Kehendak Politik Pemerintahan Daerah dalam Pemberlakuan

Kabiro Hukmas Pemerintah Aceh, Hamid Zein, berpandangan Pemerintah Aceh bukan tidak setuju diatur dan ditetapkan Rancangan Qanun Jinayah. Pemerintah Aceh hanya tidak setuju dimasukkanya hukuman rajam menjadi materi kedua rancangan qanun tersebut. 63 Dalam bahasa lain, Hamid Zein berpendapat bahwa pada dasarnya Pemerintah Aceh tidak menolak pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Pemerintah akan menunda pelaksanaan syariat Islam karena dipandang cukup melaksanakan hukuman cambuk. Dalam pandangan Pemerintah Aceh, syariat Islam bukanlah sekadar hukuman itu sendiri. Pelaksanaan syariat Islam mestinya mempertimbangkan persoalan ekonomi. Dalam kasus pencurian, Pemerintah tidaklah adil jika melaksanakan hukum potong tangan, sementara kesejahteraan rakyat belum tercapai. 64 Perubahan kepemimpinan Aceh dari Irwandi Yusuf ke Zaini Abdullah yang diusung Partai Aceh pada awalnya dinilai membawa angin segar bagi gerakan pemberlakuan hukum jinayah. Zaini Abdullah dipandang memiliki orientasi yang kuat dalam pemberlakuan syariat Islam secara kaffah dibandingkan Irwandi Yusuf. 65 Dalam kenyataannya hingga kini, Gubernur Zaini Abdullah masih belum nampak memiliki orientasi yang jelas untuk memberlakukan hukum jinayah di Aceh. Gubernur Aceh yang baru, Tgk. Zaini Abdullah cenderung untuk menunda pemberlakuan h}udud dan kembali kepada konsep sebelumnya untuk tidak memasukkan pasal rajam. Politik yang dimainkan Tgk. Zaini Abdullah sesungguhnya membuktikan bahwa syariat Islam secara kaffah bukanlah cita-cita perjuangan GAM. GAM lebih tertarik dengan perjuangan orang-orang Aceh yang mengelola sendiri pemerintahannya, meskipun terpaksa harus berkompromi di bawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di Malaysia, situasinya berbeda. Sejak Malaysia merdeka, gerakan pemberlakuan syariat Islam secara total termasuk hukum jinayah dilakukan oleh partai politik, yaitu PAS. Masyarakat justru tidak begitu terlihat melakukan perjuangan pemberlakuan syariat Islam. Sistem politik di Malaysia yang tidak begitu bebas seperti di Indonesia memaksa masyarakat tidak banyak melakukan gerakan protes. Itu sebabnya, PAS 63 Wawancara dengan Irwandi Yusuf yang diwartakan Rakyat Merdeka. Lihat ‚Irwandi Yusuf Tak Mau Tandatangani Qanun Jinayat, Senin, 26 Oktober 2009, http:www.rakyatmerdeka.co.idnusantara2009102611029Irwandi-Yusuf-Tak-Mau- Tandatangani-Qanun-Jinayat. 64 Arskal Salim, ‚Politics, Criminal Justice…,‛ 7. 65 Wawancara dengan Tgk. Faisal Ali, Sekjen HUDA pada 15 Nopember 2012 di Banda Aceh. Wawancara dengan Suardi, Wakil Ketua PW Muhammadiyah Aceh pada 16 Nopember 2012 di Banda Aceh sebagai representasi dari partai Islam di Malaysia melakukan perjuangan pemberlakuan hukum jinayah dalam ruang-ruang politik. Sebagaimana telah disebutkan di muka, hukum jinayah yang diberlakukan merujuk pada Enakmen Kanun Jenayah Syariah Negeri Kelantan 1985 yang disahkan pada 26 Maret 1985. Materi yang dimuat dalam Enakmen Kanun Jenayah Syariah ini lebih banyak menyangkut pelanggaran moral, akidah, ibadah dan seksual, yaitu persoalan zina, lesbian, homoseksual, pelacuran, hamil di luar nikah, melarikan istri orang, mucikari, minuman keras, makan di siang hari di bulan Ramadlan, dan penghinaan terhadap undang-undang. Ada dua persoalan yang dihadapi masyarakat dan Pemerintah Kelantan dalam menyikapi Enakmen Kanun Jenayah Syariah Negeri Kelantan 1985. Pertama, hukum jinayah di Kelantan tidak diberlakukan secara total kaffah. Hukum qadhaf, pencurian, perampokan, bughat, murtad tidak diberlakukan. Kedua, hukuman yang diberlakukan di Kelantan tidak sesuai dengan syariat Islam, karena hanya memberlakukan hukuman 3 tahun penjara, RM. 5000,00, dan 6 kali cambuk. Menyadari ketidaklengkapan Enakmen Kanun Jenayah Syariah Negeri Kelantan 1985 dan ketidaksesuaian dengan hukum syariat, Pemerintah Negeri Kelantan pada 1993 di bawah kepemimpinan Nik Abdul Aziz Nikmat menyusun undang-undang baru di Kelantan yang berkaitan dengan hukum pidana secara lengkap, yang disebut Enakmen Kanun Jenayah Syariah II 1993 Negeri Kelantan dan disahkan oleh Dewan Perundang-undangan Negeri Kelantan pada 25 Nopember 1993. Enakmen ini merupakan kodifikasi hukum pidana yang pertama kali dibuat berdasarkan syariah Islam di Negara Bagian Malaysia. Sebagai pedoman hukum acara pelaksanaan Kanun Jenayah Syariah II 1993 Negeri Kelantan disahkan Enakmen Acara Jenayah Syariah Negeri Kelantan Nomor 9 Tahun 1993. Pada awalnya, Pemerintah Negeri Kelantan pada 11 Desember 1991 membentuk Komite Kajian UU Mahkamah Syariah dan Hal Ihwal Islam. Tujuannya adalah untuk membuat Undang-undang yang berkaitan dengan 1 Enakmen Pentadbiran Mahkamah Syariah, Undang-undang Keluarga Islam, Enakmen Acara Jinayah Syariah, Enakmen Acara Sipil, Kanun Jinayah Syariah, dan Enakmen Keterangan Mahkamah Syariah. Komite ini beranggotan 20 orang yang dipimpin Wakil Menteri Besar, Abdul Halim Abdul Rahman. 66 66 Tim Penyelidik, Program PAS Negeri Kelantan 1990 Kota Bharu: Badan Perlindungan PAS Negeri Kelantan, 2000, 13. Di dalam rapat pada 26 April 1992, Abdul Halim Abdurrahman 67 meminta supaya peserta rapat mendiskusikan khusus tentang h}udud dan qis}as} di Kelantan. Barulah dibentuk Komite Khusus yang diketuai Abdul Halim untuk membuat draft Undang-undang Hudud dan Qisas. Anggotanya terdiri dari Tun Mohamad Salleh Abbas Mantan Ketua Hakim Negara Malaysia, M. Daud al-Iraqi, Wakil Mufti, Mohamad Sukhri bin Mohamed, dan Abu Bakar bin Abdullah al-Kutty. Komite Khusus ini diberi tugas untuk merevisi UU No. 166 kemudian diganti menjadi Komite Kuasa Undang-undang Hudud dan Qisas. Posisi Tun Salleh Mohamad adalah sebagai konsultan agar draft sesuai dengan asas pembuatan perundang-undangan karena pengalamannya sebagai Ketua Hakim Negara Malaysia. Beberapa kali rapat dilaksanakan dan juga mengundang Menteri Besar, Nik Abdul Aziz Nik Mat. Studi Banding juga dilaksanakan di Iran, Mesir, dan Mesir. Daud bin Muhamad pergi ke Iran, M. Daud al-Iraqi pergi ke Nigeria, dan Abdul Halim pergi ke Mesir 68 Argumen yang digunakan Komite untuk merevisi Enakmen Kanun Jenayah Syariah Negeri Kelantan 1985 adalah karena hukum jinayah yang dilaksanakan di Malaysia pada umumnya dan Kelantan pada khususnya adalah undang-undang ciptaan manusia al-ahkam al-wad‘iyah dan merupakan warisan penjajah. Kondisi ini berbeda dengan masa sebelum dijajah, Tanah Melayu telah melaksanakan hukum Islam secara keseluruhan. Usaha ini dilakukan untuk mengembalikan hukum Islam agar dapat dilaksanakan di Kelantan. Pihak Komite Kuasa UU 166 berpendapat bahwa terdapat dua hal penting di dalam pelaksanaan undang-undang Islam, yaitu untuk melaksanakan perintah Allah secara total dalam kehidupan manusia dari aspek ibadah hingga pidana dan agar Kelantan mendapat rahmat dan perlindungan dari Allah SWT. 69 Setelah dipastikan keabsahannya, beberapa salinan telah dibuat untuk diantar kepada beberapa pihak yang terdiri dari para akademisi dan tokoh-tokoh agama untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam draf undang-undang tersebut. Setelah menerima usulan, beberapa perbaikan telah dibuat untuk memastikan undang-undang tersebut sempurna dan sesuai dengan kehendak hukum syariat sepenuhnya dan pandangan ulama fikih yang muktabar. Draft undang-undang yang telah direvisi itu dibawa 67 Enakmen ini disiapkan oleh Abdul Halim Abdulrahman Wakil Menteri Besar Kelantan pada waktu itu dan telah disahkan oleh jamaah ulama Majlis Agama Islam dan Sahibul al-Samahah dato Mufti. Lihat Ahmad Mawardi, Kebijakan Politik Nik Abdul Aziz Nik Mat di Kelantan 1990-2008, Paper tidak diterbitkan. 