NLM, 2009:8)

b. “ Aku sendiri sangat penasaran dengan negara yang bernama Amerika Serikat itu. Katanya penuh dengan Yahudi dan orang tidak beriman, tapi kok bisa ada mesjid dan muslim disana. Suatu ketika, kalau Tuhan berkehendak, aku akan melihatnya langsung. Duh, Tuhan Yang Maha Mendengar, aku yakin Engkau mendengar suara hatiku. Bolehkah aku kesana?” (NLM, 2009:177)


(59)

(1) (2)

c. “Aku eja huruf tulisan Arab-nya. Kaf-ba-ba. Ooo ini yang disebut kebab. Aku pesan tiga, satu buatku, satu buat Rusdi, dan satu lagi, buat, ehm, Raisa, walau dia tidak pernah minta. Dia berbinar-binar ketika aku sodorkan sebungkus kebab. “Terima kasih ya Lif, perhatian sekali,” jawabnya dengan senyum indah itu. “he eh…” jawabku grogi. Hatiku rasanya mekar.” (RTW, 2011:246)

Tema Tingkat Sosial “ Aku sama sekali tidak melihat Amerika. Malah

menurutku lebih mirip benuaEropa. Tuh, kan ...” Tukas Raja. (NLM, 2009:208)

“ ...Lihatlah bagaimana Habibie bisa menjadi “duta” teknologi Indonesia di negara maju. Dia kuasi teknologi, dia perlihatkan kecanggihan ilmunya, dan dia mengepalai para insinyur Jerman. Atau Rudi Hartono yang mengusai turnamen All England dengan skill bulutangkisnya…” (RTW, 2011:205)

Nurgiyantoro (2010:70) memandang tema sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum sebuah karya novel. Menurutnya gagasan dasar umum inilah yang tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita.

Dalam cerita ini, gagasan dasarnya adalah mengenai kesungguhan dalam meraih cita-cita. Tokoh dalam cerita ini, yaitu Alif Fikri, Radja, Baso, Atang , Said, Dulmajid, Randai, dan Raisya adalah para tokoh yang memiliki cita-cita tinggi. Alif Fikri sebagai tokoh utama dalam cerita ini bercita-cita ingin menjadi seperti Habibie. Berbagai hambatan dan rintangan ia jalani. Bermula kerika dia lulus dari SMP, dia ingin melanjutkan pendidikan ke SMA.

“Bagiku, tiga tahun di madrasan tsanawiyah rasanya sudah cukup untuk mempersiapkan dasar ilmu agama. Kini saatnya aku mendalami ilmu non agama. Tidak madrasah lagi. Aku ingini di UI , ITB dan terus ke Jerman


(60)

seperti pak habibie. Kala itu aku menganggap Habibie adalah seperti profesi tersendiri. “ (NLM, 2009:8)

Namun apa mau dikata, keinginannya tidak sejalan dengan kemauan ibunya. Ibunya menginginkan dia seperti Buya Hamka, seorang ulama besar yang terkenal. Dengan setengah hati, ia mengikuti kemauan ibunya. Ia melanjutkan pendidikannya ke Pondok Madani, sebuah pondok yang terletak di pelosok Jawa Timur. Walaupun awalnya dengan setengah hati, tetapi pada akhirnya dia dapat mengikuti pendidikan di pondok ini dengan senang hati. Di pondok ini, ia terpesona dengan mantra man

jadda wajada, siapa yang sungguh-sungguh pasti akan berhasil. Di pondok ini pula ia

menggantungkan cita-citanya.

