Respon Masyarakat terhadap Pemberlakuan Hukum Jinayah di

dalamnya. Setelah ditolak oleh Gubernur, para ulama masih berharap yang ditolak dikeluarkan dulu dan diterapkan yang sudah diterima oleh Gubernur. Bagi ulama, hukum jinayah tidak harus semuanya diberlakukan terlebih dulu, tapi dilakukan secara bertahap. 122 Di luar kelompok elit yang berasal dari cendekiwan kampus, terdapat pula suara-suara dari organisasi massa Islam yang berpengaruh di Aceh, seperti dayah pesantren, Himpunan Ulama Dayah Aceh HUDA, Majelis Ulama Nanggore Aceh Darussalam MUNA, Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah yang memiliki kecenderungan untuk memberlakukan hukum jinayah secara bertahap. Pada kondisi sekarang, tampak mayoritas masyarakat Aceh menginginkan pemberlakuan hukum jinayah secara bertahap. Tentu saja strategi ini dirancang untuk mencapai cita-cita ideal memberlakukan qis}as}, h}udud qisas, dan ta‘zir di Aceh. Teungku Faisal Ali, Sekjen Himpunan Ulama Dayah Aceh HUDA yang juga menjabat sebagai Ketua PWNU Aceh menjelaskan bahwa dayahpesantren di Aceh menginginkan pemberlakuan hukum jinayah secara bertahap, bukan stagnan seperti yang sekarang ini berjalan. Pengesahan Rancangan Qanun Jinayah yang memasukkan pasal rajam pada tahun 2009 sesungguhnya tidak mencerminkan keinginan masyarakat Aceh. Inilah yang mengakibatkan pemberlakuan hukum jinayah di Aceh selama satu dekade ini berjalan di tempat. 123 Setelah Zaini Abdullah terpilih menjadi Gubernur Aceh, ia mengunjungi Abu Panton, ulama kharismatik, Ketua HUDA di Aceh dan diberi nasehat untuk memberlakukan hukum jinayah secara bertahap agar tidak berjalan stagnan. 124 Demikian ini pula yang dinyatakan Ketua Majelis Ulama Nanggroe Aceh MUNA Kota Banda Aceh, Teungku Abdul Aziz, bahwa pemberlakuan syariat Islam, seperti hukum jinayah tidak dapat dilakukan langsung keseluruhannya. Pemberlakuan hukum jinayah dilakukan secara bertahap karena masyarakat Islam perlu diberikan pemahaman tentang syariat Islam secara memadai. 125 Suardi Saidi, Wakil Ketua PW Muhammadiyah Aceh pun menegaskan bahwa syariat Islam secara komprehensif mesti diberlakukan di Aceh, tetapi tidak dapat dilaksanakan sekaligus. Strateginya dilakukan 122 Wawancara dengan Muslim Ibrahim, Ketua Umum MPU NAD, tanggal 21 September 2010 di Banda Aceh. 123 Wawancara dengan Teungku Faisal Ali, Sekjen HUDA dan Ketua PWNU Aceh pada 15 Nopember 2012 di Banda Aceh. 124 Wawancara dengan Teungku Faisal Ali, Sekjen HUDA dan Ketua PWNU Aceh pada 15 Nopember 2012 di Banda Aceh. 125 Wawancara dengan Teungku Abdul Aziz di Banda Aceh pada 22 Nopember 2012 secara bertahap, karena jika diberlakukan sekaligus, pemerintah dan masyarakat tidak siap dengan totalitas syariat Islam. Pemberlakuan syariat Islam secara total adalah cita-cita ideal masyarakat Muslim Aceh, tetapi sekarang ini dilaksanakan secara bertahap. Ia menegaskan bahwa qanun- qanun yang sekarang ada, tidak lah cukup menjangkau syariat Islam secara komprehensif, karena bagian inti dari syariat Islam, yaitu hukum jinayah belum diberlakukan. Ia berpendirian, penerapan syariat Islam dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan kesiapan masyarakat Aceh. 126 Di Kelantan berbeda cara pandangnya dengan Aceh. Pemerintah Negeri Kelantan yang sejak 1990 hingga 2013 dipimpin oleh Nik Abdul Aziz Nik Mat, sejak awal memperjuangkan pemberlakuan hukum jinayah h}udud secara total dan segera di Kelantan. Dalam pandangannya, h}udud merupakan undang-undang Allah Swt yang wajib dilaksanakan sebagaimana fard}u melaksanakan shalat, puasa, dan zakat. 127 H}udud bukan sekadar hukuman cambuk dan potong tangan yang dijatuhkan atas pelaku jinayah terhadap kesalahan-kesalahan seperti mencuri, berzina dan minum arak saja, tetapi lebih luas lagi, yaitu mencakup semua batasan syariat yang telah ditetapkan Allah Swt. Mufti Kerajaan Negeri Kelantan . Dato‟ Mohamad Sukhri berpandangan bahwa h}udud secara total di Kelantan dapat dilaksanakan, tetapi perlu menyelesaikan beberapa persoalan penting, terutama Konstitusi dan Akta Mahkamah Syariyyah 1985 yang memberi kewenangan Mahkamah Syar‟iyyah untuk menjatuhkan hukuman 3 tahun penjara, RM 5.000,00 dan 6 kali cambuk. Padahal, hukuman yang terdapat dalam Enakmen Kanun Jenayah Syariah II 1993 berbeda dengan kewenangan Mahkamah Syar‟iyyah. Ini berarti perlu mengamandemen Konstitusi dan Akta Mahkamah Syar‟iyyah 1985. Sayangnya, untuk mengamandemen Perlembagaan dan Akta Mahkamah Syar‟iyyah diperlukan 23 kursi parlemen. Jika seluruh anggota parlemen bersatu untuk mengamandemen Perlembagaan dan Akta Mahkamah Syar‟iyyah tidak akan cukup kursi karena harus melibatkan Non-Muslim di parlemen. Inilah tantangannya dalam melaksanakan h}udud di Kelantan. 128 Tantangan berikutnya adalah Pemerintah Negeri Kelantan perlu menata kelembagaan yang melaksanakan h}udud karena polisi dan penjara menjadi kewenangan Pemerintahan Federal, sehingga polisi tidak akan 126 Wawancara dengan Suardi Saidi, Wakil Ketua PW Muhammadiyah Aceh pada 16 Nopember 2012 di Banda Aceh 127 Tuan Guru Haji Nik Abdul Aziz Nik Mat, ‚Tekad Bersama Melaksanakan Hududullah‛ dalam Hukum Hudud: Tuntutan Umat dan Tanggungjawab Pemimpin Islam, Sampena 60 Tahun PAS, 1 Oktokber 2011. 128 Wawancara denga Dato’ Sukri pada 18 Oktokber 2011 di Kota Bharu bisa menangkap pelaku kejahatan h}udud dan dituntut ke Mahkamah Syar‟iyyah serta dimasukkan ke penjara karena kewenangan kepolisian dan penjara berada di Pemerintahan Federal. 129 Menurut Ketua Hakim Syar‟i, Dato‟ Daud bin Muhammad, sudah sepatutnya Pemerintah Negeri Kelantan melaksanakan h}udud secara total karena Enakmen Jenayah Syariah II 1993 telah disahkan oleh Dewan Undangan Negeri Kelantan dan mendapatkan persetujuan dari Sultan Kelantan. Bukan hanya itu, masyarakat Kelantan juga telah menerima hukum h}udud. Sayangnya, Pemerintah Negeri Kelantan tidak serius untuk melaksanakan h}udud karena yang dilaksanakan hanyalah pewacanaan h}udud dalam Hari Hududullah saja. 130 Ormas yang dibentuk PAS, Dewan Himpunan Penyokong PAS yang dulunya bernama Kelab Penyokong PAS setelah bergerak selama enam tahun justru menolak pemberlakuan h}udud di Kelantan. Ketua Dewan Himpunan Penyokong PAS, Hu Pang Chow mengancam akan keluar dari PAS secara beramai-ramai seandainya pimpinan PAS tidak mau mengalah dan ngotot memperjuangkan h}udud . Sejatinya, ia menginginkan pimpinan PAS memberi perhatian kepada masalah lain sebelum memikirkan untuk melaksanakan h}udud. Di beberapa negara bagian di Malaysia yang telah dikunjunginya, Non-Muslim menolak pelaksanaan h}udud . Menurutnya, Pemerintah PAS di Kelantan sebaiknya mencontoh Pulau Pinang yang berhasil menurunkan indeks kejahatan pidana hingga 36 persen setelah mengambil alih pemerintahan negeri dari Barisan Nasional. Itulah yang pimpinan PAS perlu lakukan, bukan tergesa-gesa melaksanakan h}udud yang masih banyak orang tidak paham. Pimpinan PAS terlebih dahulu memperbaiki kehidupan ekonomi masyarakat dengan meningkatkan peluang kerja. 