BAB IV HAMBATAN PT. INALUM DALAM MENERAPKAN
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DI LINGKUNGAN PERUSAHAAN
A. Kendala dan Hambatan dalam penerapan Corporate Social Responsibility
CSR
Hambatan terhadap pengawasan implementasi Corporate Social Responsibility PT. INALUM yang dilakukan secara internal oleh perusahaan sendiri
telah melakukan penelitian langsung terhadap lingkungan masyarakat dan dalam pelaksanaan CSR yang dilakukan hanya terdapat sambutan masyrakat yang acuh tak
acuh, seperti program pemberian pelatihan menjahit dan pelatihan memasak, sering terjadi tanggapan masyarakat yang tidak mendukung.
140
Kelangsungan suatu usaha tak hanya ditentukan oleh tingkat keuntungan, tapi juga tanggung jawab sosial perusahaan CSR. Apa yang terjadi ketika banyak
perusahaan yang didemo, dihujat, bahkan dirusak oleh masyarakat sekitar lokasi perusahan, yang jadi salah satu penyebabnya adalah kurangnya perhatian dan
tanggung jawab manajemen dan pemilik perusahaan terhadap masyarakat maupun lingkungan di sekitar lokasi perusahaan tersebut. Investor hanya mengeduk dan
mengeksploitasi sumber daya alam yang ada di daerah tersebut, tanpa memperhatikan faktor lingkungan. Selain itu sangat sedikit keuntungan perusahaan yang
dikembalikan kepada masyarakat.
140
Hasil Wawancara dengan ADIL Hasibuan, SH, Sekretaris Kecamatan Sei Suka.
Universitas Sumatera Utara
Berbagai peristiwa negatif yang menimpa sejumlah perusahaan, terutama setelah reformasi, seharusnya menjadi pelajaran yang berharga bagi para pemilik dan
manajemen perusahaan untuk memberikan perhatian dan tanggung jawab yang lebih baik kepada masyarakat, khususnya di sekitar lokasi perusahaan. Korporasi akan
kesulitan jika masih menggunakan paradigma lama, yaitu mengejar keuntungan yang setinggi-tingginya tanpa memperdulikan kondisi masyarakat sekitar.
Hal ini akan memicu ketidakpuasa dari masyarakat sekitar. Selain itu, perusahaan tidak dapat menggali potensi masyarakat lokal yang seyogiyanya
dijadikan modal sosial perusahaan untuk maju dan berkembang. Berbeda dengan konsep community development yang menekankan pada pembangunan sosial
pembangunan kapasitas masyarakat, di mana korporasi dapat diuntungkan, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Selain dapat menciptakan peluang-peluang
sosial-ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dengan kualifikasi yang diinginkan, mereka juga dapat membangun citra sebagai korporasi yang ramah dan
peduli lingkungan. Untuk keperluan ini Agenda 21 disarankan menggunakan empat pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu pro lingkungan hidup, pro rakyat miskin, pro
gender dan pro lapangan kerja. CSR yang seharusnya telah terintegrasi dalam hierarki perusahaan sebagai
strategi dan policy manejemennya, tetap masih dipandang sebelah mata oleh kebanyakan pelaku bisnis di Indoneisa. Esensi dan signifikansi dari CSR masih
belum dapat terbaca sepenuhnya oleh pelaku bisnis, sehingga CSR sendiri baru sekedar wacana dan implementasi atas tuntutan masyarakat. Hal ini otomatis akan
mengurangi implementasi dari CSR itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Untuk dapat melaksanakan CSR bukanlah hal yang mudah. Hal ini dapat
dilihat dari beberapa cara pandang perusahaan terhadap CSR yaitu:
141
1. Sekedar basa-basi dan keterpaksaan
Bahwa CSR dilaksanakan hanya sebagai sebuah keterpaksaan dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, bukan dari hati pihak perusahaan untuk
menjalankan CSR. Hal ini dapat dilihat dari kasus Lapindo Brantas bahwa pihak perusahaan seakan setengah hati dalam memberikan ganti rugi kepada masyarakat
sekitar yang diakibatkan oleh semburan Lumpur panas Lapindo Brantas tersebut. Pemenuhan tanggung jawab lebih karena keterpaksaan akibat tuntutan daripada
kesukarelaan. Program CSR yang dilakukan hanya sekedar basa-basi hanya untuk memenuhi peraturan perundang-undangan yang telah ada.
2. Sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban compliance
CSR diimplementasikan karena adanya regulasi, hukum dan aturan yang bersifat memaksa. Kesadaran akan pelaksanaan CSR baru saja menjadi trend image
bagi perusahaan seiring dengan maraknya berbagai elemen menyuarakan tentang kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan hidup sekitar. CSR bukan dilakukan
dengan hati sebagai mana mestinya tetapi hanya untuk memenuhi kewajiban serta trend image yang ada di masyarakat. Kesadaran dari sebagian perusahaan belum
kelihatan hanya sekedar untuk melakukankewajiban bukan dari hati nurani untuk dapat mensejahterakan masyarakat dan melakukan perlindungan terhadap lingkungan
sekitar. 3.
