Kondisi Sosio-Budaya dan Politik Aceh

setiap bandar jajahan kota kabupatenkota yang banyak dihuni orang Cina, ada rumah ibadah mereka, seperti di Tepi Sungai Pasir Tumboh. 54 Pada awal pemerintah PAS di Kelantan periode 1990, orang Cina menginginkan bangunan Dewan Perniagaan Cina di Jalan Kebun Sultan dirubah bagian depannya sesuai dengan konsep tradisional Cina, PAS pun mengizinkannya. Padahal ketika Kelantan dipimpin UMNO, kaum Cina sudah beberapa kali minta perizinan, tidak dihiraukan UMNO. Pemerintah Negeri Kelantan juga mendirikan masjid yang berasitektur Cina di Rantau Panjang. Imam, arsitek, dan pekerjanya pun didatangkan dari Yunan Cina. Pemerintah Negeri Kelantan juga telah menyelenggarakan Ekspo Cheng Ho pada 2010. Kaum Cina pun bebas mempersembahkan budanya tarian Naga. Menteri Besar Kelantan, Tuan Guru Dato Nik Aziz Nik Mat pun berkenan hadir dalam perayaan Tarian Naga. 55 Di bidang pendidikan, Pemerintah Negeri Kelantan memberi kebebasan untuk menyelenggarakan sekolah Cina, seperti Sekolah RendahMenengah Chung Hwa dan Chung Chin di Kota Bharu. Orang Cina pun boleh minum minuman keras di rumah mereka, restoran Cina atau bukan tempat umum. 56 Perlakuan kepada orang-orang Siam pun relatif sama. Kampung- kampung Siam bersebaran di Kelantan, lokasinya di tengah-tengah perkampungan Melayu. Kampung-kampung orang Siam terbesar di Kelantan adalah Kampung Terbak, Kampung Jubakar, Kampung Jambu, Kampung Kok Seraya, Kampung Kubang Panjang, Kampung Kulim Tumpat, Kampung Repek, Kampung Tendong Pasir Mas, Kampung Balai, Kampung Aril Bachok, Kampung Semerak Pasir Puteh, Kampung Kusial Machang, dll. 57 Setiap Kampung Siam dibangun “Wat” atau “Ketik” patung. Di Kampung Jambu terdapat sebuah patung Budha Tidur Sleeping Buddha yang terbesar di Asia Tenggara, dengan ketinggian 11 meter, panjang 40 meter dan lebar 9 meter, yang dibangun pada 1973 dengan sumbangan orang banyak. Di Wat Machimmaran yang berusia 500 tahun di Kampung Jubakar dibangun sebuah patung Budha Bersila Sitting Buddha. Patung ini tercatat sebagai patung Buddha terbesar di Asia Tenggara dengan ukuran ketinggian 30 meter, panjang 47 meter dan luas kedalaman 22.25 meter persegi. “Wat” atau “Ketik” patung ini menjadi 54 Urusetia Penerangan Negeri Kelantan, Kelantan Ikon Keharmonisan Kaum Kota Bharu: Urusetia Penerangan Negeri Kelantan, 2011, 11-12. 55 Wawancara dengan Lim Guan Seng orang Budha-Cina pada 14 Oktokber 2011 di Kota Bharu. 56 Urusetia Penerangan Negeri Kelantan, Kelantan Ikon Keharmonisan Kaum Kota Bharu: Urusetia Penerangan Negeri Kelantan, 2011, 16-17. 57 Urusetia Penerangan Negeri Kelantan, ‚Kelantan Ikon Keharmonisan Kaum …‛,35. tumpuan penganut agama Budha termasuk dari luar negeri, seperti Thailand, Nepal, Laos, Vietnam, Jepang, dan Korea. Satu lagi patung Buddha adalah Wat Buddhathaksin Ming Mongol di Kampung Balai dalam posisi berdiri Standing Buddha dengan ketinggian 36 meter dan luas 30 meter persegi. 58 Etnis India bermukim di Kelantan sejak sebelum Malaysia merdeka, terutama di kawasan perladangan, seperti Ladang Pasir Gajah, Ladang Tako, Ladang Kuala Pertam, Kampung Keroh Kuala Krai, Temangan, Ladang Sokor Machang, Ladang Kerila Tanah Merah dan kawasan-kawasan kota seperti jalan Hamzah, Kota Bharu dan Gua Musang. Kuil terbesar adalah Kerila Karu Mariammah yang dibangun sejak zaman Inggris di Ladang Kerila, Tanah Merah. Yang kedua adalah Tumpat Muthu Mariamman di Tumpat dan Kuil Siva Subramanimalayam di Jalan Hamzah, Kota Bharu. 59 Ekonomi Kelantan beraneka ragam. Ada penduduk yang bercocok tanam padi, karet, dan tembakau. 60 Ada juga yang berrmata pencaharian sebagai nelayan. Tak ketinggalan terdapat perajin tangan tradisional seperti batik, ukiran kayu, dan songket. Sebagian masyarakat yang berdekatan dengan hutan bekerja sebagai penebang kayu. Dalam tahun-tahun terakhir ini, pariwisata, terutama di daerah pantai kian digalakkan dan menunjukkan peningkatan yang berarti. 61 Ibu kota Kelantan, kota Bharu sekarang ini adalah pusat kegiatan ekonomi. Pasar utama di pusat kota adalah daya tarik utama kota Kelantan, juga ada rencana untuk membuka wilayah barat negara bagian di bawah ambisi proyek multi juta‟an dolar dari pemerintahan Kelantan. 62 Di Kota Bharu, tampak kehidupan yang tak begitu ramai. Hampir tak terlihat orang berjalan kaki. Masyarakat Kelantan lebih menyukai berkendaraan motor mobil dan sepeda motor daripada berjalan kaki. Transportasi publik tidak begitu banyak terlihat. Taksi pun sedikit yang hilir mudik di sepanjang jalan. Kedai-kedai makanan dan minuman dijajakan sepanjang hari nasi lemak, nasi dagang, nasi air, sup dagingtulang, dan tom yam. Tak ketinggalan roti canai yang menjadi kekhasan di seluruh Malaysia. Teh, kopi, dan susu menjadi minuman kegemaran masyarakat sewaktu singgah di kedai. 58 Urusetia Penerangan Negeri Kelantan, ‚Kelantan Ikon Keharmonisan Kaum …‛, 36-37. 59 Urusetia Penerangan Negeri Kelantan, ‚Kelantan Ikon Keharmonisan Kaum …‛, 47-48. 60 Wawancara dengan Sabri, Ukasyah, dan Muadz pada 16 Juni 2011 di Jakarta 61 Khoridatul Annisa, ‚Malaysia Macan Asia …‛, 62-63. 62 Khoridatul Annisa, ‚Malaysia Macan Asia …‛, 63. Kelantan telah menunjukkan sebagai kota serambi Mekah dengan banyaknya masyarakat yang menggunakan busana muslimmuslimah jilbab panjang dan baju koko bagi yang beragama Islam. Etnis Cina dan India tetap diberi kebebasan untuk menggunakan pakaian mereka sepanjang menghormati tata susila masyarakat Kelantan, sehingga tak tampak terlihat perempuan-perempuan Cina yang memakai celana pendek, seperti di Kuala Lumpur dan Singapura. Jilbab panjang untuk perempuan dan baju koko beserta peci putih menjadi ciri khas masyarakat Kelantan. Meski demikian, masih ada beberapa perempuan yang memakai jilbab dengan kaos lengan pendek. Kehidupan pagi banyak dilakukan dengan menyantap roti canai dan teh tarik teh plus susu di kedai-kedai dengan berkendara mobil atau motor. Kelantan sangat terkenal dengan para penduduknya yang terlibat dalam bisnis skala kecil dan menengah yang menghasilkan pendapatan yang memuaskan. 63 Mulai 2008, Kelantan memiliki perusahaan penerbangan, Amrose Air yang berpusat di Bandara Sultan Ismail Petra. Amrose Air melayani rute-rute domestik dan internasional dengan tujuan seperti Bangkok dan Jeddah. Daerah pedesaan yang luas diwarnai dengan bertahannya tradisi Melayu seperti kontes menerbangkan layang-layang, kontes gasing, kompetisi kicauan burung, kerajinan tangan tradisional seperti batik, songket, dan kerajinan perak. Sebagai negara perbatasan dan bekas wilayah yang pernah berada di bawah kekuasaan Thailand Siam. Kelantan menyerap pengaruh dari kebiasaan dan tradisi Thailand. Hal ini mengakibatkan Kelantan memiliki tradisi yang berbeda dengan negara- negara bagian Malaysia lainnya. Semua etnis secara umum hidup secara harmonis di Kelantan. Misalnya, anggota dari komunitas Thai mendapatkan izin untuk mendirikan kuil-kuil Buddha tanpa mendapatkan penolakan dari komunitas Melayu. Melayu Kelantan juga memiliki keunikan. Tidak seperti Melayu pada umumnya, mereka percaya peradaban Melayu mereka dari utara, bukannya dari selatan. Banyak orang Kelantan memiliki nenek moyang bangsa Thai. Inilah yang membuat mereka berbeda, baik kultural maupun fisik dengan orang Melayu umumnya. 64 Dialek Melayu Kelantan juga berbeda dengan standar Melayu. 65 Ditinjau dari stuktur kebahasaan dialek ini unik dalam pengucapan maupun gaya bicaranya. Dialek Melayu Kelantan adalah satu-satunya 63 Wawancara dengan Sabri, Ukasyah, dan Muadz pada 16 Juni 2011 di Jakarta. 64 Khoridatul Annisa, ‚Malaysia Macan Asia …‛, 65-66. 65 Wawancara dengan Sabri, Ukasyah, dan Muadz pada 16 Juni 2011 di Jakarta. lingua franca negara, yang digunakan oleh media massa lokal dan umumnya digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Beberapa orang Kelantan tak dapat berbicara menggunakan bahasa Melayu standar sebagaimana diianjurkan oleh Pemerintah Federal. Dialek yang berbeda ini sangat merata dan terlihat di kalangan masyarakat yang berdekatan dengan Thailand seperti di Besut, yang juga berdekatan dengan distrik paling utara negara bagian Terengganu. Jika naskah Arab yang dinamakan Jawi memiliki pengaruh yang sedikit di bagian Malaysia lainnya, di Kelantan banyak digunakan dalam penulisan maupun pencetakan Bahasa Melayu. 66 Wilayah Kelantan terbagi ke dalam 10 distrik, yaitu Kota Bharu, Pasir Mas, Tumpat, Pasir Puteh, Bachok, Kuala Krai, Machang, Tanah Merah, Jeli, dan Gua Musang. Jumlah penduduknya berdasarkan Sensus Penduduk 2010 adalah sebagai berikut: Tabel 3. Jumlah Penduduk Kelantan 2010 No Distrik Jumlah Penduduk 2010 1 Kota Bharu 491.237 2 Pasir Mas 189.292 3 Tumpat 153.976 4 Bachok 133.152 5 Tanah Merah 121.319 6 Pasir Puteh 117.383 7 Kuala Krai 109.461 8 Machang 93.087 9 Gua Musang 90.057 10 Jeli 40.637 Jumlah 1.539.601 Sumber: Sensus Penduduk Kelantan 2010 67 Bagi sebagian orang Malaysia, Kelantan identik dengan seni dan kerajinan Melayu. Kota Bharu sebagai ibu kota Kelantan dikenal sebagai pusat kebudayaan Melayu seperti pencak silat, seni perang, kendang, dan berbagai macam seni yang identik dengan budaya bangsa Melayu. 68 Masyarakat Kelantan hidup dalam lingkungan kemasyarakatan yang tradisionalis yang dipengaruhi oleh nilai-nilai agama Islam. Tradisi yang 66 Khoridatul Annisa, ‚Malaysia Macan Asia …‛, 66. 67 http:www.statistics.gov.myportaldownload_Populationfilescensus2010Tabur an_Penduduk_dan_Ciri-ciri_Asas_Demografi.pdf diakses 27 Pebruari 2014. 68 Khoridatul Annisa, ‚Malaysia Macan Asia …‛, 66. hidup di Kelantan merupakan warisan turun-menurun yang diwariskan nenek moyang dahulu. Islam dan adat-istiadat menjadi satu tradisi yang melekat dalam hidup keseharian masyarakat Kelantan. 69 Kesenian tradisional Kelantan adalah Makyong yang dulunya terdapat di istana Raja Melayu Pattani di Selatan Siam lebih kurang 400 tahun yang lalu. 70 Di dalam Makyong terdapat drama, tarian, nyanyian, dan unsur-unsur komedi. Ceritanya penuh dewa-dewi yang disampaikan melalui mulut, hanya menggunakan ingatan tanpa dialog tertulis. Pertunjukkan Mak Yong tidak dapat disudahi satu malam saja, bahkan bersambung hingga tujuh malam. 71 Kebudayaan lain yang berkembang di Kelantan adalah dua tarian yang paling populer di zaman dulu, yaitu Tarian Impian Asyek dan Tarian Joget Melayu Kelantan. Tarian Impian Asyek diciptakan oleh perkumpulan seniman di Kampung Serendah Sekebun Bunga di Kelantan sebagai persembahan kepada raja-raja Melayu. Tarian ini mulai terkenal sejak Kelantan dipimpin Sultan Muhammad IV. Tarian Joget Melayu Kelantan asalnya dibawa masuk oleh Raja Banggol, Long Jenal, anak ketiga dari Raja Long Yunus. Silat di Kelantan pada awalnya berasal dari Minangkabau pada tahun-tahun permulaan Kesultanan Melaka. Silat terbagi dalam Silat Randai Silat Songsong dan Silat Asli. Dzikir Barat, yang berisi tarian dan vocal dan kesenian wayang kulit yang berisi nasihat dan kritik. Dzikir Barat terdiri dari 15 orang dan musiknya terdiri dari gedombak, rebana kecil, tetawak dan serunai. Irama lagunya merdu dan sederhana. Wayang kulit pun telah menjadi tradisi di Kelantan, meskipun mereka tidak memperdulikan asalnya dari mana: Jawa, Jambi, Cina atau India. Wayang Kulit di Kelantan sudah mengalami perubahan; cara permainan, wayang kulitnya dan adat istiadatnya. Tok Dalang dan anggota musiknya mendapat perlindungan gaji dari raja pada abad ke-19 dan pada abad ke- 20 Tok Dalang mencari nafkah sendiri. 72 Layang-layang tidak boleh dilupakan dalam kebudayaan Kelantan. Pertandingan layang sudah disertai Raja Ahmad, putera Sultan Mahmud. Orang Kelantan menyebut banyak layang-layang, yaitu Wau Bulan, Wau Kucing, Wau Merak, Wau Bayan, Wau Burung, Wau Ikan, Wau Katak, Wau Orang, dan Wau Barat. Gasing juga menjadi budaya penduduk 69 Wawancara dengan Sabri, Ukasyah, dan Muadz pada 16 Juni 2011 di Jakarta. 70 Lihat lebih lengkap M.C. ff. Sheppard, ‚Makyong‛, The Straits Time Annual For 1960, Singapore, 15. 71 Hamidah bt. Yaacob, ‚Hiburan Tradisional Kelantan‛ dalam Khoo Kay Kim ed., Beberapa Aspek Warisan Kelantan…‛, 57-58. 72 Wawancara dengan Sabri, Ukasyah, dan Muadz pada 16 Juni 2011 di Jakarta. Kelantan. Gasing terbuat dari kayu di tepi bulatan gasing dilengkungi logam. Berat gasing 5-6 kg. Lingkarannya lebih kurang 75 cm dan garis pusat 27.5 cm. Rebana juga menjadi kesenian penduduk Kelantan. Rebana Besar dimainkan dalam perayaan tertentu di luar istana Sultan atau bersebelahan rumah Penghulu Kampung di Kelantan. Rebana Ubi lebih kecil bentuknya, garus pusatnya 67.5 cm dan yang yang terkecil 50 cm, Tingginya antara 43-50 cm. Permukaannya terbuat dari belulang. Rebana ini tidak digantung, tetapi diletakkan di tanah. 73 Ada juga Kertok di Kelantan yang dimainkan setelah musim panen padi. Selampit ialah bentuk bercerita yang tertua. Penyanyi yang bercerita diiringi dengan rebab dengan gaya India. Di Kelantan juga ada Balaga Lembu Kerbau, yaitu adu dua ekor kerbau, sabung ayam, dan pertandingan burung merbok. 74 Banyak pesantren berdiri di Kelantan. 75 Sekarang ini pesantren yang murni mengajarkan kitab Pesantren Salaf sudah tidak banyak lagi di Kelantan. Yang banyak adalah pesantren yang menggunakan kurikulum sekolah yang dipadukan dengan kurikulum Al-Azhar. 76 Konteks sosio-budaya masyarakat Aceh yang relijius dan memelihara adat istiadat ini berbeda dengan kenyataan politik di Aceh yang terpinggirkan oleh pemerintahan pusat dan cenderung disebut sebagai separatisme pemberontakan. Karena itulah, dalam konteks politik, pemberlakuan syariat Islam sesungguhnya dapat dilihat dari dua periode besar Aceh. Periode pertama perjuangan pemberlakuan syariat Islam di Aceh setelah Indonesia merdeka 1949-1968 merupakan respon politik atas kebijakan Pemerintah Pusat yang meminggirkan arti penting dari perjuangan rakyat Aceh dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Periode ini terlihat konflik Pemerintah Pusat dengan Gerakan DITII yang dipimpin Teungku Muhammad Daud Beureueh 77 yang puncaknya adalah mendapatkan keistimewaan Aceh dalam tiga hal, yaitu keagamaan, keadatan, dan pendidikan. Periode kedua perjuangan pemberlakuan syariat Islam di Aceh merupakan respon politik peminggiran dan penindasan yang puncaknya adalah pemberlakuan otonomi khusus dalam isu syariat Islam, adat, pendidikan, dan ulama. Pada periode inilah dimulai pemberlakuan qanun syariah secara lebih riil dibandingkan periode sebelumnya. Periode ini terlihat dengan jelas setelah 73 Hamidah bt. Yaacob, ‚Hiburan Tradisional Kelantan…‛, 73-74. 74 Hamidah bt. Yaacob, ‚Hiburan Tradisional Kelantan…‛, 76-81. 75 Wawancara dengan Sabri, Ukasyah, dan Muadz pada 16 Juni 2011 di Jakarta. 76 Wawancara dengan Dato’ Sukri, Mufti Kerajaan Negeri Kelantan pada 18 Oktokber 2011 di Kota Bharu. 77 Lebih lengkap perjalanan Daud Beureueh dalam pergolakan Aceh, lihat M. Nur El Ibrahimy, Teungku Muhammad Daud Beureueh Jakarta: Gunung Agung, 1986. berakhirnya konflik Pemerintah Pusat dengan Gerakan Aceh Merdeka yang dipimpin Hasan Tiro 1969-2001 dalam perjanjian Helsinski. Di masa perjuangan kemerdekaan, rakyat Aceh memegang peranan penting. Rakyat Aceh yang dipimpin oleh ulama berjuang untuk kemerdekaan dari penjajahan Belanda. Ulama seluruh Aceh pun membuat “Maklumat Ulama Seluruh Atjeh” untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan kembali Belanda 15 Oktokber 1945 yang ditandatangani Tgk. Hadji Hasan Kroeng Kale, Tgk. Hadji Dja‟far Siddiq, Tgk. M. Daoed Beureueh, Tgk. Hadji Ahmad Hasballah, T. Nja‟ Arif, dan Toeankoe Mahmoed. “Segenap lapisan rakjat telah bersatu padu dengan patuh berdiri di belakang pemimpin Ir. Soekarno untuk menunggu perintah dan kewajiban yang akan dijalankan. Menurut kejakinan kami bahwa perdjuangan ini adalah sebagai sambungan perdjuangan dahulu di Atjeh jang dipimpin oleh almarhum Tgk. Tjhik di Tiro dan pahlawan-pahlawan kebangsaan jang lain. Dari sebab itu bangunlah wahai bangsaku sekalian, bersatu padu menyusun bahu mengangkat langkah madju kemuka untuk mengikut djedjak perdjuangan nenek kita dahulu. Tunduklah dengan patuh kepada segala perintah pemimpin kita untuk keselamatan Tanah Air, Agama, dan Bangsa”. 