131 Ironisnya, pandangan Hu Pang Chow justru dibantah wakilnya dari etnik India, N Balasubramaniam yang menyatakan tidak takut pelaksanaan h}udud karena hukumannya untuk orang-orang yang berbuat salah yang beragama Islam, bukan untuk Non-Muslim. Menurutnya, Kelantan patut diberi peluang untuk melaksanakan h}udud . Jika sudah berhasil, bisa diterapkan di negara bagian lainnya. 132 Perbedaan yang nyata antara Aceh dan Kelantan dalam soal totalitas pemberlakuan hukum jinayah jelas sekali. Di Aceh, pemberlakuan 129 Wawancara denga Mufti Kelantan, Dato’ Mohamad Sukhri pada 18 Oktokber 2011 di Kota Bharu 130 Wawancara dengan Ketua Hakim Syar’i Kelantan, Dato’ Daud bin Muhammad pada 20 Oktokber 2011 di Kota Bharu. 131 Sinar Harian, 10 Oktokber 2011 132 Sinar Harian, 10 Oktokber 2011 hukum jinayah memiliki tahapan-tahapan. Aspek-aspek kontroversial, seperti perbuatan zina yang dihukum rajam, pencurian yang dihukum potong tangan, dan pembunuhan yang dihukum qis}as} tidak diinginkan untuk diberlakukan. Kecenderungan elit agama dan masyarakat menghindar dari pengaturan hukuman controversial, seperti rajam, potong tangan, dan qis}as}. Ketiga hukuman inilah yang masih memerlukan pemahaman yang komprehensif dari masyarakat karena hukuman rajam, potong tangan, dan qis}as} masih menjadi perdebatan serius di masyarakat Aceh. Sebaliknya, gagasan pemberlakuan hukum jinayah di Kelantan tidak dilakukan secara bertahap. Totalitas pemberlakuan hukum jinayah di Kelantan hampir tidak ditemukan perdebatan yang panjang. Masyarakat Muslim Kelantan telah memiliki kesadaran untuk memberlakukan hukum jinayah secara total. Hukuman rajam, potong tangan, dan qis}as tidak menjadi perdebatan serius di masyarakat karena mereka telah siap memberlakukan hukum jinayah secara total. Dalam kaitannya dengan pemberlakuan hukum jinayah, Non- Muslim di Aceh dan Kelantan menduduki posisi yang dilematis. Jika mereka menolak syariat Islam, mereka adalah kelompok minoritas yang tidak memiliki kekuatan politik yang kuat. Jika mereka menerima, mereka khawatir diperlakukan tidak adil oleh penguasa Muslim yang memberlakukan syariat Islam. Posisi dilematis ini biasanya muncul dalam setiap pemberlakuan syariat Islam di wilayah yang mejemuk, seperti Aceh dan Kelantan. Penerapan syariat Islam di Aceh pada awalnya sempat menjadi kekhawatiran warga Non-Muslim. Di awal pelaksanaan syariat Islam di Aceh, ada ketakutan dari kelompok Non-Muslim. Mereka khawatir akan diusir dari tanah Aceh, wajib berjilbab, akan dipotong tangan jika mencuri, dipaksa masuk Islam, dan sebagainya. 133 Hal ini terungkap dalam surat dari Majelis Permusyawaratan Gereja MPG Aceh, 16 Januari 2002 yang ditujukan kepada Gubernur Aceh, yang berisi agar pemerintah netral dan memperhatikan kaum minoritas, menghindari bentuk kekerasan dan penjajahan penguasa atas nama agama. 134 133 Sjafrilsyah, ‚Persepsi dan Perilaku Masyaraka Non-Muslim terhadap Pelaksanaan Undang-undang Syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam‛, dalam Syamsul Rijal, dkk., Dinamika dan Problematika Penerapan Syariat Islam Banda Aceh: Dinas Syariat Islam Aceh, 2011, 148.. 134 Abidin Nurdin, ‚Syariat Islam dan Kaum Minoritas‛ dalam Abidin Nurdin, Syariat Islam dan Isu-isu Kontemporer Banda Aceh: Dinas Syariat Islam Aceh, 2011, 129- 130. Kekhawatiran ini muncul karena belum jelasnya konsep pemberlakuan syariat Islam di masa-masa perumusan. Di awal-awal perdebatan publik, masih terlintas lontaran pemikiran yang menghendaki pemberlakuan syariat Islam untuk seluruh penduduk Aceh, tak terkecuali Non-Muslim. 135 Inilah kekhawatiran kelompok minoritas Non-Muslim di Aceh terhadap pemberlakuan syariat Islam. Pada awalnya, sejumlah Non-Muslim merasakan pelaksanaan syariat Islam yang menegangkan. Mereka merasa tidak nyaman dengan edaran wajib berbusana muslimah dan razia jilbab. Anak-anak yang bersekolah di sekolah umum merasa dikucilkan oleh teman-teman mereka yang semua berbusana mulimah. Mereka juga merasa sulit untuk membaur dengan masyarakat Aceh yang mayoritas beragama Islam. 136 Dalam perkembangannya, masyarakat Non-Muslim dapat menerima pemberlakuan hukum jinayah di Aceh karena qanun-qanun syariat tidak dikenakan kepada mereka. Ketua Majelis Permusyawaratan Gereja Banda Aceh, Pdt. Sandino tidak merasakan sesuatu yang berat dari pemberlakuan syariat Islam seperti hukum jinayah, karena syariat Islam diberlakukan untuk umat Islam. 137 Sementara Wakil Katolik Banda Aceh, Baron Pandiangan menyatakan, umat Katolik tidak mendapatkan masalah dengan pemberlakuan syariat Islam. 138 Justru Suryasani Walubi Aceh merasa heran dengan perdebatan pemberlakuan syariat Islam di Aceh. Sebagai warga Non-Muslim yang sejak lama tinggal di Aceh, dirinya merasa bebas menjalankan ibadatnya, termasuk cara berpakaian yang leluasa tanpa ada paksanaan untuk mengenakan kerudung. Secara umum, warga Aceh justru bersikap toleran terhadap keberadaan non-Muslim. 139 Dalam komunitas etnis Cina di Aceh yang pada umumnya beragama Budha, Kristen, dan Konghuchu, ada yang menginginkan penerapan syariat Islam kepada dirinya. Sebagai contoh, seorang warga Cina, Lusiana Liu alias Young Ma 47 tahun beragama Budha di Kelurahan Keramat Dalam, Sigli, Pidie terbukti bersalah secara hukum karena menjual minuman keras jenis Wisky merk Globe Horse. Yong Ma sebenarnya tidak dikenakan pelanggaran Qanun Nomor 12 Tahun 2003 135 Sjafrilsyah, ‚Persepsi dan Prilaku Masyaraka Non-Muslim…‛, 148. 136 Sjafrilsyah, ‚Persepsi dan Perilaku Masyarakat Non-Muslim…‛, 153-54. 137 Wawancara dengan Pdt Sandino, PGI Propinsi Aceh pada 18 Oktokber 2010 di Banda Aceh 138 Wawancara dengan Baron Pandiangan, KWI Propinsi Acehpada 18 Oktokber 2010 di Banda Aceh 139 Wawancara dengan Suryasani, Wakil Walubi Propinsi Aceh pada 18 Oktokber 2010 di Banda Aceh Tentang Larangan Khamar karena ia tidak beragama Islam, tetapi ia memilih untuk diselesaikan di depan Mahkamah Syar‟iyyah. 140 Kasus lainnya terjadi pada Non-Muslim, yakni enam orang sopir truk melakukan perjudian di Banda Aceh, 2 orang beragama Islam dan 4 orang beragama non-Muslim. Setelah ditangkap polisi, 4 orang Non- Muslim memohon kepada aparat penegak hukum untuk disidangkan di Mahkamah Syar‟iyyah, Hakim Mahkamah Syar‟iyyah menolak permohonan mereka dan melimpahkan perkara mereka di Pengadilan Negeri Banda Aceh. 141 Di Kelantan, pluralitas masyarakatnya tidak sama dengan di Aceh. Di Kelantan, ada empat etnis besar, yaitu Melayu, Cina, India, dan Siam. Keempat etnis ini memiliki afinitas agama yang berbeda-beda. Orang Melayu beragama Islam, orang Cina umumnya beragama Budha, orang India beragama Hindu, dan orang Siam beragama Budha. Selain empat etnis tersebut, ada penduduk asli, yang disebut “orang asal”. Mereka hidup di pedalaman. Non-Muslim di Kelantan yang terdiri dari Cina, India, dan Siam memiliki pandangan bahwa syariat Islam adalah hukum Tuhan yang mesti dilaksanakan oleh umat Islam. Tharuman, orang India yang bekerja di Urusetia Kerajaan Kelantan berpandangan bahwa syariat Islam tidak boleh ditolak karena syariat Islam telah diturunkan oleh Tuhan. Dalam pandangannya, undang-undang Islam dan politik tak terpisahkan. Untuk membendung kesalahan jinayah, Tuhanlah yang tahu, sedangkan Undang- undang buatan manusia tidak