Bahwa perusahaan tidak lagi sekedar compliance tetapi beyond compliance
141
Yusuf Wibisono, Op. cit., hal. 73-74
Universitas Sumatera Utara
CSR diimplementasikan karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam internal driven. Perusahaan telah menyadari bahwa tanggung jawabnya tidak
sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi kelangsungan bisnisnya, melainkan juga tanggung jawab sosial dan lingkungan. Perusahaan meyakini bahwa
program CSR merupakan investasi demi pertumbuhan dan keberlanjutan sustainability usaha. CSR tidak lagi dilihat sebagai sentra biaya cost center
melainkan sebagai sentra laba profit centre di masa mendatang. Logikanya sederhana, apabila CSR diabaikan, kemudian terjadi insiden maka biaya untuk
mengcover resikonya jauh lebih besar daripada nilai yang hendak dihemat dari alokasi anggaran CSR itu sendiri. Selain itu terjadi resiko non-finansial yang
berpengaruh buruk pada citra korporasi dan kepercayaan masyarakat kepada perusahaan. Dengan demikian menciptakan suasana beyond compliance inilah yang
sebenarnya menjadi tantangan sekaligus kesempatan agar corporate sustainability dapat diraih dengan baik.
Selanjutnya ada beberapa kendala yang dihadapi dalam mewujudkan kinerja bisnis yang etis seperti CSR ini yaitu:
142
1. Mentalitas para pelaku bisnis
Mentalitas ini sangat diperlukan dalam keberlangsungan CSR di dalam suatu perusahaan. Ini tergantung pada manajer perusahaan apakah memiliki moral yang
rendah atau tidak,sehingga berdampak pada kinerja bisnis perusahaan
142
Erni R Ernawan, Bussiness Ethics: Etika Bisnis, Bandung: CV. Alfabeta, 2007, hal. 106
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor budaya masyarakat yang cenderung memandang pekerjaan bisnis
sebagai profesi yang penuh tipu-muslihat dan keserakahan serta bekerja hanya untung mencari untung saja.
3. Faktor sistem politik dan sistem kekuasaan yang diterapkan oleh penguasa
sehingga menciptakan sistem ekonomi yang jauh dari nilai-nilai moral. Namun perlu diketahui perusahaan mengimplementasikan CSR juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: pertama, terkait dengan komitmen pimpinan perusahaan.
Kedua, ukuran dan kematangan perusahaan. Ketiga, regulasi dan sistem perpajakan yang diatur pemerintah. Semakin kondusif regulasi dan semakin besar
intensif pajak yang diberikan, akan lebih berpotensi memberi semangat dan ketertarikan kepada perusahaan untuk berkontribusi kepada masyarakat.
143
Dengan demikian pada dasarnya hambatan atau rintangan yang timbul dalam pelaksanaan
CSR sebagai perilaku etika dapat berasal dari dalm diri pelaku bisnisperusahaan hambatan internal dan berasal dari luar diri perusahaan hambatan eksternal.
Hambatan yang berasal dari dalam diri perusahaan hambatan internal yaitu antara lain:
144
1. Kepemimpinan dalam perusahaan
Pimpinan perusahaan yang tidak peka terhadap masalah sosial dan ligkungan hidup sekitar, jangan diharapkan akan mempedulikan aktivitas social.
143
Ibid., hal. 93
144
Robby I. Chandra, Etika Dunia Bisnis, Yogyakarta: Kanisius, 1995, hal. 69-70
Universitas Sumatera Utara
2. Sistem manajemen perusahaan dalam arti luas
Perusahaan yang lebih besar dan mapan lebih mempunyai potensi memberikan kontribusinya daripada perusahaan yang lebih kecil dan belum mapan.
Kematangan manajemen perusahaan dalam mengelola perusahaan menjadi tolak ukurcara pandang terhadap implementasi CSR.
3. Budaya perusahaan
Budaya dalam hal ini mencakup pelbagai tingkat dan aspek dari perilaku, yaitu cara produksi, skill, sikap terhadap disiplin dan hukuman, kebiasaan nilai yang
diletakkan atas pelbagai kegiatan, keyakinan yang dianut, proses pengambilan keputusan. Disamping hal-hal tersebut di atas, terdapat juga faktor hambatan yang
berasal dari luar perusahaan hambatan eksternal bagi pihak yang berusaha bersikap etis untuk mewujudkan CSR, yakni berupa:
1. Lingkungan budaya setempatkomunitas lokal
Filsuf Frans Magnis Suseno mengkonstatir bahwa prinsip kekeluargaan dalam budaya Indonesia merupakan kendala serius untuk lahirnya perilaku etis dalam
berbisnis. Selain itu terdapat juga kecenderungan budaya untuk menghindari konflik dan mencari keselarasan harmoni. Seseorang tidak hanya memikirkan hal yang
abstrak seperti yayasan, lembaga, Negara tetapi lebih kepada pencegahan konflik harus didahulukan. Apabila kepatuhan yang berlebihan dituntut, seseorang akan
segan menentangnya secara terbuka.
145
145
Bambang Rudito dan Melia Famiola, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia, Bandung: Rekayasa Sains, 2007, hal. 232
Universitas Sumatera Utara
2. Lingkungan politis ekonomi makro
Bahwa seringkali tatanan yang ada menghasilkan efek samping dalam skala yang begitu besar, sehingga orang cenderung menerima keadaan tersebut dan
bersikap apatis. Salah satu masalah yang dihadapi Negara berkembang dalam hal ini adalah fleksibilitas keputusan hukum serta masalah korupsi yang notabene berkaitan
dengan birokrasi yang dibentuk. Dengan demikian penerapan CSR secara konsisten merupakan tantangan sekaligus kesempatan bagi pelaku usaha, terutama untuk
membangun corporate value di mata stakeholdersnya.
B. Hambatan Pelaksanaan CSR pada PT. Inalum