3.3. Semangat Untuk Kepentingan Negara
Cuplikan hal 106
Dari salah satu kamar rumah sakit, Dr. Okura membawa sehelai seprei putih. Aku mengumpulkan darah yang mengalir dari daguku ditelapak tanganku
dan membuat gambar matahari di tengah-tengah seprei itu, yang sekarang menjadi bendera Jepang.
Dari cuplikan diatas dapat dilihat semangat kecintaan dan gambaran semangat untuk kepentingan Negara. Walau dengan kain seadanya, berupa kain
seprei dari rumah sakit karena keadaan darurat dan tinta yang berasal dari darah Takashi Nagai sendiri mereka tidak melupakan untuk tetap menegakkan bendera
Matahari Terbit sebagai simbol dari Negara Jepang. Seorang Nagai muda yang walaupun masih muda tetapi sudah memiliki semangat kecintaan terhadap
negaranya. Dengan rajin dia membuat bendera sederhana sebagai lambang bahwa Jepang masih ada walaupun keadaanya porak-poranda akibat bom atom. Takashi
Nagai sendiri tanpa ragu dengan rela menyumbangkan darahnya sendiri untuk membuat gambar matahari pada kain seprei yang nantinya akan dijadikan sebagai
Bendera Matahari Terbit ini kami ikatkan ke tiang bambu dan kami kibarkan ditengah-tengah angin panas yang bertiup saat itu.
Nagai muda, dengan lengan baju yang digulung dan ikat kepala putih, dengan rajin mengerjakan semua itu. Setelah itu pelan-pelan dia mendaki gunung
membawa bendera itu itu sementara awan hitam berkejaran diatas kami. Dan kami sama-sama ikut dibelakangnya dalam sebuah arak-arakan yang khidmat.
Analisis :
Universitas Sumatera Utara
bendera Jepang. Kecintaan dan semangat lainnya juga terlihat dari rombongan korban yang selamat serta tim penyelamat kecil Universitas Nagasaki dengan
mengarak bendera tersebut untuk kemudian ditancapkan diatas gunung. Dengan hati yang pilu mereka tetap menghormati bendera mereka dengan khidmat.
Cuplikan hal 161
“Rupanya perang sudah berakhir,” katanya. “Dan persyaratannya?” Tanya kami
“Kita menyerah tanpa syarat. Kita menerima Deklarasi Postdam bulat- bulat.”
Beberapa saat hening, tak seorang pun bicara. “Itu bohong,” kataku.
“Kota memang dipenuhi kebingungan dan kepanikan,” lanjut Choro. “Ada yang berkata itu bohong, tapi ada pula yang mengatakan berita itu benar. Tengah
hari ada pengumuman penting lewat radio. Tapi gelombangnya begitu jelek, sehingga aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas.
Cuplikan hal 162
Suasana penuh keharuan. Semua diam, dan perhatian kami kembali lagi kepada yang luka-luka.
Benarkah berita itu? Tak mungkin, pasti itu bohong. Itu pasti berita burung yang tak betul. Tapi mungkin pula benar. Dikepalaku rasanya seperti ada truk
yang berputar-putar tak tentu arah.
Cuplikan hal 164
Universitas Sumatera Utara
“Dokter” kudengar sebuah suara. Rupanya Tsubakiyama telah kembali dari kota. Dengan wajah kuyu dan sedih, diberikannya kepadaku sehelai surat
kabar. Dengan sekali pandang aku sudah tau beritanya. Aku tak pernah mau
melihat kat-kata itu. Sudah bertahun-tahun aku ikut perang dan menderita supaya tidak melihat kata-kata itu:
Dengan dekrit Kaisar yang Maha Suci Perang telah berakhir.
Jepang kalah sudah Aku mulai menangis. Air mataku tak tertahan dan aku menutup mataku. Selama dua puluh menit, tiga puluh menit aku menangis seperti
anak kecil. Waktu air mataku telah habis, isakku masih terus. Tsubakiyama berbaring diatas tatami, juga berurai air mata, bahunya terguncang-guncang
karena isaknya.
Cuplikan hal 196
“Dengarlah Selama perang berkecamuk, aku mematuhi negaraku dengan penuh pengabdian dan mengorbankan apa saja yang kumiliki. Universitas kita
juga ikut berperang dengan sekuat tenaga. Dibawah serangan udara paling hebatpun kami dengan gagah berani keluar menolong korban yang berjatuhan.
Kami menjalankan tugas sesuai dengan semangat Palang Merah. Kami bersedia pergi kemana saja dan kapan saja untuk memberi pertolongan
Dari beberapa cuplikan diatas, sangat terlihat tanda-tanda betapa tokoh utama begitu mencintai negaranya. Berita yang dibawa oleh Choro langsung
.
Analisis:
Universitas Sumatera Utara
dibantah oleh Nagai. Ketidak percayaan Nagai tetap berlanjut walaupun Choro sudah menjelaskan tentang berita yang didengarnya lewat radio di Nagasaki.
Nagai terus memikirkan kebenaran berita itu. Kepalanya pusing karena memikirkan pengorbanan dan diperjuangannya selama ini demi negaranya,
akankah sia-sia. Setelah kembalinya Tsubakiyama dari kota dengan membawa selembar
surat kabar barulah dia betul-betul yakin bahwa memang Jepang sudah kalah. Dengan sekali pandang dia tahu bahwa apa yang dikatakan Choro memang benar.
Melihat dekrit Kaisar yang terpampang di surat kabar air matanya pun berderai. disini terlihat semangat Nagai dalam memperjuangkan negaranya begitu besar.
Semua telah dikorbankannya demi negaranya. Sehingga mendengar dekrit Kaisar tentang penyerahan diri Jepang membuat Nagai demikian terpukul. Air mata
Nagai sudah membuktikan betapa cintanya Nagai terhadap negaranya.
3.4. Semangat Untuk Membantu Kehidupan Manusia Cuplikan hal 108