78 Kunjungan Presiden Soekarno pada tahun 1948 ke Aceh dengan misi permintaan kepada rakyat Aceh untuk berperang mempertahankan kemerdekaan dimanfaatkan para ulama Aceh untuk bernegosiasi. Permintaan Soekarno disanggupi Daud Beureueh dengan satu syarat, rakyat Aceh diberi kebebasan untuk melaksanakan syariat Islam. Pada gilirannya, empat ulama besar Tgk. H. M. Daud Beureueh, Tgk. H, Djakfar Lamjabat, Tgk. H. Muhammad Krueng Kalee, dan Tgk. H. Ahmad Hasballah mengeluarkan fatwa yang berbunyi: “Bagi kaum muslimin yang berperang mempertahankan cita-cita proklamasi, kalau meninggal dunia dalam perang itu akan mendapat pahala syahid. 79 Ulama bersama rakyat Aceh bahu-membahu membangun persatuan demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Kontribusi yang besar dari rakyat Aceh sangat nyata dengan mengumpulkan dana perjuangan kemerdekaan. Dalam jangka waktu kurang lebih 3 bulan, 31 Maret 1949-11 Juli 1949 oleh Pemerintah Daerah telah disampaikan kepada perwakilan luar negeri sebanyak 100.000,00, Indonesian Office Singapore sebanyak 50.000,00, Angkatan Perang sebanyak 250.000,00 pengembalian Pemerintah Pusat ke Yogyakarta sebanyak 100.000,00. 78 Maklumat Ulama Seluruh Atjeh untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari pendjajahan kembali oleh Belanda 15 Oktokber 1945. 79 Marzuki Wahid dan Nurrohman, ‚Dimensi Fundamentalisme dalam Politik Formalisasi Syariat Islam: Kasus Nanggroe Aceh Darussalam, dalam ‚Tashwirul Afkar, Edisi No. 13 2002. Semuanya berjumlah 500.000,00. Peranan penting Aceh ini diakui sendiri Presiden Soekarno. Dalam salah satu pidato yang pernah diucapkannya dalam perjalanan ke Aceh, setelah mengucapkan kata-kata penghargaan atas peranan yang telah dimainkan daerah dalam memperjuangkan kemerdekaan Nusa dan Bangsa, Soekarno memberikan sebutan Aceh dengan “Daerah Modal”. 80 Kesetiaan Aceh terhadap Pemerintah Pusat mengalami anti klimaks setelah Aceh dalam bentuk Karesidenan berubah dan diganti sehingga Aceh menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Utara bersama Tapanuli dan Sumatera Timur melalui Undang-undang No. 10 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Sumatera Peraturan Pembagian Sumatera dalam Tiga Propinsi tanggal 15 April 1948. 81 Perubahan ini ditentang dengan sengit oleh masyarakat Aceh. Umur Provinsi Sumut pun tidak lama. Setahun kemudian pada tahun 1949, Aceh dijadikan satu kesatuan Daerah Militer dengan Muhammad Daud Beureueh sebagai Gubernur Militer. Pembubaran Provinsi Sumatera Utara dan pembentukan Daerah Militer Aceh ini dilaksanakan atas Keputusan Pemerintah Darurat RI Kep. No. 21PemPDRI.165.- 82 Tuntutan Provinsi Aceh tersendiri tanpa bergabung dengan Tapanuli Selatan dan Sumatera Timur berjalan terus, tanpa henti-hentinya dan dengan penuh semangat.Tidak lama kemudian keluarlah Ketetapan Wakil Perdana Menteri Mr. Syafrudin Prawiranegara, Ketetapan WPM Pengganti Peraturan Pemerintah tanggal 17 Desember 1949 No.8DesWPM yang memecah Provinsi Sumatera Utara menjadi dua propinsi, Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera TimurTapanuli. Untuk Provinsi Aceh, diangkat Beureueh sebagai gubernurnya. 83 Pembentukan Provinsi Aceh ini tidak dapat disetujui oleh Pemerintah Pusat yang baru saja terbentuk setelah beberapa lama terjadi kekosongan pemerintahan. Ketetapan Wakil Perdana Menteri tersebut 80 Wakil Perdana Menteri Mr. Hardi dalam Surat Keputusan WPM RI No. 1Missi1959 menyatakan, ‚Ternyata bahwa Daerah Aceh dalam suasana gelora persatuan ketika pecah Revolusi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, telah dapat memberikan amal jasanya yang tak terhingga dalam perjuangan kemerdekaan. Lihat S.M. Amin, ‚Sejenak Meninjau Aceh, Serambi Mekkah‛, 74 81 Undang-undang No. 10 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Sumatera Peraturan Pembagian Sumatera dalam Tiga Propinsi Pasal 1: Sumetera dibagi menjadi tiga propinsi yang mengatur dan mengurus rumah tanga sendiri. 2: Propinsi-propinsi yang tersebutpada pasal 1 yaitu: Provinsi Sumatera Utara yang meliputi karesidenan-karesidenan Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli; Propinsi Sumatera Tengah yang meliputi karesidenan- karesidenan Sumatera Barat, Riau, dan Jambi; Propvinsi Sumatera Selatan yang meliputi karesidenan-karesidenan Bengkulu, Palembang, Lampung, dan Bangka Belitung. 82 S. M. Amin, ‚Sejenak Meninjau Aceh…‛, 76. 83 S. M. Amin, ‚Sejenak Meninjau Aceh…‛,76. ditinjau kembali oleh Pemerintah Pusat. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 5 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Propinsi Sumatera Utara memutuskan mencabut Peraturan Wakil Perdana Menteri pengganti Peraturan Pemerintah No. BDesW.K.P.M. Tahun 1949 Tentang Pembagian Sumatera Utara menjadi dua propinsi, mengesahkan penghapusan pemerintah daerah karesidenan Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli serta pembubaran DPRD karesidenan-karesidenan tersebut, dan menetapkan pembentukan Propinsi Sumatera Utara. 84 Dasar hukum Provinsi Aceh tidak sah dan untuk sementara hanya diakui secara de facto. Kawat Menteri Dalam Negeri ini menimbulkan reaksi dari kalangan pimpinan masyarakat Aceh. 85 Silih berganti orang-orang yang mewakili Pemerintah Pusat berkunjung ke Kutaraja guna menentramkan keadaan. Pemerintah Pusat menghadapi kesulitan. Rakyat Aceh menghendaki Provinsi tersendiri, tanpa bergabung dengan daerah-daerah Tapanuli dan Sumatera Timur. Pada 1949, Soekarno mengunjungi Aceh untuk memperoleh dukungan masyarakat dalam memperjuangkan pengakuan kemerdekaan Indonesia. Beureueh, setelah berhasil menghimpun dana untuk perjuangan RI memohon kepada Soekarno agar mengizinkan diberlakukannya syariat Islam di Aceh. Bung Karno setuju, tetapi tidak bersedia menandatangani surat persetujuan yang disodorkan Beureueh. 86 Sebaliknya, persetujuan Repubik Indonesia dengan Republik Indonesia Serikat tanggal 19 Mei 1950 telah menentukan jumlah provinsi di seluruh Indonesia harus 10 dan dengan demikian pemberian otonomi untuk Aceh tidak mungkin dipenuhi tanpa berlawanan dengan persetujuan tersebut. Maka, dibentuklah Provinsi Sumatera Utara dengan Peraturan Pengganti Undang-undang No. 5 Tahun 1950. 87 Pada tanggal 26 September 1950, Daerah Aceh mendapatkan kunjungan dari Menteri Dalam Negeri, Mr. Assa‟at bersama Menteri Keuangan, Mr. Syafrudin Prawiranegara dengan tugas membujuk pemimpin-pemimpin Aceh untuk merubah sikap menentang Pemerintah Pusat dalam persoalan provinsi. Diadakanlah pertemuan antara misi Pemerintah Pusat dengan pemimpin-pemimpin Aceh, seperti Tengku Muhammad Daud Beureueh, Muhammad Nur el Ibrahimy, Amelz, Tengku Husin al-Mujahid dan Wakil Jawatan Agama Aceh. Misi ini tidak 84 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 5 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Propinsi Sumatera Utara. 85 S. M. Amin, ‚Sejenak Meninjau Aceh…‛, 76. 86 Taufik Adnan Amal dan Samsurizal Panggabean, ‚Syariat Islam di Aceh‛ dalam Burhanuddin, Syariat Islam, Pandangan Muslim Liberal Jakarta; JIL-TAF, 2003, 96. 87 S.M. Amin, ‚Sejenak Meninjau Aceh…‛, 80-81. berhasil menenteramkan keadaan. Pertemuan diakhiri dengan suasana tegang. Reaksi masyarakat Aceh memuncak dengan keluarnya “Pernyataan Akhir” yang menyerukan apabila Pemerintah Pusat tidak dapat memenuhi tuntutan Rakyat Aceh, yaitu otonomi dalam arti seluas-luasnya, mereka mengancam akan meletakkan jabatan sebagai pegawai negeri dan pemimpin rakyat dan kembali ke masyarakat. 88 Pada tanggal 22 Desember 1950 diadakan Kongres PUSA di Kutaraja. Dalam kongres ini diambil suatu ketetapan tekad seluruh Aceh untuk meningkatkan perjuangan tuntutan otonomi Aceh. Sebulan kemudian, 22 Januari 1951, Perdana Menteri Muhammad Natsir mengunjungi Kutaraja dan mencapai kesepakatan dengan GubernurKepala Daerah Aceh Tengku Muhamad Daud Beureueh. Kedua pihak menyetujui pembentukan Provinsi Sumatera Utara sekalipun hanya untuk sementara dan provinsi ini akan bubar setelah keadaan kelak mengizinkan pembentukan provinsi tersendiri bagi daerah Aceh. Ia berhasil menenteramkan keadaan sekalipun hanya untuk sementara waktu. 89 Beureueh pun kehilangan posisi gubernurnya. Ia dipindahkan dan ditempatkan di Kementerian Dalam Negeri. Tidak lama di Jakarta, ia kembali ke Aceh. 90 Perdana Menteri Mohd. Natsir dalam pidato radio di studio Kutaradja 23 Januari 1951 menjelaskan pembentukan Propinsi Sumatera Utara kepada pemimpin-pemimpin Aceh. “Djadi saja berharap kepada sdr2 supaja sdr2 dapat meletakkan soal2 pada tempatnya, seluruhnja dengan pengertian bahwa apabila keinginan sdr2 yang sudah dinjatakan, pada suatu saat belum terwujud, maka itu hendaklah djangan menimbulkan perassan kesal atau perasaan yang tidak enak atau perasaan kurang sabar; akan tetapi semuanja itu sebagaimana jang saja katakan tadi, adalah soal-soal jang sewadjarnja timbul dalam negara jang berdasarkan demokrasi, dan djuga, bahwa sdr2 itu harus berdjalan dan disalurkan menurut tjara2 pula jang sudah tentu bagi negara kita ini” 91 Pada awal tahun 1953, PUSA mengadakan Kongres di Langsa. Kongres ini menuntut pembentukan kembali Provinsi Aceh. Kongres PUSA ini kemudian diikuti pula oleh Kongres Ulama di Medan, di bawah pimpinan Tengku Muhammad Daud Beureueh. Pada tanggal 17 Agustus 1953, penduduk Kota Bakti mengadakan rapat sehubungan timbulnya suasana gelisah dan hangat di kalangan penduduk. Oleh rapat diambil 88 S.M. Amin, ‚Sejenak Meninjau Aceh…‛, 83-84. 89 S.M. Amin, ‚Sejenak Meninjau Aceh…‛, 84. 90 S.M. Amin, ‚Sejenak Meninjau Aceh…‛, 85. 91 Wedjangan Perdana Menteri Mohd. Natsir di Atjeh 23 Januari 1951 jam 21.22.07. resolusi berisi permohonan kepada Pemerintah Pusat untuk menangkap Beureueh serta pengikut-pengikutnya dengan alasan bahwa PUSA yang dipimpin olehnya menggerakkan rakyat untuk menyerang alat-alat kekuasaan negara, membasmi orang yang tidak disukainya, dan mendirikan Negara Islam. 92 Penduduk Loeeng Putu pada tanggal yang sama mengadakan rapat dan mengambil resolusi dengan alasan: memaksa rakyat memasuki MasyumiPUSA, melatih pandu-pandu Islam dan orang-orang PUSA sebagai tempat latihan tentara siang malam, memaksa dan mengancam penduduk-penduduk yang tidak mau menurut kehendak mereka. Ditambah lagi laporan yang diterima dari Komisariat PERTI Aceh Pidie di Sigli tanggal 17 Agustus 1953 dan laporan Ketua PNI ranting Loeeng Putu, yakni tindakan sekelompok orang yang dipaksa memasuki Partai Masyumi dengan sangsi “potong leher” dan “bakar rumah”, bila menolak. Seterusnya dilaporkan bahwa “tidak lama lagi akan dimulai penyerangan terhadap tentara dan polisi dengan tujuan merebut kekuasaan negara guna menegakkan Negara Islam Aceh. 93 Puncaknya adalah lahir “Proklamasi berdirinya Negara Republik Islam Indonesia tanggal 21 September 1953 atas nama Umat Islam Daerah Aceh dan sekitarnya ” yang ditandatangani Teungku Mohd. Daud Beureueh yang menyatakan bergabung dengan Negara Islam Indonesia bentukan S.M. Kartosuwiryo. 94 Proklamasi ini adalah pernyataan pembentukan Negara Islam Aceh dan pemisahan negara baru dari Negara Republik Indonesia. 95 Padahal, sebelumnya perjuangan Aceh hanyalah otonomi yang luas dalam Negara Kesatuan RI, sehingga daerah ini dapat mengatur dengan bebas rumah tangganya sendiri menurut syariat Islam. Di tempat lain, Kongres Alim Ulama se-Indonesia di Medan di bawah pimpinan Beureueh pada bulan April 1953 memutuskan untuk memperjuangkan Negara Republik 92 S.M. Amin, ‚Sejenak Meninjau Aceh…‛, 85-86. 93 S.M. Amin, ‚Sejenak Meninjau Aceh…‛, 86. 94 Bunyi teks proklamasi, ‚Berdasarkan pernjataan berdirinja Negara Republik Islam Indonesia pada tanggal 12 Sjawal 13687 Agustus 1949 oleh Imam Kartosuwirjo atas nama umat Islam Bangsa Indonesia, maka dengan ini kami njatakan daerah Atjeh dan sekitarnya menjadi bagian dari pada Negara Islam Indonesia. Lihat Teks Proklamasi Negara Islam Indonesia oleh Teungku Mohd. Daud Beureueh 21 September 1953. Lihat pula M. Nur El Ibrahimy, Kisah Kembalinya Tgk. Mohd. Daud Beureueh ke Pangkuan Republik Indonesia Jakarta: t.t., 183. 95 Untuk kelengkapan berdirinya sebuah negara, maka disusunlah pemerintahan NII Aceh yang terdiri dari Gubernur Sipil dan Militer, Dewan Syuro Dewan Pemerintah Daerah, Majelis Syuro Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Lihat Al Chaidar, Gerakan Aceh Merdeka: Jihad Rakyat Aceh Mewujudkan Negara Islam Jakarta: Madani Press, 2000, 12. Indonesia agar menjadi Negara Islam Indonesia melalui Pemilihan Umum berikutnya. 96 Gejolak Aceh terus memuncak. Pada September 1953, Daud Beureueh mengeluarkan Maklumat yang menyatakan lenyapnya kekuasaan Pancasila dan daerah sekitarnya, diganti dengan Pemerintah Negara Islam. Isi Maklumat: “Dengan lahirnya Proklamasi Negara Islam Indonesia di Atjeh dan daerah sekitarnya, maka lenyaplah kekuasaan Pemerintah Pantjasila di Atjeh dan daerah sekitarnja, diganti dengan Pemerintah Negara Islam. Dari itu dipermaklumkan kepada seluruh rakjat, bangsa asing pemeluk bermatjam-matjam agama, pegawai negeri, saudagar, dan sebagainja: 1. Djangan menghalang2i gerakan Tentara Islam Indonesia, tetapi hendaklah memberi bantuan dan bekerdja sama untuk menegakkan keamanan dan kesedjahteraan Negara. 2. Pegawai2 Negeri hendaklah bekerdja terus seperti biasa, bekerdjalah dengan sungguh-sungguh supaja roda pemerintahan terus berdjalan dengan lantjar. 3. Para suadagar hendaklah terus membuka toko, laksanakanlah pekerdjaan itu seperti biasa, Pemerintah Islam mendjamin. 4. Rakjat seluruhnja djangan melakukan sabotase, merusakkan harta vital, mentjulik, merampok, menjiarkan kabar bohong, infiltrasi provokasi dan sebagainja jang dapat mengganggu Siapa saja jang melakukan kedjahatan2 tsb, akan dihukum dengan hukuman militer. 5. Kepada tuan2 bangsa asing hendaklah tenang dan tenteram, laksanakanlah kewadjiban tuan2 seperti biasa, keamanan dan keselamatan tuan2 didjamin. 6. Kepada tuan2 jang beragama selain Islam jangan ragu dan sjak wasangka, jakinlah bahwa Pemerintah N.I.I mendjamin keselamatan tuan2 dan agama jang tuan2 peluk, karena Islam memerintahkan untuk melindungi tiap2 ummat dan agamnja seperti melindungi ummat Islam itu sendiri. Achirnja, kami serukan kepada seluruh lapisan masjarakat agar tenteram dan tenang serta laksanakan kewadjiban masing2 seperti biasa. ” Proklamasi NII Aceh kemudian disertai dengan “Keterangan Politik”, 21 September 1953. Tampak dalam Keterangan Politik ini, atas nama rakyat Aceh, Daud Beureueh menyatakan bahwa rakyat Aceh telah membuat sejarah baru, yaitu membentuk Negara Islam akibat kekecewaan para pemimpin Aceh, khususnya Daud Beureueh yang mencita-citakan Negara Republik Indonesia berdasarkan Islam. Dalam Keterangan Politik ini, meskipun dasar pertama NKRI adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, tetapi ini adalah permainan politik. Daud Beureueh menginginkan agar seluruh hukum diberlakukan, baik perdata maupun pidana, termasuk juga ibadah dan kehidupan sehari-hari. Daud Beureueh juga sedih atas pernyataan Soekarno yang hendak mendirikan Negara Indonesia atas dasar kebangsaan karena Soekarno takut adanya daerah yang memisahkan 96 S. M. Amin, ‚Sejenak Meninjau Aceh…‛, 91. diri dari NKRI jika negara berdasarkan Islam. Rasa sedih dan kesal ini memupuk keinginan rakyat Aceh untuk membentuk Negara Islam. Negara Islam ini bukanlah negara dalam negara karena Negara Republik Indonesia hanyalah suatu jembatan emas untuk mewujudkan negara yang sebenarnya yang sejak dulu dicita-citakan. 