memberi pengaruh yang signifikan. Undang- undang Hudud berfungsi untuk membendung kesalahan jinayah. Di dalam agama Hindu juga terdapat hukum yang sangat keras terhadap kesalahan jinayah, yaitu dalam hukum Manudidi Sattem, seperti kesalahan membunuh dihukum dengan diinjak gajah. Sebagai orang Hindu, Tharuman sangat setuju dengan pemberlakuan h}udud di Kelantan. Orang-orang semestinya tidak perlu takut dengan h}udud karena orang yang tidak bersalah, tak perlu takut dengan h}udud . Orang Hindu di Kelantan mendukung pemberlakuan h}udud di Kelantan. Dukungannya diwujudkan dengan melakukan 140 Kasus ini terjadi pada 7 Agustus 2008 ketika polisi bersama beberapa para saksi menemukan 15 Wisky di rumah Young Ma. Sebelumna Young Ma membeli minuman memabukkan dengan cara memesan ke Medan sejumlah 24 botol, sebagian sudah dijual dan sisanya 15 botol yang ditemukan polisi. Kasus ini diproses dan diputuskan di Mahkamah Syar’iyyah Syar’iyyah pada 10 Nopember 2008. Dengan hukuman penjara 4 bulan. Periksa Putusan Mahkamah Syar’iyyah Sigli No. 02JN2008Msy.SGI. Lihat Abidin Nurdin, ‚Syariat Islam dan Kaum Minoritas…‛, 157. 141 Serambi Indoensia, 21 Juni 2011. penerangan kepada orang Hindu tentang hukum h}udud dalam Islam. 142 Persatuan Keturunan India Kelantan memberi gelar kepada Nik Abdul Azis Nik Mat dengan gelar “Mahatma Kelantan”, suatu gelar yang diambil dari Mahatma Gandhi karena jasanya kepada negeri yang tidak membeda- bedakan agama dan etnik. Masyarakat Hindu pun hingga kini tidak ada yang menolak pemberian gelar ini. 143 Menurut Tharuman, sebelum 1980, orang Hindu di Kelantan susah melaksanakan ibadah. Mereka terpaksa berjalan hingga 20 km ke Tumpat. Pada saat itu, permohonan untuk mendirikan kuil di Kelantan tidak dihiraukan oleh pemerintah Negara Bagian yang dipimpin Barisan Nasional. Baru setelah Pemilu 1990 dan PAS menang, Nik Abdul Aziz Nik Mat sesuai dengan janji kampanyenya, mengizinkan pendirian kuil untuk ibadah orang Hindu di Kota Bharu 2 tingkat. 144 Menurut Lim Guan Seng, orang Kelantan yang beragama Budha, syariat adalah ibadah kepada Tuhan, seperti shalat dan puasa di bulan Ramadhan yang wajib dilaksanakan oleh umat Islam. Menurutnya, orang Cina di Kelantan tidak takut dengan pemberlakuan h}udud karena h}udud adalah menghukum orang yang bersalah. Justru orang Cina takut dengan orang yang berbuat salah. Orang-orang Cina di Kelantan mendukung pemberlakuan h}udud di Kelantan. Bentuk dukungannya dilakukan dalam bentuk memberi penjelasan kepada orang-orang Cina tentang h}udud . 145 Yang disayangkan Jeff Lee Chuang adalah partai politik yang mewadahi orang Cina, MCA seringkali menakut-nakuti orang Cina bahwa dengan h}udud akan banyak tangan dipotong. MCA menggunakan isu h}udud sebagai alat politik agar orang-orang Cina tidak mendukung PAS. Partai politik yang mewadahi orang Cina lainnya, DAP 146 berkoalisi dengan PAS dan setuju dengan pemberlakuan h}udud di Kelantan. 147 Selama 23 tahun dipimpin PAS, orang Cina merasakan bahwa pemerintah Nik Abdul Aziz Nik Mat tidak membeda-bedakan agama minoritas. Non-Muslim diberi kebebasan untuk melaksanakan kebudayaan dan agamanya, seperti Perayaan Hari Raya Tahun Baru Cina, Perayaan 142 Orang Hindu di Kelantan yang berjumlah sekitar sepuluh ribu jiwa tidak semuanya mendukung h}udud, tetapi mereka juga tidak menolak terang-terangan. 143 Wawancara dengan Tharuman, orang Hindu India di Kota Bharu, Kelantan pada 13 Oktokber 2011 144 Wawancara dengan Tharuman, orang Hindu India di Kota Bharu, Kelantan tanggal 13 Oktokber 2011 145 Wawancara dengan Lim Guan Seng, orang Cina-Budha di Kota Bharu, Kelantan tanggal 13 Oktokber 2011 146 DAP tidak memperoleh kursi DUN di Kelantan. 147 Wawancara dengan Jeff Lee Chuang, orang Cina-Budha di Kota Bharu, Kelantan tanggal 13 Oktokber 2011. Tok Kong, Pesta Tangklung.Tempat ibadah Budha pun banyak berdiri di Kelantan. Menurut Chew Pei Ha Budha, hukum h}udud dapat dilaksanakan di Kelantan hanya untuk orang Islam, bukan untuk Non-Muslim. Ia pun menambahkan bahwa ada persoalan serius dalam melaksanakan h}udud di Kelantan menyangkut kasus pelanggaran h}udud yang melibatkan Non- Muslim. Sesuai janji Menteri Besar, Nik Abdul Aziz Nik Mat, Non- Muslim yang terlibat dalam pelanggaran h}udud bersama Muslim tidak dapat dihukum dengan hukum h}udud . Inilah yang terlebih dahulu diselesaikan oleh Pemerintah Negeri Kelantan. 148 Kesamaan respon dari kalangan non-Muslim di Aceh dan Kelantan yang menerima pemberlakuan hukum jinayah sesungguhnya dapat dilacak dari dua faktor, yaitu substansi hukum jinayah yang diberlakukan dan posisi mereka sebagai minoritas di tengah mayoritas Muslim yang menguasai aspek sejarah, sosial, dan politik di Aceh dan Kelantan. Matrik 5. Daftar Perbandingan Respon Masyarakat dalam Pemberlakuan Hukum Jinayah di Aceh dan Kelantan Respon Aceh Kelantan Respon Masyarakat Muslim Masyarakat Muslim grassroot kalangan bawah tidak banyak mendiskusikan Raqanun Jinayah Aceh, sedangkan elit Muslim ulama MPU, ulama dayah, dan akademisi mendorong Raqanun Jinayah Aceh yang telah direvisi dibahas di DPRA Masyarakat Muslim, baik grassroot kalangan bawah maupun elit Muslim telah siap memberlakukan hukum jinayah Respon Masyarakat Non-Muslim Masyarakat Non-Muslim pada awalnya khawatir hukum jinayah diberlakukan kepada mereka, tetapi setelah melihat pelaksanaannya, mereka tidak lagi khawatir karena ternyata tidak diberlakukan kepada mereka Masyarakat Non-Muslim telah mengetahui bahwa hukum jinayah tidak diberlakukan kepada mereka sehingga mereka tidak menolak 148 Wawancara dengan Chew Pei Ha, orang beragama Buddha, pada 20 Oktokber 2011 di Kota Bharu. Dari aspek substansi materi hukum jinayah jelas sekali bahwa mereka dapat menerima pemberlakuan hukum jinayah karena hukum yang diberlakukan tidak dikenakan kepada mereka. Mereka tidak khawatir terhadap substansi materi hukum yang diberlakukan. Berbeda jika hukum jinayah yang diberlakukan juga dikenakan kepada Non-Muslim, maka arus penolakan akan mudah tersebar. Dari aspek posisi mereka sebagai minoritas, maka sesungguhnya mereka sedang memainkan posisi yang sulit untuk menolak pemberlakuan hukum jinayah. Tekanan yang lebih besar dari kelompok mayoritas akan mudah dialamatkan kepada mereka, jika mereka lantang menyuarakan penolakan pemberlakuan hukum jinayah. Jalan kompromi dan aman justru diperlihatkan masyarakat Non- Muslim di Aceh dan Kelantan dalam merespon pemberlakuan hukum jinayah di Aceh dan Kelantan. E. Mobilisasi Perjuangan Perluasan Pemberlakuan Hukum Jinayah di Aceh dan Kelantan Perjuangan pemberlakuan hukum jinayah di Aceh dan Kelantan dilakukan dengan mobilisasi. Pemberlakuan hukum jinayah di Aceh dan Kelantan dilakukan dengan memobilisasi struktur negara pemerintah dan legislatif karena kedua institusi inilah yang memiliki kewenangan melegislasi taqnin al-shari’ah al-islamiyah . 