58
A. Latar Balakang Sosial Politik Tiga Kerajaan Kecil
Jazirah Arab
195
, demikian bangsa Arab menamakan negeri mereka atau terkadang mereka cukup menyebutnya dengan ‘al-Jazîrah’. Istilah Jazirah pada
dasarnya kurang tepat diberikan pada negeri ini, sebab ia bukanlah sebuah pulau
melainkan hanya sebuah semenanjung, karena sebelah utara negeri ini tidak dibatasi oleh perairan laut.
196
bangsa Arab
197
menamakannya demikian hanya sekedar
195
Jazirah Arab terletak di sebelah selatan benua Asia. Sebelah Utara negeri ini berbatasan dengan negeri Syam, Jazirah, dan Irak, sedangkan bagian Timur berbatasan dengan Teluk Persia the
Persian Gulf dan Laut Oman, sebelah selatan dibatasi oleh Samudera Hindia, dan bagian Barat dibatasi
oleh Teluk Arab atau yang dikenal dengan Laut Merah. Luasnya sekitar seperempat luas Eropa, atau sepertiga wilayah Amerika, atau dua setengah kali lipat luas Mesir. Muhammad Yusuf Farran, Zuhair ibn
Abi Sulmâ ; Hayâtuhu wa Syi’ruhu, Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 1411 H1990 M, hal. 7. Al-
Iskandari dkk., al-Mufashshal fi al-Adab al- ‘Arabi, hal. 5. Muhammad ‘Ali al-Shabbah, ‘Antarah ibn
Syaddâd; Hayâtuhu wa Syi’ruhu, hal. 7. Philip K. Hitti, History of the Arabs, terjemah, Jakarta: Serambi, 2006, cet. 1, hal. 3. Jurji Zaedân, al-`Arab Qabla al-Islâm, Kairo: Dâr al-Hilâl, tth, hal. 37
196
.Jazirah sebenarnya adalah terjemahan dari pulau yang biasanya seluruh wilayahnya dibatasi perairanlaut. Oleh karena itu sebenarnya wilayah Arab tidak dapat disebut sebagai pulau jazirah
melainkan hanya sebuah peninsula semenanjung yang menyerupai pulau, karena sebelah Utara tidak dibatasi oleh laut melainkan berbatasan dengan negeri lain Syam, Jazirah dan Irak. Lih. Al-Iskandari
dkk., al- Mufashshal fi al-Adab al- ‘Arabi, tp: Maktabah al-Adab, tth, hal. 5
197
Yang dimaksud dengan Bangsa Arab yaitu sebuah bangsa yang berasal dari dua orang keturunan Semit Sam, yaitu Qahthan dan Ismail. Untuk itu dalam catatan sejarah, bangsa Arab terbagi
menjadi dua bagian yaitu Arab Qahthan Qahthâniyyin atau disebut juga dengan Arab ‘Âribah, dan
Arab keturunan Ismail atau Arab Musta’ribah yang disebut juga dengan Arab Adnaniyah. Keturunan Qahthan menempati sebelah selatan semenanjung Arab, sehingga mereka dinamakan juga dengan Arab
Selatan. Dua dari ket urunannya sangat terkenal yakni Bani Jurhum dan Bani Ya’rub. Sebagian riwayat
mengatakan bahwa kata Arab dinisbatkan pada Ya’rub, dan Ya’rub merupakan moyang dari Arab Yaman, yang kemudian regenerasi dan melahirkan Yasyjub. Yasyjub melahirkan Saba yang kemudian
berkembang darinya seluruh kabilah Arab Qahthan. Adapun keturunan Ismail, dinamakan Bani Adnan dinisbatkan pada ‘Adnan bin Udad. Dari ‘Adnan lahir ‘Akk dan Ma’add. Dari Ma’add lahir delapan
orang anak dan yang paling terkenal adalah Nizâr. Dari Nizâr lahir Iyâd, Anmâr, Rabî’ah dan Mudhar.
Dari Rabî’ah lahir di antaranya Dhabî’ah dan Asad. Dari Asad lahir di antaranya Wâ’il bin Qâsith, dari Wa’il lahir Bakr dan Taghlib. Sedangkan dari Mudhar yang terkenal adalah Khindif, Qais ‘Ailan. Dari
keduanya lahi r Ghathfan yang melahirkan ‘Abas, Dzubyan, Tamim, Hudzail, dan Kinanah. Dari Kinanah
inilah lahir suku Quraisy yang melahirkan seorang Nabi yang agung Muhammad saw. Berdasarkan hal itu, bangsa Arab terbagi ke dalam dua ras besar, yaitu Arab bagian Utara atau
disebut juga dengan bangsa Hijaz dan Arab bagian Selatan atau disebut dengan bangsa Yaman. Arab bagian Utara biasanya disebut juga dengan kaum Adnan karena mereka
–sebagaimana disebutkan para genealogis- berasal dari keturunan Adnan, dan Adnan keturunan Ismail bin Ibrahim as. Selain itu
dinamakan juga dengan Arab musta’ribah Arabist, karena Ismail bukan keturunan asli bangsa Arab dan
bahasanya pun bukan bahasa Arab original. Ia mulai berbahasa Arab pada saat melakukan perjalanan bersama ayahnya ke Hijaz dan menikahi keturunan Jurhum yang berasal dari Kabilah Yamâniyah, lalu
mempelajari bahasa mereka dan berkomunikasi dengan bahasa mereka. Adapun Arab bagian Selatan dinamakan dengan kaum Qahthan. Hal ini berdasarkan keterangan para geneologis yang menyebutkan
59 tajâwuz
melebih-lebihkan. Jazirah adalah satu-satunya tempat yang dihuni oleh bangsa Arab asli.
198
Para sejarawan Arab biasanya membagi Jazirah Arab ke dalam dua wilayah besar, yakni Hijaz di sebelah Utara
199
, dan Yaman di sebelah selatan
200
. Hijaz dinamakan demikian, karena di dalamnya terdapat gunung Sarah yang terbentang mulai
dari Yaman hingga ujung kota Syam, sehingga orang Arab menyebutnya dengan hijâz yang berarti pembatas, karena gunung tersebut membatasi negeri-negeri Mekah.
Gunung tersebut terbentang hingga tepi pantai, menjulang tinggi, mengelilingi Hijaz dan kota-kota sekitarnya yang berada di dataran rendah, yang disebut dengan negeri
Mekah Tihâmah.