97 Setelah Daud Beureueh memproklamasikan berdirinya NII, para pemimpin Aceh membuat Piagam Batee Kureng, Piagam tentang berdirinya Negara Bahagian Aceh dalam lingkungan Negara Islam Indonesia. Dalam Piagam Batee Kureng, diatur wilayah kekuasaan Negara Bagian Aceh, Kepala Negara, Kabinet, Dewan Perwakilan Rakyat, Kekuasaan Negara, Kekayaan Negara, Alat Kekuasaan Negara Daerah, dan Kehakiman. 98 Pemerintah Pusat menyadari kekeliruannya dan melalui UU No. 24 Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara membentuk Provinsi Swatantra Aceh Dearah Swatantra Tingkat I Aceh. Dalam UU ini, daerah Aceh meliputi kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Barat, Aceh Selatan, Kota Besar Kutaradja yang dipisahkan dari lingkungan Daerah Otonom Propinsi Sumatera Utara. 99 Dua tahun kemudian, 1958, Ikrar Lamteh mengakhiri pemberontakan Aceh. Kelompok garis keras dalam tubuh DITII yang dipimpin Beureueh memandang bahwa Aceh haruslah menjadi provinsi yang diberi otonomi luas yang memungkinkannya untuk memberlakukan syariat Islam. 100 Pada 23 Mei 1959, Wakil Perdana Menteri RI, Mr. Hardi memimpin misi pemerintah ke Aceh terdiri dari 29 orang anggota, seperti Menteri Negara Urusan Stabilitas Ekonomi, Kolonel Soeprajogi, Wakil Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal Mayor Gatot Soebroto untuk meresmikan pemulihan keamanan dan menyambut kembalinya para republikan yang selama 6 tahun membangkang kepada RI. Di pihak Dewan Revolusi hadir berunding 25 orang yang terdiri dari A. Gani Oesman, Hasan Saleh, Husin Jusuf, T.M. Amin, T.A. Hasan, Ishak Amin, A. Gany Mtiara. 101 Dengan perundingan yang alot, Komisi Hardi dapat menerima usulan penetapan Aceh sebagai daerah istimewa dan kemudian mengejawantahkan dalam Keputusan Perdana Menteri RI No. 97 ‚Keterangan Politik‚ paska Proklamai NII, Aceh, 21 September 1953. 98 Piagam Batee Kureng, 23 September 1955. 99 Lihat Pasal 1 UU No. 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan pembentukan Propinsi Sumatera Utara. 100 Taufik Adnan Amal dan Samsurizal Panggabean, ‚Syariat Islam di Aceh…‛, 97. 101 Pernyataan Penguasa Perang Daerah Istimewa Aceh No. Peng-251959. 1Missi1959 tertanggal 26 Mei 1959. “Daerah Swatantra Tingkat I dapat disebut “Daerah Istimewa Aceh” dengan catatan bahwa Kepada Daerah itu tetap berlaku ketentuan-ketentuan mengenai daerah swatantra Tingkat I seperti termuat dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, begitu pula lain-lain peraturan perundangan yang berlaku untuk Daerah Swatantra Tingkat I mengenai otonomi yang seluas-luasnya terutama dalam lapangan keagamaan, peradaban, dan pendidikan”. 102 Keputusan ini memberikan status istimewa kepada Aceh dalam artian dapat melaksanakan otonomi daerah yang seluas-luasnya terutama dalam bidang agama, pendidikan, dan peradatan. 103 Atas nama Komandan Daerah Militer Aceh, Letnan Kolonel T. Hamzah dan GubernurKepala Daerah Istimewa Aceh, A. Hasjmy membuat pernyataan bersama yang menyatakan bahwa 1 seluruh aparat NBANII militerpolisi diterima ke dalam pasukan yang bernama pasukan Tgk. Cik Di Tiro sebagai bagian dari Komando Daerah Militer AcehIskandar Muda sesuai dengan pernyataan Misi Pemerintahan Pusat di Kutaraja, 26 Mei 1959. 2 Pemerintah akan membantu sekuat tenaga dalam batas-batas kemampuan negara pembangunan semesta di Aceh, terutama dalam bidang-bidang yang langsung menyentuh kepentingan rakyat, jasmana dan rohani untuk langkah pertama untuk merealisir maksud pemerintah tersebut. Misi Pemerintah Pusat telah membawa otoritasi sejumlah 88,4 juta rupiah. 104 Letnan Kolonel T. Hamzah dan A. Hasjmy dalam pernyataan bersamanya juga telah mengklaim bahwa Dewan Revolusi NBANII telah menjatuhkan diri ke dalam Republik Indonesia untuk melanjutkan revolusi nasional tahun 1945 di atas landasan kembali kepada UUD 1945 untuk mencapai kebahagiaan, kemakmuran dan ketinggian agama, nusa, dan bangsa. Pernyataan bersama juga menyatakan bahwa organisasi NBA, sipil dan militer melebur ke dalam tubuh Pemerintahan Republik Indonesia secara wajar seperti tercantum dalam surat pernyataan Dewan Revolusi, Gerakan Revolusioner Islam Aceh tanggal 26 Mei 1959. 105 Keputusan Pemerintah RI di atas tidak berhasil memuaskan dan melegakan kelompok radikal kaum republikan dalam DITII. Beureueh, memandang bahwa sebutan istimewa bagi Aceh itu belum memiliki substansi dan bentuk konkret apa pun. Karena itu, ia kembali masuk 102 Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia No. 1Missi1959. 103 Taufik Adnan Amal dan Samsurizal Panggabean, ‚Syariat Islam di Aceh…‛, 97- 98. Lihat pula S.M. Amin, ‚Sejenak Meninjau Aceh…‛, 95. 104 Pernyataan Penguasa Perang Daerah Istimewa Aceh No. Peng-251959. 105 Pernyataan Penguasa Perang Daerah Istimewa Aceh No. Peng-251959. hutan bersama pengikutnya dan melakukan perang gerilya. Perang saudara antara DITII dan TNI kembali bergolak di Aceh. 106 Daud Beureueh sebagai Wali NegaraPanglima Tentara dan Territorium Tgk. Cik Di Tiro Tentara Islam Indonesia TII setelah membaca surat kawat Presiden tanggal 16 Agustus 1961, 23 Agustus 1961, dan 25 Agustus 1961 membuat pernyataan “bahwa perjuangan menegakkan hukum syariat Islam di Aceh khususnya dan di Indonesia umumnya tetap dilanjutkan sesuai dengan isi dan jiwa Proklamasi 21 September 1953. 107 Di sisi lain, Daud Beureueh sedang menghadapi rekan-rekannya yang sudah meninggalkan medan perjuangan, seperti Resimen II di bawah pimpinan M. Amin Negara dan meminta kepada Tgk. M. Hasan Hanafiah agar Resimen IVBatee Tunggaj menjadi modal untuk melanjutkan perjuangan di samping modal Resimen V dan Resimen VII. 108 Melalui Pangdam Aceh yang baru, M, Jasin, serangkaian upaya dilakukan untuk memadamkan pembangkangan tersebut dengan jalan damai.Melalui surat Kolonel M. Jasin 7 Maret 1961 dan 5 Agustus 1961, meminta kepada Daud Beureueh agar kembali ke Pemerintah Republik Indonesia dengan cara yang selayaknya dan untuk memulihkan keadaan lahir dan batin di daerah Aceh. Kolonel M. Jasin menemui Daud Beureueh pada 2 Nopember 1961 agar Daud Beureueh kembali memimpin rakyat Aceh. 109 Setelah itu, Delegasi Pemuka-pemuka Rakyat Aceh, 110 utusan Komando Daerah Militer Aceh KDMA yang dipimpin H. Ibnu Sa‟adan residen dp GubernurKepala Daerah Istimewa Aceh, 106 Taufik Adnan Amal dan Samsurizal Panggabean, ‚Syariat Islam di Aceh…‛, 98. 107 Pernjataan Wali NegaraPanglima Tentara dan Territorium Tgk. Tjhik Di Tiro Tentara IslamIndonesia, 1 September 1961. 108 Surat Daud Beureueh kepada Tgk. M. Hasan Hanafiah tanggal 10 September 1961. 109 Lihat Da’wah yang dikeluarkan Daud Beureueh 4 Nopember 1961. 110 Delegasi Pemuka-pemuka Rakyat Aceh terdiri dari H. Ibnu Sa’adan residen dp GubernurKepala Daerah Istimewa Aceh sebagai ketua delegasi,Mayor Daud Hasan Wakil Kepala Staf KDMA sebagai wakil delegasi, Dr. T. Iskandar Wakil Presiden Unsyiah sebagai wakil golongan terdidik, A. Gani usman Wakil Ketua BPH Daerah Istimewa Aceh, T. Ali Keurukon Anggota BPH Daerah Istimewa Aceh, T. Usman Ja’cob Wali kota Kota Besar Kutaraja, Zaini Bakri Bupati Aceh Pidie, Ibrahim Abduh Bupati Aceh Utara, Usman Aziz Bupati Aceh Utara, Radja Wahab Bupati Aceh Tengah, Tgk. M. Daud patihWakil Bupati Aceh Timur, T. Tjut Mamad Bupati Aceh Selatan, M. Jusuf Komisaris Muda PolisiKepala Kepolisian Aceh Barat, Tgk. Abdullah Udjong Rimba UlamaPimpinan Rakyat, H. Abu Bakar Ibrahim UlamaPimpinan Rakyat, Pawang Leman pemimpin Rakyat, Nja’ Abbas Patih dp Kantor Bupati Aceh Pidie, Tgk. Muhjiddin Jusuf UlamaPemimpin Muda, Abdullah Muzakir Walad Veteran Pejuang ‘45Eks Komandan CPM Divisi X TNI, Nja’ Na Hamzah saudagarWakil Golongan Pedagang, Ismail Usman SaudagarWakil Golongan Pedagang, A.M. Ahmady Golongan Muda, M. Thahir Mahmud Golongan Pemuda, Hasanuddin Golongan Pemuda, Ghazali Idris Golongan Pemuda, Usman RSU BireunWakil PMI, Insja Wakil Golongan Buruh, Chairmeng Wartawan Photografi. Lihat Da’wah yang dikeluarkan Daud Beureueh 4 Nopember 1961. bertemu dengan Daud Beureueh pada 4-5 Oktokber 1961 mminta kepada Daud Beureueh untuk kembali memimpin mereka dan rakyat Aceh guna kepentingan agama dan rakyat Aceh. 111 Berdasarkan surat Kolonel M. Jasin, pertemuan Kolonel M. Jasin tentang keinginan Jenderal A.H. Nasution di kediaman Daud Beureueh dan pertemuan dengan Delegasi Pemuka-pemuka Rakyat Aceh, Daud Beureueh akhirnya menerima maksud dan harapan wakil dari Pemerintah Pusat. Ada empat pertimbangan penting yang disaimpaikan Daud Beureueh. Pertama, pernyataan PresidenPanglima tertinggi dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan bahwa Piagam Jakarta 22 Juni 1945 menjiwai UUD 1945 dan merupakan rangkaian kesatuan dengan Konstitusi. Kedua, janji PresidenPanglima tertinggi di hadapan para alim ulama di Aceh di Kutaraja pada 1947 yang akan memberikan kesempatan bagi rakyat Aceh untuk hidup dan mengatur kehidupan masyarakatnya sesuai dengan syariat agama mereka. Ketiga, hasrat keinginan yang senantiasa hidup terus-menerus di tengah-tengah masyarakat Aceh untuk menjalankan syariat Islam sebagaimana tergambar dari hasil Pemilu 1955 di mana hampir 100 dari para pemilih di Aceh telah memilih cita-cita Islam. Keempat, sejarah Aceh dari masa ke masa dan peranan rasa tanggung jawab yang telah ditunjukkan oleh umat Islam Aceh dalam sejarah perjuangan Kemerdekaan Indonesia hingga daerah Aceh oleh Pemerintah RI telah ditetapkan sebagai Daerah Istimewa. 112 Dalam “Dakwah” yang disampaikan pada 4 Nopember 1961, akhirnya Daud Beureueh bersedia kembali ke Negara Republik Indonesia dengan syarat pemberlakuan unsur-unsur syariat Islam bagi masyarakat Aceh. 113 Setelah merenung satu hari, Daud Beureueh semakin yakin dengan keputusannya dengan mengirim surat ke Jenderal A.H. Nasution pada 5 Nopember 1961, 114 yang kemudian dibalas oleh Jenderal A.H. Nasution dalam suratnya 21 Nopember 1961 yang menjelaskan bahwa dengan pulihnya keamanan di Aceh, maka Pemerintah DaerahPeperda dan seluruh rakyat Aceh untuk mengisi wadah dan rangka yang diletakkan dalam Misi Hardi. 115 Pada 16 Desember 1961, Daud Beureueh membalas surat Jenderal A.H. Nasution dengan point penting, yaitu Rencana Teknik 111 Da’wah yang dikeluarkan Daud Beureueh 4 Nopember 1961. 112 Da’wah yang dikeluarkan Daud Beureueh 4 Nopember 1961. 113 Tim Lindsey dan M.B. Hooker, Ross Clarke dan Jeremy Kingsley, Shari’a Revival in Aceh‛, dalam R. Michael Feener dan Mark E. Cammack eds., Islamic Law in Contemporarry Indonesia Ideas and Institution Cambridge: Harvard Law School, 2007, 219. 114 Lihat Surat Wali Negara Republik Islam Aceh tanggal 5 Nopember 1961. 115 Surat Menteri Keamanan Nasional Kepala Staf Angkatan Darat, A.H. Nasution tanggal 21 Nopember 1961. Realisasi Pelaksanaan Syariat Islam 116 setelah utusan Daud Beureueuh bertemu dengan Panglima Kodan IIskandar Muda sebagai wakil Pemerintah di ruang Majelis Menteri Keamanan Nasional yang dihadiri juga oleh utusan-utusan Pangdam IIskandar Muda yakni Kasdam I, Letkol Nja‟ Adam Kamil, Kepala Staf I, Kapten Manan dan Letkol Barkah, Ajudan Menteri Keamanan Nasional dalam bentuk rumusan Usul Rencana Undang-undang yang akan disampaikan ke MKNKSAD untuk diteruskan ke PemerintahDPRGR. 117 Ada lima isi pokok dari Rencana Realisasi, yaitu: pertama, syariat Islam dalam bentuk keseluruhannya agar secepat mungkin dapat dilaksanakan di wilayah Aceh. Kedua, sosial dan ekonomi. Peradatan yang tersimpul di dalamnya sebagai pertumbuhan adat-istiadat Aceh yang telah diwariskan turun-menurun dan yang bersendikan hukum syariat yang telah menjadi adat qanun dan adat reusam, termasuk di dalamnya: adat megow pertanian, adat hareukat pertanian, dan adat utoih pandee perindustrian. Ketiga, kemakmuran. Pelaksanaan kemakmuran rakyat Aceh khususnya dan rakyat Indonesia umumnya dengan jalan membuka lapangan-lapangan hidup baru bagi rakyat Aceh sesuai dengan usaha dan cita-cita Pemerintah dalam membina kebangunan rakyat Indonesia dalam kancah pertumbuhan politik, sosial dan ekonomi dunia yang modern, mengajukan Pemerintah dan rakyat menggali berbagai macam kekayaan alam yang terkandung di Aceh untuk kebahagiaan serta rahmat bagi kemakmuran seluruh umat. 118 Keempat, pendidikan. Pendidikan yang mula dan rendah sampai ke pendidikan yang tinggi harus sesuai dengan maksud kandungan ajaran syariat Islam sebagaimana telah digarissendikan para pahlawan Aceh, Sultan Iskandar Muda 1607-1636 dan Tgk. Sjah Abdurrauf di Kuala. Kelima, santunan terhadap yatim piatu dan fakir miskin. Santunan ini harus 116 Surat Daud Beureueh kepada Jenderal A.H. Nasution, 21 Nopember 1961. 117 Rentjana Realisasi, 17 Desember 1961. 118 Yang dimaksud kemakmuran adalah sebagai berikut: 1 perluasan dan penambahan pertambangan-pertambangan minyak yang telah ada, 2 pembukaan pertambangan emas, margaan, biji besi, timah, mika, dan lain-lain, 3 pembukaan pabrik- pabrik kertas, semen, galangan kapal-kapal kecil untuk pelajaran pantai dan lain-lain, 4 pembukaan kebun-kebun baru untuk penanaman kopi, lada, teh, cengkeh, getah, damar, sabut kelapa, kelapa sawit, nlam dan lain-lain, perluasan kebun-kebun yang telah ada danatau pembaharuan penanaman dari pohon-pohon yang telah tua, 5 pembuatan, perbaikan serta penambahan lalu lintas umum, lalu lintas kampung-kampung dan rantau-rantau, 6 perbaikan serta penambahan alat-alat perhubungan darat, laut dan udara, 7 pelanjutan pembukaan dan pembetulan irigasi-irigasi besar dan kecil, 8 perbaikan usaha-usaha mencari ikan di laut dan perusahaan memelihara ikan di empang-empang di darat, dan 9 pembukaan rantau-rantau baru yang subur dengan jalan mengadakan transmigrasi lokal. Lihat Rentjana Realisasi, 17 Desember 1961. menjadi tanggungan negara dan ditentukan dalam suatu bentuk Undang- undang Khusus. 119 Pada 26 Desember 1961, Daud Beureueh sebenarnya mengirimkan surat ke Jenderal A.H. Nasution melalui Kolonel M. Jasin yang disampaikan tiga utusannya, Hasballah Daud, Amin Negara dan Mansur yang meminta agar pelaksanaan syariat Islam di Aceh menggunakan langkah juridis-formal dari Pemerintah Pusat dengan lampiran konsep Keputusan Presiden mengenai syariat Islam. M. Jasin kemudian dengan nada merendah menyarankan Daud Beureueuh agar tidak terjadi kesalahpahaman dengan Pemerintah Pusat. M. Jasin mengkhawatirkan surat Daud Beureueuh yang masih menggunakan Negara Republik Islam Aceh beserta stempelnya. M. Jasin memandang surat Daud Beureueh dikhawatirkan akan mendikte Pemerintah Pusat dengan konsep lampiran Peraturan Presiden. 120 M. Jasin menyarankan agar syariat Islam cukup dilaksanakan di Aceh dengan perangkat kekuasaan yang ada, Misi Hardi, otonomi yang luas, Gubernur, DPRGR Aceh, dan Peperda. M. Jasin juga menyarankan agar seluruh pasukan dan senjatanya dibawa ke Langsa untuk penampungan dan dapat diselesaikan pada akhir Desember 1961 untuk menormalisir kehidupan mereka. M. Jasin secara khusus juga meminta kepada Daud Beureueuh dan stafnya sebagai fase pertama sudah berada di Kota Simpang Ulim pada tanggal 31 Desember 1961. Fase keduanya diserahkan kepada Daud Beureueuh sendiri akan bertempat di mana pun yang pada gilirannya setelah Daud Beureueuh telah mendapat tempat yang tetap untuk membicarakan pelaksanaan syariat Islam. M. Jasin juga sudah memerintahkan Kodim Aceh Timur untuk membantu melaksanakan 119 Rentjana Realisasi, 17 Desember 1961. 