Usaha Penanggulangan yang Dilakukan oleh Pemerintah

46 melalui pendidikan kepada siswi-siswi tentang dampak buruk yang disebabkan oleh Enjo Kōsai http:www.crickey.com.auarticles20040709-0005.hmtl Biar bagaimanapun sekolah sudah mengupayakan yang terbaik bagi para siswi-siswi agar tidak terlibat pada praktik Enjo Kōsai, akan tetapi Enjo Kōsai itu juga dapat dicegah melalui keinginan dari diri remaja itu sendiri.

3.3 Usaha Penanggulangan yang Dilakukan oleh Pemerintah

Perkembangan perekonomian di Jepang telah mampu meningkatkan taraf hidup masyarakatnya baik di desa maupun di kota. Kemajuan ekonomi ini, terutama di daerah perkotaan kota terlihat lebih jelas dengan kehidupan material yang berlimpah mulai daari kebutuhan mendasar sampai pada kebutuhan akan hiburan. Menurut Fukutake Tadashi, sehubungan dengan kehidupan material yang berlimpah maka keinginan dan harapan remaja pun meningkat dan bilamana daya beli mereka tidak dapat terpenuhi mereka akan frustasi yang pada tahap selanjutnya akan melahirkan tindak kejahatan atau setidaknya kenakalan remaja. Hal initerbukti dengan munculnya tindak kejahatan yang dilakukan oleh remaja. Kenakalan remaja ini kadang sering lahir dalam bentuk tindakan yang melanggar hukum. Menurut catatan kepolisian, remaja putri adalah yang paling cepat mengulangi tindak pelanggarannya dengan selang waktu 6 bulan dari masa pembebasannya dari pengawasan pengadilan sedangkan remaja pria berselang waktu setahun untuk kemudian melakukan tindak pelanggaran hukum lagi. Tindakan yang biasa dilakukan oleh remaja putri adalah manbiki atau mencuri barang-barang di toko-toko dan melakukan tindak pelacuran. Tercatat bahwa 60 47 dari tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh remaja putri di Jepang adalah pelacuran. Pada tahun 1996 berdasarkan catatan putih kepolisian menyatakan bahwa sebanyak 5.481 remaja putri di Jepang yang berusia 13-19 tahun ditangkap karena kasus pelacuran, jumlah ini meningkat 6 dari tahun 1994. Dari jumlah itu sebanyak 46,8 mengaku bahwa mereka melakukan tindak pelacuran dengan alasan untuk mendapatkan banyak uang, dan sebanyak 29,6 melakukannya karena rasa keingintahuan dan rasa penasaran http:search.japantimes.co.jpcgi- binfl20010708a1.hmtl. Dewasa ini salah satu perilaku remaja yang meresahkan masyarakat Jepang adalah suatu fenomena yang disebut dengan Enjo Kōsai. Istilah Enjo Kōsaiberarti bergaul dan mendapat bantuan, berupa suatu tindakan remaja putri usia 13-19 tahun yang mencari uang tambahan untuk membeli barang-barang bermerek dan berharga mahal yang mereka inginkan dengan berkencan dengan pria yang lebih tua. Fenomena Enjo Kōsaiini sudah sangat marak terjadi di Jepang, sehingga pihak kepolisian di Jepang sampai-sampai perlu menyebarkan poster yang menegaskan bahwa Enjo Kōsaiadalah sama dengan pelacuran. Poster-poster itu dibagikan ke sekolah-sekolah. Dari penelitian yang dilakukan oleh Pemerintah Metropolitan Tokyo tahun 1996, terungkap bahwa 3,8 siswi SMP, dan 4,0 siswi SMA pernah melakukan Enjo Kōsai. Ini berarti bahwa rata-rata ada seorang murid dalam satu kelas yang pernah berpraktek menjual dirinya. Fenomena Enjo Kōsaiini tentu menciptakan kekhawatiran pada masyarakat Jepang. Pemerintah kemudian menyadari bahwa perlu juga