Peran Dokter dalam Proses Penyembuhan

Dengan demikian kesulitan berkomunikasi akan bertambah, sebab dokter tidak menguasai bahasa setempat dan tidak mnegenal budaya masyarakat dimana ia ditempatkan. Untuk itu diperlukan kemauan untuk mempelajari bahasa dan budaya masyarakat setempat, agar dokter tidak dianggap orang lain asing oleh penduduk asli. Sehingga komunikasi dengan masyarakat pasien dapat menjadi lebih baik dan lancar.

2. Peran Dokter dalam Proses Penyembuhan

Dalam melakukan perannya sebagai seorang yang memiliki kopetensi untuk mengobati orang-orang yang sakit, dokter melaksanakan beberapa fungsi utama, sebagai berikut: 66 a Menerapkan peraturan umum atau khusus yang harus ditaati oleh pasien; b Membina interaksi dengan pasien secara luas dan membaur, atau terbatas pada fungsinya sebagai dokter; c Melibatkan emosi atau perasaan dan bersikap netral dalam hubungannya dengan pasien. Mengutamakan kepentingan diri sendiri atau kepentingan bersama; dan d Memandang manusia berdasarkan kualitas atau prestasinya. Pengetahuan dan keterampilan khusus dalam penyembuhan penyakit yang dimiliki oleh dokter menjadikannya mendapat kepercayaan dari pasien untuk melakukan tindakan yang dalam situasi biasa tidak dapat diterima oleh norma sosial, misalnya memeriksa bagian tubuh yang paling pribadi. Meskipun dokter menganggap dirinya serba tahu, kebanyakan pasien, apalagi pasien yang sangat 66 Solita Sarwono, Sosiologi Kesehatan; Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1997, h. 42. percaya kepada keahliannya, akan menganggap dokter sebagai orang yang tahu tentang segala hal dan dapat menyembuhkan segala penyakit. 67 Dalam kenyataannya, di lapangan, tugas dokter kadang-kadang memaksa mereka untuk memperlakukan pasiennya secara berbeda, tergantung dari tingkat sosial pasien. 68 Misalnya, jika seseorang yang status sosialnya lebih tinggi mengalami gangguan kesehatan di kediamannya, dokter akan dengan mudah meluang waktu datang ke rumah tersebut untuk mengobati gangguan kesahatan orang-orang kaya. Berbanding terbalik dengan orang-orang yang berstatus sosial rendah, masyarakat biasa diminta bahkan harus datang sendiri ke rumah sakit, bila ingin berobat sembuh. Hal ini menunjukan bahwa dokter tidak lagi bersikap netral dalam menggunakan tanggung jawab, dokter lebih menggunakan afeksinya. Kesuksesan dokter dalam menangani keluhan pasien tidak saja terletak pada hasil pendidikan dan kemahirannya dalam bidang kedokteran, melainkan ditentukan oleh unsur- unsur pribadi dokter itu sendiri dan harapan atau pandangan pasien dan masyarakat yang dilayaninya. 69 Peran dokter dalam hubungannya dengan pasien dapat dikategorikam menurut intensitas harmoni atau adanya konflik antara kedua belah pihak. Menurut Parsons, meskipun keduanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu kesembuhan si pasien, hubungan antara dokter dengan pasien bersifat asimetris. 70 Dalam hal ini, dokter mempunyai kedudukan yang lebih kuat atau lebih tinggi karena pengetahuannya di bidang medis, sedangkan si pasien biasanya 67 Ibid., h. 43. 68 Ibid., h. 44. 69 Ibid., h. 45. 70 Ibid., h. 46. awam dalam bidang itu serta sangat membutuhkan pertolongan dokter. Pada dasarnya ada tiga pola dasar hubungan dokter dengan pasien, yaitu; a. Pola dasar hubungan aktif-pasif Secara historis, hubungan ini paling dikenal dan merupakan pola klasik sejak profesi kedokteran mulai mengenal kode etik yaitu sejak zaman Hipokrates, sekitar 25 abad yang lalu. 71 Hubungan aktif-pasif terjadi bilamana pasien berada dalam kondisi yang bereaksi atau turut berperan serta dalam relasi itu. Dalam hal ini pasien benar-benar merupakan obyek yang hanya menerima apa saja yang diberikan dokter kepadanya. 72 Secara sosial, hubungan ini bukanlah hubungan yang sempurna, karena hubungan ini menandakan hubungan satu arah, yaitu, dari dokter kepada pasien, sehingga pihak yang lain tidak dapat melakukan fungsi dan peran secara aktif. Dalam keadaan tertentu, pasien tidak dapat berbuat sesuatu, hanya berlaku sebagai resipien atau penerima belaka, seperti pada waktu pasien diberi anestesi atau narkose ketika pasien dalam keadaan tidak sadarkan diri atau koma dan pada waktu pasien diber pertolongan darurat setelah kecelakaan. Berdasarkan contoh tersebut, pasien sekedar menjadi penerima pelayanan, tidak dapat memberikan respon dan tidak dapat menyampaikan satu pesan. Hubungan aktif-pasif ini juga dapat terlihat pada hubungan orang tua dengan anaknya yang masih kecil yang hanya menerima semua hal yang dilakukan orang tua terhadapnya. Anak tidak dapat memberikan respon atau berperan aktif sehingga seluruh interaksi hanya bergantung pada orang tua. 71 Benyamin Lumentu, Pasien; Citra, Peran dan Perilaku; Tinjauan Fenomena Sosial, Yogyakarta: Kanisius, 1989, h. 46 72 Solita Sarwono, Sosiologi Kesehatan, h. 46. b. Pola dasar hubungan membimbing-kerja sama Pola dasar ini ditemukan pada sebagian besar hubungan pasien dengan dokter, yakni, bila keadaan penyakit pasien tidak terlalu berat, misalnya penyakit infeksi dan berbagai penyakit akut lainnya. 73 Dalam hal ini, walaupun pasien sakit, ia tetap sadar dan tetap memiliki perasaan dan kemauan pribadi. Hubungan tersebut serupa dengan hubungan orang tua dengan anak remaja. Orang tua memberi nasehat dan membimbing, sedangkan anak yang sudah remaja akan bekerja sama dengan mengikuti nasehat dan bimbingan orang tuanya. Hubungan membimbing-kerja sama ini, sama juga dengan hubungan pimpinan perusahaan dengan pegawai, yang satu memberikan bimbingan, yang lain bekerja sama sebagai suatu respon aktif. Adapun yang membedakan kedua pihak dalam hubungan ini ialah adanya kekuasaan yang dimiliki pihak yang satu pengetahuan kedokteran, kepemimpinan dan kemampuan atau kemauan yang dimiliki pihak lain untuk menuruti nasehat atau bimbingan. 74 c. Pola dasar hubungan saling berperan serta Secara filosofis, pola ini berdasarkan pada pendapat bahwa semua manusia memiliki hak dan martabat yang sama. Hubungan ini lebih berdasar pada struktur sosial yang demokratis dan yang merupakan perjuangan hidup bagi sebagian besar umat manusia sepanjang masa. 75 Pola hubungan ini terjadi antar dokter dengan pasien yang ingin memelihara kesehatannya, yakni pada waktu pemeriksaan medis medical check up misalnya, atau dengan pasien berpenyakit menahun 73 Benyamin Lumentu, Pasien, h. 73. 74 Ibid., h. 74. 75 Ibid. kronis seperti penyakit gula, jantung koroner, dan sebagainya. Dalam hubungan semacam ini, pasien dapat menceritakan pengalamannya sendiri berkaitan dengan penyakitnya dan pengobatan yang tepat. 76 Dalam ketiga jenis ini, perilaku dokter dapat sangat berlainan, dan akibatnya bagi kesembuhan pasien dapat dinilai baik dan kurang baik. Tergantung bagaimana sikap dan perilaku dokter memahami peran, tanggung jawab, dan komunikasinya terhadap pasien. 76 Ibid., h. 75.

