Penyederhaan Kepartaian Masyarakat Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi

terpimpin lahir untuk menjawab kontradiksi liberalisme yang timpang pada bidang ekonomi. Ekonomi di era demokrasi liberal adalah ekonomi yang menempatkan modal swasta berperan secara besar dalam mengoperasikan kegiatan ekonomi dan minimnya perhatian terhadap sektor-sektor ekonomi lemah yang masih banyak menghiasi masyarakat Indonesia pada waktu itu.

IV.2.2.2. Penyederhaan Kepartaian

Kebijakan penyederhaan kepartaian diterapkan Soekarno sebagai jawaban kritis atas gejolak politik yang melanda Indonesia pada era demokrasi liberal. Maka setelah demokrasi liberal digantikan kepada demokrasi terpimpin sejak dekrit presiden 1959, konsekuensinya adalah upaya persatuan kekuatan-kekuatan politik yang tercerai berai pada era demokrasi liberal. Demokrasi politik yang menjamin demokrasi ekonomi hendaknya berdasarkan pada persatuan nasional kekuatan marhaen. Oleh karena itu, untuk menegaskan demokrasi yang bersifat kemarhaenan tersebut adalah dengan menyingkirkan kekuatan politik yang ditungggangi oleh kaum kapitalis melalui persatuan kekuatan politik yang revolusioner. Sebagai langkah strategisnya pada saat itu yang dilakukan Soekarno adalah merombak sistem kepartaian Indonesia dengan melakukan penyederhaan sistem kepartaian. Ada beberapa partai politik pada saat itu yan dibubarkan karena dinilai oleh pemerintahan Soekarno bekerjasama dengan pihak imperialis. Oleh beberapa kalangan kebijakan tersebut dinilai hendak menyingkirkan aliran politik tertentu, yakni Partai Masyumi Majelis Syuro Muslimin Indonesia yang mengusung ideologi Islam dan PSI Partai Sosialis Indonesia yang mengusung Universitas Sumatera Utara ideologi sosial demokrasi. Namun terkait hal tersebut Soekarno mengatakan bahwa: “janganlah mengira, bahwa dengan ini pemerintah memusuhi Islam. Memang ada orang- orang yang dengan cara licin sekali menghasut-hasut, bahwa “Islam berada dalam bahaya”. Hasutan yang demikian itu adalah hasutan yang jahat. Sebab pemerintah tidak membahayakan Islam, sebaliknya malah mengagungkan agama. Pemerintah bertindak terhadap partai yang membahayakan negara... Dengan tegas saya katakana disini, bahwa partai-partai itu, dengan memenuhi semua syarat-syarat perundang-undangan kepartaian, diberi hak hidup, diberi hak bergerak, diberi hak perwakilan, — sudah barang tentu dalam rangka Demokrasi Terpimpin. Partai-partai yang demikian itu dapat memberi sumbangan besar kepada terlaksananya Amanat penderitaan rakyat”. 115 115 Ir. Soekarno, Jalannya Revolusi Kita dalam Tudjuh Bahan Pokok Indoktrinasi. Jakarta: Departemen Penerangan RI, 1965, hal. 46. Dari pidato tersebut jelas dikatakan bahwa upaya pembubaran partai politik tertentu adalah sebagai bentuk persatuan kekuatan-kekuatan nasional, yakni kekuatan-kekuatan yang mendukung terwujudnya masyarakat adil dan makmur. Maka partai-partai yang terindikasi melenceng dari cita-cita tersebut sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang, dalam artaian mengabdi kepada kepentingan kelompok, bahkan kapitalis dan imperialis, maka hendaknya partai tersebut dibubarkan karena eksistensinya membahayakan negara. Sebagai salah satu bukti bahwa persatuan nasional tersebut bukan hendak menyingkirkan partai berbasis ideologi tertentu adalah konsepsi Bung Karno yang diakronimkan sebagai Nasakom Nasionalisme, Agama, dan Komunisme. Konsep Nasakom adalah dasar persatuan nasional tersebut. Terinspirasi dari tulisannya pada tahun 1926 Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme, Soekarno merumuskan kembali dalam bentuk kebijakan persatuan nasional dalam berbagai elemen, dalam konteks ini ditekankan pada sistem kepartaian karena partai politik yang tumbuh besar saat itu pada hakikatnya berlandaskan pada tiga ideologi tersebut. Universitas Sumatera Utara Dalam perkembangannya, front Nasakom yang dibentuk Soekarno berhasil diterapkan hingga kedalam Parlemen DPR-GR. Representasi kekuatan nasionalis diwakili oleh PNI Partai Nasional Indonesia, Agama direpresentasikan oleh partai berideologi Islam yang diwakili oleh NU Nahdatul Ulama. Dan ideologi komunisme oleh PKI Partai Komunis Indonesia.

IV.2.2.3. Kebijakan Politik Luar Negeri Bebas dan Aktif