dipertanyakan mengenai etika pria-pria di Jepang selain para remaja putri, 48 sehingga pada tahun 1999 dibuatlah Undang-Undang yang menentang praktek illegal Enjo Kōsaitersebut. Dan bagi yang melanggarnya akan dikenakan denda sebesar 500.000 yen dan dikenakan hukuman penjara selama setahun http:ballz.ababa.netuninvitedenjokousai.htm. Fenomena Enjo Kōsaimemberikan dampaknegatif,yakniterancamnyamasa depangenerasimudaJepangakibatrusaknyahubungan sosialyangwajardiantarapara remaja,banyakgadis-gadisyangmenganggap laki-lakiseusiamerekamasihkekanak- kanakan. Enjo Kōsaijuga menyebabkanbanyak gadis remaja yang berhenti sekolah akibatkemungkinan hamildiluarnikahyangdisebabkanolehhubunganseks Enjo Kōsai sehingga menyebabkanangkaaborsidiJepangsemakintinggisebelumadanya Undang- Undangtahun1999yangmenentang praktekilegal Enjo Kōsai.Halinidapatdilihatdari tabelberikutiniyangmenunjukkan semakintinggiangkaaborsidiJepangakibatseks bebas,penyakit,danmasalahekonomisebelumtahun1999danmenurunsetelah tahun 2000-2003 http:www.jhonstonsarchive.netpolicyabortion. Tabel angka aborsi di Jepang tahun 1995-2003 Tahun Angka Kelahiran Laporan Legal Aborsi Tidak Dilaporkan Rasio Aborsi laporan Aborsi laporan 1995 1.187.064 343.023 39.403 289 22,4 1996 1.206.555 338.867 39.536 281 21,9 1997 1.191.665 337.799 39.546 283 22,1 49 1998 1.203.147 333.220 38.988 277 21,7 1999 1.117.669 337.314 38.452 286 22,3 2000 1.190.547 341.164 38.393 287 22,3 2001 1.170.662 341.588 37.467 292 22,6 2002 1.153.855 329.326 36.978 285 22,2 2003 1.123.610 319.831 35.330 285 22,2 Selain meningkatnya angka aborsi di Jepang, penulis menganalisa bahwa tidak menutup kemungkinan terjangkitnya penyakit HIVAIDS akibat seks bebas dalam Enjo Kōsai. Menurut Hall, tingginya persepsi AIDS setiap tahun di Jepang disebabkan karenasexualbehavioroftheJapanese has becomemoreliberated yang diterjemahkan “kebiasaanseksualorangJepangyangsemakinbebas”. http:www.japanic.netarticle.php?articleID=671 Sepertikasus Enjokōsai,meskipunpemerintahtelahmengeluarkanundang-undang pelecehanseksual terhadapgadisdibawahusia18tahun,namuntanggung jawabdankesadarandarisetiap individubaikdariKogyaru sendirimaupunparaOyajimasihsangatkurang. Melihat banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan dari praktik Enjo Kōsaiini memunculkan kepedulian tidak hanya dari pihak pemerintah tetapi juga pihak swasta untuk berperan mengurangi kasus remaja putri Jepang yang melakukan praktik Enjo Kōsai. Selain penegakan hukum terkait pornografi dan prostitusi dalam UU 52 Tahun 1999, pemerintah juga melakukan upaya penanggulangan praktik Enjo Kosai melalu pendidikan dan sosialisasi media. Pendirian pusat rehabilitasi berupa bantuan konseling anak sebagai 50 penanggulangan anak-anak dibawah umur yang terkena gangguan secara psikologis setelah terjun dalam dunia prostitusi. Selain dari pemerintah, juga telah banyak pihak swasta yang mendirikan organisasi non profit berupa lembaga swadaya masyarakat dengan tujuan yang sama. Dua diantaranya adalah Polaris Project atau Support Centre Light House yang berdiri sejak tahun 2004 dan Colabo yang berdiri sejak tahun 2011. Kegiatan-kegiatan mereka juga berupa pendidikan, seminar, penyuluhan, bantuan hukum dan bimbingan konseling. BAB IV 51 KESIMPULAN DAN SARAN