120 Ada dua lampiran yang dibuat Daud Beureueuh, yaitu soal pelaksanaan syariat Islam dan pemulihan keamanan di Daerah Istimewa Aceh. Dalam lampiran pertama, disebutkan bahwa dalam lingkungan Pemerintahan Daerah Istimewa Aceh berlaku menjalankan syariat Islam yang meliputi aqidah dan nizham. Yang dimaksud aqidah adalah hukum-hukum tentang kemanan dan peribadatan. Yang dimaksud nizham adalah hukum- hukum yang mengatur hidup dan kehidupan masyarakat yang meliputi sosial dan ekonomi, kemakmuran, pendidikan, dan santunan terhadap yatim piatu dan fakir miskin. Dalam lampiran kedua disebutkan bahwa untuk kepentingan pemulihan keamanan lahir dan batin, maka segala hak asasi rakyat Aceh dipulihkan kembali. Pemerintah juga diminta menempatkan perhatian penuh terhadap kerugian harta dan jiwa dalam lingkungan kehidupan kekeluargaan rakyat Aceh. Lihat Lampiran Rentjana Penetapan Presiden Republik Indonesia No.... Tahun 1961 tentang Undang-undang Pokok Pemerintahan Daerah Istimewa Aceh dan Rentjana Penetapan Presiden Republik Indonesia No.... Tahun1961 tentangPeraturan Chusus Mengenai Pemulihan Kemananan Lahir dan Bathin dalam Lingkungan Daerah Istimewa Atjeh. pemindahan, perawatan, perumahan dan yang lainnya untuk keperluan tersebut. 121 Sebagai tindak lanjut upaya rekonsiliasi tersebut, pada 1962 Panglima Komando Daerah Militer IIskandar Muda, M. Jasin mengeluarkan Keputusan Penguasa Perang No.KPTSPEPERDA- 06131962 tentang Kebijaksanaan Pelaksanaan Unsur-unsur Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya di Daerah Istimewa Aceh yang menetapkan 1 terlaksananya secara tertib dan seksama unsur-unsur syariat agama Islam bagi pemeluk di Daerah Istimewa Aceh dengan mengindahkan peraturan perundangan Negara dan 2 penertiban pelaksanaan arti dan maksud ayat pertama di atas diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah Istimewa Aceh. 122 Dalam Memori Penjelasan Keputusan Penguasa Perang Daerah, disebutkan bahwasyariat Islam tidak akan berlaku apabila umat Islam sendiri tidak turut aktif mengembangkannya. Semua kegiatan atau usaha mengembangkan syariat Islam diberi kebebasan seluas-luasnya asal tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berwajib. Keputusan Peperda ini kemudian diserahkan kepada DPRDGR Daerah Istimewa Aceh sesuai dengan kedudukannya sebagai lembaga demokrasi yang tertinggi di Daerah untuk selanjutnya diciptakan suatu perumusan pelaksanaan yang akan dituangkan dalam Peraturan Daerah sesuai dengan kewenangannya dalam Undang- undang No. 1 Tahun 1957 dan Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959. 123 Keputusan Penguasa Perang ini mendapatkan respon dari banyak kalangan, terutama DPRDGR di beberapa wilayah Aceh, seperti Aceh Selatan, Aceh Utara, dan Aceh Barat kemudian mengeluarkan pernyataan resmi pada 1 Juni 1962 yang memutuskan mendukung sepenuhnya dan berdiri teguh untuk melaksanakan Surat Keputusan Penguasa Perang 121 Surat Kolonel M. Jasin kepada Tgk. Daud Beureueuh 28 Desember 1961. 122 Keputusan Penguasa Perang ini sebelumnya dikonsultasikan kepada Daud Beureueuh dalam surat yang dikeluarkan Kolonel M. Jasin pada 5 Pebruari 1962, yang kemudian dijawab Daud Beureueuh pada 17 Pebruari 1962 dan Keputusan Penguasa Perang ini sudah dikonsultasikan ke DPRGR pada 26 Maret 1962 dalam Sidang Istimewa I DPRDGR. Lihat Keputusan Penguasa Perang No. KPTSPEPERDA-06131962 tentang Kebijaksanaan Pelaksanaan Unsur-unsur Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya di Daerah Istimewa Aceh, Laporan Panitia Khusus III DPRDGR Daerah Istimewa Aceh Tahun 1962. Lihat pula Moch Nur Ichwan, ‚The Politics of Shari’atization: Central Governmental and Regional Discourse of Shari’a Implementation of Aceh‛ dalam R. Michael Feener dan Mark E. Cammack eds., Islamic Law in Contemporary Indonesia…’, 198 123 Memori Pendjelasan Keputusan Penguasa Perang Daerah No. KPTSPEPERDA- 06131962 tentang Kebidjaksanaan Pelaksanaan Unsur-unsur Sjari’at Agama Islam bagi Pemeluknja di Daerah Istimewa Atjeh. Daerah Istimewa Aceh tanggal 1 April 1962 dan mendesak pemerintah daerah untuk memberlakukan syariat Islam kepada pemeluknya. 124 Dalam rapat pertama Tahun 1962, Panitia Khusus III DPRDGR Daerah Istimewa Aceh yang dipimpin Kapten Usman Thamin 125 pada 22 Mei 1962 meminta penjelasan dari Panglima dan Gubernur Aceh. Dalam penjelasannnya, Panglima menyatakan bahwa salah satu pedoman pokok yang dijadikan garis kebijakan Panglima Kodam IPeperda Aceh untuk melanjutkan usaha-usaha pemulihan keamanan adalah berpegang teguh pada keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia No.IMissi1959, keputusan yang telah dilahirkan oleh Misi Pemerintah Pusat yang dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri I Mr. Hardi yang menyatakan bahwa Daerah Tingkat I Aceh dapat disebut Daerah Istimewa Aceh yang mempunyai otonomi sebagaimana berlaku ketentuan-ketentuan mengenai Daerah Swatantra Tingkat I seperti termuat dalam UU No. 1 Tahun 1957 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk Daerah Swatantra Tingkat I mengenai otonomi seluas-luasnya dalam lapangan keagamaan, peradatan, dan pendidikan. Khusus mengenai otonomi dalam lapangan keagamaan untuk rakyat Aceh sesuai dengan jiwa dan hasrat rakyat Aceh yang tidak dapat dipisahkan dengan hasrat melaksanakan unsur-unsur syariat Islam di Daerah Istimewa Aceh. 126 Berdasarkan konteks inilah, Panglima mengingatkan sudah waktunya mengadakan penertiban pelaksanaan unsur-unsur syariat Islam untuk pemeluk-pemeluknya di Aceh dalam suatu bentuk peraturan daerah. Kebijakan ini telah ditegaskan Jenderal A.H. Nasution bahwa syariat Islam tidak akan berlaku apabila golongan Islam sendiri tidak turut aktif mengembangkannya. 127 Gubernur Aceh, A. Hasjmy mengemukakan pandangannya dalam rapat pertama Panitia Khusus III DPRDGR Daerah Istimewa Aceh bahwa posisi syariat Islam yang diberlakukan di Aceh tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku dalam negara, juga bidang syariat yang perlu dipertegas. Dua bidang besar syariat yang dikemukakan Gubernur adalah 124 Surat Pernjataan No. 1DPRD-GR1962 DPRDGR Aceh Selatan dan Surat Pernjataan No. 1DPRD-GR1962 DPRDGR Aceh Utara. Surat Pernjataan No. 1DPRD- GRAB1962 DPRDGR Aceh Barat. 125 Panitia Khusus III dibentuk berdasarkan surat keputusan Pimpinan DPRD-GR No.562 dalam rangka keputusan PEPERDA Aceh No.KPTS PEPERDA-06131962 tanggal 7 April 1962 tentang kebijaksanaan unsur-unsur syariat agama Islam bagi pemeluk- pemeluknya di Daerah Istimewa Aceh. 126 Panitia Chusus III Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong Daerah Istimewa Atjeh, tanggal 22 Mei 1962. 127 Panitia Chusus III Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong Daerah Istimewa Atjeh, tanggal 22 Mei 1962. bidang yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan bidang yang mengatur peri kehidupan antar sesama manusia, seperti bidang sosial, ekonomi, politik, pendidikan, dan kebudayaan. Dalam bidang yang pertama, Gubernur berpandangan tidak bertentangan dengan hukum negara. Dalam bidang yang kedua, Gubernur berpandangan banyak yang tidak bertentangan dengan hukum negara. Dalam hukum pidana misalnya hukum pidana banyak yang tidak bertentangan. Gubernur juga menyoroti hukum rajam bagi pezina yang memerlukan persyaratan yang ketat sehingga sulit dilaksanakan. Gubernur memandang DPRGR Daerah Istimewa Aceh dapat mengatur minuman keras, shalat Jumat, tarian erotis, bulan Ramadhan yang sesungguhnya bagian dari pelaksanaan syariat Islam. 128 Pertanyaan yang cukup kritis disampaikan wakil golongan nasional, Hanafiah yang mempertanyakan hukum rajam dan potong tangan dalam kaitannya dengan Undang-undang Negara. 129 Isu potong tangan dan rajam memang sudah sejak awal menjadi isu penting bagi golongan nasionalis dalam perjuangan pemberlakuan syariat Islam sehingga golongan nasionalis mempertanyakan kemungkinan pemberlakuan potong tangan dan rajam. Ikatan Sardjana Indonesai juga mempelajari Keputusan Penguasa Perang No. KPTSPEPERDA-06131962 yang dibentuk dalam Panitia Lima yang berhasil merumuskan “Tinjauan Sekitar Keputusan Penguasa Perang No. KPTSPEPERDA-06131962 tentang Kebijaksanaan Pelaksanaan Unsur-unsur Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya di Daerah Istimewa Aceh ”. Dalam kesimpulannya, Panitia Lima menyatakan: 1 Surat Keputusan Penguasa Perang No. KPTSPEPERDA- 06131962 dapat dibenarkan, bahkan merupakan surat keputusan yang tepat karena dapat mencerminkan kehendak masyarakat di daerah ini, 2 Pelaksanaan syariat Islam harus tahap demi tahap, disesuaikan dengan perkembangan masyarakat, 3 Hukum positif di Indonesia pada waktu ini dapat dianggap sebagai hukum yang saling melengkapi dengan syariat Islam, terutama bagi daerah Aceh yang hukum adatnya bersumber kepada hukum Islam, 4 Berlakunya syariat Islam itu tidak bertentangan dengan Pancasila, bahkan akan akan menjamin hidup satunya asas negara. 130 128 Panitia Chusus III Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong Daerah Istimewa Atjeh, tanggal 22 Mei 1962. 129 Panitia Chusus III Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong Daerah Istimewa Atjeh, tanggal 22 Mei 1962. 130 Naskah Dokumen ‚Pelaksanaan Unsur-unsur Sjari’at Islam di Daerah Istimewa Aceh tahun 1962. Respon terhadap Keputusan Penguasa Perang No. KPTSPEPERDA-06131962 juga dikemukakan kelompok-kelompok politik di DPRGR, yaitu Golkar, Golongan Nasionalis, Komunis, Golongan Kristen dan Golongan Islam. Golkar menyatakan menerima sepenuhnya laporan Panitia II DPRD-GR tahun 1962 dan menyetujui rencana pelaksanaan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. 131 Golongan Kristen yang diwakili Parkindo menyatakan persetujuan terhadap pelaksanaan syariat Islam yang telah menjadi darah daging bagi rakyat Daerah Istimewa Aceh. 132 Golongan Nasionalis juga menyatakan persetujuannya dalam pelaksanaan syariat Islam di Aceh. 133 Adapun golongan Komunis menyatakan berbeda, yakni menunda rapat agar dapat dipikirkan rumusan yang paling tepat dalam memberlakukan syariat Islam. Pendapat ini didasari oleh tiga pertimbangan, yaitu: 1 Belum ada dasar yang mempunyai kekuatan hukum bagi Pemerintah Daerah untuk mengatur syariat agama Islam dan agama belum diserahkan kepada daerah; 2 Soal agama menyangkut urusan negara dan dasar negara sebab itu harus diatur oleh negara terlebih dahulu; 3 Dengan ketentuan-ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang ada, keinginan golongan Islam dapat diatur dalam peraturan daerah sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan negara. Dengan demikian, unsur-unsur syariat Islam dapat ditangguhkan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Golongan komunis berpendirian, karena belum ada Undang-undang Pokok tentang Agama dan agama belum diserahkan kepada daerah, maka seharusnya DPRGR membuat suatu resolusi yang menuntut kepada Pemerintah supaya Undang-undang Pokok Agama segera dikeluarkan. Jika Undang- undang Pokok itu telah ada dan agama telah diserahkan kepada daerah barulah Pemerintah Daerah mengatur soal-soal yang berkenaan dengan itu. 134 Golongan Islam menyatakan bahwa Keputusan Peperda sesuai dengan makna Dekrit PJM PresidenPanglima Tertinggi ABRI 5 Juli 1959 dan Manifesto Politik RI yang diucapkan oleh PJM Presiden Pimpinan Besar Revolusi Bung Karno tanggal 17 Agustus 1959 yang memuat: “Bahwa Kami berkeyakinan bahwa Piagam Djakarta tertanggal 22 Juni 131 Pendirian Golongan Karya dalam DPRD_GR Daerah Istimewa Aceh, Kutaradja, 15 Agustus 1962. 132 Pendirian Golongan Kristen Jang Diutjapkan Oleh Hoetahaean, 15 Agustus 1962. 133 Pendirian Golongan Nasionalis Jang Diutjapkan Oleh M. Nafiah, 15 Agustus 1962. 134 Pendirian Golongan Komunis Jang Diutjapkan oleh Thaib Adamy, 15 Agustus 1962. 1945 mendjiwai Undang-undang Dasar 1945 dan adalah suatu rangkaian kesatuan jang Konstitusi tersebut”. Golongan Islam akan membantu pelaksanaan unsur-unsur pelaksanaan syariat Islam dengan sebaik- baiknya. 135 Berdasarkan pandangan dari golongan-golongan politik di atas, DPRD-GR Daerah Istimewa Aceh membuat Pernyataan No. B- 71DPRD-GR1962 yang berisi: 1 Dalam batas-batas wewenang serta kemungkinan-kemungkinan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, Pemerintah Daerah Istimewa Aceh akan melaksanakan unsur-unsur syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya seperti prinsip-prinsip yang terkandung dalam Keputusan Peperda; 2 Untuk pelaksanaan usaha tersebut, akan dibuat Peraturan-peraturan Daerah yang akan diserahkan kepada Panitia yang dibentuk Pemerintah Daerah; 3 Untuk menjaga jangan sampai ada kesimpangsiuran di dalam pengertian dan penyelenggaraan tentang unsur-unsur Pemerintah Pusat supaya segera membuat Undang-undang Pokok tentang Agama. 136 Beberapa Perda yang dihasilkan DPRDGR Aceh setelah itu berupaya menjelmakan hasil kompromi yang dicapai antara kelompok Beureueh dan pemerintah Pusat.Setelah Beureueh turun gunung, keluar Perda No. 30 Tahun 1961 yang membatasi penjualan minuman dan makanan di bulan Ramadhan. Perda Tingkat II Aceh Timur No. 4 Tahun 1961 yang mengatur penjualan minuman keras, Perda Aceh Tengah No. 36 Tahun 1961 yang mengatur penjualan makanan dan minuman keras. Demikian pula pada 1963, terbit Perda No. 11963 Tentang Pelaksanaan Syiar Agama Islam dalam Daerah Istimewa Aceh. Perda ini mengatur penggunaan gedung-gedung Pemerintah Daerah untuk keperluan memperingati hari-hari besar Islam, penutupan kantor, toko, kedai dan warung pada setiap hari Jumat sejak adzan hingga selesai shalat Jumat, dan bulan Ramadhan. 137 Berdasarkan rekomendasi Departemen Agama, perda terakhir ini tidak mendapat pengesahan Pemerintah Pusat. 138 Amir Mahmud selaku Menteri Dalam Negeri menolak Perda No. 11963 Tentang Pelaksanaan Syiar Agama Islam. Dua tahun kemudian lahirlah UU No. 18 Tahun 1965 Tentang Pokok-pokok Pemerintah Daerah yang 135 Pendirian Golongan Islam melalui Tgk. M. Saleh, 15 Agustus 1962. 136 Pernyataan No. B-71DPRD-GR1962 15 Agustus 1962. 137 Lihat Pasal 1-5 Perda No. 11963 tentang Pelaksanaan Syiar Agama Islam Dalam Daerah Istimewa Aceh 138 Taufik Adnan Amal dan Samsurizal Panggabean, ‚Syariat Islam di Aceh…‛, 99. menyamakan keistimewaan Aceh dengan daerah istimewa lainnya di Indonesia. 139 Pada 1966, di masa Hasbi Wahidy diterbitkan Perda No. 1 Tahun 1966 Tentang Pedoman Dasar Majelis Permusyawaratan Propinsi Daerah Istimewa Aceh yang mengatur Majelis Ulama yang diamanatkan untuk memberikan pengertian dan kesadaran yang seluas-luasnya kepada umat mengenai kemurnian ajaran Islam dalam rangka realisasi unsur-unsur syariat Islam di Aceh. 140 Perda minuman keras juga diterbitkan pada 1966 Perda No. 6 Tahun 1966 Tentang Larangan Membuat, Memasukkan, Memperdagangkan, Menyimpan, dan Menimbun Minuman Keras yang memberikan sanksi hukuman kurungan selama-lamanya 6 bulan atau denda sebanyak Rp. 10.000 sepuluh ribu rupiah. 141 Gubernur Aceh, Hasbi Wahidy telah berupaya menerjemahkan konsesi tentang pelaksanaan unsur-unsur syariat Islam di Aceh. Ia misalnya membentuk Biro Unsur-unsur Syariat Islam di Kantor Gubernur dan memprakarsai pembentukan Majelis Permusyawaratan Ulama Provinsi Daerah Istimewa Aceh yang kemudian dikukuhkan eksistensinya dengan Perda No. 1 Tahun 1966. Latar belakang Hasbi yang pernah menjadi aktifis Pemuda PUSA dan upaya Islamisasi Aceh telah membuat ia kehilangan posisi sebagai gubernur Aceh. Ia diganti oleh Muzakir Walad pada 1968. 142 Gubernur Muzakkir Walad pada awalnya meneruskan kebijakan Hasby. Pada tahun pertama jabatannya, Perda No. 6 Tahun 1968 Tentang Ketentuan Pokok Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh ditetapkan, setelah 139 UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah sebagai pengganti UU No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintah Daerah, dalam Penjelasan Pasal 93 menetapkan bahwa keistimewaan daerah hanyalah sebatas penyebutan. Lihat Achmad Gunaryo, Pergumulan Politik dan Hukum Islam: Reposisi Peradilan Agama dari Peradilan ‚Pupuk Bawang‛ menuju Peradilan yang Sesungguhnya Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006,333. 