68 Wawancara dengan Abu Bakar bin Abdullah al-Kutty, salah seorang anggota Jawatankuasa Khas yang mempersiapkan Enakmen Kanun Jenayah Syariah II pada 19 Oktokber 2011 di Kota Bharu. 69 Tim Penyelidik, ‚Program PAS Negeri Kelantan …‛, 13. sekali lagi kepada pakar, 70 seperti Prof. Ahmad Ibrahim, Prof. Mahmud Saidun Awang Osman dan beberapa nama lain. 71 Setelah disetujui oleh Komite Hudud dan Qisas dan disiapkan sepenuhnya pada akhir 1992, draft dibawa ke Mufti Kerajaan Negeri Kelantan , Dato‟ Abdullah bin Mat Hassan bersama Wakil Mufti Kelantan, Dato‟ Sukri dan Ketua Mahkamah Syar‟iyyah, Datok Daud bin Muhamad. Setelah itu, draft ini dibahas lagi di Jemaah Ulama 72 dan Majelis Agama Islam Adat Istiadat Melayu Negeri Kelantan. Setelah dibaca dan diperbaiki, Mufti Kerajaan Negeri Kelantan membuat pengesahan dalam salah satu surat pada 17 Januari 1993 kepada Komite Hudud dan Qisas bahwa draft tersebut adalah selaras dan tidak bertentangan dengan hukum Syara‟. 73 Berikut petikan jawaban Mufti Kelantan , Dato‟ Hasbullah bin Mohd. Hassan: “Tuan Setiausaha Khas, Kajian Pindaan Undang-undang 166 Hudud dan Qisas Bahagian Penyelia Ugama Balai Islam Kelantan, Lundang, Kota Bharu. 1 Setelah saya meneliti dan menghalusi serta menyemak semua seksyen- seksyen yang terdapat di dalam deraf undang-undang Enakmen Kanun II Melaksanakan Sistem Jenayah Syariah 1992 yang dikemukakan kepada saya, maka saya berpuas hati bahwa deraf enakmen ini tidak bercanggah dengan hukum syarak. 2 Pihak saya bersetuju supaya diangkat kepada pihak kerajaan untuk dilaksanakan sesuai dengan kehendak kerajaan negeri yang berlandaskan al- Qur‟a dan al-Sunnah. 3 Bersesuaian dengan undang-undang ini dilaksanakan untuk rakyat negeri Kelantan khususnya dan seluruh Malaysia amnya.” 74 Setelah perbincangan terakhir di tingkat Komite disetujui, draf undang-undang ini diajukan ke Ahli Majlis Mesyuarat Negeri EXCO Kerajaan Negeri Kelantan untuk dibawa ke Dewan Undangan Negeri Kelantan dengan tujuan untuk dibahas dan disahkan. 75 Draf undang- undang yang disiapkan ini kemudian disetujui oleh seluruh anggota DPR Dewan Undangan Negeri, termasuk 2 anggota Dewan Undangan Negeri 70 Anual Bakri Haron, dkk., Pindaan Perlembagaan Kelantan Antara Sensasi dan Legitimasi Kelantan: Pustaka Qamar, 2001, 55. 71 Tuan Guru Haji Nik Abdul Aziz Nik Mat, ‚Tekad Bersama Melaksanakan Hududullah‛ dalam Hukum Hudud: Tuntutan Umat dan Tanggungjawab Pemimpin Islam, Sampena 60 Tahun PAS, 1 Oktokber 2011. 72 Wawancara dengan Dato’ Sukri, Mufti Negeri Kelantan pada 18 Oktokber 2011. 73 Anual Bakri Haron, dkk., ‚Pindaan Perlembagaan Kelantan …‛, 55. 74 Surat jawaban Mufti Kelantan, Dato’ Hj. Hasbullah bin Mohd. Hassan pada 17 Januari 1993 75 Wawancara dengan Dato’ Sukri, Mufti Negeri Kelantan pada 18 Oktokber 2011. dari wakil UMNO sebagai partai oposisi di Kelantan. 76 Draft ini kemudian dinamakan Enakmen Kanun Jenayah Syariah II 1993 sebagai revisi dari Enakmen Kanun Jenayah Syariah I 1985 yang tidak mengatur hukuman bagi pelanggaran jinayah sesuai dengan syariat Islam. 77 Enakmen Kanun Jenayah Syariah II ini kemudian diserahkan ke Pemerintahan Federal untuk dimintai persetujuan setelah Sultan Kelantan, Sultan Ismail Petra menyetujuinya. 78 Pembentukan Enakmen Kanun Jenayah Syariah II 1993 Negeri Kelantan sangat dipengaruhi oleh kemenangan PAS di Kelantan pada Pemilu 1990 yang berkoalisi bersama Partai Melayu Semangat 46 S46, dan Partai Barisan Jemaah Islamiah BERJASA. Dari 52 kursi Dewan Undangan Negeri dan parlemen DPR yang diperebutkan, UMNO tidak mendapatkan kursi. 79 Angkatan Perpaduan Ummah berhasil memperoleh 39 kursi dengan rincian PAS memperoleh 24 kursi DUN, Partai Melayu Semangat 46 memperoleh 14 kursi dan Berjasa memperoleh 1 kursi. Kesemua calon BN termasuk Menteri Besar, Tan Sri Haji Mohamed Yacob dan Wakil Menteri Besar Dato‟ Ahmad Rastom Haji Ahmed Maher kalah. 80 Setelah pemerintahan dibentuk di Kelantan, Partai PAS mempunyai kursi mayoritas di Dewan Undangan Negeri dan Ketua Dewan Ulama‟ PAS, Nik Abdul Aziz Nik Mat terpilih sebagai Menteri Besar. Pengundangan Enakmen Jenayah di Kelantan merupakan kebijakan PAS 81 sebagai pemenang Pemilu di Kelantan. Pada Pemilu 1990, PAS berhasil memenangkan Pemilu di Kelantan hingga sekarang. Dengan kata lain, pemberlakuan hukum jinayah di Kelantan lebih banyak dilakukan oleh PAS setelah menang di perhelatan Pemilu. 82 Hal ini sesuai 76 Wawancara dengan Dato’ Sukri, Mufti Negeri Kelantan pada 18 Oktokber 2011 dan Abdurrahman Yusuf, Pengarah Urusetia Penerangan Kerajaan Negeri Kelantan pada 16 Oktokber 2011. 77 Anual Bakri Haron, dkk., ‚Pindaan Perlembagaan Kelantan …‛, 61-63. 78 Wawancara dengan Rossem, Penolong Pengarah Penerbitan Fajar Islam dan Divisi Penerbitan Setiausaha Penerangan Negeri Kelantan pada 13 Oktokber 2011. 79 Mohd Sayuti Omar, Tuanku Ismail Petra Idealisme dan Keprihatinan Kepada Agama, Bangsa, dan Negara Kelantan: Perbadanan Muzium Negeri Kelantan, 1995, 16. 80 Lihat Urusetia Penerangan Kerajaan Negeri Kelantan, Imbasan 20 Tahun Kota Bharu, 2010, 3. 81 Pembahasan secara lengkap dapat dibaca di Hussin Muthalib, Islam dan Etnisitas, Perspektif Politik Melayu Jakarta: LP3ES, 1996, 151-182. 82 PAS berhasil memenangkan Pemilu di Kelantan dan membentuk pemerintahan hingga Pemilu 2008. Di Trengganu, PAS berhasil menang di Pemilu 1999 dan Pemilu 2008. Lihat Syed Serajul Islam, The Politics of Islamic Identity in Southeast Asia Singapura: Thomson, 2004, 123-124. dengan komitmen PAS 83 untuk mengimplementasikan hukum Islam sebagai sistem hukum Malaysia, baik di level negara federal maupun negara bagian. 