Pola Komunikasi Antar Pribadi

C. Pola Komunikasi Antar Pribadi

Menurut sifatnya komunikasi antar persona dibedakan menjadi dua, yakni komunikasi diadik dyadic communication dan komunikasi kelompok kecil small communication group. Komunikasi diadik adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka yang dilakukan melalui tiga bentuk percakapan, wawancara, dan dialog. Adapun komunikasi kelompok kecil adalah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, dan anggota-anggotanya berinteraksi satu sama lain. 47 Contoh di atas dikatakan sebagai komunikasi antar pribadi. Sebab pertama, anggotanya terlibat dalam proses komunikasi tatap muka. Kedua, pembicaraan berlangsung secara terpotong-potong karena peserta bebas berbicara disebabkan kedudukannya relatif sama. Dengan kata lain tidak ada pembicara tunggal yang mendominasi. Ketiga, sumber dan penerima sulit dibedakan dan diidentifikasi. Antar anggota saling mempengaruhi satu sama lain. 48 Sebagai sebuah komunikasi tatap muka, tujuan komunikasi antarpribadi adalah untuk 49 : 1 Mengenal diri sendiri dan orang lain; 2 Mengetahui dunia luar; 3 Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi bermakna; 4 Mengubah sikap dan perilaku; 5 Bermain dan mencari hiburan; dan 6 Membantu orang lain Widjaja, 2000. Komunikasi antar pribadi merupakan satu proses sosial di mana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana diungkapkan oleh Devito yang dikutip oleh Alo Liliweri dalam buku Komunikasi Antar Pribadi, bahwa komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan- 47 Ibid, h. 31-32. 48 Ibid, h. 31 49 Ibid. pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. 50 Asumsi dasar komunikasi antar pribadi adalah bahwa setiap orang yang berkomunikasi akan membuat prediksi tentang efek atau perilaku komunikasinya, yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan memberikan reaksi. Jika menurut persepsi komunikator reaksi komunikan menyenangkan atau positif, maka itu merupakan suatu pertanda bagi komunikator, komunikasinya berhasil. Menurut Gerald R. Miller dan Mark Steinberg, ada tiga tingkatan analisis yang digunakan dalam melakukan prediksi, yaitu tingkat kultural, tingkat sosiologis, dan tingkat psikologis. 51 Tiap tingkat dapat dibedakan oleh jenis data yang digunakan dalam melakukan prediksi. Tingkatan-tingkatan analisis dikaitkan dengan jumlah informasi yang diperoleh pada tiap tingkatan. Jika komunikasi makin mengarah ke tingkat individu, maka makin banyak informasi yang diperlukan. Pada umumnya dalam interaksi komunikasi, individu akan bergerak dari tingkat kultural ke sosiologis dan akhirnya ke tingkat psikologis. a. Analisis Pada Tingkat Kultural Pada analisis tingkat kultural, guna mencapai efek yang diharapkan, komunikator dalam melakukan prediksi paling tidak harus mengerti dan memahami kultur, terutama yang bersifat imaterial dari pihak yang diajak berkomunikasi. Dengan mengenali atau menguasai kultur yang imaterial bahasa 50 Alo Liliweri, Komunikasi Antar Pribadi, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991, h. 12. 51 M. Budyatna dan Nina Mutmainnah, Komunikasi Antar Pribadi, Jakarta: Universitas Terbuka, 2004, h. 1-4. dan adat istiadat seseorang mampu berkomunikasi dengan pihak lain secara baik. Yang diperlukan untuk dapat berkomunikasi dengan pihak lain adalah adanya persamaan kultur. Bila tidak memiliki persamaan kultur, maka pelaku komunikasi mampu memahami kultur pihak lain bahasa sebagai alat komunikasi. Selain itu, penguasaan norma dan adat istiadat pihak lain sangat membantu untuk kelancaran proses dan interaksi komunikasi. Prediksi mengenai efek komunikasi yang diharapkan pada tingkatan kultural ini akan mengalami kegagalan, bila mengabaikan pengalaman atau kultur pihak lain. Hal ini juga disebabkan oleh pemaksaan pengalaman