201
bahwa Arab Yaman seluruhnya berasal dari keturunan Qahthan, dan mereka juga menyebutnya dengan ‘Arab Âribah’Arab murni, karena bahasa Arab pada dasarnya adalah bahasa asli dan alat komunikasi
mereka. Al-Iskandari dkk., al-Mufashshal fi al-Adab al- ‘Arabi, hal. 10
198
Muhammad ‘Ali al-Shabbah, ‘Antarah ibn Syaddâd; Hayâtuhu wa Syi’ruhu, Beirut: Dâr al- Kutub al-Ilmiyah, 1411 H1990 M, hal. 7.
199
Hijâz. Terletak antara Najed dan Tihâmah. Kotanya yang sangat terkenal adalah Yatsrib Madinah, Thâif, dan
Khaibar. Selain itu juga terdapat pasar ‘Ukâzh yang terkenal dan Sumur Badar. Hijaz merupakan kota yang gersang, tidak subur dan jarang hujan, namun terkadang muncul air bah
memenuhi lembah-lembah, lalu mengalir dan selanjutnya tumpah ke laut. Salah satu kota yang sangat terkenal di Hijaz adalah Mekah yang terletak di sebuah lembah tanpa tumbuhan. Panjang antara utara dan
selatan sekitar dua mil, sedangkan lebarnya sekitar satu mil, sebelah timur dimulai dari kaki gunung Abi
Qubais hingga gunung Qu’aiqi’an di sebelah barat. Selain Mekah, kota lain yang terletak di Hijaz adalah Madinah yang sebelumnya lebih dikenal dengan sebutan Yatsrib. Kota ini terletak di tengah-tengah
lembah yang sangat luas. Sebelah Utaranya gunung Uhud. Berdasarkan sejarah, Hijaz termasuk wilayah yang tidak pernah dijajah oleh bangsa lain, baik karena lokasinya yang sulit dijangkau, maupun karena
kondisi mereka yang sangat miskin dan tandus. Al-Iskandari dkk., al-Mufashshal fi al-Adab al- ‘Arabi,
hal. 5. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995, cet. 3, hal. 13
200
Negeri Yaman Selatan, disebut juga dengan al- Khadlra’ negeri Hijau dan al-Sa’îdah
negeri menyenangkan karena banyak ladang, perkebunan, pepohonan, padang rumput, dan mata air. Wilayah ini terdiri dari Hadramaut, Mehra, Syahr, Oman, dan Nejran.
201
Al-Iskandari dkk., al-Mufashshal fi al-Adab al- ‘Arabi, hal. 5. Selain berdasarkan sistem
hadlari dan badawi, para geolog Arab juga membagi Jazirah ke dalam lima bagian, yang berbeda satu
dengan lainnya, baik dari segi kondisi geografi, iklim, maupun tradisi penduduknya. Pertama, Yaman di sebelah Selatan, disebut juga dengan al-
Khadlra’ negeri Hijau dan al-Sa’îdah negeri menyenangkan karena banyak ladang, perkebunan, pepohonan, padang rumput, dan mata air. Wilayah ini terdiri dari
Hadramaut, Mehra, Syahr, Oman, dan Nejran. Kedua, al-Arudl, meliputi Yamamah dan Bahrain. Wilayah ini dinamakan al-
‘Arudl karena terletak memanjang membentang antara Yaman dan Najed. Wilayah ini memiliki banyak sumber air, terutama di daerah Ihsa’. Penduduknya terkenal sebagai
penambak garam dan penyelam mutiara. Ketiga, Tihamah. Terletak di tepi pantai Laut Merah antara Yaman dan Hijâz. Di wilyah ini terdapat sebuah jalan yang biasa dilintasi Kafilah dagang menuju Syam.
Kotanya yang terkenal adalah Mekah yang di dalamnya terdapat Ka’bah dan Gua Hira yang sangat terkenal dalam sejarah Islam. Wilayah ini memiliki tanah yang sangat gersang dan penuh dengan pasir
dengan cuaca yang sangat panas. Keempat, Hijâz. Terletak antara Najed dan Tihâmah. Kotanya yang
60 Bagian Selatan Jazirah Arab adalah Yaman sebuah negeri lama yang terkenal
dengan kekayaan dan peradabannya. Kota ini seperti juga Hijaz terdiri dari dataran- dataran rendah yang terletak di tepi pantai, yang terkadang disebut juga dengan
Tihâmah negeri Mekah, sedangkan dataran tingginya disebut dengan Najed al-Yaman.
Di antara kota-kotanya adalah Nejran sebelah Timur Yaman yang dikenal pada masa Jahiliyah sebagai tempat pemeluk agama kristiani. Di sana terdapat uskup-uskup dan
juga Ka’bah yang mereka agungkan menyerupai Ka’bah yang ada di Mekah. Tersebarnya agama Nasrani di Nejran menjadi salah satu faktor terjadinya hubungan
bilateral antara Habasyah dan Nejran, hal itu dikarenakan keduanya merasa disatukan oleh ideologi yang sama.
202
Di Yaman terdapat sebuah kota yang disebut Ma’rab, terletak di sebelah Timur
Laut kota Shan’â’ bernama Sabâ’. Penduduknya dinamakan juga dengan Saba. Kota lainnya yang terkenal adalah Shan’â’ itu sendiri.
203
Kota ini terletak di tengah-tengah dekat dengan istana yang megah yang disebut Ghumdan. Sejarah menyebutkan bahwa
Saef ibn Dzi Yazn pada masa Jahiliyah meminta istana tersebut dikembalikan dari Habasyah, pada saat mereka menguasai negeri Yaman.