84 Sesuai Anggaran Dasar PAS, pasal 3 yang dengan jelas meletakkan dasar partai untuk memperjuangkan Islam, yakni memperjuangkan wujudnya di dalam Negara Malaysia sebuah masyarakat, pemerintahan yang terlaksana di dalamnya nilai-nilai hidup Islam dan hukum-hukumnya untuk menggapai keridhaan Allah. Manifesto Pemilu Partai PAS di Negeri Kelantan dengan jelas menggariskan hasrat untuk melaksanakan sistem perundangan yang berdasarkan Al- Qur‟an, Hadis}, Ijma’, Ulama, dan Qiyas. 85 Oleh karena PAS menguasai kursi parlemen di Kelantan dan keinginan semua partai yang tergabung dalam Angkatan Perpaduan Ummah APU untuk menegakkan syariat Islam di dalam pemerintahan, maka ada usaha-usaha untuk mengundangkan hukum jinayah. Dalam praktiknya, hukum jinayah di Kelantan tidak dapat diberlakukan secara efektif, karena bertentangan dengan kebijakan Pemerintahan Federal, yang tidak menghendaki pelaksanaan hukum h}udud . 86 Pemerintahan Federal sejak zaman Mahathir Mohammad hinga sekarang masih menolak pemberlakuan hukum jinayah di Kelantan. Dalam pandangan Menteri Besar Kelantan, Nik Abdul Aziz Nikmat, orang-orang yang menolak, menghina, dan mengabaikan syariat Islam h}udud adalah golongan jahil dan tidak tahu keindahan syariat Islam, meskipun mereka beragama Islam. Nik Aziz optimis jika wajah yang sejatinya dari undang-undang syariah ini dijelaskan, tidak ada suara- suara yang sumbang menolak pelaksanannya. Hukum h}udud ini tidak dilaksanakan oleh orang politik, tetapi hakim yang akan menjatuhkan hukuman setelah menjalani proses yang adil terlebih dahulu. Karena itulah, tidak perlu merasa takut dengan hukum h}udud. Itu sebabnya, Nik Aziz mengharapkan agar tabiat menolak h}udud dapat dijelaskan agar tidak menjadi kebiasaan di kalangan masyarakat. 87 Ia juga yakin bahwa 83 Lihat John L. Esposito dan John O. Voll, Demokrasi di Negara-negara Muslim: Problem dan Prospek, penerjemah Rahmani Astuti Bandung: Mizan, 1999, 188. 84 Peter G. Riddell, ‚Islamization and Partial Shari’a in Malaysia‛, dalam Paul Marshal ed., Radical Islam’s Rules: The Worldwide Spread of Extreme Shari’a Law New York: Freedom House, 2005, 144. 85 Lihat Anggaran Dasar PAS 86 Khamami Zada dan Arif Arofah, Diskursus Politik Islam Jakarta: LSIP, 2003, 130. 87 Tuan Guru Haji Nik Abdul Aziz Nik Mat, ‚Perundangan Islam Utamakan Mencegah Bukan Menghukum‛ dalam Fajar Islam, Bil 44 November-Desember 2011, 7. masyarakat Kelantan, baik Muslim maupun Non-Muslim menerima pemberlakuan hukum jinayah. 88 Wan Nik Wan Yussof, Setiausaha Politik Menteri Besar Kelantan berpendapat bahwa h}udud harus dilaksanakan oleh negara sebagai tanggungjawab pemimpin Islam yang sekarang ini dilakukan dengan terus- menerus memberi penyiaran kepada masyarakat Muslim dan juga Non- Muslim. Karena itulah, Pemerintah Negeri Kelantan setiap tahun menyelenggarakan Hari Hududullah sebagai sarana untuk memberi penerangan kepada masyarakat Kelantan agar mereka mengerti h}udud yang sebenarnya. 89 Ini berarti dalam pandangan Pemerintah Kelantan, hukum jinayah harus dilaksanakan secara total dan segera, tanpa ditunda-tunda lagi karena masyarakat sudah siap dengan pelaksanaan hukum jinayah. Pemerintah Kelantan merasa yakin bahwa hukum jinayah sudah siap dilaksanakan di Kelantan secara total. Pemberlakuan hukum jinayah sudah tidak dapat ditunda-tunda lagi karena sesuai dengan keinginan rakyat Kelantan. Matrik 3. Daftar Perbandingan Kehendak Politik Pemerintah Daerah dalam Pemberlakuan Hukum Jinayah di Aceh dan Kelantan Kehendak Politik Pemerintah Daerah Aceh Kelantan Isi Ada variasi kehendak politik di tiga masa kepemimpinan Aceh Pemerintah Kelantan konsisten menghendaki pemberlakuan hukum jinayah 1. Gubernur Abdullah Puteh memiliki kehendak politik untuk memberlakukan hukum jinayah secara bertahap. 2. Gubernur Irwandi Yusuf tidak memiliki 1. Menteri Besar Nik Abdul Aziz Nikmat 1990-2013 memiliki kehendak politik untuk memberlakukan hukum jinayah secara kaffah 2. Menteri Besar Ahmad bin Yaakob 2013 memiliki 88 Ahmad Fauzi Abdul Hamid, ‚Implementing Islamic Law within a Modern Constitutional Framework: Challenges and Problems in Contemporary Malaysia‛, dalam Islamic Studies, Volume 48, No. 2 Summer 2009, 18. http:www.questia.comlibraryjournal1P3-2035005951implementing-islamic-law-within-a- modern-constitutional diakses 8 September 2013. 89 Wawancara dengan Wan Nik Wan Yussof, Setia Usaha Politik Pemerintah Negeri Kelantan pada 20 Oktokber 2011 di Kota Bharu. kehendak politik untuk memberlakukan hukum jinayah secara luas 3. Gubernur Zaini Abdullah tidak ada kejelasan kehendak politik untuk memberlakukan hukum jinayah secara luas kehendak politik untuk memberlakukan hukum jinayah secara kaffah Bentuk 1. Gubernur Abdullah Puteh 2000-2004 mengesahkan enam 6 PerdaQanun Aceh, yaitu Perda No. 5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam di Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Qanun No. 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syariat Islam, Qanun No. 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam di Bidang Aqidah, Ibadah, dan Syiar Islam, Qanun No. 12 Tahun 2003 tentang Khamar, Qanun No. 13 Tahun 2003 tentang Maisir, Qanun No. 14 Tahun 2003 tentang Khalwat, Qanun No. 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Zakat 2. Gubernur Irwandi Yusuf 2007-2012 mengesahkan Qanun No. 10 Tahun 2007 tentang Baitul Mal. 3. Gubernur Zaini Abdullah 2012-2017 mengesahkan Rancangan Qanun Acara Jinyah Aceh 2013 1. Menteri Besar Nik Abdul Aziz Nikmat mengesahkan Enakmen Kanun Jenayah Syariah II Negeri Kelantan 2. Menteri Besar Ahmad bin Yaakob meneruskan untuk mempertahankan Enakmen Kanun Jenayah Syariah II Negeri Kelantan Faktor yang mempengaruhi 1. Gubernur Abdullah Puteh merespon keinginan rakyat Aceh terutama ulama yang sedang bersemangat untuk melaksanakan syariat Islam setelah diberi otonomi khusus 2. Gubernur Irwandi Yusuf dan Gubernur Zaini Abdullah yang berasal dari GAM tidak memiliki orientasi untuk melaksanakan syariat Islam kaffah Menteri Besar Nik Abdul Aziz Nikmat dan Menteri Besar Ahmad bin Yaakob menjadikan isu hukum jinayah sebagai komoditas politik untuk mendapatkan dukungan dari pemilih Muslim yang mayoritas di Kelantan dalam rangka menghadapi UMNO Hasil Hukum jinayah diberlakukan di Aceh yang terbatas pada khamar, khalwat, maisir, pelanggaran akidah, ibadah, syiar Islam, pelanggaran zakat dan Baitul Mal Hukum jinayah secara kaffah qis}as}, h}udud, dan ta‘zir yang sesuai dengan syariat Islam tidak diberlakukan di Kelantan, tetapi yang diberlakukan adalah hukuman h}udud yang dibatasi tidak lebih dari RM 3.000, 5 tahun penjara, dan 6 kali cambuk Berdasarkan pemaparan di atas, tampak ada perbedaan antara pemberlakuan