149 Di luar lembaga negara ini, mobilisasi juga dilakukan terhadap kelompok-kelompok strategis, seperti ulama, kaum intelektual Muslim, dayah, dan ormas Islam. Dengan mobilisasi sumberdaya yang begitu komprehensif inilah, kelompok- kelompok masyarakat melakukan sejumlah gerakan dalam bentuk pressure group kelompok penekan. Mobilisasi yang terjadi Aceh dan Kelantan tampak berbeda. Struktur utama yang dimobilisasi untuk memberlakukan hukum jinayah di Aceh adalah Pemerintah Aceh melalui Dinas Syariat Islam di tingkat propinsi. Dinas Syariat Islam lalu melibatkan ulama dari Majelis Permusyawaratan Ulama MPU dan intelektual Islam kampus IAIN Ar- Raniry. Kepemimpinan Dinas Syariat Islam selalu dipegang intelektual Islam dari dari IAIN Ar-Raniry, seperti Alyasa Abu Bakar, Rusydi Ali Muhammad, dan Syahrizal. Pentingnya memobilisasi Dinas Syariat Islam karena institusi ini memiliki posisi yang sangat strategis. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 149 Bandingkan dengan kelompok yang menolak pengundangan syariat Islam, seperti ‘Abd al-Rahman ibn Sa’ad ibn ‘Ali al-Shatary.Lihat ‘Abd al-Rahman ibn Sa’ad ibn ‘Ali al- Shatary, Taqnin al-Shari’ah Bayna al-Tah}lil wa al-Tah}rim, Riyad}: Dar al-Fad}ilah, 2005, 15- 30.‘Abd al-Rahman ibn Sa’ad ibn ‘Ali al-Shatary, H}ukm Taqnin al- Shari’ah al-Islamiyyah Riyad}: Dar al-S}ami’i li al-Nashr wa al-Tawzi’, 2007, 15-22. 4 Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 33 Tahun 2001 Tentang Pembentukan Susunan Organsasi Dan Tata Kerja Dinas Syariat Islam Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Dinas Syariat Islam mempunyai fungsi: 1 merencanakan, menyiapkan, dan menyebarluaskan qanun Pelaksanaan Syariat Islam, 2 menyiapkandan membina sumber daya manusia dalam Pelaksanaan Syariat Islam; 3 melakukan bimbingan dan pengawasan Pelaksanaan Syariat Islam, dan 4 melakukan bimbingan dan penyuluhan Syariat Islam. Ini berarti Dinas Syariat Islam memiliki tugas yang menyeluruh mulai dari merencanakan, menyiapkan dan menyebarluaskan pelaksanaan syariat Islam. Dalam posisi inilah, Dinas Syariat Islam berkolaborasi dengan ulama yang tergabung dalam MPU, ulama dayah, intelektual dari IAIN Ar- Raniry dan Universitas Syiah Kuala Unsyiah untuk melakukan penyiapan pelaksanaan syariat Islam secara berkesinambungan. Sejumlah qanun, seperti Qanun No. 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariat Islam, Qanun No. 11 Tahun 2002 Tentang Pelaksanaan Syariat Islam di Bidang Aqidah, Ibadah, dan Syiar Islam, Qanun No. 7 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Zakat, Qanun No. 12 Tahun 2003 Tentang Khamar, Qanun No. 13 Tahun 2003 Tentang Maisir, Qanun No. 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat, UU No. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh dan Qanun No. 10 Tahun 2007 Tentang Baitul Mal yang menjadi bagian dari pelaksanaan hukum jinayah merupakan kolaborasi yang efektif antara Dinas Syariat Islam dengan MPU, ulama dayah, intelektual dari IAIN Ar- Raniry dan Unsyiah. Tak kecuali upaya memperluas hukum jinayah yang masuk dalam Rancangan Qanun Jinayah 2009 merupakan kolaborasi MPU, ulama dayah, intelektual dari IAIN Ar-Raniry dan Unsyiah. Dalam penyiapan sejumlah qanun syariat di atas dilakukan dalam suasana politik baru. Eforia reformasi dan eforia perjanjian Helsinski 2005 telah menjadi momentum bersama untuk mempersatukan masyarakat Aceh. Inilah political opportunity yang terjadi di Aceh dalam kurun waktu kurang lebih 10 tahun paska reformasi. Syariat Islam adalah solusi awalnya untuk memecah kebuntuan politik damai di Aceh. Suasana kebebasan dan damai dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat Aceh untuk menyiapkan pelaksanaan syariat Islam. Jalan mulus pelaksanaan syariat Islam sesungguhnya dilakukan dalam strategi bertahap menuju syariat Islam kaffah . 150 Sayangnya, sejak disahkan Rancangan Qanun Jinayah oleh DPRA pada akhir periode 2004-2009, 150 Wawancara dengan Rusydi Ali Muhammad, Kepala Dinas Syariat Islam, 14 Nopember 2012 di Banda Aceh. yaitu 14 September 2009, terjadi kemandekan yang meyakinkan karena Gubernur Irwandi Yusuf menolak menandatangani. Setelah Gubernur Irwandi Yusuf tidak menggubris desakan masyarakat untuk mengesahkan Rancangan Qanun Jinayah, gerakan masyarakat cenderung melemah. Hampir tidak terjadi gejolak yang signifikan dalam perjuangan pemberlakuan hukum jinayah di Aceh. Masyarakat Aceh cenderung pasif dalam melakukan gerakan perjuangan pemberlakuan hukum jinayah di Aceh. Selama Aceh dipimpin Irwandi, pembahasan tentang Qanun jinayah vakum, meskipun di ruang publik masyarakat masih mengharapkan pemberlakuan hukum jinayah. Pemerintah Aceh tidak mengambil inisiatif untuk kembali menyodorkan Rancangan Qanun Jinayah ke DPRA. Usaha-usaha penyiapan Rancangan Qanun Jinayah baru dilaksanakan pada periode kepemimpinan Aceh dipegang Pejabat Gubernur Tarmizi A. Karim. Pj. Tarmizi A. Karim membentuk tim yang terdiri Dinas Syariat Islam, Majelis Permusyawaran Ulama MPU, Mahkamah Syar‟iyyah, Kepolisian, Kejaksanaan dan Akademisi IAIN Ar-Raniry dan Universitas Syah Kuala untuk mempersiapkan Rancangan Qanun Jinayah yang baru. Hasil dari kerja tim ini, dihapuslah pasal yang kontroversi seperti hukum rajam bagi pelaku zina. 151 Rancangan Qanun Jinayah yang baru ini kemudian diserahkan ke DPRA. 152 Perubahan kepemimpinan Aceh dari Irwandi Yusuf ke Zaini Abdullah yang diusung Partai Aceh sejatinya membawa angin segar bagi gerakan pemberlakuan hukum jinayah. Zaini Abdullah dipandang memiliki orientasi yang kuat dalam pemberlakuan syariat Islam dibandingkan Irwandi Yusuf. Meskipun demikian, di sebagian kalangan Gubernur Zaini Abdullah dipandang masih belum nampak arah politik pemberlakuan hukum jinayah di Aceh. Gubernur Aceh sekarang ini, Zaini Abdullah dipandang lebih responsif dalam memberlakukan syariat Islam, meskipun sering dipersepsikan memiliki karakter yang sama dengan Gubernur Aceh sebelumnya, Irwandi Yusuf, yang menolak pemberlakuan hukum rajam dalam Qanun Jinayah. Indikasinya adalah Gubernur Zaini Abdullah mulai dekat dengan ulama. Dengan kata lain, keterlibatan Gubernur Zaini Abdullah lebih intensif dalam kegiatan keislaman. 153 151 Wawancara dengan Rusydi Ali Muhammad, Kepala Dinas Syariat Islam, 14 Nopember 2012 di Banda Aceh. 152 Serambinews.com, 20 Oktober 2012 diakses 20 Pebruari 2013. 153 Wawancara dengan Suardi Saidi, Wakil Ketua PW Muhammadiyah Aceh pada 16 Nopember 2012 di Banda Aceh.Wawancara dengan Rusydi Ali Muhammad, Kepala Dinas Syariat Islam, 14 Nopember 2012 di Banda Aceh.Wawancara dengan Teungku Faisal Ali, Sekjen HUDA pada 15 Nopember 2012 di Banda Aceh. Dalam konteks demikian, Pemerintah Aceh dan DPRA sebagai kelembagaan negara yang menyiapkan, membahas, dan mengesahkan produk perundang-undangan di Aceh memiliki kontribusi dalam pembentukan arah politik pemberlakuan hukum jinayah di Aceh. Di awal pemerintahan Gubernur Zaini Abdullah, mulai ada gerakan perjuangan pemberlakuan hukum jinayah di Aceh. Misalnya, Dinas Syariah NAD menggelar Musyawarah Besar Pelaksanaan Syariat Islam yang berlangsung pada 1 Nopember 2012 di Banda Aceh. Mubes merekomendasikan pembahasan kembali Qanun Jinayah, yang melibatkan seluruh Dinas Syariat Islam tingkat KabupatenKota se-Aceh, akademisi, MPU, dan dayah. 