204
sangat terkenal adalah Yatsrib Madinah, Thâif, dan Khaibar. Selain itu juga terdapat pasar ‘Ukazh yang
terkenal dan Sumur Badar. Kelima, Najed. Terletak antara Irak di sebelah Timur, gurun Syâm di sebelah Utara, Hijâz sebelah Barat dan Yamâmah sebelah Selatan. Najed adalah sebuah wilayah yang terletak di
dataran tinggi dengan kondisi hawa yang sejuk. Sedangkan Ptholemeus 90-168 M seorang ahli geografi Yunani, membagi negeri Arab Jahili ke dalam tiga bagian, yaitu; Arabia Petra al-`Arab al-Shakhriyah,
Arabia Deserta al-`Arab al-Shahrawiyah dan Arabia Felix al-`Arab al-Sa`idah. Muhammad Yusuf Farran, Zuhair ibn Abi Sulma; Hayâtuhu
wa Syi’ruhu, hal. 7-8, lihat juga Muhammad ‘Ali al-Shabbah, ‘Antarah ibn Syaddâd; Hayâtuhu wa Syi’ruhu, hal. 7-8. Jurji Zaedân, al-`Arab Qabla al-Islâm, Kairo:
Dâr al-Hilâl, tth, hal. 38
202
Al-Iskandari dkk., al-Mufashshal fi al-Adab al- ‘Arabi, hal. 6-7
203
Di sebelah selatan kota Shan’a terdapat reruntuhan kota yang diduga sebagai peninggalan kaum Himyar. Reruntuhan ini dinamakan dengan Zhaffâr. Dari istilah tersebut muncul sebuah peribahasa
amtsâl terkenal ‘ رمح را ظ لخد نم’ yang artinya ‘siapa yang masuk ke Zhaffâr maka ia telah menjadi
Himyar’, atau berarti ia mampu berbahasa Himyar. Al-Iskandari dkk., al-Mufashshal fi al-Adab al- ‘Arabi, hal. 7
204
Al-Iskandari dkk., al-Mufashshal fi al-Adab al- ‘Arabi, hal. 7. Disebutkan dalam al-`Arab
Qabla al-Islâm , berdasarkan pendapat Hamdâni dan Yâqût yang dikutip oleh Jurji Zaedân, bahwa istana
Ghundam dibangun pada awal abad ke-1 Masehi dan tetap berdiri hingga awal abad ke-1 Hijriyah pada masa kepemimpinan Khalifah Utsmân ibn `Affân, sehingga diperkirakan istana tersebut mampu bertahan
hingga 620 tahun lamanya. Menurut Hamdâni, sisa-sisa peninggalan istana tersebut tampak seperti gunung yang sangat besar. Keterangan lengkap tentang istana ini, lihat Jurji Zaedân, al-`Arab Qabla al-
Islâm
, hal. 165
61 Berdasarkan hal itu, bahasa Arab, secara garis besar terbagi dua bagian juga,
yaitu bahasa Arab Selatan yang terdapat di Yaman dan bahasa Arab Utara yaitu yang terdapat di Hijâz.
205
Bahasa Arab Selatan meliputi bahasa Saba dan Himyar, namun untuk memudahkan biasanya cukup menyebutnya dengan bahasa Himyar. Bahasa ini
dianggap lebih dulu eksis dibandingkan dengan bahasa Utara. Fakta adanya bahasa ini ditemukan pertama kali di Yaman melalui prasasti yang bertuliskan bahasa Himyar
tahun 80 SM dengan tulisan khat Musnad. Bahasa Himyar memiliki huruf yang berbeda dengan bahasa Arab yang selama ini dikenal. Bangsa Yaman menggunakan
bahasa ini sebagai alat komunikasi baik lisan maupun tulisan hingga kedatangan Islam.
206
205
Bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan oleh bangsa Arab untuk berkomunikasi baik lisan maupun tulisan. Bahasa Arab merupakan salah satu cabang bahasa Semit Sâmiyah. Menurut
penulis al-Mufashshal dinamakan bahasa Semit untuk membedakannya dari bahasa Hamiyah dan Ariyah. Karena bahasa-bahasa Semit berasal dari satu rumpun
–sebagaimana diperkirakan- banyak di antara lafaz-lafaznya yang sama, atau terkadang hanya berbeda sedikit saja, seperti yang terdapat dalam bahasa
Ibrani Ibriyah dan Arab. Sebagian lafaz yang menggunakan syin dalam bahasa Arab, di dalam bahasa Ibrani menggunakan sin, sedangkan alîf yang ada dalam bahasa Arab, di dalam bahasa Ibrani
menggunakan waw. Kata salâm dalam bahasa Arab menjadi syalûm dalam bahasa Ibrani, dan tsa menjadi syin
, sehingga kata tsaur menjadi syaur. Sedangkan yang di dalam bahasa Arab menggunakan dlad, di dalam bahasa Ibrani menggunakan shad, seperti ardh menjadi arsh, dan lain sebagainya. Akibat
kedekatan genetik tersebut terjadi asimilasi antar bahasa. Maka oleh karena berdekatan dan sering berinteraksi, penduduk Yaman terpengaruh oleh bahasa Habsyi, seperti halnya penduduk Hijaz
terpengaruh oleh bahasa Ibrani.
Bahasa Semit memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya dari bahasa lainnya, seperti; tulisannya yang bersifat limited yaitu hanya berupa huruf tanpa harakat, tanpa fathah, kasrah
ataupun dhammah, seperti yang terdapat dalam bahasa Aria. Selain itu bahasa Arab juga memiliki jumlah huruf yang lebih banyak dibandingkan dengan bahasa Aria, selain memiliki bentuk derivasi isytiqâq
yang lebih banyak. Namun demikian, bahasa-bahasa Semit tersebut memiliki persamaan dalam gaya bahasa, struktur kalimat, dan kosakata yang berhubungan dengan anggota badan dan kata ganti orang
dhamîr.Al-Iskandari dkk, al- Mufashshal fi al-Adab al-
‘Arabi, hal. 15
206
Perlu diketahui bahwa syair Jahiliah yang sampai ke tangan kita, semuanya menggunakan bahasa Adnan, dan tidak ada satupun yang menggunakan bahasa Yaman. Sebagaimana disebutkan
sebelumnya, bahwa bahasa Adnan sangat berbeda dengan bahasa Yaman dalam segala hal. Penyeragaman bahasa ini diduga terjadi oleh karena pusat-pusat syair Jahiliah terletak di bagian Utara
Jazirah, sedangkan Yaman terletak di bagian Selatan. Selain itu, jauh sebelum Islam lahir, terdapat faktor- faktor lainnya yang menyebabkan terjadinya penyeragaman dialek ini, sehingga mengerucut pada dialek
Quraisy. Di antara faktor-faktor tersebut adalah pertama, hijrahnya sebagian besar bangsa Yaman selatan ke dalam Kabilah Mudlar utara yang kemudian menggunakan bahasa Mudlar sebagai bahasa
komunikasi. Kabilah-kabilah yang beragam tersebut, terbiasa datang ke Mekah untuk mengunjungi
Ka’bah. Kedua, kabilah-kabilah yang datang dari seluruh penjuru Jazirah tersebut terbiasa berkumpul di pasar-pasar, selain untuk berniaga juga untuk memperdengarkan syair-syair dan orasi-orasi dari masing-
masing kabilah. Pasar terbesar dan sangat terkenal yaitu pasar Ukazh yang letaknya tidak jauh dari Mekah. Ketiga, tidak adanya atensi terhadap periwayatan syair berbahasa Yaman, karena bahasanya
62 Berdasarkan konstruksi geografis tersebut, masyarakat Arab Jahili memiliki dua
struktur sosial yang sangat kontradiktif satu sama lain. Pertama penduduk perkotaan hadhari yang hidup menetap, dan memiliki kehidupan yang mapan dan
menyenangkan, kurang memiliki keberanian, dan lebih mencintai kekayaan, mereka terutama penduduk Yaman yang menurut sejarawan lebih suka bersenang-senang dan
berpoya-poya, bangga menggunakan kain sutra, makan di piring emas dan perak, yang biasa mereka peroleh dari hasil berbisnis dan pertanian.