hukum jinayah di Aceh dan Kelantan. Pemberlakuan hukum jinayah di Aceh adalah bagian dari kebijakan Pemerintah Pusat demi menjaga NKRI yang disetujui oleh masyarakat dan elit Aceh. Sebaliknya, pemberlakuan hukum jinayah di Kelantan adalah kebijakan Pemerintah Kelantan yang ditolak oleh Pemerintahan Federal. C. Respon Partai Politik dalam Pemberlakuan Hukum Jinayah di Aceh dan Kelantan Hukum jinayah sebagai bagian dari syariat Islam merupakan agenda politik yang strategis di masyarakat yang relijius, seperti Aceh dan Kelantan. Karena itulah, hukum jinayah menjadi agenda politik yang menarik bagi pihak-pihak yang memperebutkan kekuasaan di Aceh dan Kelantan. Partai-partai politik, baik partai Islam maupun partai nasionalis menggunakan isu syariat Islam sebagai komoditas politik yang menjanjikan, terutama dalam menggalang dukungan massa. Di Aceh dan Kelantan, terjadi pemilahan kelompok politik dalam menggunakan isu syariat Islam hukum jinayah sebagai agenda politik. Di Aceh, partai politik yang artikulatif menyampaikan respon terhadap pemberlakuan hukum jinayah adalah Partai Aceh yang dilahirkan GAM dan PKS yang berorientasi Islam. Partai-partai lain, seperti PPP dan PAN tidak banyak merespon pemberlakuan hukum jinayah di Aceh. Partai-partai nasionalis, seperti Partai Demokrat, Partai Golkar, dan PDIP juga tidak banyak merespon pemberlakuan hukum jinayah di Aceh. Dalam beberapa bulan setelah Gubernur Zaini Abdullah menjabat, muncul gerakan masyarakat yang mendesak kepada Pemerintah Aceh dan DPRA agar mengesahkan Rancangan Qanun Jinayah Januari-Pebruari 2013. 90 Dalam merespon desakan masyarakat ini, sejumlah politisi Partai Aceh yang menduduki posisi strategis di DPRA, seperti Hasbi Abdullah, Adnan Beuransyah, dan Abdullah Saleh telah menjanjikan Racangan Qanun Jinayat dan Rancangan Qanun Hukum Acara Jinayat segera dibahas di DPRA. Ketua Sementara DPRA Hasbi Abdullah yang juga politisi Partai Aceh menjelaskan bahwa upaya merevisi Rancangan Qanun Jinayah dan Rancangan Qanun Hukum Acara Jinayah menjadi prioritas DPRA 2009- 2014. Pengesahan qanun tersebut oleh DPRA berlangsung lama karena dinilai masih banyak kontroversi. Menurut Hasbi, hampir semua anggota dewan sepakat menolak dan akan merevisi qanun tersebut, terutama poin hukuman rajam. 91 Badan Legislasi DPRA dan Ketua Komisi A DPRA, Adnan Beuransyah Partai Aceh berjanji akan mengupayakan agar Rancangan Qanun Jinayah masuk di Rancangan Qanun prioritas dalam prolegda Aceh 2013. 92 Abdullah Saleh juga berjanji akan berusaha semaksimal mungkin untuk memasukkan kembali Rancangan Qanun Jinayah dalam prioritas legislasi pada 2013. Ia berpendapat, tidak hanya memasukkan Rancangan Qanun Jinayah tersebut untuk disahkan, tetapi juga ada rencana dalam Rancangan Qanun Jinayah ditambah baberapa aturan terkait dengan sanksi bagi yang melakukan tindak pidana korupsi. 93 Anggota DPRA asal Lokshemawe, Nazar Pasee, berpandangan bahwa Partai Aceh tidak menolak hukum rajam masuk dalam Qanun Jinayah selama telah menjadi aspirasi seluruh masyarakat Aceh, karena dalam pelaksanaan hukuman rajam pun dilakukan secara ketat, sehingga 90 Pada Januari-Pebruari 2013 muncul gerakan aksi yang dimotori ormas-ormas Islam, seperti BKPRMI, IMM, KAMMI, dan FPI, yang menuntut pengesahan Rancangan Qanun Jinayah. 91 http:www.acehkita.comberitarevisi-qanun-jinayah-prioritas-dpr 92 Atjehpost.com, 20 Februari 2013, diakses 20 Pebruari 2013. 93 The Globe Journal, 13 Februari 2013 diakses 20 Pebruari 2013. tidak perlu ditakutkan tentang kekhawatiran pelaksanaan hukuman rajam. Partai Aceh juga tidak mau memprioritaskan isu syariat Islam sebagai komoditas politiknya, karena baginya yang lebih prioritas adalah kesejahteraan rakyat Aceh. Apalagi di dalam adat istiadat Aceh, melekat syariat Islam sehingga rakyat Aceh sudah lama memberlakukan syariat Islam. 94 Sebagaimana diketahui agenda politik GAM adalah mendapatkan hak penguasaan negara secara hukum dan politik, meskipun merelakan tidak mendapatkan kemerdekaan Aceh. Sesuai dengan perundingan Helsinski, tidak ada kesepakatan antara RI dengan GAM untuk memberlakukan syariat Islam karena syariat Islam bukan agenda politik GAM. Jalan kompromi yang didapatkan GAM ini berbeda dengan DITII Daud Beureueh. Aceh di bawah kepemimpinan GAM berhasil mendapatkan kekuasaan politik secara penuh. Di Pemilukada yang pertama kali diikuti GAM, Irwandi Yusuf, bekas juru runding GAM berhasil menduduki pimpinan puncak Aceh menjadi Gubernur Aceh bersama pimpinan SIRA, Muhammad Nazaruddin. Di Pemilu pertamanya, Partai Aceh, partai resmi mantan GAM berhasil memenangi perolehan kursi di Aceh. Tidak jauh berbeda dengan GAM, agenda syariat Islam sesungguhnya bukan menjadi agenda utama Partai Aceh. Berbeda dengan DITII pimpinan Daud Beureueh, yang tidak sekadar memiliki agenda politik menjadikan Aceh sebagai daerah mandiri yang tidak berada di bawah Sumatera Utara, Partai Aceh hanya mengagendakan kemenangan politik di DPRA dan Pemerintah Aceh untuk mengontrol dan mengendalikan kekuasaan secara penuh, baik di eksekutif maupun di legislatif. Itu sebabnya dalam isu-isu pemberlakuan syariat Islam, seperti pembahasan Rancangan Qanun Jinayah Aceh 2009, Partai Aceh tidak begitu nyaring suaranya, baik menolak maupun mendukung. Sikap politik ini diambil oleh Partai Aceh karena tidaklah mungkin di Aceh, ada sekelompok organisasi atau partai politik yang menolak pemberlakuan syariat Islam. Menurut Amir Helmi, Wakil Ketua DPRA dari Partai Demokrat, formalisasi hukum jinayah di Aceh memiliki nuansa politik ketika partai- partai Islam mengusulkan hukuman rajam masuk dalam pembahasan di DPRA, terutama untuk mendapatkan simpati politik dari masyarakat Islam. Amir Helmi juga menyayangkan solusi Aceh dengan formalisasi syariat Islam, yang masuk dalam ranah hukum jinayah. Pada periode 2009 94 Wawancara dengan Nazar Pasee, anggota DPRA Periode 2009-2014 perwakilan Partai Aceh pada 15 Nopember 2012 di Banda Aceh. hingga sekarang 2013 di mana Partai Aceh menjadi pemenang Pemilu di Aceh, pembahasan Rancangan Qanun Jinayah tidak menjadi prioritas. 