“Aku sendiri sangat penasaran dengan negara yang bernama Amerika Serikat itu. Katanya penuh orang Yahudi dan orang tidak beriman, tapi kok bisa ada masjid dan muslim disana. Suatu ketika, kalau Tuhan berkehendak, aku akan melihatnya langsung. Duh, Tuhan Yang Maha Mendengar, aku yakin Engkau mendengar suara hatiku. Bolehkah aku kesana:” (NLM, 2009:177)

“Kini di bawah menara PM, imajinasiku kembali melihat awan-awan ini menjelma menjadi peta dunia. Teatnya menjadi daratan yang didatangi Columbus sekitar 500 tahun silam: Benua Amerika. Mungkin aku terpengaruh Ustad Salman yang bercerita panjang lebar bagaimana orang kulit putih Amerika sebagai sebuah tokoh remaja berhasil meloloskan diri dari kekhilafan sejarah Eropa dan membuat dunia yang baru. Yang lebih baik dari tokoh remaja asal mereka sendiri.” (NLM, 2009:207)

Di pondok ini pulalah, ia berkenala dengan lima orang sahabatnya yang kemudian mereka sebut sebagai Sahibul Menara. Ternyata mereka sama-sama memiliki cita-cita yang tinggi. Di bawah menara PM, mereka memimpikan cita-cita mereka.

“Aku sama sekali tidak melihat Amerika. Malah menurtuku lebih mirip benua Eropa. Tuh, kan...” tukas Raja. (NLM, 2009:208)


(1)

(2) Perlunya penggunaan teori psikonalisis lain terutama yang menentang pendapat Freud, sehingga dapat diketahui kontradiksi dan penyimpangan-penyimpangan kejiwaan tokoh-tokoh novel NLM dan RTW secara intensif (3) Perlunya penggunaan ilmu-ilmu kepribadian lain dalam menganalisis novel

NLM dan RTW agar dialog antara sastra dalam hal ini novel dengan psikologi


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Al Ma’ruf, Ali Imron. 2009. Stilistika: Teori, Metode, dan Aplikasi Pengkajian

Estetika Bahasa. Solo: Cakra Books

Al Ma’ruf, Ali Imron. 2010. Kajian Stilistika: Perspektif Kritik Holistik. Surakarta: Sebelesa maret University Press.

Aminuddin. 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Agama dan

Sastra. Malang: Yayasan Asih, Asah, Asuh.

Atkinson, Rita L, Pengantar Psikologi I, Jakarta: Edisi kedelapan, Erlangga, 2009 Fuadi, A. 2009. Negeri Lima Menara dan Ranah Tiga Warna. Jakarta: Gramedia. Karlan, Diana Ayu. 2008. “Konflik Tokoh Utama dalam novel Nayla Karya Djenar

Maesa Ayu: Tinjauan Psikologi Sastra.” Tesis. Surakarta: Universitas Muhammadiyah.

Minderop, Albertine. 2010. Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Moeloeng, Lexy. 1990. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya. Noor, Rusdiana. 2010. “Perilaku Wanita manula dalam novel Casus Karya Putu

Wijaya: Sebuha tinjauan psikologis dan Nilai Pendidikannya” dalam Jurnal Ilmiah Nomor 6 Tahun 2010.

Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Nurhayati, Hevi. 2008. Aspek Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Midah “Si

Manis Bergigi Emas” Karya Pramoedya Ananta Tour: Tinjauan psikologi Sastra. Tesis SI: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pradopo, Rahmat Joko. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: PT.Handinita Graha Widya.

Putranto, Eka Widyawan Cahya. 2009. “Aspek Kepribadian tokoh Rihanna dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra Karya Habbiburahman El Shirazy: Tinjauan Psikologi Sastra”. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah. Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra.


(3)

Sangidu. 2004. Penelitian Sastra. Pendekatan, Teori, Metode, Teknik dan Kiat. Yogyakarta: Unit Penerbitan Sastra Asia Barat Fakultas Ilmu Budaya UGM. Siswantoro. 2004. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologi. Surakarta:

Muhammadiyah University Press.

Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sutopo, HB. 2002. Metodologi Penelitian: Teori dan Aplikasi dalam Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Teeuw, A. 1984, Sastra dan Ilmu Sastra, Pengantar teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.