207
Bangsa Arab Yaman pada dasarnya adalah masyarakat holtikultural yaitu masyarakat yang sudah menetap dan
menggunakan sistem bercocok tanam di ladang.
208
Kedua adalah masyarakat nomaden badawi, yang memiliki kehidupan sebaliknya, mereka selalu berpindah-pindah
tempat, dengan kehidupan yang tidak pernah lepas dari gejolak. Hal itu disebabkan oleh karena kondisi tanah Arab yang tandus, tidak ada mata air maupun sungai yang
mengalir, sehingga tidak cocok untuk bercocok tanam.
209
Namun demikian, bila dilihat dari tradisi kaum badawi yang sudah biasa menggembala sekawanan binatang seperti
unta dan domba untuk mempertahankan hidup mereka, secara sosiologis kelompok ini
dianggap tidak mencerminkan bahasa al- Qur’an, dan dianggap tidak bermanfaat ketika menjadikannya
sebagai argumen kebahasaan, sebab bahasa Himyar Yaman oleh bangsa Arab Utara dianggap sebagai bahasa asing termasuk oleh kabilah Mudlar sendiri yang menampung mereka saat migrasi. Sedangkan
syair orang-orang Yaman tidak terlepas dari bahasa Himyar, seperti ucapan Imru al-Qais, berikut ini:
نإ قار م ةربع ىئا ش
, kata muharâqah berasal dari kata kerja fi ’il
اره
Himyar, sedangkan dalam bahasa Mudlar adalah
ارأ
. Faktor-faktor tersebut perlahan tapi pasti membawa bahasa Arab pada satu dialek. Untuk itu, bisa dipastikan bahwa bahasa yang digunakan di dalam syair Jahiliyah, adalah
gabungan dialek yang ada di Jazirah Arab, dan yang paling banyak digunakan adalah dialek Quraisy. Al- Iskandari dkk, al- Mufashshal fi al-Adab al-
‘Arabi, tp: Maktabah al-Adab, tth, hal. 15 dan 48, lihat juga Nabilah Lubis, al-
Mu’in fi al-Adab al-‘Arabi wa Tarikhihi, Jakarta: Kuliyyah al-Adab wa al-‘Ulum al- Insaniyah Jami’ah Syarif Hidayatullah, 2005, hal. 15
207
Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-Jâhili, tp: al-Bayân al-
‘Arabi, 1961, cet. 1, hal. 24
208
Bangsa Arab Yaman Selatan seluruhnya dinasabkan pada Qahthan. Al-Iskandari dkk., al- Mufashshal fi al-Adab al-
‘Arabi, hal. 18-20, lih. Juga Nabilah Lubis, al-Mu’in fi al-Adab al-Arabi wa Tarikhuhu
, hal. 20
209
Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-Jâhili, tp: al-Bayân al-
‘Arabi, 1961, cet. 1, hal. 24. Menurut K.Hitti, pada dasarnya tidak ada garis tegas yang memisahkan antara kelompok nomad dan kelompok urban, sebab selalu ada tahapan seminomaden dan
tahapan semi urban. Masyarakat perkotaan tertentu yang sebelumnya merupakan orang-orang Badui menyangkal asal usul nomaden mereka, sementara di sisi lain, beberapa kelompok Badui lainnya
berusaha menuju tahap masyarakat perkotaan. Sehingga dengan demikian, darah orang-orang perkotaan terus mendapat penyegaran dari darah-darah orang nomad. Philip K. Hitti, History of the Arabs,
terjemah, hal. 28
63 dapat dikategorikan sebagai kelompok pastoral.
210
Kondisi geografis dan sistem sosial tersebut, sangat berpengaruh terhadap iklim perpolitikan bangsa Arab saat itu.
Bangsa Arab Yaman pada mulanya terbagi ke dalam beberapa kelompok yang tersebar di beberapa wilayah. Setiap kelompok menempati sebuah wilayah semacam
propinsi yang disebut dengan “mikhlâf”, yaitu wilayah yang terdiri dari beberapa kota kecil qura dan desa-desa. Setiap mikhlaf dipimpin oleh seorang pemimpin yang
mereka sebut dengan qail. Masing-masing qail tidak ada hubungannya dengan qail-qail lainnya. Terkadang jika ada qail yang kuat, ia akan menyerang qail lainnya dan
mengalahkannya lalu merampas kekayaannya, dan kembali ke wilayahnya semula sebagaimana kehidupan badawi lainnya.
211
Seiring dengan perkembangan zaman dan peradaban, atau mungkin juga hasil seleksi alam siapa yang kuat dia yang menang, di Yaman kemudian muncul sebuah
kerajaan yang dikenal dengan nama Saba’. Kerajaan ini banyak diberitakan baik dalam Taurat, maupun dalam buku-buku geografi Yunani dan Romawi, bahkan diceritakan
juga dalam al- Qur’an. Kerajaan ini mengalami masa kejayaannya sekitar beberapa abad
sebelum masehi tepatnya pada abad ke-8 sebelum masehi, sebagaimana terdapat dalam prasasti peninggalan masa itu.
212
Selain kerajaan Saba’, di Yaman juga muncul kerajaan Himyar dengan Zhafar sebagai pusat ibukotanya. Bangsa Himyar pada dasarnya adalah pecahan atau cabang
dari kaum Sabâ’. Kerajaan ini berlangsung dari akhir abad kedua sebelum Masehi hingga awal abad keenam Masehi. Kerajaan ini sangat terkenal dengan ekspansi dan
serbuannya ke kerajaan Persia dan Habasyah.