95 Dalam kenyataannya, partai-partai politik di Aceh tidak berani menunjukkan sikap penolakan terhadap pemberlakuan hukum jinayah di Aceh karena akan mudah dituduh sebagai anti Islam. Partai-partai politik akan mengambil sikap “diam” atau “mendiamkan” wacana pemberlakuan hukum jinayah. Arus mainstream akan dilihat dalam mengambil sikap dalam soal pemberlakuan hukum jinayah. Kepentingan politik akan menjadi panglima dalam menanggapi isu ini. Tidak hanya politisi Partai Aceh yang merespon gerakan pemberlakuan hukum jinayah di Aceh. Partai Keadilan Sejahtera PKS mengharapkan Rancangan Qanun Jinayah dan Rancangan Qanun Hukum Acara Jinayah masuk dalam Program Legislasi Prolegda Dewan Perwakilan Rakyat Aceh 2013. Menurut Ketua PKS Aceh, Ghufran Zainal Abidin, tanpa ada aturan tentang hukum acara jinayah, penerapan syariat Islam selama ini mengalami kendala, karena aturan hukumnya belum jelas. Jika Qanun Hukum Acara Jinayah disahkan, penegak hukum dapat melaksanakan semua proses hukum syariat tanpa harus menggunakan KUHAP Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana. Ghufran menyarankan supaya pasal-pasal yang menjadi polemik dalam Rancangan Qanun Jinayah yang pernah disahkan DPRA sebelumnya dan belum ditandatangani gubenur, dibahas kembali supaya ada jalan keluar. 96 Menurut Ketua PKS Banda Aceh, Subhan M. Isa, Rancangan Qanun Jinayah dan Rancangan Qanun Acara Jinayah semestinya masuk dalam Prolegda 2013 karena sudah jelas-jelas menjadi aspirasi masyarakat Aceh dan juga menjadi perintah UU Pemerintahan Aceh, karena dalam UUPA terdapat perintah penerapan syariat Islam. Dia juga mengatakan bahwa Qanun Jinayah menjadi penting agar mekanisme pelaksanaan hukum jinayah di Aceh jelas dan ada kepastian. Dia mengkhawatirkan adanya aksi masyarakat yang akan melakukan tindakan sendiri dalam pelaksanaan hukuman, yang terkadang justru tidak baik bagi image penerapan syariat Islam. 97 Ditambahkan oleh Anggota DPRA dari fraksi PKS lainnya, Mohariadi bahwa DPRA dan eksekutif rencananya akan membahas ulang Qanun Jinayah. Hal ini dilakukan untuk mencari kesepahaman bersama 95 Wawancara dengan Amir Helmi, Wakil Ketua DPRA dari Partai Demokrat di Banda Aceh, 18 Juni 2012. 96 Subhan M. Isa adalah Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Kota DPRK Banda Aceh. Lihat Atjeh.com, 8 Januari 2013 diakses 20 Pebruari 2013. 97 Atjeh.com, 13 Februari 2013. dalam membangun syariat Islam di Aceh. 98 Memperkuat pendapat di atas, anggota Komisi X Fraksi PKS DPR RI Raihan Iskandar mengatakan qanun yang mengatur jinayah sudah sepatutnya diberlakukan di Aceh sebagai langkah menegakkan syariat Islam. Ia menilai pemerintah daerah masih kurang serius melaksanakan qanun di Aceh. 99 Kembali maraknya isu Raqanun Jinayah di Aceh menjelang akhir periode DPRA sesungguhnya mengulang sejarah pembahasan Raqan Jinayah di periode yang lalu. Ini menunjukkan bahwa kepentingan politik di balik Rancangan Qanun Jinayah di Aceh begitu besar. Elit-elit politik Islam, seperti PKS yang di periode 2004-2009 mengusulkan hukuman rajam dalam pembahasan Rancangan Qanun Jinayah kembali bergeliat merespon hangatnya isu pembahasan Rancangan Qanun Jinayah di awal 2013. Tampak PKS di Aceh ingin merebut simpati rakyat Aceh dengan mendukung gerakan rakyat yang menginginkan pengesahan Rancangan Qanun Jinayah. Sebaliknya, Partai Aceh tidak menolak tuntutan pengesahan Rancangan Qanun Jinayah. Partai Aceh di DPRA hanya menjanjikan akan membahas Rancangan Qanun Jinayah. Hal ini sesungguhnya menampilkan konsistensi Partai Aceh yang memprioritaskan pengesahan Rancangan Qanun Jinayah karena syariat Islam bukan menjadi agenda utama perjuangan mereka. Partai Aceh juga tidak mau dipandang sebagai partai anti-syariah, sehingga tidak menunjukkan penolakan pengesahan Rancangan Qanun Jinayah. Di Kelantan, syariat Islam sebagai komoditas politik begitu sengit diperdebatkan dalam kasus h}udud. Dalam konteks ini, terjadi perdebatan antara koalisi pemerintah Barisan Nasional dan koalisi oposisi Pakatan Rakyat. Partai-partai politik yang memperdebatkan persoalan h}udud di Kelantan adalah partai koalisi oposisi Pakatan Rakyat PAS, PKR, dan DAP dan partai pemerintah Barisan Nasional UMNO, MCA, dan Gerakan. Kelompok oposisi yang tergabung dalam Pakatan Rakyat masih terjadi perbedaan pendapat. DAP, PKR, dan PAS sebagai koalisi oposisi di Malaysia dihadapkan pada persoalan serius untuk mempertahankan koalisinya, ketika PAS bersikukuh memberlakukan hukum jinayah. Pada 29 September 2011, PKR telah mengambil pendirian untuk mempertahankan segala dasar yang telah disetujui bersama di samping menghormati perbedaan ideologi DAP, PKR, dan PAS. Majelis Pimpinan 98 http:admin.atjehpost.comread2012070614046031DPRA-dan-Eksekutif- Akan-Bahas-Ulang-Qanun-Jinayah, 06 Juli 2012. 99 http:www1.atjehpost.comread20120429769855Qanun-Jinayah-Sudah- Sepatutnya-Diberlakukan-Di-Aceh diakses20 Pebruari 2013. Pakatan Rakyat yang dipimpin Anwar Ibrahim, Lim Kit Siang dan Tuan Guru Abdul Hadi Awang sepakat mempertahankan dasar-dasar yang telah disepakati bersama dan menghormati perbedaan ideologi setiap partai dalam Pakatan Rakyat, termasuk pendirian PAS untuk memberlakukan h}udud. Kesepakatan ini merupakan respon terhadap usaha UMNO- Barisan Nasional untuk memecah belah Pakatan Rakyat melalui isu h}udud. Menurut Presiden PAS, Abdul Hadi Awang, PAS tidak akan sekali-kali memaksa golongan Non-Muslim untuk menerima undang- undang syariah, terutama pelaksanaan h}udud . 100 PAS memandang Pemerintah Negeri Kelantan memiliki hak untuk membuat Enakmen Kanun Jenayah Syariah. Karena rakyat Kelantan mayoritas telah memilih PAS atas dasar Islam, maka sudah seharusnya rakyat Kelantan diberi hak untuk melaksanakan Enakmen Kanun Jenayah Syariah II 1993. Jika ada kelompok yang menghalangi, berarti bertentangan dengan semangat demokrasi yang telah disepakati bersama. 101 Anggota Dewan Undangan Negeri Kelantan dari PAS yang mewakili Ayer Lanas Kelantan, Hasan Mahmood berpendapat bahwa h}udud adalah batasan-batasan syariat yang telah ditentukan oleh Allah agar manusia tidak melanggar batasan tersebut. Orang-orang yang melampaui batasan ini akan dihukum sesuai dengan apa yang terkandung dalam al- Qur‟an, hadits, ijma’ dan qiyas. Pelaksanaan h}udud di Kelantan hanya untuk orang Islam saja, sedangkan bagi Non-Muslim diberi pilihan apakah menggunakan h}udud atau memilih hukum konvensional. Pelaksanaan h}udud adalah untuk memperlihatkan keadilan Islam sehingga masyarakat merasa nikmat di dalam naungan Islam sebagai agama yang adil dan sempurna yang pada gilirannya mereka akan memilih hukum Islam untuk dilaksanakan. Ia menyayangkan, terlalu banyak kesamaran dan kekeliruan pihak-pihak tertentu mengenai hukum Islam karena mereka hanya mengetahui hukum potong tangan dan rajam, tanpa mengetahui proses hukuman potong tangan dalam Islam. 102 Ini pula yang ditegaskan oleh Hasan Mahmood bahwa h}udud harus dilaksanakan di Kelantan karena sejak zaman kerajaan Islam, h}udud sudah dijalankan yang membawa suasana di Kelantan berubah menjadi baik. 103 100 Sinar Harian 2 Oktokber 2011 101 Lihat Pendirian PAS mengenai h}udud, yang ditandatangai Tuan Ibrahim Tuan Man, Ketua Penerangan PAS pada 20 September 2011 102 Hasil pengamatan Sidang Dewan Undangan Negeri yang membahas Program dan Budget Pemerintah Negeri Kelantan pada 19 Oktokber 2011. 