komunikator kepada komunikan. Terutama bila komunikator berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda kultur. b. Analisis Pada Tingkat Sosiologis Apabila komunikator melakukan prediksi mengenai reaksi komunikan terhadap pesan yang ia sampaikan berdasarkan keanggotaan komunikan dalam kelompok sosial tertentu, maka dapat dikatakan bahwa komunikator melakukan prediksi pada tingkat sosiologis. Keanggotaan kelompok terdiri dari mereka yang memiliki kesamaan karakteristik tertentu. Sama halnya dengan keanggotaan seseorang dalam kultur tertentu, maka anggota kelompok menampilkan pula pola- pola perilaku dan nilai-nilai yang membedakannya dengan kelompok lain. Para anggota dalam kelompok atau suatu kultur tertentu harus menaati norma-norma dan nilai-nilai tertentu yang dikenakan kepadanya. Adapun yang membedakan antara kelompok dengan kultur adalah pada segi jumlah. Pada umumnya, jumlah anggota kelompok lebih kecil daripada anggota dalam kultur tertentu. Para anggota dari suatu kultur tertentu dapat menjadi anggota dari berbagai kelompok. Namun, prediksi terhadap reaksi komunikan pada tingkat sosiologis mengandung kelemahan, karena prediksi yang dilakukan hanya menyangkut aspek nilai dan norma yang dianut oleh suatu kelompok yang dijadikan obyek prediksi. Oleh karena itu, ketelitian dalam melakukan prediksi terhadap suatu kelompok merupakan suatu keharusan. c. Analisis Pada Tingkat Psikologis Apabila prediksi yang dibuat komunikator terhadap reaksi komunikan sebagai akibat menerima suatu pesan yang didasarkan pada analisis pengalaman individual yang unik dari komunikan, maka dapat dikatakan komunikator melakukan prediksi pada tingkat psikologis. Dua atau lebih individu yang seringkali melakukan interaksi komunikasi yang mendasarkan prediksinya terhadap satu sama lain dengan menggunakan data psikologis ini menunjukkan bahwa mereka telah mengerti dengan baik karakteristik yang unik dan kepribadian masing-masing dan bukan hanya sekedar mengenal satu sama lain dengan atribut kultural atau peran psikologis. Tiap individu mempunyai kepribadian dan watak yang tidak pernah sama dengan yang lain, dan ini merupakan hasil tempaan atau terbentuk berdasarkan pengalaman masa lalu. Apabila dua individu satu sama lain bisa saling mengerti serta memahami kepribadian dan watak masing-masing, dapat dikatakan bahwa satu sama lain berkomunikasi melakukan prediksi atas data psikologis. Namun, analisis pada tingkatan psikologis memiliki hambatan berupa kecenderungan komunikator untuk melihat orang lain pada pola yang terbentuk pada diri komunikator berdasarkan pengalaman kontak dengan orang-orang sebelumya. Prediksi pada tingkatan psokologis memerlukan analisis yang cermat dan hati-hati mengenai perilaku seseorang dan tidak boleh dikaitkan dengan perilaku orang lain yang pernah melakukan kontak dengan komunikan sebelumnya. Pada tingkat ini, dalam melakukan prediksi, komunikator melakukan generalisasi rangsangan, yakni mencari kesamaan di antara para pelaku komunikasi lain. Komunikasi antar pribadi jauh lebih jarang dilakukan daripada komunikasi non antar pribadi. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: a Butuh waktu lama mengenal watak pribadi masing-masing: b kecenderungan memilih tingkat kultural dan sosiologis dalam melakukan prediksi pertama terhadap reaksi komunikan; dan c kemampuan individu yang berbeda untuk berkomunikasi. Hubungan komunikasi antar pribadi maupun non antar pribadi dapat dibedakan berdasarkan tiga hal, yaitu: 1 Norma yang mengatur hubungan; 2 Kriteria untuk menentukan hubungan; dan 3 Tingkat kebebasan individu. Pada setiap bentuk komunikasi memperlihatkan adanya gaya-gaya kognitif tertentu yang dimiliki oleh seseorang. Gaya kognitif tersebut dapat menentukan arah perkembangan komunikasi menuju ke arah