37
3.1 Usaha Penanggulangan yang Dilakukan oleh Keluarga
Keluarga adalah unit dasar dimana didalamnya untuk pertama kalinya seorang anak manusia melakukan hubungan interaksi dengan sesame manusia.
Ketika seorang anak lahir, maka masyarakat yang pertama kali dikenalnya adalah keluarga. Dalam keluarga tersebut orang tua dikenal sebagai guru dan rumah
sebagai ruang kelasnya. Sebagai guru yang pertama kali dikenal oleh anak, orang tua memberikan pendidikan yang disebut pendidikan keluarga atau kateikyouiku.
Kateikyouiku adalah sesuatu yang dipelajari oleh anak didalam keluarganya, termasuk cara pandang terhadap suatu hal, cara bersikap dan juga cara berpikir
Kakiuchi, 1981 : 12 . Ini berarti bahwa segala pengetahuan yang didapat anak, diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman dalam keluarganya yang
tercermin lewat sikap kedua orang tuanya. Semua itulah yang nantinya kelak menentukan sikap anak dalam menghadapi hal-hal yang terjadi disekitarnya.
Anak belajar berbicara, dididik menghayati pola-pola dasar tingkah laku yang diperlukan dalam kehidupan sosial. Perwatakan yang terbentuk pada masa anak-
anak akan menjadi dasar kepribadiannya. Peran orang tua sangat mempengaruhi pola pikir dan juga kepribadian
anak. Pembagian peran orang tua dengan fungsi ayah bekerja diluar untuk mencari nafkah, sedangkan ibu bertanggung jawab atas keadaan rumah.
Tingginya standar hidup orang Jepang maka membuat ayah sebagai figur yang bertanggung jawab untuk memenuhi nafkah dan menjamin kehidupan keluarga
dituntut untuk bekerja keras. Menurut data statistik yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja Jepang, rata-rata jam kerja pada tahun 1990 adalah
2.052 jam pertahun, ini belum termasuk jam kerja yang digunakan untuk
38
pekerjaan yang dibawa pulang ke rumah dan juga lembur kerja. Sebagai dampaknya 34,7 mengatakan bahwa mereka tidak melakukan kontak dengan
anak mereka selama hari kerja, dan kontak yang terjadi hanya 36 menit dalam sehari. Ayah di Jepang hanya memiliki sedikit waktu untuk bercakap-cakap
dengan anaknya bahkan 16,1 diantaranya menyatakan bahwa dalam hari libur sekalipun mereka tidak melakukan kontak sama sekali dengan anak-anaknya. 1
jam 32 menit setiap minggunya termasuk hari minggu adalah waktu yang bisa diberikan kepada keluarganya. Hal inilah yang menyebabkan dewasa ini ayah
tidak memiliki peran yang besar dalam pendidikan anak dirumah. Ketika ayah meluangkan waktunya untuk keluarga maka hal itu disebut dengan service atau
pelayanan yang dikenal dengan istilah kazoku sabisu pelayanan untuk keluarga Jolivet, 1997 : 61
Peranan ibu di Jepang sangat penting dalam menyangkut kehidupan berkeluarga, mulai dari menyusun anggaran keluarga, membuat keputusan dan
merencanakan pendidikan anak, membeli makanan dan pakaian, juga membayar tagihan-tagihan rumah tangga. Para ibu di Jepang memantau perkembangan
akademi anak-anaknya. Mereka meyakini bahwa tanpa dukungan dan dorongan dari mereka sebagai ibu, anak-anak tidak akan mencapai keberhasilannya di
sekolah. Selain itu saat lulus SMP, pada umumnya semua anak mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke SMA pilihannya dengan mengikuti
ujian masuk SMA. Masa ujian ini seringkali disebut sebagai ‘neraka ujian’ juken jigoku karena tekanan luar biasa yang dialami peserta ujian. Walaupun para siswa
dapat mengikuti lagi ujian ini pada tahun berikutnya jika mereka gagal, mereka menyadari bahwa ujian ini merupakan titik yang menentukan masa depan mereka.
39
Peserta yang gagal dalam ujian ini disebut sebagai rounin, yang berarti seorang pelajar yang tidak bernaung dalam intuisi pendidikan tertentu. Istlah ‘neraka
ujian’ ini tidak hanya digunakan untuk menyebut masa ujian masuk SMA, melainkan juga ujian masuk perguruan tinggi atau universitas.