103 Hasil pengamatan Sidang Dewan Undangan Negeri yang membahas Program dan Budget Pemerintah Negeri Kelantan pada 19 Oktokber 2011. Dalam pandangan UMNO yang diwakili Perdana Menteri Malaysia Tun Najib Razak, undang-undang berasaskan hukum h}udud tidak akan dilaksanakan di Malaysia karena realitas masyarakat Malaysia yang majemuk. Najib menyatakan bahwa pemerintah telah mengambil maqas}id al-shari’ah, yaitu tujuan yang sebenarnya untuk menyelesaikan permasalahan rakyat, agar senantiasa aman dan sejahtera. 104 Mahathir Mohamad, mantan Perdana Menteri Malaysia yang sejak dulu menolak pemberlakuan h}udud di Kelantan juga bersuara lagi. Mahathir mengkritik Pemerintah Negeri Kelantan yang selalu mendesakkan pelaksanaan undang-undang Islam, tetapi pada saat yang sama menjadikan Kelantan sebagai negeri yang paling tinggi terjangkit HIV sejak 2008. 105 Chua Soi Lek, Ketua MCA secara jelas menentang h}udud karena bukan lagi waktunya untuk melaksanakan undang-undang h}udud di Malaysia yang penduduknya berbeda-beda agama. MCA akan keluar dari Barisan Nasional jika UMNO menyetujui pelaksanaan h}udud di Kelantan, meskipun ia memahami bahwa orang Islam dalam UMNO menerima h}udud . 106 Partai koalisi pemerintah lainnya, Gerakan melalui Timbalan Gerakan, Dato‟ Chang Ko Youn, menyatakan bahwa Gerakan menolak usaha melaksanakan h}udud atau undang-undang teokratik apa pun dengan struktur asas persekutuan dan perlembagaan karena Malaysia adalah bukan negara Islam, meskipun mayoritas berpenduduk Muslim. Gerakan juga mengancam bahwa kerjasama politik dengan UMNO tidak dapat dipertahankan dan mungkin berakhir jika hasrat melaksanakan h}udud dilaksanakan. 107 Tampak tarik-menarik yang begitu kuat antara UMNO dan PAS dan di tubuh koalisi Pakatan Rakyat PAS, PKR, dan DAP yang berbeda ideologi telah menjadikan isu h}udud di Kelantan sebagai komoditas politik yang signifikan. PAS dapat memainkan isu h}udud untuk menarik simpati Muslim yang menginginkan pemberlakuan syariat Islam secara kaffah . Sebaliknya, UMNO juga menggunakan isu h}udud untuk memojokkan PAS yang dipandang tidak mengerti pluralitas masyarakat Malaysia, yang didominasi oleh tiga etnis besar dengan afinitas keagamaan yang berbeda; Melayu Islam, Cina Budha, dan India Hindu. UMNO hendak menarik dukungan dari kelompok Cina dan India dalam Barisan Nasional. PAS juga memiliki kelemahan dalam menjaga koalisisnya ketika menggunakan isu h}udud karena DAP akan merespon yang berbeda. 104 Lihat http:wwwmalaysiakini.comnews176760 diakses pada 24 September 2011 105 The Malaysian Insider, 21 September 2011 . 106 http:wwwmalaysiakini.comnews176631 diakses pada 25 September 2011. 107 http:wwwmalaysiakini.comnews176631 diakses pada 25 September 2011. Matrik 4. Daftar Perbandingan Respon Partai Politik Pemberlakuan Hukum Jinayah di Aceh dan Kelantan Respon Aceh Kelantan Partai Politik 1. PKS mendorong pembahasan Raqanun Jinayah Aceh dalam Sidang DPRA 2. Partai Aceh dan Demokrat tidak tegas merespon pembahasan Raqanun Jinayah Aceh. Akan tetapi, Partai Aceh dan Demokrat tidak menolak pemberlakuan syariat Islam 1. PAS menyuarakan pemberlakuan hukum jinayah ke ruang publik dan koalisi Pakaan Rakyat DAP dan PKR berkomitmen untuk memahami pendirian PAS tentang h}udud 2. UMNO bersama Barisan Nasional MCA dan Gerakan menolak pemberlakuan hukum jinayah ruang publik Berdasarkan pemaparan di atas, partai politik Islam di Aceh, seperti PKS merespon pemberlakuan hukum jinayah dengan menampilkan cara pandang yang menyetujui dan bahkan berjanji untuk membahas Rancangan Qanun Jinayah Aceh dalam Sidang DPRA. Partai Aceh dan Partai Demokrat tidak menolak pemberlakuan hukum jinayah di Aceh, tetapi mereka tidak jelas sikapnya dalam merespon usaha pengesahan Rancangan Qanun Jinayah Aceh dalam Sidang DPRA. Di Kelantan, partai koalisi pemerintah Barisan Nasional, UMNO, MCA, dan Gerakan tetap konsisten menolak pemberlakuan hukum jinayah di Kelantan. Sebaliknya, PAS tetap konsisten memperjuangkan pemberlakuan hukum jinayah di Kelantan. Partai koalisi oposisi lainnya DAP, dan PKR menghormati pendirian PAS yang berjuang untuk memberlakukan hukum jinayah di Kelantan.

D. Respon Masyarakat terhadap Pemberlakuan Hukum Jinayah di

Aceh dan Kelantan Pemberlakuan hukum jinayah di Aceh dan Kelantan tidak dapat dilepaskan dari respon masyarakat yang beragam dari masyarakat Aceh dan Kelantan. Kelas sosial dan stratifikasi sosial, 108 yang terdiri dari kelompok elit dan kelompok grassroot di Aceh dan Kelantan telah 108 Penjelasan tentang kelas sosial dan stratifikasi sosial dapat dilacak pada Gordon Marshal ed., Oxford Concise Dictionary of Sosiology Oxford dan New York: Oxford University Press, 1994, 56 dan 512. memainkan peran yang signifikan dalam memberikan respon terhadap pemberlakuan hukum jinayah. Terdapat respon pro dan kontra di masyarakat terhadap pemberlakuan hukum jinayah di Aceh dan Kelantan. Secara umum, perdebatan yang muncul dalam pemberlakuan syariat Islam di Aceh terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok yang pro terhadap pemberlakuan syariat Islam dan kelompok yang kontra terhadap pemberlakuan syariat Islam. Kelompok yang menginginkan pemberlakuan syariat Islam, termasuk hukum jinayah di Aceh mendasarkan argumennya pada ketaatan dan kepatuhan terhadap ajaran agama. Sebaliknya, kelompok yang menolak pemberlakuan syariat Islam mengambil argumen bahwa qanun jinayah bertentangan dengan hak asasi manusia dan hukum posistif di Indonesia serta menitikberatkan pada semangat menghukum yang kejam. Ditambahkan lagi bahwa masyarakat Aceh sudah sejak lama melaksanakan syariat Islam sehingga tidak memerlukan qanun-qanun syariat. 109 Masyarakat yang menginginkan pemberlakuan hukum jinayah dapat dikelompokkan dalam kelompok elit yang berbasis pesantrendayah, intelektual Islam, ulama MPU, dan ormas Islam. Sebaliknya, masyarakat grassroot yang bukan dari kalangan dayahpesantren tampak abai dalam diskursus pemberlakuan hukum jinayah di Aceh. Yang diinginkan kelompok grassroot setelah konflik selesai adalah tercapainya kesejahteraan. Itu sebabnya, masyarakat grassroot Aceh sekarang ini menikmati hidup damai dengan sibuk memperjuangkan kesejahteraan. Masyarakat grassroot juga tidak bisa secara terang-terangan menolak pemberlakuan hukum jinayah di Aceh karena bagi mereka syariat Islam telah menjadi isu yang sulit untuk ditolak. Jika mereka menolak, maka keislaman mereka akan mudah diragukan. 