140 Pasal 5 Perda No. 1 Tahun 1966 Tentang Pedoman Dasar Majelis Permusyawaratan Propinsi Daerah Istimewa Aceh juga mengamanatkan kepada Majelis Ulama untuk memberi pengertian dan kesadaran yang seluas-luasnya kepada umat tentang Pancasila, melenyapkan semua ajaran ateisme, aktif membantu menciptakan ketenangan dan kestabilan politik, ketertiban umum dan agama, membentuk dan memelihara kerjasama yang erat dengan Pemerintah serta memberi nasehat, menghindari dan mencegah segala sikap dan tindakan yang dapat melemahkan kesatuan dan kebulatan potensi umat, dan membimbing umat dalam pembangunan masyarakat dan negara ke arah terwujudnya masyarakat sosialis Indonesia berdasarkan Pancasila di bawah lindungan Tuhan Yang Maha Esa. 141 Pasal 3 Perda No. 6 Tahun 1966 Tentang Larangan Membuat, Memasukkan, Memperdagangkan, Menyimpan, dan Menimbun Minuman Keras 142 Taufik Adnan Amal dan Samsurizal Panggabean, ‚Syariat Islam di Aceh‛, 99. DPRDGR Aceh bersidang secara maraton mulai 5 hingga 11 Nopember 1968. Dalam Perda ini disebutkan bidang-bidang ajaran Islam yang akan dilaksanakan adalah aqidah, ibadah, muamalah, akhlak, pendidikan Islam, dakwah, harta, kemasyarakatan, dan syiar Islam. 143 Sebagaimana Perda No. 1 Tahun 1963, Perda No. 6 Tahun 1968 juga ditolak Pemerintah Pusat pada 1969. Sejak penolakan ini, Walad berubah haluan dan tidak pernah lagi menyinggung syariat Islam dalam kebijakannya. Demikian pula, sejak saat itu, para pemimpin Aceh tidak pernah lagi membicarakan masalah syariat Islam. 144 Di zaman Orde Baru, praktis Aceh dalam ketertindasan. Pada masa inilah, orang-orang mantan DITII kecewa karena perjanjian keistimewaan Aceh tidak ada pelaksanaannya. Mereka kemudian ada yang berontak lagi. Di sinilah Hasan Tiro yang dulunya sebagai Menlu DITII yang ditugaskan di AS tidak bisa pulang lagi ke Aceh. Dialah yang menyampaikan informasi tentang Aceh ke PBB dan membentuk Gerakan Aceh Merdeka. 145 Gerakan Aceh Merdeka GAM diproklamirkan pada 4 Desember 1976 di sebuah Camp kedua yang bertempat di Bukit Cokan, Pedalaman Kecamatan Tiro, Pidie. Pada awalnya, gerakan ini adalah gerakan bawah tanah yang dilakukan secara diam-diam. Gerakan ini dilakukan oleh Hasan Tiro melalui pendekatan kekeluargaankekerabatan setelah adanya komunikasi dengan beberapa tokoh DITII di masa Daud Beureueh, seperti Tgk. Zainal Abidin Tiro yang masih keluarganya. Hasan Tiro sebenarnya telah lama terlibat dalam peristiwa DITII, khususnya di luar negeri Amerika Serikat. 146 Bersamaan dengan itu, Hasan Tiro juga 143 Perda No. 61968 Tentang Ketentuan Pokok Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh misalnya menegaskan Pemerintah Daerah dan Majelis Ulama berusaha mencegah dan meberantas segala kepercayaan, tindakan dan perbuatan yang bersifatberbentuk kufur, syirik, ateisme. Pemerintah Daerah dan Majelis Ulama berusaha mencegah hal-hal yang mengakibatkan kerusakan moralakhlak baik yang berbentuk pakaian, bacaan, lukisan, tontonan, pemrainan, tarian, dan siaran, mengatur tata tertib pergaulan antara wanita dengan pria yang bukan mahramnya sesuai syariat. 144 Taufik Adnan Amal dan Samsurizal Panggabean, ‚Syariat Islam di Aceh..‛, 99-100 145 Wawancara dengan Muslim Ibrahim, Ketua Umum MPU NAD, tanggal 21 September 2010 di Banda Aceh. 146 Moch. Nurhasim, Konflik dan Integrasi Politik Gerakan Aceh Merdeka: Kajian tentang Konsensus Normatif antara RI-GAM dalam Perundingan Helsinski, Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan P2p-LIPI, 2008, 67. Lihat pula Muhammad El-Ibrahimy, Peranan Tgk. M. Daud Beureueuh dalam Pergolakan Aceh Jakarta: Media Dakwah, 2001,13. mengumumkan struktur pemerintahan negara Aceh Sumatera. 147 Penggunaan Sumatera dalam struktur pemerintahan negara yang diproklamikan diharapkan akan menarik dukungan yang lebih luas, bukan hanya dari Aceh, tetapi sekaligus seluruh Sumatera. Secara historis, wilayah Sumatera masuk dalam wilayah kerajaan Aceh yang dipimpin Iskandar Muda 1607-1636. 148 Gagasan Hasan Tiro semakin memuncak setelah Pemerintah Orde Baru mengeksplorasi gas alam dan minyak bumi di Aceh Utara sejak 1970-an dengan berdirinya PT. Arun 1974. Pada tanggal 4 Desember 1976, Hasan Tiro memproklamirkan berdirinya “Aceh Merdeka”. Sejak saat itu, sejarah Aceh berubah menjadi sejarah kekerasan penindasan militer dan ketidakadilan politik maupun ekonomi. Pengembangan ekonomi yang diakselerasi Soeharto di Aceh melalui pengenalan terhadap industrialisasi hanya menciptakan ketidakpuasan sosial dalam skala lebih besar. Aceh memperoleh keuntungan yang sangat sedikit dari aset ekonominya sendiri, khususnya minyak bumi dan gas. Akibatnya, gangguan sosial dan politik menjadi semakin buruk. Hal ini membuat rezim Soeharto memberlakukan Daerah Operasi Militer DOM. 149 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi lahirnya GAM, yaitu penyelesaian Darul Islam yang tidak tuntas, 150 kekecewaan terhadap sistem politik yang unitaris sentralistik dan terlalu dominannya politik orang- orang Jawa, kekecewaan politik atas marjinalisasi masyarakat Aceh dalam 147 Strukturnya terdiri dari Presiden Hasan Muhammad Tiro, Perdana Menteri Dr. Muchtar Hasbi, Wakil Perdana menteri Teungku Ilyas Leube, Menteri Keuangan Muhammad Usman, Menteri Pekerjaan Umum Ir. Asnawi Ali, Menteri Perhubungan Amir Ishak BA, Menteri Sosial Dr. Zubir Mahmud dan Menteri Penerangan M. Tahir Husin. Lihat Moch. Nurhasim, Konflik dan Integrasi Politik Gerakan Aceh Merdeka, 66. Lihat pula Nazaruddin Sjamsuddin, Integrasi Politik di Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1989, 73. Bandingkan dengan Neta S. Pane, Sejarah dan Kekuatan Gerakan Aceh Merdeka: Solusi, Harapan, dan Impian, Jakarta: Grasindo, 2001, 44. 148 Moch. Nurhasim, ‚Konflik dan Integrasi Politik …‛, 70. 149 Azyumardi Azra, ‚Implementasi Syariat Islam…‛, xiv. Lihat pula Arskal Salim, Challenging the Secular State, The Islamization of Law in Modern Indonesia, Honolulu, University of Hawai Press, 2009, 150. 150 Meskipun ulama tidak lagi berperan dalam melakukan gerakan kemerdekaan, tetapi Islam masih menjadi faktor mobilisasi dan gerakan kemerdekaan dalam dinamika yang berbeda dengan masa awal kemerdekaan Indonesia. Lihat Lik A. Mansurnoor, ‚Muslim in Modern Southeast Asia: Radicalism in Historical Perspectives‛ dalam Taiwan Journal of Souhteast Asian Studies, Volume 2, No. 2, 2005, 254, http:www.cseas.ncnu.edu.twjournalv02_no2pp3-54.pdf diakses 10 Oktokber 2013. proses pembangunan di daerah industri minyak dan gas bumi di mana mereka tidak diikutsertakan atau dipinggirkan. 151 Jalan yang lebih terang bagi kontelasi politik di Aceh dalam hubungannya dengan Pemerintahan Negara RI semakin tampak setelah disepakainya Perjanjian Helsinski pada 15 Agustus 2005 di Finlandia. Pemerntah RI dan GAM menyepakati beberapa hal, yaitu 1 penyelenggaraan pemerintahan di Aceh, yang berisi undang-undang pemerintah Aceh partisipasi politik, ekonomi, peraturan perundang- undangan, 3 hak asasi manusia, 3 amnesti dan reintegrasi ke dalam masyarakat, 4 pengaturan keamanan, 5 pembentukan misi monitoring Aceh, penyelesaian perselisihan. Perjanjian ini ditandatangani Hamid Awaludin selaku Menteri Hukum dan HAM Pemerintah RI dan Malik Mahmud GAM yang disaksikan Martti Ahtisaari, Mantan Presiden Finlandia, Ketua Dewan Direktur Crisis Management Initiative. 152 Setelah Perjanjian Helsinski ditandatangani oleh Pemerintah RI dan GAM, jalan damai di Aceh semakin jelas. Irwandi Yusuf yang menjadi Gubernur Aceh 2007-2012 telah menjadikan titik balik hubungan Pemerintah Pusat dan Aceh, sehingga konflik politik berakhir. Hubungan Pemerintahan Negara RI dan Aceh tampak semakin baik ketika pasangan yang diusung Partai Aceh, Teungku Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf memenangkan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh pada 2012. Kontelasi politik yang harmonis di Aceh di masa kepemimpinan mantan GAM; Irwandi dan Zaini telah membingkai prospek pemberlakuan hukum jinayah di Aceh. Adapun di Kelantan, konteks politiknya berbeda dengan di Aceh. Politik di Kelantan sangat kental dengan pertarungan politik kekuasaan yang bermuara pada Pemilu. Dalam sejarahnya, Pemilu pertama, 1955 sebelum Malaysia merdeka, UMNO United Malays National Organization yang berkoalisi dengan MCA Malaysian Chinese Association dan MIC Malaysian Indian Congress dengan sebutan Perikatan memenangi pemilu di seluruh Negara Bagian Malaysia dan sekaligus menguasai Kelantan. Paska Pemilu pertama setelah merdeka, Kelantan dibagi dalam tiga periode besar kepemimpinan politik. Pertama, periode kepemimpinan PAS 1959-1978. Pada pemilu kedua, 20 Juni 1959, UMNO kalah di Kelantan. PAS Partai Islam se-Malaysia berhasil memenangkan pemilu dengan perolehan 28 kursi dari 30 kursi yang diperebutkan. UMNO hanya mendapatkan 2 kursi saja, yaitu Bandar Hilir dan Ulu Kelantan Tomor. 151 Moch. Nurhasim, ‚Konflik dan Integrasi Politik …‛, 76. 152 Lihat Momerandum of Understanding between the Government of the Republic of Indonesia and the Free Aceh Movement 2005. Ishak Lotfi Omar dilantik menjadi Menteri Besar Kelantan yang pertama dari PAS. Tokoh-tokoh PAS yang menang dalam Pemilu 1959 adalah Dato‟ Haji Arshad, Haji Mohd Amin Yaakub, Khaidir Khatib, dll. Tokoh PAS yang menang di Parlemen DPR adalah Prof. Zulkifli Muhammad di Bachok, Dato‟ Mohd Asri Haji Muda di Pasir Puteh, Peguam Wan Mustafa Haji Ali di Kelantar Hilir, Tuan Haji Ahmad Abdullah Prai di Kota Bharu Hilir. 153 Kemenangan PAS di Pemilu 1959 di antaranya adalah karena mendapat dukungan dan kerjasama dari tuan-tuan guru seperti Tuan Guru Haji Abdul Ghani Pondok Pasir Mas, Tuan Guru Haji Abdullah Tahir Pondok Bunut Payong, Tuan Guru Haji Mustafa Pondok Terosan, Pasir Tumboh, Tuan Guru Mohd. Zin Kemudi, Tuan Guru Mohamad Tuboh Pancur, Tuan Guru Haji Mat Tok Bakok Kenali, Tuan Guru Haji Hasan Pondok Lemal, Tuan Guru Haji Harun Haji Sulong Repek, Tuan Guru Haji Daud Meranti, Tuan Guru Haji Awang Padang, Kolam, Tuan Guru Haji Aziz Pondok Terosan. Ulama-ulama ini sangat berpengaruh di kalangan masyarakat. 154 Pada Pemilu 1964 dan Pemilu 1969, PAS berhasil mempertahankan kekuasaannya di Kelantan hingga terbentuknya pemerintahan bersama PAS dan UMNO pada 1974-1978 155 Di Pemilu 1964, Pemerintah Pusat bersikap agresif. Banyak pemimpin PAS terutama ulama ditahan dengan Undang-undang ISA Internal Security Act, seperti Tuan Guru Haji Hassan Ismail, Haji Abdullah Arshad, Saudi Idris, dll. Pada saat pembubaran Dewan Undangan Negeri DPR Propinsi menjelang Pemilu 1964, mereka bertiga masih ditahan di penjara Kemunting. Meski demikian, PAS memutuskan agar ketiga anggota DUN yang ditahan tersebut tetap dicalonkan kembali untuk bertarung di Pemilu yang berlangsung pada 25 April 1964. Pada Pemilu 1964 ini, PAS berhasil menang dengan memperoleh 21 kursi dari 30 kursi yang diperebutkan. Di Parlemen, PAS meraih 8 kursi, Perikatan UMNO, MCA, dan MIC memperoleh 2 kursi. Mohd. Asri Haji Muda dilantik sebagai Menteri Besar dan Nik Abd. Rahman Nik Mat sebagai Timbalan Menteri Besar. 156 Pada Pemilu 1969, PAS kembali menang meskipun UMNO mendirikan Pasukan Pemuda Tahan Lasak yang sering mengganggu 153 Rossem, 20 Tahun Menguak Gelombang Selangor: SAR Publication and Distribution, 2011, 2. 154 Rossem, ‚20 Tahun Menguak Gelombang …‛, 3. 155 Pada saat kerusuhan etnis 13 Mei 1969, Tuan Guru Nik Aziz mengumpulkan ketua-ketua etnis agar tidak terpancing kerusuhan. Wawancara dengan Tharuman, orang India beragama Hindu pada tanggal 13 Oktokber 2011 di Kota Bharu, Kelantan. 156 Rossem, ‚20 Tahun Menguak Gelombang …‛, 6-7. kampanye PAS. Pemilu yang diselenggarakan pada 10 Mei 1969, PAS berhasil memperoleh 19 kursi dari 30 kursi yang diperebutkan, sedangkan di Parlemen, PAS memperoleh 6 kursi dari 10 kursi yang diperebutkan. Dato‟ Haji Mohd. Asri Haji Muda dilantik kembali sebagai Menteri Besar Kelantan dan Dato‟ Haji Mohammad Nasir sebagai Timbalan Menteri Besar. 157 Akibat kerusuhan etnis pada 13 Mei 1969, aktivitas politik dibekukan. Sesuai dengan situasi ketika itu, PAS bergabung dengan Perikatan yang terdiri dari UMNO, MCA, dan MIC di level pusat. Pada Pemilu 1974, PAS bergabung dalam Barisan Nasional nama baru menggantikan Perikatan. Barisan Nasional berhasil membentuk pemerintahan koalisi. Akhirnya, PAS keluar dari Barisan Nasional setelah Perdana Menteri Malaysia berganti dari Tun Razak Hussain dengan Tun Hussain Onn. 158 Di Kelantan pun terjadi krisis politik akibat penyingkiran Wakil Menteri Besar, Dato‟ Haji Mohamd Nasir. Di Kota Bharu, Kelantan terjadi unjuk rasa anti Dato‟ Mohd Asri, terutama di Dataran Ilmu di depan kantor PAS. Anak-anak muda melempar benda-benda ke arah petugas keamanan yang dibalas dengan gas air mata. Mereka lari dan datang kembali lagi dengan meneriakkan kata- kata “Asri, letak Jawatan” beserta spanduk-spanduk yang menghina Menteri Besar. Kota Bharu tampak seperti terbakar, asap hitam menggumpal di udara akibat ban mobil yang dibakar. Kondisi ini juga menjalar ke Pasir Mas yang memaksa petugas keamanan mengepung pengunjuk rasa di bandar Pasir Mas. Menurut Rossem, ada keterlibatan UMNO dalam unjuk rasa ini dengan hadirnya Dato‟ Haji Hussain dan Hussain Serama. Karena itulah, Rossem menuding bahwa UMNO menjadi dalang yang menggerakkan unjuk rasa penggulingan Menteri Besar Moh. Asri di Kelantan. 159 Ibrahim Ali yang kemudian menjadi orang kuat di Partai Berjasa pun terlibat dalam unjuk rasa ini. Kondisi tidak aman di Kelantan inilah yang dimanfaatkan Pemerintah Federal ikut campur tangan dengan mengumumkan kondisi darurat yang mendirikan Majelis Gerakan Negara Mageran. 160 Kedua, periode kepemimpinan UMNO 1978-1990. Pada Pemilu 1978, PAS kalah akibat terpecahnya PAS dengan berdirinya Berjasa Partai Barisan Jemaah Islamiyah yang dipimpin Datuk Haji Muhammad bin Nasir. PAS hanya memperoleh 2 kursi Wan Abdullah Wan Su di Manek Urai dan Nik Abdullah Arshad di Sering dari 36 kursi yang diperebutkan. 157 Rossem, ‚20 Tahun Menguak Gelombang …‛, 8. 158 Rossem, ‚20 Tahun Menguak Gelombang …‛, 9. 159 Rossem, ‚20 Tahun Menguak Gelombang …‛, 8-9. 160 Rossem, ‚20 Tahun Menguak Gelombang …‛, 9. UMNO berhasil memperoleh 34 kursi. Tan Sri Muhammad Yaacob diangkat menjadi Menteri Besar. 161 Pada Pemilu 1982 dan Pemilu 1986, UMNO berhasil memelihara kekuasaannya dengan mengalahkan PAS. Pada periode kepmimpinan UMNO ini, PAS melakukan usaha-usaha pembinaan ke masyarakat melalui kuliah-kuliah agama dan mejelis-mejelis ilmu. Ketiga, periode kepemimpinan PAS yang kedua. Pada era ini, kepemimpinan PAS telah berpindah dari Dato‟ Asri Haji Muda ke Haji Yusuf Rawa. Kehadiran Haji Yusuf Rawa inilah bermulanya kepemimpinan ulama di PAS. Yusuf Rawa dengan bantuan barisan mudanya yang berjiwa Islam seperti Nik Abdul Aziz Nik Mat, Haji Hadi Awang, dan Fadhil Nor telah membawa PAS ke era kepemimpinan ulama. 162 Perpecahan UMNO terjadi pada 1987 yang melahirkan Partai Melayu Semangat 46. Pertarungan antara Tengku Razaleigh Hamzah dan Mahathir Mohamad pada 1987 saat perebutan jabatan Presiden UMNO ketika itu mengakibatkan UMNO dilarang oleh Mahkamah Tinggi. Mahathir mendirikan UMNO yang baru dan Tengku Razaleigh mendirikan Partai Melayu Semangat 46. 163 Koalisi PAS dengan Partai Melayu Semangat 46, Partai Barisan Jemaah Islamiyah Berjasa dan Partai Hamim dengan nama Angkatan Perpaduan Ummah inilah yang menyebabkan Barisan Nasional yang dipimpin UMNO kalah Pemilu 1990 di Kelantan. Dari 52 kursi Dewan Undangan Negeri DPR Propinsi dan parlemen DPR yang diperebutkan, UMNO tidak mendapatkan kursi. 164 Angkatan Perpaduan Ummah berhasil memperoleh 39 kursi dengan rincian PAS memperoleh 24 kursi DUN, Semangat 46 memperoleh 14 kursi dan Berjasa memperoleh 1 kursi. Kesemua calon BN termasuk Menteri Besar, Tan Sri Haji Mohamed Yacob dan Timbalan Menteri Besar Dato‟ Ahmad Rastom Haji Ahmed Maher kalah. 165 Akibat kekalahan telak inilah, Pemuda UMNO menuduh Sultan Kelantan ikut campur tangan 161 Mohd Sayuti Omar, Tuanku Ismail Petra Idealisme dan Keprihatinan Kepada Agama, Bangsa, dan Negara Kelantan: Perbadanan Muzium Negeri Kelantan, 1995, 11-14. 