Dalam perkembangannya, front Nasakom yang dibentuk Soekarno berhasil diterapkan hingga kedalam Parlemen DPR-GR. Representasi kekuatan
nasionalis diwakili oleh PNI Partai Nasional Indonesia, Agama direpresentasikan oleh partai berideologi Islam yang diwakili oleh NU Nahdatul
Ulama. Dan ideologi komunisme oleh PKI Partai Komunis Indonesia.
IV.2.2.3. Kebijakan Politik Luar Negeri Bebas dan Aktif
Dasar utama menerapkan kebijakan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif adalah perikemanusiaan. Dalam beberapa kesempatan Soekarno
mengatakan bahwa “nasionalisme kita adalah perikemanusiaan”.
116
Dalam konteks ini Soekarno menetapkan pembentukan satu persahabatan yang baik antara Republik Indonesia, dan semua negara di dunia, terutama sekali
dengan negara-negara Asia dan Afrika, atas dasar hormat-menghormati satu sama lain, dan atas dasar bekerjasama membentuk dunia baru yang bersih dari
imperialisme dan kolonialisme, menuju kepada perdamaian dunia yang sempurna.
Maka dalam menghimpun kekuatan nasional dalam rangka menciptakan masyarakat yang adil
dan makmur juga dibarengi oleh menghimpun kekuatan internasional untuk menentang kapitalisme dan imperialisme.
117
Hal tersebutlah yang menjadi dasar Soekarno menetapkan politik luar negeri Indonesia bebas dan aktif. Bebas atas dasar persahabatan antar bangsa dan
116
Prinsip tersebut sering dikemukakan Soekarno di berbagai tulisan dan pidatonya untuk menegaskan nasionalisme yang tidak sempit dan bersifat keborjuisan sehingga memberi tempat
kepada kapitalisme untuk tumbuh berkembang. Kata-kata tersebut dikutp oleh Soekarno dari seorang pejuang India yang bernama Mahatma Gandhi.
117
Ir. Soekarno, Penemuan Kembali Revolusi Kita dalam Tudjuh Bahan Pokok Indoktrinasi. Jakarta : Departemen Penerangan RI, 1965, hal. 71.
Universitas Sumatera Utara
aktif dalam rangka melenyapkan kapitalisme dan imperialisme di seluruh dunia. Beberapa kebijakan strategis yang dirumuskan Soekarno dalam politik luar negeri
yang bebas dan aktif antara lain:
1. Membantu Kemerdekaan Negara-Negara Asia, Afrika dan Amerika Latin
Terkait dengan membantu kemerdekaan negara-negara Asia-Afrika, Soekarno adalah tokoh penggagas dilaksanakannya Konferensi Asia-Afrika tahun
1955. Dapat dikatakan melalui Konferensi tersebut timbul rasa senasib dan sepenanggungan diantara negara-negara yang menjadi anggota konferensi sebagai
negara yang didominasi oleh praktek imperialisme dan kolonialisme. Beberapa negara yang tercerai berai seperti Vietnam, Korea, kemudian negara-negara yang
belum merdeka dari dominasi imperialisme Barat seperti Aljazair, Kongo, Kuba, Laos, dan lain-lain mendapatkan perhatian besar. Soekarno bahkan menyarankan
sebagai salah satu upaya untuk menegakkan kedaulatan negara tersebut adalah melalui kecaman terhadap negara-negara imperialis. Serta desakan kepada
Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengatasi permasalahan di negara-negara tersebut. Indonesia pun pada masa itu secara konkret memberikan bantuan
kemanusiaan dan bantuan militer ke beberapa negara yang berkonflik dan belum merdeka, diantaranya melalui pengirimana pasukan Garuda.
2. Gerakan Non Blok
Pembentukan Gerakan Non Blok merupakan kelanjutan dari upaya kemerdekaan negara-negara di kawasan Asia-Afrika dan Amerika Latin serta di
beberapa negara kawasan Eropa Timur. Suhu perang dingin yang semakin panas terkait tarik-menarik dua ideologi yang diusung beberapa negara membuat dunia
Universitas Sumatera Utara
terpolarisasi pada dua kutub atau dua blok, yakni blok Barat dan blok Timur. Blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat mengusung ideologi kapitalisme dan
Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Sovyet adalah berideologi Komunisme. Di saat negara-negara di dunia terpolarisasi pada dua blok tersebut, Bung Karno dan
beberapa tokoh seperti Yosef Bros Tito dari Yugoslavia dan Gamal Abdul Nasser dari Mesir menggagas Gerakan Non Blok sebagai penegasan bahwa negara-
negara baru merdeka tidak akan terpengaruh pada dua blok tersebut, namun mengharapkan terjadinya perdamaian dunia tanpa ada penindasan suatu bangsa
terhadap bangsa lain.