110 Dalam pandangan aktivis LSM di Aceh, Iqbal Farabi, masyarakat Aceh sesungguhnya tidak perduli dengan pemberlakuan syariat Islam karena pada dasarnya, masyarakat Aceh secara kultural telah melaksanakan syariat Islam. Setelah syariat Islam diformalkan, baru menjadi masalah karena pemberlakuannya lebih didorong oleh kelompok-kelompok elit yang memiliki akses dengan kekuasaan, sedangkan masyarakat tidak begitu 109 Ramli, Merajam Dalil Syariat BandaAceh: Bandar Publishing, 2010, 56- 57.Wawancara dengan Ridwan Qari, Kepala Bidang Urusan Agama Islam Kanwil Kementerian Agama RI Aceh 13 Nopember 2012. 110 Wawancara dengan Sopir Taksi dan Pedagang Kaki Lima di Banda Aceh 18 Juni 2012. memperhatikan pemberlakuan h}udud dan juga ta’zir karena bagi mereka itu bukan prioritas hidup. Masyarakat juga tidak bisa menolak secara lugas dan tegas, karena akan mudah dituduh sebagai “kafir”, suatu stigma yang mudah ditimpakan kepada kelompok-kelompok yang tidak setuju dengan formalisasi hukum jinayah. 111 Masyarakat tampaknya belum siap dengan pemberlakuan hukum jinayah di Aceh karena pengetahuan mereka berbeda-beda tentang syariat Islam. 112 Sosialisasi tentang hukum jinayah kepada masyarakat masih belum optimal menjangkau lapisan-lapisan masyarakat yang paling bawah. Masyarakat grassroot juga pasif dalam perjuangan pemberlakuan hukum jinayah di Aceh. Tingkat kepasifan masyarakat dibuktikan dari sepinya aksi tuntutan pemberlakuan hukum jinayah. Masyarakat cenderung diam dalam merespon pemberlakuan hukum jinayah. Suara aktif perjuangan pemberlakuan hukum jinayah justru diperlihatkan Dinas Syariat Islam, yang mengkoordinasikan untuk mengajukan Rancangan Qanun Jinayah yang di-back up oleh para ulama, yang berasal dari Majelis Permusyawaratan Ulama dan dayah pesantren dan cendekiawan Muslim dari kampus IAIN Ar-Raniry dan Unsyiah. Ketidakaktifan masyarakat dalam memperjuangkan Qanun Jinayah sesungguhnya merupakan karakter rakyat Aceh yang tidak biasa dengan unjuk rasademonstrasi. Rakyat Aceh akan langsung menyampaikan aspirasinya, tanpa perlu melakukan unjuk rasa. 113 Di Aceh, diskursus pemberlakuan hukum jinayah tidak banyak menyentuh kepentingan grassroot, tetapi lebih dititikberatkan pada diskursus politik yang melibatkan kemauan penguasa daerah dan para elit masyarakat dalam pemberlakuan hukum jinayah. Perbincangan publik tentang hukum jinayah belum tampak nyata dalam kehidupan keseharian masyarakat. Mereka lebih banyak memperbincangkan pelaksanaan syariat Islam yang telah ada, seperti khamar, maisir, khalwat, busana muslim, dan pelanggaran akidah. Hal ini berbeda dengan di Kelantan. Masyarakat Kelantan dalam merespon diskursus pemberlakuan hukum jinayah berada dalam satu 111 Wawancara dengan Iqbal Farabi, Aktivis LSM di Banda Aceh, 18 Juni 2012.Wawancara dengan Sopir Taksi Banda Aceh, 18 Juni 2012. 112 Wawancara dengan Bustami Usman, Ketua Kesbangpolinmas Pemerintah Aceh pada 19 Juni 2012 di Banda Aceh 113 Wawancara dengan Suardi Saidi, Wakil Ketua PW Muhammadiyah Aceh pada 16 Nopember 2012 di Banda Aceh pandangan yang sama. Kelompok elit dan kelompok grassroot berada pada barisan yang sama, yakni memahami hukum jinayah dan siap melaksanakannya. Kelompok elit yang diwakili ulama, politisi, pemerintah beserta masyarakat grassroot siap melaksanakan hukum jinayah. 114 Kelompok elit dan grassroot memiliki kesadaran yang kuat untuk memperjuangkan pemberlakuan hukum jinayah di Kelantan. Kenyataan sosial masyarakat Kelantan yang relijius dengan afinitas politik kepada PAS, membuat masyarakat Kelantan selalu memperjuangkan pemberlakuan hukum jinayah. Hampir tidak ditemukan masyarakat Muslim yang menolak pemberlakuan hukum jinayah di Kelantan. Mereka sudah sejak lama siap melaksanakan syariat Islam secara total. Mufti Kelantan , Dato‟ Mohamad Sukhri menyatakan bahwa syariat Islam adalah hukum Allah yang harus dilaksanakan. H}udud di Kelantan yang telah diundangkan sejak 1993 mestinya sudah dapat diberlakukan di Kelantan. Sebelum dilaksanakan, Pemerintah Kelantan seharusnya mempersiapkan perangkat-perangkat yang dibutuhkan dalam melaksanakan h}udud. Dato‟ Mohamad Sukhri memandang Pemerintah Kelantan belum mempersiapkan perangkat-perangkat tersebut karena terkendala oleh kewenangan Pemerintah Kelantan yang tidak memiliki otoritas di lembaga penegak hukum, seperti kepolisian. 115 Ketua Hakim Syar‟i Kelantan, Dato‟ Daud bin Muhammad memandang bahwa Pemerintah Kelantan sudah seharusnya melaksanakan h}udud setelah diundangkan Enakmen Kanun Jenyah Syariah II 1993 meskipun Pemerintahan Federal menolak. Hingga kini, Pemerintah Kelantan tidak berani melaksanakan. Dato‟ Daud bin Muhammad kemudian mengkritik Pemerintah Kelantan yang tidak serius melaksanakan h}udud di Kelantan. 116 Justru penolakan terhadap pemberlakuan hukum jinayah di Kelantan datang dari lawan politik PAS, yaitu UMNO. Dengan tegas UMNO menolak pemberlakuan hukum jinayah. Dalam Sidang Dewan 114 Sejumlah wawancara di Kelantan, seperti Wan Nik Wan Yussof, Setia Usaha Politik Pemerintah Negeri Kelantan pada 20 Oktokber 2011 di Kota Bharu, Wawancara denga Mufti Kelantan, Dato’ Mohamad Sukhri pada 18 Oktokber 2011 di Kota Bharu. Wawancara dengan Ketua Hakim Syar’i Kelantan, Dato’ Daud bin Muhammad pada 20 Oktokber 2011 di Kota Bharu.Wawancara dengan Ahli DUN Kelantan Anggota DPRD Kelantan, Abdullah Yacoob, pada 19 Oktokber 2011 di Kota Bharu. Wawancara dengan Sopir Taksi dan Pedagang 20 Oktokber 2011 di Kota Bharu. 115 Wawancara dengan Mufti Kelantan, Dato’ Mohamad Sukhri pada 18 Oktokber 2011 di Kota Bharu. 116 Wawancara dengan Ketua Hakim Syar’i Kelantan, Dato’ Daud bin Muhammad pada 20 Oktokber 2011 di Kota Bharu. Undangan Negeri yang membahas Program dan Budget Pemerintah Negeri Kelantan pada 19 Oktokber 2011 terjadi perdebatan yang tajam antara kubu PAS, Hasan Mahmood dan kubu UMNO, Nazollah dalam menyikapi perjuangan pemberlakuan hukum jinayah di Kelantan. Pihak PAS selalu menyaurakan pemberlakuan hukum jinayah, sedang pihak UMNO selalu menentang pemberlakuan hukum jinayah di Kelantan. 