162 Mohd. Sayuti Omar, Kelantan Selepas Pantang Kuala Lumpur: Tinta Merah, 1991, 35. 163 Mazlan Jusoh dan Wan Nik Wan Yussof, ‚Kelantan 20 Tahun di Bawah Teraju Ulama: Catatan Perkembangan Pentadbiran Kerajaan Negeri Kelantan selama 2 Dekad‛ dalam 20 Tahun Pentadbiran Membangun Bersama Islam Kerajaan Kelantan. 164 Mohd Sayuti Omar, ‚Tuanku Ismail Petra …‛, 16. 165 Urusetia Penerangan Kerajaan Negeri Kelantan, Imbasan 20 Tahun Kota Bharu, 2010, 3. politik dengan satu usul “Pengertian Raja Berpelembagaan” yang dimotori Hashim Safin. Datuk Hussein Ahmad selaku Ketua Penerangan UMNO Malaysia menyebut khutbah Jumat 19 Oktokber 1990 yang disebarkan ke seluruh imam di Kelantan dipandang telah menyeru kepada rakyat untuk memilih Angkatan Perpaduan Umat dan diakui oleh Mohd. Sayuti Osman bahwa isi pidato terebut adalah agar rakyat memilih pemimpin menurut Islam. 166 Dalam pemilu berikutnya di tahun 1995, PAS menang kembali meskipun perolehan suaranya sedikit berkurang. PAS menang telak lagi pada Pemilu 1999. Pada Pemilu 2004, PAS hampir kehilangan kontrol kekuasaannya di Kelantan, dengan hanya selisih 2 kursi. Kemenangan tipis PAS pada Pemiu 2004 diikuti dengan kematian calon PAS DPR Propinsi Dewan Undangan Negeri Pengkalan Pasir, Wan Abd. Aziz Wan Jaafar dan diikuti dengan Pemilu Kecil di Propinsi Dewan Undangan Negeri Pangkalan Pasir yang memberi kemenangan kepada calon UMNO, Hanafi Mamat. Kemenangan UMNO ini semakin memberi tekanan serius kepada PAS. 167 Setelah pemilu 2008, PAS memperoleh dua pertiga dari jumlah kursi di Propinsi Dewan Undangan Negeri. 168 Di Pemilu 2013, PAS kembali menang di Kelantan mengalahkan rival utamanya, UMNO. Sampai 2013, Kelantan dikuasai oleh PAS yang dipimpin Nik Abdul Aziz Nik Mat, seorang Mursyidul Am PAS. Dengan demikian, sebagai partai oposisi, PAS berhasil menguasai Kelantan di Pemilu 1959- 1978 dan Pemilu 1990-2013. Kemenangan PAS di Kelantan selama beberapa pemilu menunjukkan bahwa masyarakat Kelantan masih memandang PAS sebagai wadah aspirasi politik mereka. Keberhasilan PAS di Kelantan tak dapat diabaikan peran ketokohan Nik Abdul Aziz Nik Mat sebagai seorang ulama yang sangat disegani di Kelantan. Ketokohan Nik Abdul Aziz Nik Mat semakin terlihat setelah Nik Abdul Aziz Nik Mat dilarang memberikan kuliah agama di Masjid Muhammadi. Dewan Ulama PAS Kelantan kemudian memutuskan untuk memindahkan lokasi kuliah agama di Dewan Prof. Zulkifli Muhammad, Pejabat Perhubungan PAS Kelantan. Sambutan masyarakat semakin hangat dan ketokohan Nik Abdul Aziz Nik Mat semakin kuat. Pendudukan datang dari berbagai tempat. Bermula dari 166 Mohd Sayuti Omar, ‚Tuanku Ismail Petra …‛, 84-92. 167 Urusetia Penerangan Kerajaan Negeri Kelantan, ‚Imbasan 20 Tahun …‛, 52. 168 Khoridatul Annisa, ‚Malaysia Macan Asia …‛, 64-65. Lihat pula Mohd Sayuti Omar, ‚Tuanku Ismail Petra …‛, 10. situlah sebagai Ketua Dewan Ulama PAS Pusat, Nik Abdul Aziz Nik Mat menggerakan ulama dan ustadz-ustadz melalui kulah-kuliah agama ke seluruh Kelantan. 169 Aktor penting lainnya adalah Dato‟ Haji Omar Mohamd, Haji Kustafa Ibrahim dan Haji Buniyamin Yaakob. 170 Berkat usaha gigih dan komitmen tinggi pemimpin PAS dan Nik Abdul Aziz Nik Mat, rakyat memberi perhatian kepada PAS, yang akhirnya berhasil memenangkan Pemilu 1990. “Membangun Bersama Islam dijadikan sebagai simbol resmi dalam menjalankan pemerintahan yang berdasarkan al- Qur‟an, Sunnah, Ijma‟ dan qiyas. 171 Langkah pertama yang dilakukan Nik Aziz Nik Mata setelah menjadi Menteri Besar Kelantan adalah memindahkan rekening bank Pemerintah Negeri Kelantan dari bank konvensional ke bank Islam, memberantas tempat-empat maksiat dan perjudian. Penjualan minuman keras juga diatur secara ketat, yang hanya diperuntukkan bagi non-Muslim, menertibkan tempat hiburan dan salon yang mengarah pada praktik seksual, Makyong dan Menora yang mengandung unsur khurafat juga dilarang, memperkenalkan gadai Islam al-rahn melalui Syarikat Perbadanan Kemajuan Iktisad Negeri Kelantan. Pemerintah Negeri Kelantan juga mendirikan Ma‟had Tahfizh al-Qur‟an Wal Qira‟at di Pulai Chondong, Ma‟had Tahfizh Sains Al-Bustanul Arifin di Kampung Berangan, Tumpat, menghidupkan kembali Yayasan Pengajian Tinggi Islam Kelantan yang telah dimatikan Barisan Nasional, mendirikan Ma‟had al-Dakwah wal Imamah, dan Kolej Islam Antarbangsa Sultan Ismail Petra KIAS, 172 melarang wanita bekerja malam di pengusaha kilang dan melarang wanita mengikuti lomba qiroat al- Qur‟an. 173 PAS sebagai partai yang berkuasa di Kelantan adalah partai yang anggotanya sebagian besar orang Melayu Muslim yang merupakan 95 persen dari jumlah penduduk Kelantan. Oleh sebab itu, Kelantan hampir bersinonim dengan PAS karena Negara Bagian ini telah berada dalam kekuasaan PAS dalam jangka waktu yang lama. 174 169 Mazlan Jusoh dan Wan Nik Wan Yussof, ‚Kelantan 20 Tahun…‛, 32. 170 Wan Nik Wan Yussof dan Mazlan Jusoh, ‚Membangun Bersama Islam: Kelantan Merajui Perubahan‛ Fajar Islam, Edisi September-Oktokber 2010, 9. 171 Pengerusi Jawatankuasa Penasihat, ‚20 Tahun Pentadbiran …‛, 37. 172 Mazlan Jusoh dan Wan Nik Wan Yussof, ‚Kelantan 20 Tahun…‛, 36-41. 173 Mohd Sayuti Omar, ‚Tuanku Ismail Petra …‛, 106. Lihat pula Berita Harian 5 Desember 1990 yang menyebut Majelis Perbandaran Kota Bharu telah mengeluarkanarahan supaya menghentikan judi. 174 Khoridatul Annisa, ‚Malaysia Macan Asia …‛, 64. Pemilu 2013 telah memenangkan PAS di Kelantan. Nik Abdul Aziz Nik Mat digantikan oleh Mantan Wakil Menteri Besar Kelantan, Dato Haji Ahmad bin Yaakob yang telah mengangkat sumpah jabatan sebagai Menteri Besar baru Negeri Kelantan di hadapan Sultan Muhammad V di Istana Negeri, Kubang Kerian pada 6 Mei 2013. 175 Dengan demikian, sejarah, sosio-budaya dan konteks politik di Aceh dan Kelantan telah menjadi faktor penting dalam pemberlakuan hukum jinayah. Sejarah dan sosio-budaya telah menjadikan masyarakat Aceh dan Kelantan sebagai masyarakat yang relijius yang berbudaya. Kondisi historis dan sosio-budaya ini ditopang oleh kenyataan politik bahwa Aceh dan Kelantan memiliki sejarah perjuangan memberlakukan syariat Islam. C. Pemberlakuan Hukum Jinayah di Masa Kerajaan Islam Pemberlakuan hukum jinayah di Aceh dan Kelantan sesungguhnya berakar dari sejumlah perundang-undangan dan praktik pelaksanaan syariat Islam di masa kerajaan Islam. M.B. Hooker telah memetakan pemberlakuan hukum jinayah di masa kerajaan Islam Nusantara yang bertumpu pada Undang-undang Melaka, Kanun Luwaran, dan Kanun Sulu. 176 Selain undang-undang yang telah disebutkan Hooker, ada juga undang-undang lain, seperti Kanun Meukuta Alam dan Undang-undang Sultan Adam. 177 Indonesia, Malaysia, dan Filiphina tampaknya memiliki sejarah yang meyakinkan tentang undang-undang Islam yang berkenaan dengan jinayah di zaman kerajaan Islam. Bukti-bukti sejarah telah memperlihatkan bahwa kerajaan Islam di Indonesia, Malaysia, dan Filipina telah mempraktikkan hukum jinayah. Di Indonesia, pemberlakuan hukum jinayah di masa kerajaan Islam pernah dilaksanakan pada masa kerajaan Aceh Darussalam. 178 Bukti dari pemberlakuan hukum jinayah ini dapat dilihat dari Qanun Meukuta 175 http:www.kelantan.gov.my diakses 17 Okttokber 2013. 176 Hooker telah memetakan undang-undang yang telah dibuat di masa kerajaan Islam di Asia Tenggara. M.B Hooker secara umum membagi tiga ciri utama Undang-undang Islam di Asia Tenggara. Pertama, undang-undang syariah yang dibentuk mengikuti keadaan lokal. Kedua, di bawah pemerintahan kolonial, undang-undang syariah dibentuk dan dibatasi dalam ruang lingkup hukum keluarga. Ketiga, pada tahun-tahun setelah perang, undang- undang yang dibentuk memperkuat pemikiran klasik. Penjelasan lebih lengkap baca M.B. Hooker, Undang-undang Islam di Asia Tenggara, penerjemah Rohani Abdul Rahim, dkk. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, 1991. 177 Warkum Sumitro, Perkembangan Hukum Islam di Tengah Kehidupan Sosial Politik di Indonesia Malang, Bayumedia, 2005, 28. 178 Khamami Zada, ‚Sentuhan Adat dalam Pemberlakuan Syariat Islam di Aceh 1514-1903,‛ dalam Karsa, Volume 20 No. 2 Desember 2012. Alam. 179 Sultan Alauddin Riayat Syah II Abdul Qahhar telah menyusun undang-undang dasar negara yang diberi nama Qanun al-AsyiKanun Meukuta Alam, yang kemudian oleh Sultan Iskandar Muda 1607-1636, Qanun al-Asyi ini disempurnakan. 180 Dalam Kanun ini, hukum jinayah yang diberlakukan terpengaruh oleh adat. Pelanggaran terhadap pembunuhan, pencurian, khamar, dan zina dikenakan hukuman dari syariat Islam yang bercampur dengan hukum adat. 181 Dalam kasus pembunuhan, Sultan Alauddin al-Qahhar 1537- 1571 pernah melaksanakan qis}as} yang kemudian ditukar dengan diyat seratus ekor kerbau atas Raja Lingga ke-16 yang terbukti membunuh saudara tiri Beuner Maria Bener Meriah. 182 Dalam versi lain, Sultan al- Qahhar pernah menjatuhkan hukuman mati kepada anak kandungnya sendiri bernama Ipah Ditungkup karena melanggar hukum agama dan adat negara. 183 Pada masa Sultan Alauddin Riayat Syah II Al-Mukammil 1588-1604, diberlakukan hukuman qis}as} bagi pelaku pembunuhan. Sultan Alauddin Riayat Syah II Al-Mukammil telah melaksanakan hukuman qis}as} terhadap puteranya sendiri, Abangta yang ditangkap karena zalim, membunuh orang lain dan melawan hukum serta adat yang berlaku di kerajaan”. 184 179 Qanun Meukuta Alam yang dijumpai penulis adalah naskah kitab Qanun Meukuta Alam dalam Syarah Tadhkirah Tabaqat Tgk. Mulek dan Komentarnya. Di dalam naskah kitabnya disebutkan ia berasal dari keturunan Jamalul Layl, salah seorang Sultan Aceh dari dinasti Habaib. Ia bermukim di Lam Garot Keutupang Dua Kecamatan Darul Imarah, dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar tidak jauh dari kota Banda Aceh. Naskah kitab ini dijumpai di Pustaka Prof. Ali Hasjmy.Meskipun dijumpai dari halaman 31 sampai dengan halaman 135, namun sebagai sebuah informasi sejarah sangat berharga. Sebagai sebuah syarah, di dalamnya tidak dimuat materi Qanun Meukuta Alam secara utuh, lengkap dengan bab, pasal, dan ayatnya. Yang diangkat adalah penafsiran tentang isi dan riwayat penerapannya, sesuai dengan yang dibutuhkan dari masa ke masa. Qanun Meukuta Alam yang berasal dari zaman Sultan Iskandar Muda 1607-1636 tersebut bukan hanya terbatas pada syarah Tgk. Di Mulek, tetapi masih diberi komentar dengan istilah-istilah baru setelah Indonesia merdeka. Lihat Mohd. Kalam Daud dan T.A. Sakti, ‚Pengantar Penyalin Kembali dan Pengalih Aksara‛ dalam Darni M. Daud, ‚Pengantar‛ dalam Darni M. Daud ed., Qanun Meukuta Alama dalam Syarah Tadhkirah Tabaqat Tgk. Mulek dan Komentarnya, penerjemah Mohd. Kalam Daud dan T.A. Sakti, Banda Aceh: Syiah Kuala University Press, 2010, xi. 180 A. Hasjmy, Iskandar Muda Meukuta Alama Jakarta: Bulan Bintang, 1975, 70. 181 Amirul Hadi, Aceh, Sejarah, Budaya, dan Tradisi, Jakarta: Yayasan Obor, 2010, 177. 182 Al Yasa’ Abubakar, Syari’at Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam: Paradigma, Kebijakan, dan Kegiatan BandaAceh: Dinas Syariat Islam, 2006, 114. 183 Junus Djamil, Gadjah Putih Iskandar Muda Kutaradja: Lembaga Kebudajaan Atjeh, tt., 90. 184 http:houseofaceh.org201101bagaimana-sultan-iskandar-muda-menegakkan- syariat-islamdiakses 9 Mei 2011. Dalam kasus perzinahan, Kerajaan Aceh Darussalam pernah memberlakukan hukuman rajam pada masa Sultan Alaudin Riayat Shah al- Qahhar 1537-1571 ketika dua orang berzina pada tahun 1550 dengan status masing-masing telah menikah. 185 Pada periode berikutnya, Sultan Iskandar Muda 1607-1636 pernah melakukan hukuman mati terhadap anak laki-lakinya sendiri yang bernama Meurah Pupok atas tuduhan mengganggu rumah tangga orang lain dan berzina. Ia menjatuhkan hukuman h}udud atas kesalahan berzina dengan isteri salah seorang pengawal istana. 186 Dalam kasus khamr, di Aceh, pada saat itu, hanya pedagang asing non-Muslim yang diberikan izin resmi untuk mengonsumsi arak. Pada tahun 1642, dua orang pekerja Eropa pada sebuah pabrik milik perusahaan Inggris dihukum oleh Ratu Safiyyat al-Din dengan memotong kedua tangan mereka karena telah berusaha memproduksi arak yang sebenarnya dilarang oleh penguasa tersebut. 187 Dalam versi lain disebutkan bahwa dua orang Aceh ditemukan sedang mabuk di rumah Nakhoda Fijgie. Mereka ditangkap dan dihukum oleh Penghulu Kawal, yaitu kepala polisi, dengan menuangkan timah panas ke kerongkongan mereka. 188 Hukuman bagi pencuri pada masa Sultan Alaudin Riayat Shah al- Qahhar 1607-1636 adalah potong tangan. 189 Yakni, pada perbuatan pencurian yang pertama, seorang pencuri dihukum dengan memotong pergelangan tangan kanan; pada kejahatan kali kedua dihukum dengan memotong tangan kiri, dan terkadang juga, sebagai gantinya dengan memotong salah satu atau kedua kakinya. Meskipun jarang terjadi, seorang pencuri juga dihukum dengan memotong kedua tangan dan kaki. Jika si terhukum masih melakukan kesalahan yang serupa, misalnya dengan mencuri melalui jari-jari kaki, mereka dibuang ke pulo way [pulau Weh] seumur hidup. Jenis hukuman ini dijatuhkan, khususnya dalam kasus perampokan besar. 190 Sementara itu, di kerajaan Banjar, terdapat fakta menarik penerapan syariat Islam. Di Banjar, qad}i tidak hanya menangani persoalan 185 Ayang Utriza NWAY, ‚Adakah Penerapan Syariat Islam di Aceh?: Tinjauan Sejarah Hukum di Kesultanan Aceh Tahun 1516-1688M, Tashwirul Afkar, Edisi No. 24 Tahun 2008, 124. 186 Darni M. Daud, ‚Pengantar‛, vii. Lihat pula Al Yasa’ Abubakar, ‚ Syari’at Islam…‛, 114. 187 Amirul Hadi, ‚Aceh , Sejarah, Budaya…‛, 177. 188 Amirul Hadi, ‚Aceh , Sejarah, Budaya…‛, 180. 189 Ayang Utriza NWAY, ‚Adakah Penerapan Syariat Islam…‛, 127. 190 Amirul Hadi, ‚Aceh , Sejarah, Budaya…‛, 180. Keterangan ini dikutip dari William Dampier, Voyages and Description, Volume 1 New York: Octagon Books, 1966, 315. hukum perkawinan, perceraian, dan kewarisan, tetapi juga menangani perkara pidana. Tercatat dalam sejarah Banjar, bahwa hukuman mati bagi orang yang murtad, hukuman potong tangan bagi pencuri, dan hukuman cambukbagi pezina sudah diberlakukan. Di lingkungan kerajaan Banjar juga terdapat kitab hukum yang merupakan kodifikasi sederhana. Kitab hukum Islam itu kemudian dikenal dengan Undang-undang Sultan Adam. 191 Azyumardi Azra menyebut hukum potong tangan atau kaki menurut mazhab Syafi‟i juga diberlakukan bagi para pelaku pencurian di Banten pada masa kekuasaan Sultan Abd al-Fattah Ageng 1651-1682. Di Banten juga diberlakukan hukum syariat terhadap orang-orang yang menggunakan opium dan tembakau. Hukuman menurut syariat diberlakukan secara lebih keras lagi terhadap para pelaku pelanggaran seksual. 192 Informasi ini memberi bukti bahwa hukum jinayah pernah dilaksanakan di Indonesia yang meliputi Aceh, Banjar, dan Banten. Di kawasan lainnya, di Malaysia, undang-undang Islam telah dilaksanakan sejak dari masa awal Kesultanan Melaka, tetapi tidak pernah ditulis dalam sebuah kitab undang-undang. Baru pada masa pemerintahan Sultan Muzaffar Shah 1446-1456, perumusan Undang-undang Malaka dilakukan. Sultan telah memerintahkan untuk dibuatkan Undang-undang agar para menterinya tidak menyalahi adat. Undang-undang Melaka terdiri dari 44 pasal yang meliputi tanggungjawab para pembesar, larangan di kalangan anggota masyarakat, hukuman-hukuman atas kesalahan jinayah dan sipil, masalah-masalah ibadat, muamalat, dan keluarga serta acara dan keterangan. 193 Undang-undang Melaka yang disusun pada masa Kesultanan Melaka 194 ini bermazhab Syafi‟i. Sultan Megat Iskandar Shah 195 191 Warkum Sumitro, ‛ Perkembangan Hukum Islam...‛, 28. 192 Azyumardi Azra, ‚Implementasi Syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam: Perspektif Sosio-Historis‛, dalam Rusjdi Ali Muhammad, Revitalisasi Syariat Islam di Aceh: Problem, Solusi dan Implementasi Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2003, xxviii. 