213
Kerajaan Himyar di dalam sejarah dikenal juga dengan sebutan al-
Tabâbi’ah jamak dari Tubba’. Rajanya yang terakhir
210
Dalam ilmu Sosiologi, tipe-tipe masyarakat dan cara mereka bertahan hidup dibagi dalam beberapa bagian, yaitu; masyarakat pemburu dan pengumpul buah-buahan, masyarakat pastoral dan
holtikultural, masyarakat pertanian, dan masyarakat industri. M. Amin Abrori, Mengerti Sosiologi, hal. 36-44
211
Al-Iskandari dkk., al- Mufashshal fi al-Adab al- ‘Arabi, hal. 18
212
Al-Iskandari dkk., al- Mufashshal fi al-Adab al- ‘Arabi, hal. 18
213
Al-Iskandari dkk., al- Mufashshal fi al-Adab al- ‘Arabi, hal. 20
64 bernama Dzû Nuwâs seorang Yahudi yang sangat fanatik dan hidup pada masa
Jahiliyah menjelang datangnya Islam.
214
Pada masa kepemimpinannya tersebut agama Kristen sudah mulai tersebar di Jazirah Arab terutama di Nejran. Untuk mengantisipasi tersebarnya agama Kristen lebih
jauh, ia memerintahkan agar mengusir pemeluknya, membakar buku-bukunya, serta menyiksa para pemeluknya dengan cara dibakar. Dialah yang dimaksud dalam al-
Qur’ân al-Karîm dengan Shâhib al-Ukhdûd.
215
Habasyah kemudian menyerang Yaman kerajaan Himyar untuk membantu kaum Nasrani, dan akhirnya Dzû Nuwâs dapat
dikalahkan dan Yaman dikuasai kerajaan Habasyah. Kerajaan mereka pun akhirnya dihancurkan. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 525 M.
216
Bila Yaman hadlari sempat memiliki beberapa kerajaan dan sistem pemerintahan yang permanen, tidak demikian halnya dengan bangsa Arab Utara
badawi, mereka sama sekali tidak memiliki sistem pemerintahan. Masyarakat Arab badawi selain berdampingan dengan kerajaan Habasyah di Yaman dan sekitarnya, juga
berdampingan dengan dua kerajaan besar lainnnya, yaitu kerajaan Romawi yang berkedudukan di Syam dan sekitarnya dan kerajaan Persia di Irak dan sekitarnya. Untuk
itu arus politik mereka tergantung pada angin yang berhembus, terkadang masuk di bawah kekuasaan Irak, namun terkadang masuk di bawah kekuasaan Syam sesuai
dengan kepentingan masing-masing. Hal itu disebabkan karena Jazirah Arab saat itu tidak memiliki pemerintahan yang permanen yang bisa memimpin, mengarahkan, dan
menyatukan keanekaragaman mereka. Tidak adanya pemerintahan yang permanen dalam kehidupan mereka disebabkan banyak faktor, di antaranya adalah kehidupan
mereka yang bersifat kesukuan, persaingan antar suku, dan senang memamerkan kekuatan satu sama lain, sehingga siapa kuat dia menang dan pada akhirnya timbul
dendam yang berkepanjangan.
217
214
Al-Iskandari dkk., al- Mufashshal fi al-Adab al- ‘Arabi, hal. 20, lih. Juga Nabilah Lubis, al-
Mu’in fi al-Adab al-Arabi wa Tarikhuhu, hal. 20. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995, cet. 3, hal. 13
215
Nabilah Lubis, al-Mu`în fi al-Adab al-Arabi wa Târikhihi, hal. 20
216
Al-Iskandari dkk., al- Mufashshal fi al-Adab al- ‘Arabi, hal. 20-21
217
Muhammad ‘Ali al-Shabbah, ‘Antarah ibn Syaddâd; Hayâtuhu wa Syi’ruhu, , hal. 26
65 Meskipun demikian, beberapa kabilah yang berada di sekitar Hijaz memiliki
sebuah pemerintahan kecil, yang dikenal dengan pemerintahan Quraisy. Pemerintahan ini berfungsi untuk mengatur pemeliharaan Masjid al-Haram, menjaga berhala dan
patung mereka, mengatur ibadah haji, serta menjaga Baitullah. Hanya saja pemerintahan ini tidak terlalu kuat untuk dapat mempengaruhi kehidupan bangsa Arab.
Bahkan ketidakberdayaannya tersebut tampak nyata pada saat kerajaan Habasyah bermaksud menyerang dan menghancurkan Ka’bah. Meskipun pada akhirnya peristiwa
ini memberi dampak politik yang positif bagi bangsa Arab, sebab dengan adanya
kejadian tersebut
mereka berbondong-bondong
menuju al-Haram
demi mempert
ahankan Ka’bah dari serangan Abrahah. Kekuasaan dalam pemerintahan Quraisy yang berada di Mekah ini terbagi menjadi dua bagian yang pertama bagian
yang mengurus masalah keagamaan dan yang kedua bagian yang mengurus urusan umum duniawi.
218
Perkembangan sosial politik bangsa Arab Jahili pada dasarnya tidak terlepas dari kontak mereka dengan bangsa lain. Pada saat membicarakan latar belakang sosial
politik serta kontak bangsa Arab dengan bangsa lainnya, maka pembahasan tidak bisa terlepas dari tiga kerajaan kecil imârah, yang terletak di wilayah Utara dan Tengah
Jazirah Arab, yaitu; kerajaan Ghassan yang merupakan aliansi dari Binzantium Romawi, kerajaan ManâdzirahLakhmi Hirah di Irak yang merupakan protektorat
kerajaan Persia, serta kerajaan Kindah yang merupakan protektorat kerajaan Himyar di Yaman.
219
Bangsa Arab kontak dengan bangsa asing melalui berbagai cara, pertama, melalui jalur perdagangan, terutama bangsa Yaman dan suku Quraisy di Mekah. Bangsa
Yaman telah lama mengenal sistem perdagangan, mereka mengangkut hasil pertanian dari Hadramaut dan Zhaffar, dan menyalurkan produk-produk India ke Syam dan
Mesir. Dari India, mereka biasanya mengangkut emas, batu mulia, kayu cendana, rempah-rempah, dan bahan-bahan pewangi. Selain itu mereka juga mengangkut minyak
218
Muhammad ‘Ali al-Shabbah, ‘Antarah ibn Syaddâd; Hayâtuhu wa Syi’ruhu, , hal. 26
219
Muhammad Ridla Marawwah, Imru al-Qais; al-Malik al-Dlalil, hal. 7. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam
, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995, cet. 3, hal. 14
66 wangi, kayu hitam, dan emas dari pinggir kota Afrika. Di samping itu, mereka juga
menjual hasil produksi negerinya seperti kemenyan dan minyak wangi, serta mutiara yang mereka datangkan dari Bahrain. Begitulah bangsa Yaman berinteraksi dengan
bangsa lain yang ada di sekitarnya.