154 Mubes ini adalah bagian dari upaya perjuangan pemberlakuan Qanun Jinayah di Aceh setelah kevakuman dalam beberapa tahun. Di Kelantan, gerakan pemberlakuan hukum jinayah sejatinya adalah gerakan struktural, yang didorong oleh Pemerintah Kelantan yang dikuasai PAS. Integrasi yang sangat jelas antara PAS dengan Pemerintah Kelantan menjadikan gerakan struktural begitu efektif mendorong kebijakan yang berorientasi syariah. Kebijakan syariat yang dikeluarkan Pemerintah Kelantan sejak 1990 adalah memindahkan rekening bank Pemerintah Negeri Kelantan dari bank konvensional ke bank Islam, memberantas tempat-tempat maksiat dan perjudian, mengatur secara ketata penjualan minuman keras, menertibkan tempat hiburan dan salon yang mengarah pada praktik seksual, melarang Makyong dan Menora, 155 melarang wanita bekerja malam di pengusaha kilang dan melarang wanita mengikuti lomba qiroat al- Qur‟an. 156 Dalam skala yang lebih sempit, pengesahan Enakmen Kanun Jenayah Syariah II 1993 Kelantan tanpa ada penolakan dari seluruh kelembagaan politik di Kelantan. Hal ini menjadi bukti bahwa secara struktural, gerakan pemberlakuan hukum jinayah di Kelantan dimobilisasi oleh kekuatan politik pemerintah dan partai penguasa. Kini, kelembagaan politik di Kelantan masih setuju dengan pemberlakuan Enakmen Kanun Jenayah Syariah II 1993 Kelantan. Pemerintah Kelantan, Dewan Undangan Negeri, Mahkamah Syariah, dan Mufti di Kelantan sepakat untuk memperjuangkan pemberlakuan Enakmen Kanun Jenayah 154 Wawancara dengan Rusjdi Ali Muhammad pada 13 Nopember 2012 di Banda Aceh dan Wawancara dengan Kholil, peserta Mubes Syariat Islam pada 14 Nopember 2012 di Banda Aceh. 155 Mazlan Jusoh dan Wan Nik Wan Yussof, ‚Kelantan 20 Tahun…‛, 36-41. 156 Mohd Sayuti Omar, Tuanku Ismail Petra Idealisme dan Keprihatinan Kepada Agama, Bangsa, dan Negara, 106. Lihat pula Berita Harian 5 Desember 1990 yang menyebut Majelis Perbandaran Kota Bharu telah mengeluarkanarahan supaya menghentikan judi. Syariah II 1993 Kelantan. 157 Tidak ada perbedaan pendapat tentang pemberlakuan hukum jinayah. Merekalah yang menyusun draft Enakmen Kanun Jenayah Syariah II Kelantan 1993. Berkuasanya PAS di Kelantan yang begitu lama, yaitu pada periode 1959-1978 158 dan 1990 159 -sekarang menjadikan hegemoni politik PAS di Kelantan begitu kuat. Birokrasi dan legislatif sejak lama dikontrol oleh PAS sehingga kekuatan politik lain sulit mengontrol Kelantan. Gerakan struktural yang mengandalkan kekuatan birokrasi pun begitu kukuh mempertahankan perjuangan pemberlakuan hukum jinayah di Kelantan. Secara struktural, Pemerintah Kelantan berencana mendirikan Komite Teknis Pelaksanaan H}udud untuk memastikan kelancaran pelaksanaan undang-undang h}udud . Exco Pembangunan Islam, Pendidikan dan Dakwah Negeri, Dato‟ Mohd. Amar Nik Abdullah menyatakan bahwa komite ini bertugas mengkaji secara mendalam mengenai pelaksanaan h}udud dan mengambil langkah semestinya jika mendapatkan masalah. Komite ini juga bertugas mengkaji revisi terhadap beberapa akta, seperti Akta Mahkamah Syariah 19651984. 160 Adapun di level masyarakat, terdapat gerakan masyarakat untuk memberlakukan hukum jinayah di Aceh dan Kelantan. Kelompok masyarakat yang memperjuangkan pemberlakuan hukum jinayah di Aceh dan Kelantan adalah aktivis dayah pesantren dan ormas Islam. Kelompok-kelompok ini berjuang dalam skala yang terbatas sebagai kelompok penekan pressure group kepada Pemerintah Aceh dan DPRA. Di Aceh, mobilisasi masyarakat setelah kepemimpinan Aceh bergeser ke Zaini Abdullah mengalami eskalasinya dalam memperjuangkan hukum jinayah. Tampaknya masyarakat menaruh harapan besar terhadap kepemimpinan Aceh yang dipegang Zaini Abdullah yang berasal dari Partai Aceh karena pemberlakuan Rancangan Qanun Jinayah sangat tergantung pada Gubernur dan DPRA. Menjelang Prolegda DPRA Januari 2013, sejumlah gerakan masyarakat mulai bermunculan untuk melakukan pressure kepada Gubernur dan DPRA agar mensahkan Rancangan Qanun Jinayah. Sayangnya, gerakan pressure ini 157 Wawancara dengan Dato’ Sukri, Mufti Kerajaan Negeri Kelantan pada 18 Oktokber 2011, Wan Nik Wan Yussof, Setia Usaha Politik Pemerintah Negeri Kelantan pada 20 Oktokber 201, Ketua Hakim Syar’i Kelantan, Dato’ Daud bin Muhammad pada 20 Oktokber 201, Ahli DUN Kelantan Anggota DPRD Kelantan, Abdullah Yacoob, pada 19 Oktokber 2011 di Kota Bharu. 158 Rossem, 20 Tahun Menguak Gelombang Selangor: SAR Publication and Distribution, 2011, 2. 159 Mohd. Sayuti Omar, Kelantan Selepas Pantang Kuala Lumpur: Tinta Merah, 1991, 16. 160 Sinar Harian, 10 Oktokber 2011 tidak melibatkan masyarakat secara luas dan organisasi Islam yang paling berpengaruh, seperti Himpunan Ulama Dayah Aceh HUDA yang dipimpin ulama kharismatik Abu Panton, Majelis Ulama Nasional Aceh MUNA, Persatuan Tarbiyah Islam Perti, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, melainkan hanya dilakukan oleh organisasi Islam tak berpengaruh, seperti KAMMI, FPI, HTI, DDI, BKPRMI, dan TPM. 161 Gerakan pressure ini justru dilakukan kelompok-kelompok Islam yang berhaluan garis keras. Meskipun demikian, aksi pressure ini masih dilaksanakan dalam bentuk penyaluran aspirasi yang demokratis, tidak dilakukan dengan aksi kekerasan. Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia DPW-BKPRMI Aceh, Nasruddin Ibrahim mendesak agar Qanun Jinayah segera disahkan serta diberlakukan di Aceh. 162 Ketua Umum DPW BKPRMI Aceh Nasruddin Ibrahim berharap anggota DPRA tidak terpengaruh oleh desakan dari LSM atau pihak luar negeri yang ingin menghadang pengesahan Qanun Jinayah dan Hukum Acara Jinayah. Tim Pengacara Muslim TPM mendesak Pemerintah Aceh DPRA dan gubernur mengesahkan Rancangan Qanun Jinayat serta memberlakukanya sesegera mungkin di Aceh setelah pernah ditolak oleh eksekutif pada 2009. Ketua TPM, Safaruddin menjelaskan, Rancangan Qanun Jinayah merupakan lex specialis dalam sistem hukum di Indonesia. Landasan hukum dari Qanun Jinayah ini sudah diberikan oleh UUD 1945 yang kemudian disebutkan secara eksplisit pada Pasal 125 UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. 163 FPI juga melakukan gerakan serius. FPI Aceh dalam Musyawarah Daerah FPI se-Aceh, 10-12 Nopember 2012 di Pondok Pesantren al-Islah al-Aziziyah, Luengbata, Banda Aceh mendesak kepada Gubernur dan DPRA untuk mengesahkan Rancangan Qanun Jinayah dan mengembalikan posisi Wilayatul Hisbah ke Dinas Syariat Islam. 164 161 KAMMI, FPI, HTI, DDI, BKPRMI, dan TPMdi Jakarta memiliki kedekatan dengan ideologi radikal. Meskipun garis perjuangannya berbeda, tetapi mereka satu dalam perjuangan penegakkan syariat Islam. Studi tentang gerakan radikal dapat dilacak dalam Khamami Zada, Islam Radikal: Pergulatan Ormas-ormas Islam Garis Keras Jakarta: Teraju, 2003, M. Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal: Transmisi Gerakan Revivalisme Islam ke Indonesia 1980-2002, Jakarta: Erlangga, 2005, M. Imdadun Rahmat, Ideologi Politik PKS: Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen, Yogyakarta: LKiS, 2008, Robert W. Hefner, Civil Islam: Islam dan Demokrasi di Indonesia, Jakarta: ISAI, 2001, dan Jamhari dan Jajang Jahroni ed., Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, Jakarta: Radja Grafindo Persada, 2004. 