komunikasi antar pribadi atau justru menghambatnya. Dalam proses komunikasi antarpribadi, di mana individu berusaha membangun membentuk keyakinan dan sikapnya tentang dunia sekitarnya dan cara-cara ia memproses dan memberikan reaksi terhadap informasi yang masuk diterimanya. Gaya kognitif yang menunjukkan toleransi rendah dalam komunikasi terdiri dari otoriter dan dogmatis. Hal tersebut berakibat pada hilangnya kesempatan untuk mengembangkan hubungan antar pribadi yang penuh arti. Sedangkan orang yang bersifat dogmatis cenderung melakukan suatu generalisasi yang salah. Adapun gaya kognitif yang positif dapat membantu pencapaian tahap komunikasi antar pribadi yang empati. Empati terjadi jika dua individu saling mengenali kebutuhan satu sama lain dan memberikan respon terhadap hal tersebut. Proses empati meliputi dua tahap, yaitu: 52 1 Pengempati yang prospektif harus mampu membedakan secara tepat bahwa cara-cara bermotivasi dan bersikap setiap individu akan berbeda dengan individu lainnya; dan 2 Pembedaan secara tepat harus diikuti oleh perilaku yang diinginkan atau bermanfaat bagi mereka yang menjadi objek suatu prediksi. Umunya, tahap pertama tersebut berhasil dilewati oleh komunikator, tetapi kebanyakan mengalami kegagalan pada tahap kedua. Hal ini disebabkan oleh persepsi komunikator yang tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan atau bermanfaat bagi komunikan. Proses empati dapat dilihat dari segi transaksional yang melibatkan empat unsur penting yaitu, 1 rangsangan yang memaksa seseorang untuk melakukan suatu tindakan; 2 mengarahkan perilaku, yang sering diartikan dengan isyarat; 3 Respon, yaitu perilaku yang diakibatkan oleh isyarat; dan 4 imbalan, sebagai akibat dari respon tertentu. Dan hal terpenting yang harus dilakukan oleh komunikator adalah mengembangkan kemampuan membedakan isyarat. 53 Kecakapan empati juga harus didukung oleh konsep diri self concept yang positif agar proses komunikasi tersebut berjalan lancar, karena salah satu ciri dari konsep diri yang positif adalah keterbukaan. 54 52 Ibid., h. 5.14. 53 Ibid., h. 15. 54 Ibid., h. 16. Adapun untuk melihat tingkat keterbukaan dan kesadaran tentang self diri, dapat digunakan model Johari Window. Model ini mengatakan bahwa manusia terdiri dari empat self, yaitu: open aspek diri yang kita ketahui dan juga diketahui oleh orang lain, blind aspek diri yang tidak kita ketahui tapi diketahui oleh orang lain, hidden aspek diri kita yang tersembunyi dari orang lain, dan hanya kitas sendiri yang mengetahuinya, dan unknown aspek diri kita yang tidak diketahui oleh siapapun baik oleh diri kita sendiri maupun orang lain. Masing- masing self saling bergantung satu sama lain, karena perubahan pada satu daerah self akan menimbulkan perubahan di tempat lainnya. 55 Aspek lain yang menjadi ciri dari tercapainya tahap komunikasi antar pribadi selain self concept adalah perilaku komunikasi di mana individu menyampaikan informasi tentang dirinya kepada orang lain secara sengaja dan sukarela. Biasanya, informasi yang diungkapkan adalah yang bersifat sangat pribadi. 56 Perilaku ini memiliki berbagai dimensi, yaitu, ukuran kualitas positif atau negatif, kecermatan dan kejujuran, tujuan, dan keintiman. Sedangkan faktor- faktor yang mempengaruhi adalah efek diadik, ukuran audience, topik yang dibahas, kualitas, jenis kelamin, rasa dan kebangsaan, usia, serta mitra. Meskipun amat positif bagi keberhasilan komunikasi antar pribadi, tetapi perilaku ini jarang dilakukan individu. Terdapat hambatan yang sering menghalangi individu untuk melakukannya, di antaranya adalah kekhawatiran akan hukuman dan pengetahuan diri. 57 55 Ibid., 7.4.5.6. 56 Ibid., h. 11. 