220
Pada saat perekonomian Arab Yaman mengalami kemunduran, posisi tersebut diambil alih oleh Arab Hijaz. Hal ini terjadi pada abad ke-6 Masehi. Kabilah Quraisy
pun akhirnya mengambil alih jalur perdagangan tersebut, mereka mulai membeli barang-barang dari Yaman dan Habasyah, lalu menjualnya kembali di pasar-pasar yang
ada di Mesir dan Syam. Pada saat permusuhan antara Romawi dan Persia semakin memuncak
– menjelang datangnya Islam- Mekah telah menjadi pusat perdagangan yang besar. Pada saat itu roda pemerintahan bangsa Romawi sangat mengandalkan hasil
perniagaan kerajaan hingga hal-hal yang menyangkut persoalan kemewahan. Kaum Quraisy memiliki dua corak perniagaan, yaitu perjalanan musim dingin ke negeri
Yaman dan perjalanan musim panas ke Syam. Kaum Quraisy selalu merasa nyaman dan aman dalam melakukan perjalanan niaganya, hal ini disebabkan karena kaum Quraisy
sebagai ahl al-harâm keluarga Bait al- Haram dan penjaga Ka’bah merupakan kabilah
yang sangat dihormati oleh bangsa Arab.
221
Perdagangan inilah yang menjadi faktor utama terjadinya kontak bangsa Arab dengan bangsa asing di sekitarnya. Dari sinilah, para pedagang Arab akhirnya banyak
mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan urusan kerajaan dan pemerintahan. Untuk itu, selain membawa barang dagangan, mereka juga kembali dengan membawa bahasa
asing seperti Persia, Romawi, Mesir, dan Habasyah yang kemudian diserap ke dalam bahasa Arab dan disesuaikan dengan kaidahnya.
222
Kedua, kerajaan-kerajaan yang ada di sekitar perbatasan merupakan faktor kedua terjadinya kontak bangsa Arab dengan bangsa asing, seperti kerajaan Lakhmi di
Hirah yang bertetangga dengan Persia dan kerajaan Gassan di Syam yang
220
Al-Iskandari dkk., al- Mufashshal fi al-Adab al- ‘Arabi, hal. 25
221
Al-Iskandari dkk., al- Mufashshal fi al-Adab al- ‘Arabi, hal. 25
222
Al-Iskandari dkk., al- Mufashshal fi al-Adab al- ‘Arabi, hal. 25
67 berdampingan dengan Romawi. Kedua kerajaan tersebut Lakhmi dan Gassan menurut
para geneolog
223
adalah keturunan bangsa Yaman.
224
Dibangunnya kedua kerajaan tersebut bukan tanpa alasan. Sebagaimana diketahui bahwa kerajaan Persia dan Romawi berbatasan dengan bangsa Arab. Bangsa
Arab ini selalu mengancam kedua kerajaan tersebut dengan peperangan yang dirancang secara teratur, tiba-tiba menyerang, lalu merampas dan kembali. Tidak mudah bagi
kedua kerajaan tersebut menghadapi serangan-serangan bangsa Arab yang seperti itu dan menaklukkannya, karena sulitnya perjalanan di atas gurun pasir. Selain itu kedua
kerajaan tersebut tidak tertarik untuk menaklukkannya, karena di dalamnya tidak ada kekayaan yang menarik yang menguntungkan bagi mereka. Untuk itu, mereka
beranggapan bahwa dengan membangun kerajaan Arab di perbatasan akan dapat menghalangi kedua kerajaan tersebut dari serangan-serangan mereka dan akan aman
dari tipu dayanya, lalu membuat perjanjian dengan kabilah-kabilah di sekitarnya. Untuk itulah kemudian Persia membangun kerajaan Hirah, dan Romawi membangun kerajaan
Gassan.
225
Kerajaan Hirah terletak sekitar tiga mil dari Kufah, di ujung kota Irak. Irak pada masa pemerintahan kerajaan Lakhmi merupakan kota yang sangat ramai. Di sana
terdapat istana-istana yang megah. Kota ini terkenal dengan udaranya yang sejuk, karena dekat dengan padang pasir. Raja pertama yang menduduki tahta kerajaan
Lakhmi di Hirah adalah Umar ibn ‘Addi sekitar tahun 268 M pada masa Sabur ibn Ordesyir pertama. Kerajaan ini bertahan hingga tahun 633 M, berakhir dengan
penaklukan Khâlid ibn al-Walîd.
226
Raja Hirah didukung oleh raja-raja Persia dari kabilah Lakhm. Kerajaan Lakhmi bersifat semi independen, sebab sistem pemerintahan Persia mirip dengan sistem
223
Ahli nasab
224
Al-Iskandari dkk., al- Mufashshal fi al-Adab al- ‘Arabi, hal. 25-26
225
Al-Iskandari dkk., al- Mufashshal fi al-Adab al- ‘Arabi, hal. 26. Jurji Zaedan dalam bukunya
al-`Arab Qabla al-Islâm membahas secara detail kedua kerajaan tersebut, seperti asal usulnya, raja-raja
yang pernah berkuasa, dan jejak-jejak peninggalannya. Lihat Jurji Zaedan, al-`Arab Qabla al-Islâm, tp: Dar al-Hilâl, tth, hal. 207-241
226
Al-Iskandari dkk., al- Mufashshal fi al-Adab al- ‘Arabi, hal. 26
68 feodalisme. Kerajaan Arab Hirah dalam hal ini dijadikan sebagai connecting link
penghubung antara Persia dan bangsa Arab Jazirah, menghubungkan perdagangan antara keduanya, memperkenalkan Persia dengan segala kebudayaannya, serta
menceritakan informasi dan kisah-kisah tentang mereka. Dan hal ini menjadikan sastra Arab sangat terpengaruh oleh segala hal yang berkaitan dengan kerajaan Hirah. Salah
seorang raja Hirah yang sangat terkenal adalah al- Nu’mân kelima, suami dari Hindun
yang bergelar Abu Qabûs yang banyak dipuji oleh al-Nâbighah al-Dzubyâni dalam syair-syairnya.