162 Serambinews.com Sabtu, 20 Oktober 2012 diakses 20 Pebruari 2013. 163 Serambinews.com diakses 20 Pebruari 2013, Ormas Islam: Berlakukan Segera Qanun Jinayah, Sabtu, 20 Oktober 2012. 164 Serambi Indonesia, 13 Nopember 2012, 7. Desakan FPI ini sesungguhnya memberi spirit bagi perdebatan pemberlakuan hukum jinayah di Aceh setelah mengalami kevakuman di masa pemerintahan Irwandi Yusuf. Ketua DPD FPI Aceh Tgk Muslim At-Thahiri dan Rabithah Thaliban Aceh RTA menyatakan siap mengawal agar Rancangan Qanun Jinayah segera disahkan. Menurutnya, pimpinan dayah siap berjuang bersama FPI mengawal Qanun Jinayah dan Hukum Acara Jinayah untuk segera disahkan. Dijelaskan oleh Ketua Departemen Riset Rabithah Thaliban Aceh RTA, Tgk Zulkhairi, Rancangan Qanun Jinayah akan membuat Aceh “merdeka” dari hukum peninggalan Belanda. Belum berlakunya Qanun Jinayah telah membuat ketidakkepastian hukum di Aceh sehingga menyebabkan seringnya terjadi pengadilan jalanan bagi pelanggar syariat. Kebutuhan Aceh terhadap Qanun Jinayah tak bisa ditawar-tawar lagi, apalagi pasal tentang rajam sudah direvisi. 165 Ketua Umum PW KAMMI Aceh, Faisal Qasim menjelaskan tidak ada alasan menunda-nunda pengesahan Rancangan Qanun Jinayah dan Rancangan Hukum Acara Jinayah. Lalu, Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh, Tgk Hasanuddin Yusuf Adan meminta anggota DPRA tidak terpengaruh bisikan yang menghambat pengesahan Rancangan Qanun Jinayah dan Rancangan Acara Jinayah dari dalam dan luar negeri. 166 Pressure juga dilakukan dalam bentuk demonstrasi ke DPRA. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Pelajar Islam Indonesia, Iskada, KAMMI, Hizbut Tahrir, dan LDII melakukan aksi demontrasi di depan gedung DPRA, Rabu 13 Februari 2013. Mereka meminta agar Rancangan Qanun Jinayah dan Rancangan Qanun Acara Jinayah masuk dalam Prolega Program Legislasi 2013. 167 Penegakan Syariat Islam di Aceh dipandang semakin mengkhawatirkan. Tingkah malas-malasan dari DPRA dan Gubernur Aceh membuat gerah beberapa ormas Islam di Aceh. Mereka mengaku kecewa terhadap tindakan Gubernur Aceh yang tidak tegas dalam menetapkan Rancangan Qanun Jinayah dalam Prolegda DPRA 2013. 168 Ironisnya, Rancangan Qanun Jinayah tidak masuk lagi dalam Prolegda karena sudah pernah disampaikan kepada legislatif beberapa tahun sebelumnya. Demikian ini disampaikan Pelaksana Kepala Biro Hukum dan Humas Setda Aceh Makmur Ibrahim. 169 165 Hidayatullah.com, 09 Januari 2013 diakses 20 Pebruari 2013. 166 Hidayatullah.com, 09 Januari 2013 diakses 20 Pebruari 2013. 167 Atjeh.com diakses 20 Pebruari 2013-02-20, Demo DPR Aceh, massa minta qanun jinayah masuk Prolega 2013Rabu, 13 Februari 2013. 168 http:atjehliterature.blogspot.com201302gubernur-aceh-tak-tegas-soal-raqan- jinayah.html Nanggroe Aceh - diakses 20 Pebruari 2013. 169 http:www.ikhwanesia.com201302santri-dayah-tuntut-qanun-jinayah.html Santri Dayah Tuntut Qanun Jinayah Segera Disahkan Teungku Yusuf al-Qardhawy menyesalkan sikap Gubernur Aceh karena tidak memberikan kepastian waktu untuk memasukkan Rancangan Qanun Jinayah ke Prolegda DPRA. Padahal seluruh perwakilan ormas Islam se-Aceh telah membuat pertemuan untuk memutuskan masalah ini, namun gubernur Aceh juga belum bisa memberikan kepastian. Pertemuan yang berjalan alot tersebut berujung pada suatu kekecewaan terhadap ormas-ormas Islam. Gubernur memberi alasan bahwa persoalan ini tidak bisa diputuskan secara gegabah tanpa merundingkannya secara mendalam dengan ulama. Ormas-ormas Islam se-Aceh menyatakan akan memberikan dukungan penuh terhadap pemerintah Aceh bila Rancangan Qanun Jinayah ini segera dibahas di DPRA 2013. 170 Menurut Alyasa‟ Abubakar, revisi Rancangan Qanun Jinayah dan Rancangan Hukum Acara Jinayah yang diajukan oleh eksekutif ke DPRA pada 30 Mei 2012 sudah bisa diberlakukan. Aturan hukum syariat saat ini diperlukan agar ada kepastian hukum serta tidak terulang pengadilan jalanan terhadap pelangggar, seperti yang terjadi selama ini. Al Yasa‟ mengatakan bahwa semestinya Raqanun ini segera disahkan untuk kepastian hukum syariat Islam di Aceh. Aturan ini penting sehingga masyarakat tahu harus bertindak, sehingga pengadilan massa seperti yang terjadi di beberapa daerah selama ini tidak terulang. Begitu juga investor, bukan takut pada syariat, tetapi takut pada ketidakpastian hukum. Justru yang sangat berbahaya, kalau yang terjadi adalah ketidakpastian dan kekosongan hukum. Muara dari ini terjadi pengadilan rakyat serta penafsiran secara sendiri-sendiri yang membingungkan semua pihak. 171 Sementara itu, penegakkan pelanggaran jinayah mengalami kendala di Aceh. Di antara alasannya adalah: 1 para pelaku pelanggaran sudah memiliki strategi untuk menghindar dari pengadilan. Mereka sering lari sebelum disidang atau setelah diputus perkaranya sehingga sulit diputus atau dieksekusi. 2 Wilayatul Hisbah sudah mulai tidak bersemangat dalam melakukan razia pelanggaran jinayah. 3. Jaksa tidak serius menghadirkan para pelaku pelanggaran sehingga tidak dapat disidangkan oleh Mahkamah Syar‟iyyah. 4 Tidak ada biaya yang cukup untuk mengeksekusi putusan Mahkamah Syar‟iyyah. 5 Tidak ada Hukum Acara Jinayah sehingga para pelaku penggaran tidak bisa ditahan kecuali satu hari sehingga mereka sering kabur. 172 170 http:atjehliterature.blogspot.com201302gubernur-aceh-tak-tegas-soal-raqan- jinayah.html Nanggroe Aceh - diakses 20 Pebruari 2013. 171 http:aceh.tribunnews.com20120604revisi-qanuan-jinayah-bisa-diberlakukan 172 Wawancara dengan Sekretaris Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh. Wawancara dengan Pejabat Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh Bidang Jinayah, Wawancara dengan Hakim Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh pada 18 Juni 2012. Dalam kondisi Rancangan Qanun Jinayah yang tidak disahkan oleh DPRA dan Gubernur Aceh periode sekarang dan berkurangnya semangat Pemerintah Aceh melaksanakan qanun-qanun yang ada, muncul gerakan penegakkan hukum jinayah di Aceh yang dilakukan oleh masyarakat, terutama dalam kasus-kasus anti maksiat. Di Aceh, peradilan rakyat gerakan massa masih sering terjadi dalam menegakkkan perkara maisir, khalwat, dan khamar, yang dilakukan dalam bentuk razia. Penegakkan hukum jinayah di Aceh dilakukan oleh beberapa elemen yang sering dilakukan secara bersama, yaitu Dinas Syariat Islam, Satpol PP, WalikotaBupati, dan masyarakat. Masyarakat mulai bertindak sendiri dengan merazia para pelaku khawat di pantai-pantai, seperti kasus di Lukwah Aceh Barat. 173 Kesadaran masyarakat untuk menegakkan praktik kemaksiatan dilakukan meskipun Wilayatul Hisbah telah melakukan penegakkan qanun. Ini pula yang terjadi ketika Walikota Langsa, Usman Abdullah bersama Kepala Dinas Syariat Islam, Ibrahim Latif memimpin razia penegakkan syariat Islam menyangkut Qanun No. 11 Tahun 2002 Tentang Tatacara Berpakaian dan Qanun No. 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat. Dalam razia tersebut, terjaring 50 wanita yang berpakaian tidak sesuai Qanun dan 5 pasangan remaja dan pemuda yang dinilai melanggar Qanun Khalwat. 