57 Ibid., h. 19-20. Terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam melakukan self disclosure, antara lain adalah: motivasi, ketepatan, membuka kesempatan untuk respon yang terbuka, kejelasan dan kelangsungan sikap orang lain, dan mempertimbangkan kemungkinan timbulnya masalah. Adapun sebagai mitra, ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu 58 : 1 Mendengar secara efektif dan aktif; 2 Mendukung pembicara; 3 Memperkuat perilaku; 4 Menjaga kerahasiaan; dan 5 Tidak menggunakan penyingkapan diri yang dilakukan seseorang sebagai senjata untuk melawannya. Proses munculnya konsep diri dan perilaku diri merupakan upaya untuk meningkatkan arah hubungan komunikasi menjadi komunikasi antar pribadi yang ditandai dengan meningkatnya keintiman antara komunikator dengan komunikan. Proses meningkatnya keintiman dalam hubungan tersebut diistilahkan dengan penetrasi sosial, yang memiliki dua anggapan. Pertama, interaksi yang bersifat antar pribadi mengalami kemajuan perkembangan secara bertahap, Altman dan Taylor menyatakan bahwa ada empat tahap perkembangan yang berkaitan dengan anggapan pertama, yaitu: 59 1 Orientasi ; berisi komunikasi yang impersonal mengemukakan informasi yang umum; 2 Menuju pertukaran afektif bergerak ke tahap yang lebih dalam; 3 Pertukaran afektif memusatkan perasaan pada tingkat yang lebih dalam dan 4 Pertukaran stabil atau tetap ditandai oleh derajat keintiman yang tinggi, para partisipan berhak untuk memprediksikan perilaku mitranya dan memberikan respon. 58 Ibid. 59 Ibid., h. 9.4. Kedua, peningkatan dari suatu hubungan sangat bergantung kepada jumlah dan sifat dari imbalan reward dan biaya cost. Pada setiap hubungan yang dikembangkan, individu selalu mempertimbangkan kemungkinan yang muncul berdasarkan imbalan dan biaya dari hubungan tersebut. Imbalan mengacu pada kenikmatan, kepuasan, dan imbalan yang dinikmati oleh seseorang. Adapun biaya mengacu pada faktor yang menghambat, seperti kegelisahan atau hal-hal yang memalukan. Dalam proses penetrasi sosial perlu dilihat struktur kepribadian individu, yakni kumpulan dan gagasan, perasaan, dan emosi individu tentang dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan dunia luar. Struktur kepribadian individu memiliki dua dimensi, yaitu : dimensi luas dan dimensi dalam. Dimensi luas memiliki dua aspek kategori luas dan frekuensi luas. Kategori luas adalah daerah-daerah umum yang berisi aspek-aspek tertentu, seperti keluarga. 60 Frekuensi luas adalah aspek-aspek yang khusus dalam kategori luas, seperti ukuran keluarga atau hubungan antara anggota keluarga. Salah satu aspek penting dalam hal ini adalah luas waktu, yaitu jumlah waktu yang digunakan dalam suatu interaksi. 61 Dimensi kedalam depth dari kepribadian menyebutkan bahwa struktur kepribadian berlapis-lapis, dari yang paling permukaan hingga yang paling dalam intim. Dalam interaksi, setiap orang bergerak dari hal-hal yang impersonal ke bagian kepribadian yang makin dalam secara timbal balik. 62 Setiap hubungan tidak selalu makin intim atau mengalami proses penetrasi. Hal yang sebaliknya juga bisa terjadi, yang dikenal sebagai depenetrasi. Suatu hubungan bisa melemah dan putus dengan proses yang merupakan 60 Ibid., h. 9.10-9.11. 61 Ibid., h. 9.11. 62 Ibid. pembalikan dari penetrasi. Dalam depenetrasi, hubungan bergerak dari tingkat yang akrab ke tingkat yang tidak akrab atau dari tingkat pribadi ke tingkat yang impersonal sifatnya. Tingkat melemah putusnya hubungan diprediksikan sebagai fungsi dari sifat imbalan dan biaya dalam suatu hubunga. Jika suatu hubungan antar pribadi diprediksikan tidak menghasilkan keuntungan, maka peluang putusnya suatu hubungan makin besar dibandingkan jika hubungan tersebut menguntungkan. Begitu pula sebaliknya, yaitu bahwa semakin besar keuntungan yang diperoleh dalam suatu hubungan antar pribadi, maka makin besar peluang suatu hubungan diteruskan.

D. Hubungan Dokter dengan Pasien