227
Bangsa Arab banyak membicarakan tentang al-Khawarnaq dan al- Sadir, keduanya adalah istana yang mirip benteng yang terletak di dekat kerajaan Hirah,
sebagaimana mereka juga sering membicarakan tentang kisah Sinimar arsitek dari istana al-Khawarnaq,
228
yang kemudian dijadikan sebagai perumpamaan oleh bangsa Arab. Mereka juga mengenal dua hari al-
Nu’man gelar raja Hirah, yaitu hari keberuntungan dan hari sial, sebagaimana bangsa Hirah juga yang mengajarkan suku
Quraisy untuk berbuat zindik ingkar terhadap agama pada masa Jahiliyah, di samping
227
Di antara syair al-Nâbighah al-Dzubyâni pada saat memuji al-Nu`mân yang bergelar Abu Qâbûs:
هل ، ع ل غ ت ك ف ع ل ف ن أ ف ل ع ا ف
Dan itu semua, semakin membuatku yakin, bahwa al-Nu`man memiliki banyak keistimewaan dibanding manusia lainnya yang dekat maupun yang jauh.
Dalam syair madah lainnya yang sangat terkenal sebagai permintaan maaf atas segala kekhilafannya atas al-Nu`man:
بك ك ن م ي مل تع بك ك ل ،س ش كن ف
Engkaulah Mataharinya, dan raja-raja itu bintang-bintangnya Jika matahari muncul, tak tampak satu bintang pun.
Dalam syair tersebut, al-Nu`man oleh al-Nâbighah al-Dzubyâni dimetaforakan dengan matahari, sedangkan raja-raja yang ada di sekitarnya dimetaforakan dengan bintang-bintang. Maka pada saat
matahari muncul di siang hari, bintang-bintang biasanya tidak tampak lagi, demikian pula halnya pada saat al-Nu`man raja yang agung muncul, raja-raja kecil di sekitarnya tampak tidak memiliki arti lagi.
Syair lengkap lihat `Abbâs `Abd al-Sâtir syarah dan taqdîm, Dîwân al-Nâbighah al-Dzubyâni, Beirut: Dâr al-Kutub al-`Ilmiyah, 1416 H1996 M, hal. 12 28
228
Balasan untuk Sinnimar Jazâ ’ Sinnimar adalah sebuah perumpamaan matsal Arab yang
berasal dari sebuah kisah tentang pengkhianatan seorang raja terhadap arsitek yang bernama Sinnimar yang telah membangun istana yang teramat megah untuknya. Karena ia merasa takut akan ada yang
menyainginya, maka arsitek tersebut dibunuhnya dengan cara dilemparkan dari atas puncak istana tersebut, agar tidak ada seorang pun yang mampu membangun istana seperti miliknya. Sebuah kisah yang
mengumpakan tentang perbuatan baik seseorang yang dibalas dengan kejahatan. Kisah ini dapat dilihat dalam buku al-`Arabiyah li al-
Nâsyi’în, al-Mamlakah al-`Arabiyah al-Su`ûdiyah: Wuzârah al-Ma`ârif, tth, hal. 146-147
69 mereka pula yang mengajarkan tulisan pada masa awal Islam.
229
Penyair yang terkenal dari Hirah adalah ‘Addi ibn Zaid al-‘Ibadi yang dinasabkan pada ‘Ibad, salah satu
kabilah yang ada di Hirah yang menyebarkan agama Nasrani.
Jika Persia mendirikan kerajaan Hirah, Romawi mendirikan sebuah kerajaan di perbatasan Syam yang dinamakan dengan kerajaan Gassan. Kekuasaan kerajaan ini
mencakup dua wilayah, yaitu Hauran dan Balqa. Dibandingkan dengan sejarah bangsa Lakhmi, sejarah kerajaan Gassan lebih kabur lagi, sebab bangsa Persia banyak
merampas sejarah setiap wilayah yang berdekatan dengannya. Namun dari ungkapan para penyair terkadang disebutkan bahwa ibukota kerajaan ini adalah Joulan atau
Jayyah, namun terkadang mereka menyebutkan nama Jilq sebuah wilayah dekat Damaskus.
230
Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-enam Masehi. Pada abad ini, al-Harits II yakni Ibnu Jabalah dari kerajaan Gassan, dan Ibn al-Mundzir III
yakni Ibn Mâ’ al-Sama’ dari Hirah Alamundarus, w. 554 M mendominasi sejarah Arab. Al-Harits yang dijuluki dengan al-
A’raj si cacat oleh para sejarawan Arab adalah nama pertama yang otentik dan hingga kini dianggap nama yang paling terkenal
dalam catatan sejarah Jafna. Sebagai hadiah atas keberhasilannya mengalahkan musuh besarnya dari kerajaan Lakhmi al-Mundzir III, Justine melantiknya 529 sebagai
penguasa atas seluruh suku Arab di Suriah dan mengangkatnya sebagai patrik dan raja kecil jabatan tertinggi setelah raja, yang dalam bahasa Arab gelar ini sederajat dengan
malik .
231
Kerajaan Gassan, berdasarkan riwayat Hamzah berlangsung hingga 600 tahun, yaitu dari abad ke-1 Masehi hingga munculnya Islam.
232
Jika kerajaan Gassan menjadi sekutu dan protektorat Binzantium Romawi dan kerajaan Lakhmi menjadi sekutu Persia, kerajaan Kindah yang terletak di bagian tengah
229
Al-Iskandari dkk., al- Mufashshal fi al-Adab al- ‘Arabi, hal. 26-27
230
Al-Iskandari dkk., al- Mufashshal fi al-Adab al- ‘Arabi, hal. 27. Jurji Zaedân, al-`Arab Qabla
al-Islâm , hal. 207
231
Philip K. Hitti, History of The Arabs, terjemah, hal. 97
232
Pendapat lain menyebutkan bahwa bahwa penduduk Gassan pada pertengahan abad ke-2 M masih menempati Tihamah. Sehingga berlangsungnya kerajaan Gassan seperti disebutkan di atas bukan
suatu kepastian yang absolute. Jurji Zaedân, al-`Arab Qabla al-Islâm, tp: Dâr al-Hilâl, tth, hal. 208
70 Arab, menjalin hubungan politik dengan kerajaan Tubba’, kerajaan terakhir di Yaman.
Kerajaan Kindah dipimpin seorang raja yang bergelar malik. Kindah satu-satunya
kerajaan yang menggunakan gelar malik untuk para penguasanya, biasanya gelar malik digunakan oleh bangsa Arab untuk para penguasa asing.