174 Dalam kasus lainnya, yaitu di Langsa, Kepala Dinas SI, Ibrahim Latif melakukan razia bersama Wilayatul Hisbah terhadap pesta yang dianggap bertentangan dengan syariat Islam. Kepala Dinas SI justeru dilawan oleh masyarakat Gampong Karang Anyar, Kecamatan Langsa Baro ketika menegur pesta yang di dalamnya terdapat keyboard yang tidak sesuai dengan syariat. Perisiwa ini bahkan mengundang kemarahan ormas Islam di sebagian besar Aceh. Para pimpinan ormas Islam menyerukan untuk melawan preman anti syariah. 175 Keuchik Karang Anyar, Ahmad Turkin bahkan melaporkan balik Kadinas SI, Latif Ibrahim atas tuduhan pencemaran nama baik karena menurut Keuchik tidak ada insiden pengeroyokan. 176 Hasil razia yang telah dilakukan oleh Wilayatul Hisbah bersama elemen lainnya ada yang dilakukan pembinaan dan ada yang dibawa ke Mahkamah Syariah. Pembinaan dilakukan biasanya terhadap para pelaku yang tertangkap dalam razia busana Islam. Pembinaan dilakukan oleh MPU, kemudian dihubungi keluarganya untuk membawa jilbab, setelah itu 173 Wawancara dengan Wakil Sekretaris Mahkamah Syar’iyyah Kota Banda Banda Aceh, 19 Juni 2012 di Banda Aceh. 174 Serambi Indonesia, 12 Nopember 2012, h. 19. 175 Serambi Indonesia, 28 Agustus 2013, 1 dan 11. 176 Serambi Indonesia, 29 Agustus 2013, 1 dan 11. dilepaskan. Dalam praktiknya, pelaku sering sudah menyiapkan jilbab sehingga ketika dirazia, dia sudah siap mengambil jilbabnya. Dalam razia khalwat, pelaku yang ditangkap karena melakukan khalwat, akan diselesiakan secara adat dengan memanggil keluarganya untuk diambil. 177 Kasus yang seperti ini pernah terjadi ketika dua pasangan mesum ditangkap di Gampong Geulanggang Baro, Kecamatan Koa Juang pada 13 Agustus 2013. Kedua pasangan diserahkan masyarakat untuk diproses pihak Wilayaul Hisbah Bireun, tetapi kedua pasangan tersebut dikembalikan lagi ke aparat gampong untuk diselesaikan secara musyawarah. 178 Ada juga penegakkan hukum jinayah di Aceh dilakukan dengan membawa kasus- kasus pelanggaran jinayah ke Mahmakah Syar‟iyyah. Pada awal-awal penegakkan, banyak kasus yang disidangkan di Mahkamah Syar‟iyyah di Aceh. Kasus khalwat, maisir, dan khamar banyak dibawa ke Mahkamah Syar‟iyyah. Bireuen merupakan kabupaten yang pertama kali melaksanakan eksekusi hukuman cambuk, yaitu di masa Bupati Mustafa A. Gelanggang pada 2005 dalam kasus perjudian. Di Bireuen, perkara jinayah yang diajukan ke Mahkamah Syar‟iyyah banyak terjadi di awal pelaksanaan tiga Qanun, yaitu 2005. Setelah itu, sangat sedikit perkara yang diajukan ke Mahkamah Syar‟iyyah. Kasus yang sering diajukan adalah maisir. 179 Adapun di Kelantan, hampir tidak ditemukan gerakan massa. Mobilisasi masyarakat justru dilakukan oleh Pemerintah Negeri Kelantan atau PAS yang mengontrol kekuatan politik di Kelantan.Tipikal ini memang berbeda dengan di Aceh. Budaya politik dan sistem politik yang terbuka di Indonesia ikut mempengaruhi karakter gerakan pemberlakuan hukum jinayah di Aceh. Sebaliknya, budaya politik dan sistem politik yang tertutup di Malaysia ikut mempengaruhi karakter gerakan pemberlakuan hukum jinayah di Kelantan, yang tidak menghendaki gerakan protes dari jalur kultural. Kekuatan politiklah yang memobilisasi massa dalam mendesak pemberlakuan hukum jinayah di Kelantan. Dukungan massa terlihat dalam peringatan Hari Hududullah di Kelantan, yang dimobilisasi PAS. Pada 6 Oktokber 2011 misalnya berlangsung Hari Hududullah di Kelantan. Acara ini mengundang masyarakat dan sejumlah pakar, seperti Dato‟ Aria Diraja, Ketua Hakim Syar‟ie Kelantan, Dato‟ Muhamad Daud Al-Iraqi, mantan ahli exco Pemerintah Negeri Kelantan, dan pakar hukum tata negara Universitas 177 Wawancara dengan Ketua Mahkamah Syar’iyyah, Bireuen, Muhammad Yusuf 25 Agustus 2013 178 Koran Bireuen, No. 11TThn. IEdisi 23 Agustus-1 September 2013 179 Wawancara dengan Ketua Mahkamah Syariah Bireuen pada 25 Nopember 2012 Islam Antar Bangsa Malaysia, Abdul Aziz Bari. 180 Mereka mendiskusikan peluang pemberlakuan hukum jinayah di Kelantan dari perspektif hukum tata negara dan hukum Islam. Seminar ini juga mengundang non-Muslim agar mereka mengetahui h}udud di Kelantan. 181 Bersamaan dengan seminar di atas diadakan jamuan rakyat sebagai tanda syukur Menteri Besar Kelantan atas diakuinya hukum h}udud pada peta pemikiran politik Pakatan Rakyat di Stadion Sultan Muhammad IV. Di Kediaman Resmi Menteri Besar Kelantan berlangsung pertemuan tertutup Nik Abdul Aziz Nik Mat dengan ketua-ketua pusat pengajian pondok dari 14 pondok pesantren yang terkemuka. 182 Gerakan massa yang terjadi pada saat peringatan Hari Hududullah 2011 di Kelantan di atas tidak menunjukkan karakter yang khas sebagai inisiatif masyarakat. Hari Hududullah yang dijadikan sebagai momentum masyarakat Kelantan menekan Pemerintahan Federal justru dimobilisasi PAS. 183 Masyarakat masih pasif dalam mendorong perlawanan kepada Pemerintah Pusat. Hari Hududullah dimanfaatkan oleh Pemerintah Kelantan dan PAS untuk memobilisasi rakyat Kelantan melawan Pemerintahan Federal. Mereka dikumpulkan dalam jamuan rakyat untuk mendukung program Pemerintah Kelantan dan PAS dalam memberlakukan h}udud . Pemerintah Kelantan dan PAS tahu betul bahwa rakyat Kelantan adalah modal politik dalam melakukan pressure kepada Pemerintahan Federal. Massa yang dikumpulkan berasal dari seluruh lapisan masyarakat, baik kelompok grassroot maupun kelas menengah. Dukungan massa juga terlihat jelas disalurkan melalui pengajian di masjid-masjid. Ribuan jamaah datang untuk mendengarkan ceramah Nik Abdul Aziz Nik Mat dan ulama-ulama lainnya di masjid Kota Bharu, Kelantan. Dalam ceramahnya, Nik Abdul Aziz Nik Mat selalu mengkampanyekan pelaksanaan h}udud di Kelantan. Di dalam transportasi publik, seperti bus antar kota juga selalu diperdengarkan kampanye h}udud dalam bentuk pengajian di radio. Masyarakat Kelantan tampaknya mengalami kesulitan dalam menyuarakan tuntutannya kepada Pemerintahan Federal untuk segera menyetujui pemberlakuan Enakmen Kanun Jenayah Syariah II 1993 180 Wan Nik Wan Yussof, ‚Menanti Pelaksanaan Enakmen Syariah II‛ dalam Harakah, Bil. 1681 14-16 Oktokber 2011. 181 Tuan Guru Haji Nik Abdul Aziz Nik Mat, ‚Perundangan Islam Utamakan Mencegah Bukan Menghukum‛ dalam Fajar Islam, Bil 44 November-Desember 2011, 7. 182 Wan Nik Wan Yussof, ‚Menanti Pelaksanaan Enakmen Syariah II‛ dalam Harakah, Bil. 1681 14-16 Oktokber 2011. 