193 Mahmood Zuhdi Abd. Majid, Pengantar Undang-undang Islam di Malaysia, cetakan kedua Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 2004, 46-47. 194 Kesultanan Melaka didirikan oleh Parameswara, keturunan Raja Saylendra Kerajaan Palembang yang melarikan diri dari penaklukan Majapahit pada 1400. Nama Melaka berasal dari nama sebatang pohon yang terdapat di tebing Sungai Bertam. Parameswara dan para pengkiutnya sedang istirahat di bawah pohon tersebut setelah berburu. Anjingnya ditendang oleh seekor pelanduk hingga terjatuh ke dalam sungai. Parameswara menganggap peristiwa ini sebgaai kejadian ganjil, lalu memilih tempat itu untuk mendirikan kerajaan yang baru. Lihat Malaysia Kita: Panduan dan Rujukan Untuk Periksaan Am Kerajaan Selangor: International Law Book Services, 2010, 8. Lihat pula Khoridatul Anissa, ‚Malaysia Macan Asia…‛, 16. memerintahkan untuk membuat undang-undang tentang istiadat kerajaan dalam bentuk Undang-undang yang bercorak Islam. 196 Karena itulah, corak dari undang-undang ini, menurut Ahmad Mohammed Ibrahim, ada pengaruh adat Melayu dengan bukti penjatuhan hukuman dari aspek Islam dan adat lokal. Pelanggaran mencuri misalnya dikenakan hukuman Islam dan hukuman denda menurut adat. 197 Undang-undang Malaka ini disebut sebagai produk hibrid, terutama campuran antara Islam dan adat. 198 Adapun kesalahan jinayah yang diatur dalam Undang-undang Melaka adalah mencuri pasal 7.2, merompak pasal 43, zina pasal 40.1, qadhaf menuduh zina pasal 12.3, minum arak pasal 42, dan riddah pasal 36.1-36.2, pembunuhan qis}as}} pasal 5:1,3:8:2-4:39. 199 Di sisi lain, Undang-undang Melaka yang disalin Y.F. Liaw menyebutkan aturan- aturan tentang hukum jinayah di bab 4-12. Bab 4 menerangkan hukuman mati bagi beberapa jinayah. Bab 5 menerangkan hukuman mati bagi pembunuhan tanpa sebab. Bab 6 menerangkan peraturan tentang mereka yang mengamuk dan kasus pembunuhan khusus. Bab 7 berkaitan dengan penalti karena membunuh seorang hamba. Bab 8 tentang hak untuk membunuh. Bab 11 mengatur potong tangan karena mencuri diulangi lagi tetapi hanya bagi pemimpin pencuri. Juga diatur tentang ta’zir agar pencuri diarak keliling pasar dengan menunggang lembu dengan mukanya dicat dan diiringi paluan gong sementara kesalahannya diumumkan kepada khalayak. Bab 12 mengatur tentang pelanggaran menggoda anak gadis dan 195 Parameswara diceritakan dalam sejarah masuk Islam dengan nama Iskandar Shah. Lihat Hamid Jusoh, ‚Perkembangan Undang-undang Jenayah Islam di Malaysia‛ dalam Undang-undang Islam: Jenayah, Keterangan dan Prosedur, Nasimah Husin et al., Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2007, 32. Lihat pula Abdul Monir Yaacob, ‚Pelaksanaan Perundangan Islam di Malaysia‛ dalam Khairul ‘Azmi Mohamad dan Faizal Fadzil eds., Konsep Pembangunan Ummah dalam Islam Perspektif Malaysia Kuala Lumpu: Pro-Office Shop, ttp, 32. Lihat pula Khoridatul Anissa, ‚ Malaysia Macan Asia…‛, 19. 196 John Funston, ‚Malaysia‛, dalam Greg Fealy dan Virginia Hooker eds., Voices of Islam in Southeast Asia: A Contemporary Sourcebook Singapura, ISEAS, 2006, 51. 197 Ahmad Mohamed Ibrahim dan Ahilemah Joned, Sistem Undang-undang di Malaysia Kuala Lumpur, Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pelajar Malaysia, 1986, 11-13. 198 Iza Hussin, ‚The Pursuit of the Perak Regalia: Islam, Law, and the Politics of Authority in the Colonial State‛ dalam Law Social Inquiry, Volume 32, Issue 3, Summer 2007, 779, http:mfs.uchicago.edupublicinstitutes2013islamprereadingshussin-- the_pursuit_of_the_perak_regalia.pdf diakses 10 Oktokber 2013. 199 Ashgar Ali Ali Mohamed, ‚Implementation of Hudud or Limits Ordained by Allah for Serious Crimes in Malaysia‛ dalam International Journal of Humanities and Social Science Volume 2 No. 3, February 2012 , 237 http:www.ijhssnet.comjournalsVol_2_No_3_February_201232.pdf diakses 10 Oktokber 2013. Lihat pula M. B. Hooker, ‚Undang-undang Islam …‛, 11-12. Lihat pula Nasimah Husin et al., ‚Undang-undang Islam …‛, 32. perempuan bersuami, memperkosa, hukuman rajam bagi muh}san, dan hukuman cambuk bagi pelaku qadhaf. 200 Dalam versi lain, Undang-undang Kanun Melaka berisi Undang- undang Melaka Tulen, Undang-undang Laut, Perkawinan Orang Islam, Undang-undang Jual-Beli dan Keterangan, Undang-undang Negeri dan Undang-undang Johor. Aturan jinayah terdapat dalam lima bab, yaitu bab 36 tentang rukun murtad, bab 39 tentang rukun pembunuhan, bab 40 tentang rukun zina, bab 41 tentang rukun qadhaf, dan pasal 42 tentang rukun minum arak. 201 Di Johor, terdapat Undang-undang Johor yang banyak persamaannya dengan Undang-undang Melaka. Persoalan jinayah Islam diatur dalam pasal 5-13, dan pasal 16-19. Hal ini menjelaskan bahwa undang-undang yang berkaitan dengan jinayah Islam telah diterima dan dilaksanakan secara meluas sebelum kedatangan penjajahan Eropa. 202 Undang-undang Islam lainnya yang pernah diberlakukan adalah Undang-undang Pahang. Undang-undang ini telah disusun semasa pemerintahan Sultan Abdulghafur Muhaiyudin Shah 1592-1614. Undang-undang Pahang berisi 93 pasal yang mengatur tentang qis}as} pasal 46-47, denda pasal 48, persetubuhan haram pasal 49, sodomi pasal 50, fitnah pasal 51, minuman yang memabukkan pasal 52, mencuri pasal 53, merompak pasal 54, murtad pasal 54, dan tidak shalat pasal 60. 203 Meksi Undang-undang Pahang dipengaruhi oleh adat Melayu, tetapi pengaruh adatnya lebih sedikit dibanding Undang-undang Melaka. Undang-undang Pahang ini lebih banyak dipengaruhi hukum Islam. Hal ini disebabkan karena pada waktu Undang-undang Pahang ditulis, pengaruh Islam di Tanah Melayu sudah begitu besar dibanding sewaktu Undang-undang Melaka ditulis. 204 Di Perak, terdapat Undang-undang Sembilan Puluh Sembilan Negeri Perak yang banyak dipengaruhi oleh Undang-undang Melaka. Menurut Liaw Yock Fang, dalam Sejarah Kesusasteraan Melayu Klasik, Undang-undang ini bukan ditulis di Perak, melainkan terjemahan dari teks asal yang dibawa dari Hadramaut pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Tajudiin Shah. Undang-undang ini dibawa Syed Husain al-Faradz, seorang pembesar Hadramaut sebagai hadiah kepada Ahmad bin Isa al-Muhajir 200 M. B. Hooker, ‚Undang-undang Islam, 11-12. Lihat pula Nasimah Husin et al., Undang-undang Islam, 32. 201 Zulkifli Hasan, ‚Undang-undang Jenayah Islam di Malaysia: Setakat Manakah Pelaksanaannya?‛ dalam Zulkifli Hasan ed., Hudud di Malaysia: Cabaran Pelaksanan Kualalumpur: ABIM, 2013, 98. 202 Nasimah Husin et al., Undang-undang Islam, 33. 203 Ahmad Mohamed Ibrahim dan Ahilemah Joned, ‚Sistem Undang- undang…‛, 47. 204 Mahmood Zuhdi Abd.Majid, ‚Pengantar Undang- undang Islam…‛, 48-49. untuk anak cucunya dengan sedikit penyesuaian dan perubahan. Undang- undang ini ditulis dalam bentuk soal jawab yang terdiri dari sembilan puluh sembilan soal dan jawab, yang berisi tentang konstitusi, peperangan, kekeluargaan, harta, dan jinayah. Pada dasarnya, Undang-undang ini bersifat Islam, tetapi sebagaimana Undang-undang sebelumnya tidak terlepas dari pengaruh adat lokal. Pelaksanaan Undang-undang ini dibuat dengan cara menjadikannya sebagai asas rujukan dalam pengurusan negara oleh para menteri. 205 Di Kedah, terdapat Undang-undang Datuk Seri Paduka Tuan yang ditulis pada 1650 yang menyebut pencuri, perompak, penyabung ayam, pengedar candu, penjudi, pemuja pokok dan batu, dan pemabuk adalah perbuatan yang bertentangan dengan perintah Allah dan mesti dilaporkan kepada penghulu. 206 Meskipun di dalam undang-undang ini tidak diinformasikan tentang hukuman yang ditetapkan, tetapi informasi yang terdapat dalam undang-undang ini memberi penegasan tentang pengaturan jinayah dalam undang-undang yang dibuat oleh raja pada saat itu. Pada abad ke-18, di Kelantan diberitakan adanya undang-undang Islam pada 1782 yang ditulis pada masa pemerintahan Syed al-Rahman, anak Long Pandak. 207 Berdasarkan informasi Mohd Nik Mohd Salleh, di Kelantan, pada sekitar abad ke-19 juga terdapat kasus bahwa hakim pernah menangani perkara jinayah yang didasarkan pada undang-undang Islam dan adat. 208 Di Trengganu, juga dilaksanakan undang-undang Islam pada masa pemerintahan Sultan Umar yang menduduki tahta kerajaan pada 1837. Dalam catatan Mahmood Zuhdi Abd Majdi, Undang-undang Islam di masa ini telah dilaksanakan secara teratur sesuai kehendak Islam sebagai suatu agama dan cara hidup. Meskipun demikian, tak dinafikan ada pengaruh adat Melayu di dalamnya selama tidak bertentangan dengan Islam atau karena masa lama yang diperlukan untuk menghapus adat Melayu. 209 Informasi lain menyebutkan bukti sejarah batu bersurat di Kuala Berang, Trengganu tahun 1899 versi lain menyebut abad ke-12, yang berisi catatan tentang hukum Islam yang diberlakukan. Isi dari catatan 205 Mahmood Zuhdi Abd.Majid, ‚Pengantar Undang- undang Islam…‛, 50. 206 Lihat Winstedt, Undang-undang Kedah dalam JM BRAS 1928 6 2, 8. Zulkifli Hasan, ‚Undang-undang Jenayah Islam…‛, 98. 207 Mahmood Zuhdi Abd.Majid, ‚Pengantar Undang- undang Islam…‛, 50-51. 208 Mohd Nik Mohd Salleh, ‚Kelantan in Transaction: 1891-1910‛ dalam WR Roff, Kelantan: Religion, Society, Politic in Malay State Kualalumpur, tp. tt., 23. 209 Mahmood Zuhdi Abd.Majid, ‚Pengantar Undang- undang Islam…‛, 50-51. tersebut adalah tanggungjawab pemerintah dalam melaksanakan ajaran Islam, pemberian dan penerimaan hutang, hukuman rajam atau cambuk bagi pelaku zina, hukum menuduh zina dan persamaan antar semua rakyat. Mahmood Zuhdi Abd Majid berpendapat catatan sejarah di Kuala Berang, Trengganu ini sulit dibuktikan sebagai undang-undang yang pernah dilaksanakan, karena tidak ada bukti yang menunjukkan adanya sebuah pemerintahan Islam yang berkuasa di Trengganu pada waktu itu. 210 Kesimpulan Mahmood Zuhdi Abd Majid ini dibantah oleh Ismail Noor dan Muhammad Azaham bahwa pada 1881-1911 telah memerintah seorang sultan bernama Zainal Abidin III 1881-1918, yang telah memberlakukan h}udud, qis}as}, diyat and ta‘zir 211 Di Filipina, pada abad ke-19, terutama di Mindanao, terdapat Kanun Luwaran Pilihan yang bersumber dari teks-teks Arab. Kanun Luwaran juga mengatur kesalahan jinayah tentang pelanggaran terhadap orang dan harta benda, seperti mencuri potong tangan, pelanggaran seksual, seperti zina 80 cambuk dan menggoda seorang gadis 100 kali cambuk dan wajib menikah keduanya dan pembunuhan yang dijatuhi hukuman mati, kecuali seorang budak. 212 Sementara itu, dalam Kanun Sulu terdapat juga hukum jinayah, seperti mencuri denda kain belacu, pembunuhan, percobaan pembunuhan, dan pembunuhan tidak sengaja denda satu perlima, zina denda yang disesuaikan suami perempuan; lebih tinggi statusnya, lebih tinggi dendanya. 213 Isi Kanun Sulu ini tampak tidak sesuai dengan syariat Islam. Pemberlakuan hukum jinayah di Melaka, Aceh, dan Mindanau di atas, dipandang oleh M.B. Hooker sebagai ”the local shari‟ah”. Hooker menjelaskan bahwa hukum jinayah yang diberlakukan adalah hukum jinayah yang telah beradaptasi dengan praktik lokal masyarakat. 214 Artinya, di kawasan Asia Tenggara, kerajaan-kerajaan Islam memberlakukan hukum jinayah dengan tidak menafikan adat istiadat masyarakatnya. Adat istiadat masyarakat justru menjadi faktor penting dalam pemberlakuan hukum jinayah di masa kerajaan Islam. Dengan demikian, pemberlakuan hukum jinayah di Indonesia dan Malaysia berakar pada Undang-undang yang telah ditulis dan dilaksanakan oleh kerajaan-kerajaan Islam pada abad ke-16-19 ketika wilayah geografi 210 Mahmood Zuhdi Abd.Majid, ‚Pengantar Undang- undang Islam…‛, 46. 211 Ismail Noor dan Muhammad Azaham, The Malays par Excellence, Warts and All: An Introduction Subang Jaya, Pelanduk publications, 2000, 7. Lihat pula Ashgar Ali Ali Mohamed, ‚Implementation of Hudud …‛, 1. 212 M.B. Hooker, ‚Undang- undang Islam…‛, 24-25. 213 M.B. Hooker, ‚Undang- undang Islam…‛, 26-27. 214 M.B. Hooker, ‚Southeast Asian Shari’ahs‛, dalam Jurnal Studia Islamika, Volume 20 Nomor 2 2013: 193. Indonesia dan Malaysia belum terbentuk. Kerajaan-kerajaan Islam yang tumbuh pada abad ke-16-19 di Malaka, Pahang, Trengganu, Kelantan, Kedah, Trengganu, Kelantan, Mindanao, Aceh, Banten, dan Banjar memberlakukan hukum jinayah yang dalam batas-batas tertentu dipengaruhi oleh adat istiadat lokal. Pemberlakuan hukum jinayah di Asia Tenggara bertumpu pada kekuasaan politik kerajaan Islam.

D. Hukum Jinayah dalam Politik Hukum Kolonial

Di Indonesia, syariat Islam telah lama menjadi warna dari perilaku masyarakat. Munculnya Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara telah menjadi kekuatan utama dalam menjalankan ajaran syariat. 215 Belanda sejak zaman VOC Vereenigde Oostindische Compagnie 1602-1798 tetap mengakui apa yang berlaku sejak berdirinya Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, seperti hukum kekeluargaan Islam, hukum perkawinan dan hukum waris. Oleh VOC, hukum kekeluargaan diakui dan diterapkan dengan bentuk peraturan Resolutie der Indische Regeering pada tanggal 25 Mei 1760, yang merupakan kumpulan aturan hukum perkawinan dan hukum kewarisan Islam, yang dikenal dengan Compendium Freijer hasil karya D.W. Freijer. Hukum Islam yang telah berlaku sejak zaman VOC itulah yang oleh pemerintah Hindia Belanda diberikan dasar hukumnya dalam Regeerningsreglement R.R tahun 1855. 216 Keadaan hukum Islam pada zaman VOC lebih maju daripada sebelumnya, karena telah terhimpun dalam beberapa kitab hukum. Pada tahun 1642 terbentuklah Statuta Batavia yang berlaku untuk masyarakat Batavia sekarang Jakarta dan sekitarnya. Dalam Statuta Batavia disebutkan bahwa mengenai kewarisan orang-orang Indonesia yang beragama Islam harus dipergunakan hukum Islam, yaitu hukum yang dipakai oleh rakyat sehari-hari. Kitab hukum ini diterapkan pada peradilan-peradilan yang ada di daerah kekuasaan VOC. Selain itu, juga terdapat kitab hukum Mugharaer atau lengkapnya Compandium der oornamste Javaanche Wetten Naukeuring Getrokken Uit Het Mohammedaanche Wetboek Mogharrer yang berlaku untuk Pengadilan Negeri Semarang. Kitab hukum ini berisi perkara-perkara perdata dan perkara-perkara pidana yang sebagian besar bermuatan 215 Bandingkan dengan Abdul Halim, Politik Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Ciputat Press, 2005, 48. Warkum Sumitro, ‛ Perkembangan Hukum Islam...‛, 15-29. 216 Ismail Sunny, ‚Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia‛ dalam Amrullah Ahmad, SF, dkk., eds., Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional Jakarta: Gema Insani Press, 1996, 131. Mahsun Fuad, Hukum Islam Indonesia, Dari Nalar Partisipatoris Hingga Emansipatoris Yogyakarta: LKiS, 2005, 50. Lihat pula Idris Ramulyo, Azas-azas Hukum Islam: Sejarah Timul dan Berkembangnya Jakarta: Sinar Harapan, 1997, 49. hukum pidana Islam. 217 Di Jawa Tengah, terdapat Kitab Surya Alam yang berasal dari masa kerajaan pertama Islam, Kerajaan Demak. 218 Kitab-kitab hukum lain yang dibuat pada zaman VOC antara lain Pepakem Cirebon yang berisi kumpulan hukum Jawa tua yang semula merupakan kompilasi ketentuan-ketentuan hukum Hindu, kemudian mengalami perubahan-perubahan yang mengindisikan pengaruh Islam. Kitab hukum Jawa Kuno yang meliputi Kitab Hukum Raja Niscaya, Undang-undang Mataram, Jaya Lengkara, Kontra Menawa, dan Adilullah. Kitab hukum ini dipakai oleh enam menteri pelaksana kekuasaan peradilan, yang mewakili tiga sultan Sultan Sepuh, Sultan Anom, dan Panembahan Cirebon. Karena efektifnya Pepakem ini sebagai kitab undang-undang, maka ia diadopsi oleh penguasa Sultan Bone dan Goa di Sulawesi Selatan untuk dijadikan sebagai konstitusi atas prakarsa B.J.D. Clootwijk dengan diganti namanya dengan Compendium Indianche Wetten bij de Hoven van Bone en Goa. 219 Seiring adanya perubahan orientasi politik yang cukup signifikan, Belanda mulai melakukan penyempitan ruang gerak dan perkembangan hukum Islam. Fenomena ini juga bisa dianggap sebagai upaya untuk mengeliminasi perkembangan legislasi dan legalisasi hukum Islam di Indonesia. Perubahan orientasi ini telah mengantarkan satu posisi krisis bagi hukum Islam, dalam arti bahwa keberadaannya dianggap tidak lagi menguntungkan bagi kepentingan politik kolonial Belanda. 