(4)

Lampiran

Sinopsis

Negeri Lima Menara (2009)

Alif lahir di pinggir Danau Maninjau dan tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Masa kecilnya adalah berburu durian runtuh di rimba Bukit Barisan, bermain bola di sawah berlumpur dan tentu mandi berkecipak di air biru Danau Maninjau. Tiba-tiba saja dia harus naik bus tiga hari tiga malam melintasi punggung Sumatera dan Jawa menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur. Ibunya ingin dia menjadi Buya Hamka walau Alif ingin menjadi Habibie. Dengan setengah hati dia mengikuti perintah Ibunya: belajar di pondok.Di kelas hari pertamanya di Pondok Madani (PM), Alif terkesima dengan “mantera” sakti man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses. Dia terheran-heran mendengar komentator sepakbola berbahasa Arab, anak menggigau dalam bahasa Inggris, merinding mendengar ribuan orang melagukan Syair Abu Nawas dan terkesan melihat pondoknya setiap pagi seperti melayang di udara.

Dipersatukan oleh hukuman jewer berantai, Alif berteman dekat dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa. Di bawah menara masjid yang menjulang, mereka berenam kerap menunggu maghrib sambil menatap awan lembayung yang berarak pulang ke ufuk. Di mata belia mereka, awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing. Kemana impian jiwa muda ini membawa mereka? Mereka tidak tahu.


(5)

Yang mereka tahu adalah: Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.

Bagaimana perjalanan mereka ke ujung dunia ini dimulai? Siapa horor nomor satu mereka? Apa pengalaman mendebarkan di tengah malam buta di sebelah sungai tempat jin buang anak? Bagaimana sampai ada yang kasak-kusuk menjadi mata-mata misterius? Siapa Princess of Madani yang mereka kejar-kejar? Kenapa mereka harus botak berkilat-kilat? Bagaimana sampai Icuk Sugiarto, Arnold Schwarzenegger, Ibnu Rusyd, bahkan Maradona sampai akhirnya ikut campur? Ikuti perjalanan hidup yang inspiratif ini langsung dari mata para pelakunya. Negeri Lima Menara adalah buku pertama dari sebuah trilogi.

Ranah Tiga Warna (2011)

Alif baru saja tamat dari Pondok Madani. Dia bahkan sudah bisa bermimpi dalam bahasa Arab dan Inggris. Impiannya? Tinggi betul. Ingin belajar teknologi tinggi di Bandung seperti Habibie, lalu merantau sampai ke Amerika. Dengan semangat menggelegak dia pulang ke Maninjau dan tak sabar ingin segera kuliah. Namun kawan karibnya, Randai, meragukan dia mampu lulus UMPTN. Lalu dia sadar, ada satu hal penting yang dia tidak punya. Ijazah SMA. Bagaimana mungkin mengejar semua cita-cita tinggi tadi tanpa ijazah? Terinspirasi semangat tim dinamit Denmark, dia mendobrak rintangan berat. Baru saja dia bisa tersenyum, badai masalah menggempurnya silih berganti tanpa ampun. Alif letih dan mulai


(6)

bertanya-tanya: Sampai kapan aku harus teguh bersabar harus teguh bersabar menghadapi semua cobaan hidup ini?Hampir saja dia menyerah.

Rupanya mantra man jadda wajada saja tidak cukup sakti dalam memenangkan hidup. Alif teringat mantra kedua yang diajarkan di Pondok Madani: man shabara

zhafira. Siapa yang bersabar akan beruntung. Berbekal kedua mantra itu dia songsong

badai hidup satu persatu. Bisakah dia memenangkan semua impiannya?

Kemana nasib membawa Alif? Apa saja 3 ranah berbeda warna itu? Siapakah Raisa? Bagaimana persaingannya dengan Randai? Apa kabar Sahibul Menara? Kenapa sampai muncul Obelix, orang Indian dan Michael Jordan dan Ksatria Berpantun? Apa hadiah Tuhan buat sebuah kesabaran yang kukuh?

Ranah 3 Warna adalah hikayat bagaimana impian tetap wajib dibela habis-habisan walau hidup terus digelung nestapa. Tuhan bersama orang yang sabar.