233
Meskipun berasal dari Arab Selatan dan –menjelang masa kelahiran Islam-
mendiami kawasan sebelah barat Hadramaut, bangsa Kindah yang kuat itu tidak disebutkan dalam berbagai tulisan-tulisan Arab Selatan paling awal; mereka pertama
kali disebutkan dalam sejarah pada abad keempat Masehi. Pendirinya yang terkenal, Hujr, yang dijuluki Akil al-Murar, menurut sebuah riwayat adalah saudara tiri Hassan
ibn Tubba` dari Himyar, dan diangkat olehnya pada 480 M. sebagai penguasa suku- suku tertentu yang telah ditaklukkan oleh Tubba` di Arab bagian tengah.
234
Hujr kemudian digantikan oleh anaknya, `Amr. Selanjutnya anak `Amr, al-Harits, raja
Kindah paling bengis, menjadi raja yang setelah meninggalnya raja Persia, Qubadz, segera mengangkat dirinya sebagai penguasa Hirah, yang kemudian sekitar 529 jatuh
ke tangan al-Mundzir II dari kerajaan Lakhmi. Al-Mundzir menghukum mati al-Harits 529 beserta sekitar 50 anggota keluarga kerajaan, yang kemudian menjadi pukulan
mematikan terhadap kekuasaan Kindah. Al-Harits mungkin pernah menetap di al- Anbar, sebuah kota di kawasan Efrat sekitar 40 mil sebelah barat laut Baghdad.
235
Sengketa di antara anak-anak al-Harits, yang masing-masing memimpin suku, mengakibatkan pecahnya konfederasi dan jatuhnya kerajaan itu. Sisa-sisa kekuatan
kerajaan Kindah terpaksa mundur ke pemukiman mereka semula di Hadramaut. Peristiwa itu menandai berakhirnya salah satu kerajaan pesaing Hirah dalam perebutan
supremasi antara tiga kerajaan di kawasan Arab Utara; pesaing lainnya adalah kerajaan Gassan. Penyair terkenal, Umru` al-Qays, salah satu penyair emas,
236
adalah keturunan keluarga kerajaan Kindah, yang berkali-kali gagal untuk memperoleh kembali
warisannya. Puisi-puisi bernada pedas, memancarkan nuansa perlawanan pada kerajaan
233
Philip K. Hitti., History of The Arabs, terjemah, hal. 105. Lihat juga Jurji Zaedân, al-`Arab Qabla al-Islâm
, hal. 242-247.
234
Philip K. Hitti., History of The Arabs, terjemah, hal. 105
235
Philip K. Hitti., History of The Arabs, terjemah, hal. 105
236
Philip K. Hitti., History of The Arabs, terjemah, hal. 106
71 Lakhmi. Dalam rangka mencari bantuan, ia pergi ke Konstantinopel, berharap
memperoleh simpati Justine, musuh Hirah. Dalam perjalanan pulang, demikian menurut riwayat, ia di racun sekitar 540 di Ankara oleh seorang utusan kaisar.
237
Pada awal Islam, sejumlah orang Kindah memiliki peran penting. Salah seorang yang paling penting di antara mereka adalah al-Asy`ats ibn Qays, seorang pemimpin
suku Hadramaut yang kondang pada masa penaklukan Suriah dan Irak. Berkat jasa- jasanya ia diangkat sebagai gubernur di salah satu provinsi Persia. Keturunan al-Asy`ats
menduduki jabatan penting pada pemerintahan Dinasti Umayah di Suriah. Al- Muqanna`,
238
seorang Khurasan yang mengaku nabi, dan inkarnasi dewa, serta selama bertahun-tahun menentang khalifah Abbasiyah, al-Mahdi, kemungkinan adalah orang
Persia, bukan orang Kindah. Selain itu, suku ini juga melahirkan seorang filsuf Arab paling awal yaitu Ya`kub ibn Ishaq al-Kindi. Pada 1962, satu millenium kelahirannya
diperingati di Baghdad.
239
Menurut K. Hitti, kemunculan Kindah dianggap menarik tidak hanya karena sejarahnya sendiri, tetapi juga menggambarkan upaya pertama orang-orang Arab untuk
menyatukan sejumlah suku ke dalam sebuah kepemimpinan tunggal yang terpusat. Dengan demikian, pengalaman itu menjadi contoh bagi Hijaz dan Muhammad.
240
Ketiga kerajaan kecil imârat tersebut, yakni; kerajaan Ghassan yang merupakan aliansi dari Binzantium Romawi, kerajaan ManâdzirahLakhmi Hirah di
Irak yang merupakan protektorat kerajaan Persia, serta kerajaan Kindah yang merupakan protetorat kerajaan Himyar di Yaman, sangat penting dikemukakan dalam
kajian ini, sebagai gambaran tentang bagaimana kaum perempuan diperlakukan di dalam lingkungan istana, dan secara tidak langsung kita juga dapat mengetahui kondisi
perempuan dalam lingkungan dua kerajaan besar masa itu, Romawi dan Persia. Selain itu, berdasarkan uraian di atas, hal lain yang perlu ditegaskan di sini sebelum membahas
237
Philip K. Hitti., History of The Arabs, terjemah, hal. 106. Jurji Zaedân, al-`Arab Qabla al- Islâm
, tp: Dâr al- Hilâl, tth, hal. 246. Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ,
Buhûts fi al-Adab al-Jâhili , hal. 76-79
238
Philip K. Hitti., History of The Arabs, terjemah, hal. 107.
239
Philip K. Hitti., History of The Arabs, terjemah, hal. 107.
240
Philip K. Hitti., History of The Arabs, terjemah, hal. 108
72 citra perempuan Jahiliyah dalam syair adalah bahwa ada dua hal yang membatasi
makna perempuan Jahiliyah itu sendiri, yaitu pembatasan berdasarkan ruang dan waktu. Ditinjau dari segi waktu, perempuan Jahiliyah adalah perempuan yang hidup pada masa
sebelum Islam sebagaimana dijelaskan dalam makna Jahiliyah sebelumnya. Berdasarkan ruang, perempuan Jahiliyah adalah perempuan yang hidup dalam lingkaran
geografi yang telah dijelaskan di atas. Maka perempuan-perempuan yang hidup sebelum Islam, namun tidak berada dalam batasan wilayah yang disebutkan di atas,
jelas tidak termasuk dalam kategori perempuan Jahiliyah dalam kajian ini.
B. Penyair Istana