Untuk mempersiapkan diri mengikuti ujian ini banyak siswa-siswi sekolah yang mengikuti pendidikan khusus diluar jam sekolah yang disebut sebagai
gakushujuku 学習塾 yang disingkat dengan Juku. Anak yang mengikuti Juku memulainya setelah jam sekolah selesai yaitu dari jam 5-7 sore sampai dengan
jam 8.30-10 malam. Juku sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu Shingaku Juku, yang diperuntukkan bagi anak-anak yang berada pada tahun akhir dari tingkatan
sekolah. Selain itu ada juga Gakushu Juku yang diperuntukkan membantu anak- anak dalam mengikuti pelajaran yang diterima di sekolah, melalui Juku mereka
dikondisikan untuk mengulang pelajaran-pelajaran yang diterima disekolahnya. Monbusho, yaitu Kementrian Pendidikan, Kebudayaan dan Teknologi, pada
tahun 1999 melakukan penelitian mengenai juku dan mendapati bahwa sebanyak 36,7 pelajar SD, 75,8 pelajar SMP dan 36,9 pelajar SMA mengikuti juku
Katsurajima, 2005 : 82 . Persentasi didapati pada pelajar SMP yang berada pada masa persiapan menuju SMA unggulan. Karena dengan masuk SMA unggulan
kesempatan untuk masuk ke perguruan tinggi unggulan juga lebih besar. Selain juku, banyak orangtua yang memasukkan anaknya ke sekolah-
sekolah pembinaan sejak dini seperti taman kanak-kanak TK, sebagai persiapan untuk mengikuti ujian masuk SMA dan universitas. Hal ini dinyatakan juga oleh
Matsumoto dalam pernyataan berikut. “ Ada ibu-ibu yang berpikir bahwa perlu memulai pendidikan anak-anak mereka dari TK untuk masuk ke universitas
40
ternama. Para ibu ini berusaha segenap tenaga dalam pendidikan anak-anaknya. Liska, 2011 : 43
Dalam tulisannya yang berjudul The Japanese Today : change and continuity, Edwin O. Reishauer mengutarakan pendapat yang sama dengan
menyatakan bahwa kira-kira sepertiga dari setiap kelompok usia pelajar bahkan mengikuti pendidikan taman kanak-kanak pada usia 3 atau 4 tahun sebagai
langkah awal untuk memasuki dunia pendidikan. Sehingga, anak-anak di Jepang sejak usia dini telah mendapatkan suatu gambaran bahwa dunia pendidikan yang
mereka masuki terutama universitas, akan menentukan sukses atau tidaknya mereka dimasa depan.
Katakunciyangsangatpentingsaatberpikir tentang Enjo Kōsaiadalahyang
dikatakandenganGAPperbedaan polapikir,dsb.Yaitupolapikiryang mempengaruhi paragadisuntukmenjualseksdanparapriayangmembeliseks.
Fukutomi juga mengatakan bahwa, “Banyak gadis remaja yang terlibat dalam prostitusi memiliki masalah
dalam keluarganya. Mereka cenderung tidak mampu menahan hawa nafsu, bertindak sesuai dorongan hati dan merasa kesepian. Banyak
diantara mereka yang hanya memiliki sedikit kesempatan untuk berbicara dengan orang tua mereka atau terlalu dikekang oleh orang tua mereka.
Mereka yang kehilangan hubungan dengan orang tua, maka semakin sedikit keseganan mereka untuk melacurkan diri mereka. Bagaimanapun,
mereka adalah korban dan orang-orang yang membeli mereka yang harus disalahkan.”
http:mdn.mainichi.co.jpnewsarchive2002120620021206p2a00m0d
41
m016000..html Seperti yang telah dikatakan diatas bahwa gadis remaja melakukan
prostitusi memiliki masalah dengan keluarganya. Hilangnya sosok ayah sebagai panutan kedisplinan dan pembentukan karakter dalam keluarga dikarenakan
kesibukan ayah yang membuat ayah selalu pulang larut serta sedikitnya interaksi antara anak dan orang tua juga menjadi pendorong para remaja putri melakukan
Enjo Kōsai. Seperti yang diungkapkan oleh Miyadai Shinji bahwa salah satu dari tipe
Enjo Kōsai adalah mendambakan komunikasi dengan pria, dalam hal ini sosok ayah sangat diperlukan oleh anak. Tetapi karena kecilnya keberadaan sosok
ayah dan mengecilnya komunikasi dengan ayah yang dirasakan oleh anak membuat anak mendambakan komunikasi itu ia mencarinya ditempat lain. Selain
itu, ibu yang selalu memantau masalah akademi mereka memberikan tekanan tersendiri bagi anak. Hal ini membuat mereka ingin melepaskan diri dari
pandangan orang tua dan masyarakat yang hanya menuntut seseorang dari kemampuan akademisnya, dan melihat seorang anak sebagai murid yang pintar
atau bodoh. Dengan melakukan Enjo Kōsailah mereka mendapat pengakuan yang
lain, yaitu pengakuan sebagai seorang perempuan, bukan cuma sekedar murid yang pandai atau bodoh.