220 Posisi syariat Islam tampak strategis ketika Belanda masih menggunakan teori reception in complexu yang digagas Loedewyk Willem Christian Van den Berg, yakni memberlakukan hukum Islam secara penuh terhadap orang Islam karena mereka telah memeluk agama Islam. Dengan kata lain, hukum mengikuti agama yang dianut penduduk. Jika orang memeluk agama Islam, maka hukum Islamlah yang berlaku. 221 Meksipun demikian, hukum jinayah belum menjadi hukum yang berlaku bagi pribumi Muslim. Belanda baru mengakui hukum perdata Islam pernikahan, perceraian, waris, dan wakaf. Politik hukum Belanda masih 217 Warkum Sumitro, ‛ Perkembangan Hukum Islam...‛. 34. Mahsun Fuad, ‚Hukum Islam Indonesia…‛, 51. Lihat pula Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia Yogyakarta: Gama Media, 2001, 59 218 H.J. de Graaf, ‚Islam di Asia Tenggara sampai Abad ke-18‛ dalam Azyumardi Azra ed., Perspektif Islam di Asia Tenggara Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989, 19. 219 Mahsun Fuad, ‚Hukum Islam Indonesia …‛, 50-51. Warkum Sumitro, ‛ Perkembangan Hukum Islam...‛, 34. Lihat pula Cik Hasan Basri, Peradilan Agama di Indonesia Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998, 108. Lihat pula Arso Sosroatmodjo dan Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia Jakarta: Bulan Bintang, 1976, 11-12. 220 Mahsun Fuad, ‚Hukum Islam Indonesia …‛, 52. 221 Warkum Sumitro, ‛Perkembangan Huku m Islam...‛, 37-38. meminggirkan hukum jinayah sebagai bagian dari totalitas pemberlakuan syariat Islam. Posisi yang ”masih setengah hati” ini kemudian berubah setelah Belanda menerapkan sistem hukum berdasarkan golongan masyarakat, yaitu golongan Eropa dan Timur Asing China yang menggunakan hukum Belanda dan penduduk pribumi menggunakan hukum adat. Sistem ini mengakibatkan hukum syariah yang telah diberlakukan sejak masa kerajaan Islam terdesak. 222 Inilah awal periode penerimaan hukum syariah oleh adat yang disebut teori receptie, yang digagas Van Vollenhaven 223 dan Snouck Hurgronje, 224 yakni hukum Islam baru berlaku bila dikehendaki atau diterima oleh hukum adat. Pendapat ini diberi dasar hukumnya dalam Undang-undang Dasar Hindia Belanda yang menjadi pengganti Regeerningsreglement R.R., yang disebut Wet de Staatsinrichting van Nederlands Indie, disingkat Indische Staatregeling IS. Berdasarkan IS yang diundangkan dalam Stbl. 1929:212, hukum Islam dicabut dari lingkungan tata hukum Hindia Belanda. 225 Dengan munculnya teori ini, Belanda cukup punya alasan untuk membentuk komisi yang bertugas meninjau kembali wewenang Peradilan Agama di Jawa dan Madura. Dengan bekal sebuah rekomendasi dari komisi ini, lahirlah Stbl. 1937 No. 116 yang berisi pencabutan wewenang Peradilan Agama untuk menangani masalah waris dan yang lainnya. Perkara-perkara ini kemudian dilimpahkan wewenangnya kepada Landraad, Pengadilan Negeri. 226 Politik hukum Belanda terhadap pemberlakuan syariat Islam di Indonesia, jelas-jelas meminggirkan hukum jinayah sehingga perdebatan yang muncul di masa Belanda lebih banyak pada aspek hukum keluarga yang menjadi wewenang Peradilan Agama. Sikap ini diambil oleh Belanda 222 M.B. Hooker, ‚Southeast Asian Shari’ahs‛, 194. 223 Tentang Van Vollenhaven yang menulis adatrechtpolitiek di Aceh, Minangkabau dan Jawa dapat dibaca Daniel S. Lev, Hukum dan Politik Indonesia; Kesinambungan dan Perubahan, penerjemah Nirwono dan A.E. Priyono, cetakan ketiga Jakarta: LP3ES, 1990, 429. 224 Snouck Hurgronje membedakan Islam dalam istilah ibadah dengan Islam sebagai kekuatan sosial politik. Dalam hal ini, dia membagi maslaah Islam atas tiga kategori, yakni bidang agama murni atau ibadah, bidang social kemasyarakatan dan bidang politik. Dalam bidang agama murni atau ibadah pemerintah kolonial pada dasarnya memberikan kemerdekaan kepada umat Islam untuk melaksnakan ajaran agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda. Dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah memanfaatkan adat kebiasaan yang berlaku dengan menggalakkan rakyat agar mendekati Belanda, bahkan membantu. Dalam bidang ketatanegaraan, pemerintah harus mencegah setiap usaha yang akan membawa rakyat kepada fanatisme dan Pan Islam. Lihat Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, cetakan ketiga Jakarta: LP3ES, 1996, 12. 225 Ismail Sunny, ‚Kedudukan Hukum Islam…‛, 132. 226 A. Qodri Azizy, Eklektisme Hukum Nasional: Kompetesi antara Hukum Islam dan Hukum Umum Yogyakarta: Gama Media, 2002, 155. karena khawatir terhadap Gerakan Pan Islamisme yang sedang gencar diserukan oleh Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh di Mesir. 227 Kekhawatiran ini akan berujung pada kesadaran tentang gerakan kemerdekaan di Indonesia. Itu sebabnya, bukan hanya hukum keluarga yang dibatasi pemberlakuannya, tetapi juga hukum jinayah yang dipinggirkan pemberlakuannya. Di Malaysia, politik hukum kolonial tidak jauh berbeda. Setelah Portugis berkuasa di Melaka, kekuasaan Melaka dipegang oleh Gubernur yang dibantu oleh sebuah Majelis yang terdiri dari Ovidor Hakim Besar, Viador Datuk Bandar, dan Paderi Besar atau wakilnya dan Setiausaha Perang serta Sersan Mayor. Dalam urusan jinayah, hukuman-hukuman yang dijatuhkan oleh Ovidor harus mendapat pengesahan dari Gubernur dan dijalankan dengan perintah Gubernur atau Ovidor. Ahmad Ibrahim tidak dapat memastikan apakah Portugis pernah membawa undang- undang Portugis ke Melaka. Laporan dari Belanda tentang Melaka menyebut banyak undang-undang yang dibuat oleh Portugis. Sayangnya, undang-undang tersebut tidak disebut sehingga tidak jelas informasinya. Pada umumnya, Portugis menyerahkan pengurusan keadilan di kalangan rakyat yang tidak beragama Kristen dan yang berbangsa Asia kepada ketua adat, sedangkan orang-orang Portugis diletakkan di bawah bidang kuasa hakim Portugis. 228 Di masa penjajahan Belanda, peraturan perundang-undangan dikeluarkan oleh kerajaan Belanda dan Batavia Jawa serta badan pelaksana lokal. Sebagai langkah pertama, buku-buku undang-undang dikirim ke Melaka, termasuk beberapa bagian dari Groot Plakkatboek, suatu kumpulan undang-undang yang banyak sekali digunakan di Jawa. Kumpulan undang-undang inilah yang menjadi panduan Mahkamah Keadilan di Melaka. Oleh karena itu, rakyat Melaka menggunakan adat dan undang-undang mereka sendiri, sedangkan bangsa Eropa menggunakan undang-undang Belanda berdasarkan Colonial Statutes. 229 Portugis dan Belanda tidak begitu banyak mengubah Undang- undang dan adat Melayu, bahkan membuat kebijakan untuk memberlakukan Undang-undang Melaka dan adat Melayu. 230 Pada masa kolonialisme Portugis dan Belanda, Malaysia masih dapat memberlakukan Undang-undang Melaka, namun pada masa penguasa kolonial Inggris, situasinya berubah secara signifikan. 227 Catatan kritis tentang PAN Islamisme dan gerakan Tarekat di Cianjur, Cilegon dan Garut dapat dilihat Aqib Suminto, ‚Politik Islam Hindia Belanda …‛, 64-99. 228 Ahmad Mohamed Ibrahim dan Ahilemah Joned, ‚Sistem Undang- undang…‛, 13-15. 229 Ahmad Mohamed Ibrahim dan Ahilemah Joned, ‚Sistem Undang- undang…‛, 15. 230 Khoiruddin Nasution, ‚ Status Wanita di Asia Tenggara…‛, 66. Dalam berbagai perjanjian antara raja-raja Melayu dengan Inggris dinyatakan dengan jelas bahwa raja-raja Melayu menerima semua nasihat Inggris kecuali dalam masalah Islam dan adat. 231 Dalam perjanjian Pangkor 232 misalnya, Inggris berjanji tidak akan ikut campur dalam urusan- urusan yang menyangkut adat dan agama Melayu. 233 Ini berarti bahwa Inggris tidak akan ikut campur dalam urusan agama Islam. Inggris awalnya melakukan pembaharuan administratif dengan jalan pembentukan administrasi pemerintahan modern dan reformasi-reformasi lain. Dalam prakteknya, Inggris mengatur banyak aspek kehidupan pribumi, termasuk urusan agama. Dalam hal undang-undang jinayah, acara jinayah, kontrak, dan tanah, hukum Inggris menggantikan undang-undang Islam dan adat. Akhirnya, undang-undang Islam yang telah beradaptasi dengan adat hanya berlaku dalam hukum keluarga dan waris. 234 Dengan demikian, pernyataan kontraktual untuk tidak campur tangan dalam urusan-urusan kebudayaan dan keagamaan Melayu, terbukti tidak dilakukan. 235 Pada isu administrasi hukum Islam, menurut Husin Muthallib, dalam berbagai cara, penguasa Inggris ikut membantu perkembangan Islam dan Melayu. Pembaruan-pembaruan administratif telah menyebabkan terjadinya koordinasi dan regulasi lembaga-lembaga Muslim, seperti pengumpulan zakat dan wakaf, sistem peradilan Islam, dan prosedur ibadah haji. 236 Luasnya kontrol Inggris atas masalah-masalah Melayu-Muslim, juga berarti bahwa banyak pengaruh syariah Islam pada kehidupan Melayu menjadi terbatasi. Majelis Agama yang dibentuk untuk membantu Sultan dalam menjalankan negaranya, dalam banyak hal, dikendalikan para pejabat Inggris. Ketentuan-ketentuan penting yang mempengaruhi peradilan Islam dan hukum Islam di Malaysia tunduk pada sanksi Inggris, khususnya dengan sepengetahuan dan persetujuan Residen Inggris. Kekuasaan para qad}i dibatasi oleh ketentuan Dekrit Negara yang dipengaruhi Inggris, yang hampir sepenuhnya merupakan replika dari Undang-undang dan Ordonansi Inggris, yang menetapkan hukuman maksimum untuk mereka kenakan. Lebih dari itu, para hakim sipil ketika menjelaskan keputusan-keputusan mereka, cenderung merujuk pada 231 Ahmad Mohamed Ibrahim dan Ahilemah Joned, ‚Sistem Undang- undang…‛, 49. 232 Perjanjian Pangkor merupakan peristiwa yang penting dalam sejarah Tanah Melayu. Ia adalah detik yang menandakan permulaan kekuasaan penjajahan Inggris di Perak dan negeri-negeri Melayu lainnya. Lihat Malaysia Kita: Panduan dan Rujukan Untuk Periksaan Am Kerajaan Selangor: International Law Book Services, 2010, 65. 233 Hussin Mutalib, Islam dan Etnisitas, Perspektif Politik Melayu Jakarta: LP3ES, 1996, 21. 234 Ahmad Mohamed Ibrahim dan Ahilemah Joned, ‚Sistem Undang- undang…‛, 49. 235 Hussin Mutalib, ‚ Islam dan Etnisitas…‛, 22. 236 Hussin Mutalib, ‚ Islam dan Etnisitas…‛, 25. preseden praktik-praktik Undang-undang Inggris ketimbang preseden hukum syariah dan adat. Peradilan-peradilan Islam hanya sebatas memiliki peranan yang sekunder setelah peradilan sipil. 237 Pada kenyataannya, Inggris memperkenalkan dan menerapkan Undang-undang Inggris secara berangsur-angsur yang akhirnya menggantikan Islam, terutama setelah keluarnya Piagam Keadilan 1807 untuk Negara-negara Selat Pulau Pinang, Melaka, dan Singapura. Adapun isi Piagam Keadilan adalah penetapan pengadilan dan hendaknya pengadilan menggunakan Undang-undang Inggris, kecuali mengenai agama Islam dan adat Melayu. Undang-undang Islam yang diberlakukan hanya terbatas pada UU Perkawinan dalam aspek yang sempit. 238 Selama penjajahan Inggris, sistem regulasi terjadi perubahan di mana bentuk dan peraturan lokal yang berhubungan dengan praktek hukum Islam seperti pengadilan syari‟ah tentang perkawinan, perceraian dan kewarisan mengikuti model Inggris. 239 Setelah kedatangan Inggris, undang-undang Islam telah dipinggirkan dan diletakkan di bawah bidang kuasa yang amat terbatasi di dalam enakmen negeri-negeri di bawah undang-undang pentadbiran agama Islam negeri-negeri. Dari aspek bidang kuasa jinayah, hukuman maksimum yang dikenakan di dalam enakmen-enakmen sebelum tahun 1965 hanya menetapkan denda sebanyak RM 5000,00 atau penjara selama tidak lebih dari 4 bulan atau kedua-duanya. 240 Dalam kondisi yang demikian, ruang lingkup hukum jinayah yang diberlakukan semakin sempit dibanding dengan masa kerajaan Islam. Kondisi ini diperparah lagi dengan ketidaksamaan pengaturan jinayah di masing-masing negeri. Sistem perundang-undangan yang digunakan Inggris berbeda-beda di tiap negeri, meski dari aspek struktur dan penyusunannya ada kesamaan. Misalnya saja undang-undang jinayah Islam diperkenalkan dengan istilah “Undang-undang Kesalahan-kesalahan Orang-orang Islam di Selangor, Pahang dan Negeri Sembilan. Pada tahun 1937, undang-undang ini diganti dengan Enakmen Kesalahan-kesalahan Orang-orang Islam, 1937. Di Negeri Sembilan, undang-undang ini dikenal 237 Hussin Mutalib, ‚ Islam dan Etnisitas…‛, 26-27. 238 Khoiruddin Nasution, ‚ Status Wanita di Asia Tenggara…‛, 67-68. 239 Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries, New Delhi: Academy of Law and Religion, 1987, 219. 240 Hukuman ini telah ditingkatkan pada 1965 dengan denda RM 1000,00 atau penjara tidak lebih dari 6 bulan atau kedua-duanya.Perubahan Akta Mahkamah Syariah Bidang Kuasa Jinayah telah dibuat pada 1984 dan setelah itu hukuman yang boleh dijatuhkan oleh Mahkamah Syariah adalah denda RM 5000,00 atau penjara 3 tahun atau 6 kali cambuk atau kombinasi hukuman. Lihat Zulkifli Hasan, ‚Undang-undang Jenayah Islam…‛, 98-99. Arahan Majlis Kesalahan-kesalahan Orang-orang Islam, 1938, di Selangor dengan nama Enakmen Kesalahan-kesalahan Orang-orang Islam, 1938 dan di Perak dengan nama Undang-undang Kesalahan Syara‟, 1939. Adapun di Trengganu diperkenalkan undang-undang kesalahan jinayah melalui beberapa peraturan, yaitu Undang-undang Tegahan Berkhalwat 1342H, Hukuman Kerana Tidak Menunaikan Sembahyang Jumat 1341 H, Nusyuz 1345 H, Hukuman Kerana Tidak Menunaikan Sembahyang Jumat 1353 H dan Perak, aturan Dalam Masa Puasa 1351 H. 241 Melalui enakmen ini, khususnya Negeri-negeri Melayu Bersekutu, undang-undang pidana yang diperkenalkan adalah pelanggaran yang berkaitan dengan tidak menghadiri shalat Jumat di masjid, tidak mengantar anak-anak ke kelas pengajian al- Qur‟an, melarikan wanita, zina dan khlawat, persetubuhan mahram, zina antara dua orang yang telah cerai, pengajaran agama tanpa tauliyah, menjual makanan pada bulan Ramadhan, penerbitan berkaitan dengan ajaran Islam tanpa izin, dan tidak puasa di bulan Ramadhan. Hukuman maksimum yang dikenakan adalah penjara paling lama 5 tahun dalam kasus persetubuhan satu darahperkawinan, atau penjara tidak lebih dari setahun dalam kasus zina dan denda tidak lebih dari RM 5.000,00 kepada pihak laki-laki, sedangkan pihak perempuan dikenakan RM 2.500,00. Hukuman yang paling rendah adalah kesalahan tidak menghadiri shalat Jumat yang dikenakan denda tidak lebih dari RM 500,00. 242 Berdasarkan paparan di atas, penguasa kolonial di Indonesia dan Malaysia, seperti Inggris dan Belanda tidak serta-merta mengganti sistem hukum Islam secara menyeluruh, tetapi secara bertahap memperkenalkan hukum-hukum baru. Proses itu umumnya diawali dengan meminggirkan hukum pidana yang menempati posisi terlemah, 243 dan digantikan hukum pidana versi penjajah. Sementara hukum kekeluargaan dan waris Islam dibiarkan sebagaimana adanya. 244 Politik hukum kolonial Belanda di Indonesia dan Inggris di Malaysia dalam pemberlakuan syariat Islam, terutama hukum jinayah menunjukkan karakter yang membatasi. Pada masa kolonial tidak ada 241 Hamid Jusoh, ‚Perkembangan Undang-undang Jenayah Islam di Malaysia‛ dalam Nazimah Hussin, dkk. eds., Undang-undang Islam: Jenayah, Keterangan, dan Prosedur Kualalumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2007, 34-35. 242 Hamid Jusoh, ‚Perkembangan Undang-undang…‛, 36. 243 Indonesia misalnya mengadopsi seluruh muatan hukum pidana Belanda Ordonantie 6 Mei 1877 No. 85 yang hingga kini belum dirubahb dengan hukum pidana yang sesuai konteks perubahan sosial dan politik bangsa Indonesia. 244 Taufik Adnan Amal dan Samsurizal Panggabean, Politik Syariat Islam dari Indonesia hingga Nigeria Jakarta: Alvabet, 2004, 6-7.