117 Dengan demikian, masyarakat Kelantan tidak terbelah secara tajam dalam merespon pemberlakuan hukum jinayah. Ada kepentingan bersama yang diyakini oleh orang-orang yang menginginkan pemberlakuan syariat Islam, yang pada gilirannya mewujud dalam gerakan masyarakat, baik yang dilakukan dalam jalur struktural maupun dalam jalur kultural. Totalitas pemberlakuan hukum jinayah di Aceh dan Kelantan juga mengundang perdebatan di kalangan masyarakat. Ada kelompok yang menginginkan pemberlakuan hukum jinayah secara total dan ada kelompok yang menginginkan pemberlakuan hukum jinayah secara bertahap. Msyarakat Aceh dan Kelantan berbeda dalam merespon totalitas pemberlakuan hukum jinayah. Di Aceh, pemberlakuan hukum jinayah tidak diperjuangkan secara totalistik. H}udud, qis}as}, dan ta’zir yang menjadi inti hukum jinayah tidak diperjuangkan untuk diberlakukan totalistik. Ada tahapan yang sistematis dalam memberlakukan hukum jinayah di Aceh agar totalitas pemberlakuan hukum jinayah dapat tercapai. Tahap awal pemberlakuan hukum jinayah Di Aceh lebih dititikberatkan pada hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah, syiar, dan moralitaskesusilaan,seperti busana muslimmuslimah, shalat Jum‟at, puasa Ramadhan, maisir, khalwat, dan khamar beserta pelanggaran terhadap aturan ibadah, akidah, dan syiar Islam. Tahap berikutnya masuk pada wilayah pelanggaran seksual, yaitu tentang liwat}, ikhtilat}, musah}aqah, qadhaf, perkosaan, dan pelecehan seksual. Karena itulah, hukum jinayah yang diberlakukan di Aceh saat ini sesungguhnya berada pada level yang terbatas, karena hanya satu materi h}udud yang diberlakukan, yaitu khamar dan ta‘zir, seperti khalwat, maisir, pelanggaran pada aspek aqidah, ibadah, syiar Islam, dan zakat. Aspek h}udud yang mengatur qadhaf, zina, pencurian, perampokan, murtad, dan bughat belum menjadi prioritas. Q is}as} dan diyat yang menjadi bagian penting dalam hukum jinayah tidak diberlakukan di Aceh. Tahapan pemberlakuan hukum jinayah yang terjadi di Aceh telah menjadi cara pandang kelompok-kelompok Islam yang berasal dari 117 Pengamatan Sidang Dewan Undangan Negeri yang membahas Program dan Budget Pemerintah Negeri Kelantan pada 19 Oktokber 2011 kampus dan dekat dengan Pemerintah Aceh, seperti Alyasa‟ Abu Bakar, 118 Rusydi Ali Muhammad, 119 dan Muslim Ibrahim. 120 Mereka menginginkan pemberlakuan hukum jinayah secara bertahap. Kelompok ini memandang bahwa strategi pemberlakuan hukum jinayah dilekatkan kepada penguasa sehingga sangat tergantung pada keinginan Pemerintah Aceh. Apalagi mereka inilah yang terlibat mempersiapkan draft Rancangan Qanun Jinayah versi Pemerintah Aceh. Dalam pandangan Alyasa‟ Abu Bakar, setelah pelaksanaan syariat Islam telah berjalan dalam kerangka aqidah, ibadah, dan syiar Islam, diupayakan pelaksanaan syariat Islam dalam bidang jinayah secara bertahap. Langkah yang dilakukan adalah perumusan qanun di bidang pidana materil dan formil yang dipilah menjadi empat bidang, yaitu: Pertama, peraturan yang berkaitan dengan perlindungan moral yang meliputi larangan minuman khamar, perjudian, zina dan perkosaan. Pada bidang ini sudah disusun tiga qanun, yaitu Qanun No. 12 Tentang Larangan Khamar dan sejenisnya, Qanun No. 13 Tahun 2003 Tentang Larangan Maisir, Qanun No. 14 Tahun 2003 tentang Larangan Tentang Khalwat. Kedua, peraturan yang berkaitan dengan perlindungan harta kekayaan yang meliputi pencurian, penggelapan, penipuan, perampokanperampasan dan pengrusakan barang milik orang lain, termasuk di dalamnya perbuatan penadahan. Bidang yang kedua ini telah berhasil disusun Rancangan Qanun Jinayah yang sampai sekarang belum diberlakukan karena Gubernur Aceh belum menyetujuinya. Ketiga, peraturan yang berkaitan dengan perlindungan nyawa manusia, yaitu tentang larangan pembunuhan dan penganiayaan atau perlukaan. Pada bidang ini, belum disusun Qanun yang berisi tentang qis}as}. Keempat, peraturan mengenai hukum acara pidana secara khusus sesuai dengan kebutuhan di Aceh karena adanya pelaksanaan hukum pidana syariat. 121 Pada bidang ini telah berhasil disusun Rancangan Qanun Hukum Acara Jinayah. Dalam pandangan Ketua MPU Aceh, Muslim Ibrahim, pelaksanaan syariat Islam di Aceh dilaksanakan secara bertahap. Setelah 3 Qanun berhasil disahkan, lalu bertahap mengajukan Qanun Jinayah, meskipun bukan jinayah lengkap karena pembunuhan belum masuk di 118 Alyasa’ Abubakar, Penerapan Syariat Islam di Aceh: Upaya Penyusunan Fiqih dalam Negara Bangsa, Aceh: Dinas Syariat Islam Provinsi NAD, 2008, 53-56. 119 Wawancara dengan Rusydi Ali Muhammad, Kepala Dinas Syariat Islam Pemerintah Aceh pada 14 Nopember 2012 di Banda Aceh. 120 Wawancara dengan Muslim Ibrahim, Ketua Umum MPU NAD, tanggal 21 September 2010 di Banda Aceh. 121 Alyasa Abubakar, ‚ Penerapan Syariat Islam…‛, 53-56 dalamnya. Setelah ditolak oleh Gubernur, para ulama masih berharap yang ditolak dikeluarkan dulu dan diterapkan yang sudah diterima oleh Gubernur. Bagi ulama, hukum jinayah tidak harus semuanya diberlakukan terlebih dulu, tapi dilakukan secara bertahap. 122 Di luar kelompok elit yang berasal dari cendekiwan kampus, terdapat pula suara-suara dari organisasi massa Islam yang berpengaruh di Aceh, seperti dayah pesantren, Himpunan Ulama Dayah Aceh HUDA, Majelis Ulama Nanggore Aceh Darussalam MUNA, Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah yang memiliki kecenderungan untuk memberlakukan hukum jinayah secara bertahap. Pada kondisi sekarang, tampak mayoritas masyarakat Aceh menginginkan pemberlakuan hukum jinayah secara bertahap. Tentu saja strategi ini dirancang untuk mencapai cita-cita ideal memberlakukan qis}as}, h}udud qisas, dan ta‘zir di Aceh. Teungku Faisal Ali, Sekjen Himpunan Ulama Dayah Aceh HUDA yang juga menjabat sebagai Ketua PWNU Aceh menjelaskan bahwa dayahpesantren di Aceh menginginkan pemberlakuan hukum jinayah secara bertahap, bukan stagnan seperti yang sekarang ini berjalan. Pengesahan Rancangan Qanun Jinayah yang memasukkan pasal rajam pada tahun 2009 sesungguhnya tidak mencerminkan keinginan masyarakat Aceh. Inilah yang mengakibatkan pemberlakuan hukum jinayah di Aceh selama satu dekade ini berjalan di tempat. 123 Setelah Zaini Abdullah terpilih menjadi Gubernur Aceh, ia mengunjungi Abu Panton, ulama kharismatik, Ketua HUDA di Aceh dan diberi nasehat untuk memberlakukan hukum jinayah secara bertahap agar tidak berjalan stagnan. 124 Demikian ini pula yang dinyatakan Ketua Majelis Ulama Nanggroe Aceh MUNA Kota Banda Aceh, Teungku Abdul Aziz, bahwa pemberlakuan syariat Islam, seperti hukum jinayah tidak dapat dilakukan langsung keseluruhannya. Pemberlakuan hukum jinayah dilakukan secara bertahap karena masyarakat Islam perlu diberikan pemahaman tentang syariat Islam secara memadai. 125 Suardi Saidi, Wakil Ketua PW Muhammadiyah Aceh pun menegaskan bahwa syariat Islam secara komprehensif mesti diberlakukan di Aceh, tetapi tidak dapat dilaksanakan sekaligus. Strateginya dilakukan 122 Wawancara dengan Muslim Ibrahim, Ketua Umum MPU NAD, tanggal 21 September 2010 di Banda Aceh. 123 Wawancara dengan Teungku Faisal Ali, Sekjen HUDA dan Ketua PWNU Aceh pada 15 Nopember 2012 di Banda Aceh. 124 Wawancara dengan Teungku Faisal Ali, Sekjen HUDA dan Ketua PWNU Aceh pada 15 Nopember 2012 di Banda Aceh. 125 Wawancara dengan Teungku Abdul Aziz di Banda Aceh pada 22 Nopember 2012