Melalui tindakan Enjo Kōsai, remaja putri ini ingin membuktikan bahwa
apa yang selalu ditekankan oleh orang dewasa mengenai pentingnya pendidikan yang nantinya akan menunjang kemampuan seseorang untuk mencapai
kemapanan dan menjamin pemenuhan konsumsi mereka kelak tidak berlaku bila mereka melakukan
Enjo Kōsai. Tanpa ditanya mengenai pencapaian nilai akademis di sekolah ataupun dia murid yang pintar atau bodoh, remaja putri ini
42
bisa mendapatkan uang yang banyak dan barang mewah yang mereka inginkan. Mereka merasa tidak nyaman berada di tengah-tengah keluarga mereka
serta merasa kurang diperhatikan oleh orang tua membuat mereka memutuskan untuk mencari kenyamanan diluar rumah. Salah satunya dengan melakukan
terekura. Remaja putri mendapatkan kedamaian dari terekura itu sendiri karena para pria yang diteleponnya akan dengan sabar mendengar cerita serta keluh kesah
mereka. Sampai akhirnya mereka bertatap muka dan akhirnya melakukan praktik Enjo Kōsai.
Maka dari itu menurut analisis penulis, untuk mengurangi praktik Enjo Kōsai yang dilakukan oleh remaja putri ini, harus dimulai dari keluarga terlebih
dahulu. Karena kita tahu remaja sangat rentan melakukan pemberontakan. Oleh karena itu orang tua harus bisa melakukan pendekatan pada remaja. Orang tua
hendaklah lebih banyak meluangkan waktu dengan keluarga. Pergi piknik atau melakukan hal menyenangkan lainnya bersama keluarga. Buat remaja merasa
nyaman berada di tengah-tengah keluarganya. Orang tua juga bisa melakukan pendekatan pada remaja dengan saling berkomunikasi. Orang tua diharapkan lebih
sering berbicara dengan remaja. Saat berbicara dengan remaja juga, berbicaralah dengan perlahan dan tanyakan pendapat remaja. Remaja membutuhkan kebebasan
untuk berpikir berbeda dan membentuk pendapatnya sendiri Gray, 2006 : 360 . Orang tua perlu ingat bahwa lebih penting menjaga agar remaja tetap berbicara
dengan mereka daripada memberi dia terlalu banyak nasihat dan kritikan yang bahkan akan membuat dia semakin menjauh. Seorang remaja akan tetap berbicara
selama orang tuanya tetap mendengarkan apa yang dia katakan. Orang tua harus bisa membuat remaja merasa nyaman ketika mereka sedang bertukar pikiran agar
43
komunikasi tidak terputus. Karena ketika komunikasi sudah terputus, maka ada kemungkinan remaja akan menghadapi resiko dipengaruhi oleh teman-temannya
dan mendapat pengaruh yang tidak baik Gray, 2006 : 362 . Orang tua juga sebaiknya tidak terlalu memaksakan kehendaknya pada remaja. Untuk masalah
pendidikan jangan mendorong remaja terlalu keras untuk terus-menerus belajar lebih keras. Cukup berikan pandangan pada remaja agar tidak malas belajar. Dan
dukung setiap kegiatan yang dilakukan oleh remaja baik akademi maupun non akademi. Adalah tidak benar mendorong-dorong anak untuk belajar terlalu keras.
Terlalu mendesak anak untuk mendapatkan nilai yang baik di sekolah atau untuk melakukan tugas-tugas dirumah dapat menghalangi anak mengembangkan
kemampuannya untuk berbahagia dan menikmati kehidupan. Kalau anak mengalami perasaan senang dalam belajar dan melakukan tugas-tugas di rumah, ia
tidak hanya akan lebih bahagia dalam hidupnya, tetapi juga akan menikmati pekerjaannya dan akan terus belajar sepanjang hidupnya Gray, 2006 : 356 . Ada
baiknya juga orang tua memberikan kebebasan dan kepercayaan pada remaja. Hal tersebut akan membuat remaja merasa bahwa ia memiliki tanggung jawab penuh
atas perbuatannya. Dengan begitu remaja akan selalu berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak saat melakukan sesuatu. Dia akan memikirkan resiko apa yang
akan diterimanya jika ia melakukan perbuatan yang salah.
3.2 Usaha Penanggulangan yang Dilakukan oleh Sekolah