3. Politik Konfrontasi Dengan Nekolim
Sebelum melakukan politik konfrontasi, sebetulnya jalan yang ditempuh terlebih dahulu adalah melalui diplomasi. Salah satu upaya menempuh jalur
diplomasi dalam cita-cita membangun dunia tanpa penindasan, kapitalisme, imperialisme dan kolonialisme adalah keikutsertaan Indonesia dalam PBB
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Soekarno memang tegas mengatakan bahwa PBB merupakan badan ideal untuk membangun dunia yang baru tersebut. Akan tetapi
jika PBB tidak mampu berdiri secara independen dalam menyelesaikan permasalahan dunia, dengan kata lain menjadi tunggangan negara-negara blok
tertentu, maka PBB pun harus dirombak. Sebagai contoh adalah persoalan keanggotaan Taiwan dan Republik Rakyat China RRC. Ada kejanggalan dalam
sikap PBB terkait masalah tersebut yakni keanggotaan RRC tidak diakui karena berideologi Komunisme, akan tetapi keanggotaan Taiwan diakui. Dengan kata
lain, keanggotaan RRC telah diwakili oleh Taiwan yang notabene berada dibawah kendali negara-negara Blok Barat kapitalis. Namun upaya menuju perombakan
Universitas Sumatera Utara
PBB dari hegemoni kekuatan tertentu tersebut menuai hambatan dari kuatnya rezim yang memegang kendali atas PBB tersebut, yakni Blok Barat. Soekarno pun
pada tahun 1965 memutuskan kebijakan bahwa Indonesia keluar dari PBB terutama terkait dengan sikap dependen PBB pada blok tertentu dan sengketa
wilayah Malaysia dan keanggotaan Malaysia di PBB yang disokong oleh Inggris dari Blok Barat.
Akhirnya sebagai suatu resolusi bagi permasalahan dunia tersebut ditegaskan bahwa antara kaum penjajah dan kaum terjajah tidak akan bisa berdiri
satu barisan. Maka Soekarno membuat kebijakan dengan membangun kekuatan baru yang diistilahkannya New Emerging Forces Nefos sebagai manifestasi
upaya-upaya yang telah digalangnya bersama beberapa pemimpin dunia di negara-negara baru merdeka KAA, GNB, dan lain-lain untuk menegaskan watak
anti imperialis dan anti kapitalis serta tidak terikat pada blok Barat maupun blok Timur yang diistilahkannya sebagai kekuatan negara-negara lama atau Oldefos
Old Establish Forces. Untuk menunjukkan eksistensi kekuatan negara-negara baru tersebut, pada
tahun 1963, di Jakarta diselenggarakan Ganefo Games of the New Emerging Forces yang sukses diikuti oleh 58 negara. Penyelenggaraan Ganefo tersebut
untuk menandingi olimpiade dunia. Dan kebijakan politik konfrontasi secara nyata ditujukan kepada belanda
di Irian Barat dan Malaysia di Kalimantan Utara. Dalam konfrontasi politik dengan Belanda terkait perebutan Irian Barat, Bung Karno mengumandangkan
Trikora Tri Komando Rakyat. Substansi dari Trikora lebih kepada instruksi untuk mengerahkan kekuatan rakyat dalam mempertahankan kemerdekaan dan
Universitas Sumatera Utara
mengusir imperialis Belanda. Dapat dikatakan, perjuangan dalam merebut Irian Barat adalah yang paling berat yakni sejak perundingan-perundingan tahun 1946-
1949, pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda, hingga diwacanakan dalam lembaga-lembaga internasional seperti KAA, PBB, dan sebagainya. Namun
upaya tersebut tidak menggoyahkan imperialis Belanda untuk angkat kaki dari Irian Barat. Maka, politik konfrontasi adalah jalan terakhir yang memang harus
ditempuh. Terkait dengan konfrontasi Malaysia, Bung Karno juga memberikan
seruan untuk mengerahkan kekuatan dan membantu perjuangan rakyat di wilayah Kalimantan Utara dengan jargon Dwikora Dwi Komando Rakyat. Konfrontasi
dengan Malaysia dipicu oleh pembentukan Federasi Malaysia secara sepihak oleh Inggris dan Komprador dalam negeri Malaysia pada tahun 1961. Bahkan semakin
berlanjut pada keputusan ditetapkannya Malaysia sebagai anggota Dewan Keaman tidak tetap PBB pada tahun 1963. Menurut Soekarno, eksistensi Federasi
Malaysia mengancam kedaulatan NKRI karena pembentukannya yang tidak demokratis terutama tidak melibatkan rakyat di wilayah Kalimantan Utara.
Malaysia merupakan federasi neo-kolonialisme yang disokong oleh negara-negara Blok Barat terutama Inggris. Singkatnya, sikap konfrontasi ditunjukkan pada
segala sesuatu yang berwatak imperialisme dan kolonialisme, demi stabilitas politik yang menjamin terwujudnya masyarakat adil dan makmur.
IV.2.2.4. Nasionalisasi Aset dan Perusahaan-Perusahaan Asing