BAB III GAMBARAN UMUM KLINIK MAKMUR JAYA

A. Profil Klinik Makmur Jaya

Nama Lembaga : Klinik Makmur Jaya Akte Notaris : No. Tanggal Desember 200 Alamat : Jl. Kertanukti No. 84A Ciputat Tangsel Depan Kampus 2 UIN. Telp. : 021 - 742 1146

B. Sejarah Berdirinya Klinik Makmur Jaya

Klinik Makmur Jaya berdiri pada tahun 2007 oleh Yayasan UIN Syarif Hidayahtullah, karena proses pendirian klinik mensyaratkan adanya yayasan yang menaunginya sebagai bentuk pengejahwantahan peraturan pemerintah. Yayasan Makmur merupakan wadah untuk membantu para dokter yang ingin mendirikan klinik, tetapi belum memiliki yayasan sebagai wadahnya. Oleh karena itu, Yayasan UIN tidak hanya menaungi Klinik Makmur Jaya saja, tetapi juga menaungi Rumah Sakit UIN. Yayasan UIN dipimpin langsung oleh Rektor UIN yang kemudia memberikan hak kepada dr. Ayat Rahayu untuk mendirikan Klinik Makmur Jaya di kawasan Ciputat pada bulan maret 2007. Pada tanggal 03 Maret 2008, Klinik Makmur Jaya baru memperoleh izin oprasional dengan status izin operasional sementara. Izin tetap untuk menyelenggarakan Klinik Makmur Jaya akhirnya keluar pada tanggal 15 September 2008 dengan surat pengesahan Akta Pendirian Klinik Makmur Jaya, 48