183 Tuan Guru Haji Nik Abdul Aziz Nik Mat, ‚Perundangan Islam Utamakan Mencegah Bukan Menghukum‛ dalam Fajar Islam, Bil 44 November-Desember 2011, 7. Kelantan. Berbeda dengan masyarakat Aceh yang mudah menyalurkan aspirasinya kepada Pemerintah Aceh dan DPRA. Inilah yang membedakan mobilisasi massa di Aceh dan Kelantan dalam perjuangan memberlakuan hukum jinayah. Penegakkan hukum jinayah di Kelatan pun bertumpu pada kekuatan aparat penegak hukum, seperti kepolisian dan Mahkamah Syariah. Masyarakat tidak melakukan gerakan razia untuk menegakkan hukum jinayah. Di Kelantan, penegakkan hukum jinayah konsisten dilaksanakan oleh aparat penegak hukum, seperti kepolisian dan Mahkamah Syariah. Hampir tidak pernah ada peradilan rakyat untuk menegakkan kesalahan asusila ta’zir di Kelantan. Dalam praktiknya, kesalahan jinayah syariah memang tidak mendominasi di Kelantan sehingga masyarakat tidak perlu melakukan gerakan razia. Kultur masyarakat yang relijius dan dikontrol oleh kekuatan politik partai Islam, PAS, menjadikan masyarakat Kelantan lebih mudah diajak untuk menghindar dari pelanggaran asusila, yang kerapkali menjadi keresahan masyarakat. Matrik 6. Daftar Perbandingan Mobilisasi Pemberlakuan Hukum Jinayah di Aceh dan Kelantan Mobilisasi Aceh Kelantan Mobilisasi Struktural Masyarakat ulama MPU, dayah, dan ormas Islam mempengaruhi struktur Negara Pemerintah Aceh, Dinas Syariat Islam, DPRA Pemerintah Kelantan, PAS, dan masyarakat meyakinkan patai politik dalam koalisi Pakatan Rakyat dan melakukan pressure kepada Pemerintahan Federal Mobilisasi Kultural Mempengaruhi masyarakat dalam jalur kultural di pondok pesanren dan kegiatan keagamaan, , seperti pengajian Mempengaruhi masyarakat dalam jalur kultural di pondok pesanren dan kegiatan keagamaan, seperti pengajian Metode Pressure tanpa kekerasan Pressure tanpa kekerasan Berdasarkan pemaparan di atas, tampak jelas bahwa perjuangan pemberlakuan hukum jinayah di Aceh dan Kelantan dilakukan dengan mobilisasi, yaitu memobilisasi struktur negara pemerintah dan legislatif dan kelompok-kelompok strategis, seperti ulama, kaum intelektual Muslim, dayah, dan ormas Islam. Mobilisasi yang terjadi di Aceh dan Kelantan tampak berbeda. Mobilisasi perjuangan pemberlakuan hukum jinayah yang diperluas di Aceh digerakkan oleh kelompok-kelompok masyarakat secara berkala, sedangkan mobilisasi perjuangan pemberlakuan hukum jinayah yang diperluas di Kelantan digerakkan oleh Pemerintah Kelantan dan PAS. Mobilisasi perjuangan juga tidak dilakukan dengan cara-cara kekerasan, melainkan menggunakan pressure kepada Pemerintah Daerah Aceh dan Pemerintah Pusat Kelantan. Hukum jinayah yang sekarang ini telah diberlakukan di Aceh 2002-2007 dan Kelantan 1985 berkaitan dengan pelanggaran moralitas, pelanggaran seksual, ibadah, dan syiar Islam. Pemberlakuan hukum jinayah ini belum menemukan totalitasnya kaffah karena belum semua aspek hukum jinayah h}udud dan qis}as} diberlakukan. Dalam kondisi yang demikian, di Aceh 2009 dan Kelantan 1993 terdapat Draft Qanun yang berisi perluasan hukum jinayah menuju totalitasnya kaffah dan penyesuaian hukum jinayah dengan syariat Islam.

A. Materi Pemberlakuan

H}udud di Aceh dan Kelantan Pemberlakuan hukum h}udud di Aceh sebatas pada hukum minuman khamar saja. Di Kelantan, hukum h}udud yang diberlakukan adalah hukum yang mengatur pelanggaran zina dan minuman yang memabukkan khamar. Padahal dalam fikih, ada tujuh bidang h}udud, yaitu zina, qadhaf, minum khamar, pencurian, h}irabah, riddah, al-baghy pemberontakan. 1 Hukum h}udud yang diberlakukan di Aceh yang hanya mengatur minuman khamar tertuang dalam Qanun No. 12 Tentang Larangan Khamar dan Sejenisnya dan hukum h}udud yang mengatur minuman khamar dan zina di Kelantan tertuang dalam Enakmen Kanun Jenayah Syariah 1985 Kelantan. 1 Pelanggaran yang termasuk bagian h}udud adalah zina, menuduh zina, khamar, mencuri, h}irabah, murtad, dan pemberontakan. Lihat ‘Abd al-Qadir ‘Awdah al-Tasyri’ al- Jina’i al-Islami Muqaranat bi al-Qanun al-Wad’i}, Juz 1, cetakan keempatbelas, Beirut: al- Risalah, 1998, 78-79. Lihat pula Muhammad Abu Zahrah, al-Jarimah wa al-Uqubah fi al-Fiqh al-Islami, Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi, 1998. 1. Hukum Khamar Khamar yang dilarang di Aceh adalah segala bentuk kegiatan danatau perbuatan yang berhubungan dengan segala minuman yang memabukkan. 2 Perbuatan khamar yang dilarang di Aceh adalah meminum, memproduksi, mengedarkan, mengangkut, memasukkan, memperdagangkan, menyimpan, dan menimbun. 3 Di Kelantan, yang dilarang juga meminum minuman yang memabukkan, meskipun tidak menggunakan istilah khamar, seperti di Aceh. Selain itu, yang dilarang adalah membuat, menjual, memamerkan untuk dijual, menyimpan atau membeli minuman yang memabukkan. 4 Berdasarkan penjelasan di atas, tampak tidak jauh berbeda khamar yang diatur di Aceh dan Kelantan. Adapun hukuman bagi pelaku yang melanggar Qanun Khamar di Aceh, dibagi dua, yaitu: 1 bagi orang yang mengkonsumsi minuman khamar diancam dengan hukuman h}udud, yaitu 40 empat puluh kali cambuk 5 dan 2 orang atau badan hukum yang memproduksi, menyediakan, menjual, memalsukan mengedarkan, mengangkut, menyimpan, menjual, memperdagangkan, menghadiahkan dan mempromosikan minuman khamar dan sejenisnya diancam dengan hukuman ta‘zir berupa kurungan paling lama 1 satu tahun, paling singkat 3 tiga bulan dan atau denda paling banyak Rp 75.000.000, 00 tujuh puluh lima juta rupiah, paling sedikit Rp 25.000.000,00 dua puluh lima juta rupiah. 6 Di Kelantan, bagi orang yang meminum, membuat, menjual, memamerkan untuk dijual, menyimpan atau membeli minuman yang memabukkan dikenakan hukuman denda maksimal RM 3000,00 atau penjara maksimal 2 tahun atau kedua-duanya. 7 Enakmen Kanun Jinayah Syariah Kelantan 1985 pun tidak membagi pelaku pelanggaran kepada perorangan dan badan hukum secara eksplisit. 8 2 Pasal 2 Qanun No. 12 tentang Larangan Khamar dan Sejenisnya. 3 Pasal 1 ayat 21 Qanun No. 12 tentang Larangan Khamar dan Sejenisnya. 4 Pasal 25 Enakmen Kanun Jenayah Syariah Kelantan 1985 5 Pasal 26 Qanun No. 12 Tahun 2003 Tentang Larangan Khamar 6 Pasal 26 Qanun No. 12 Tahun 2003 Tentang Larangan Khamar 7 Pasal 25 Enakmen Kanun Jenayah Syariah Kelantan 1985 8 Pasal 25 Enakmen Kanun Jenayah Syariah Kelantan 1985 Matrik 7. Persamaan dan Perbedaan Pelarangan Khamar di Aceh dan Kelantan Jenis Jinayah Aspek Pengaturan Aceh Kelantan Fikih Khamar Aspek yang dilarang Meminum, memproduksi, mengedarkan, mengangkut, memasukkan, memperdagangkan, menyimpan, menimbun, dan mengonsumsi Meminum, membuat, menjual, mempamerkan untuk dijual, menyimpan atau membeli minuman yang memabukkan Meminum, membuat, menjual minuman yang memabukkan Pelaku pelanggaran Orang atau badan hukum Orang Orang Hukuman Mengkonsumsi minuman khamar diancam dengan hukuman h}udud 40 kali cambuk Memproduksi, menyediakan, menjual, memalsukan mengedarkan, mengangkut, menyimpan, menjual, memperdagangkan, menghadiahkan dan mempromosikan minuman khamar dan sejenisnya diancam dengan hukuman ta‘zir berupa kurungan paling lama 1 satu tahun, paling singkat 3 bulan dan atau denda paling banyak Rp 75.000.000,00 tujuh puluh lima juta rupiah, paling sedikit Rp 25.000.000,00 Seluruh perbuatan meminum, membuat, menjual, mempamerkan untuk dijual, menyimpan atau membeli minuman yang memabukkan dikenakan hukuman paling lama 3tahun penjara atau denda maksimal RM 5000,00 atau kedua- duanya dan dicambuk 6 kali. Meminum khamar dalam mazhab Syafi‟i dihukum 40 kali cambuk dan dalam Maliki, Hanafi, dan Hambali dihukum 80 kali cambuk. Dalam mazhab Maliki, Hanafi, Syafi‟i, dan Hambali membuat, menyimpan dan menjual khamar dihukum ta‘zir Sumber: Qanun No. 12 Tentang Larangan Khamar dan sejenisnya, Enakmen Kanun Jenayah Syariah 1985 Kelantan, dan pendapat imam-imam mazhab. Dalam perspektif fikih, ada empat hal yang ditinjau. Pertama, dari aspek pelarangan khamar, empat imam mazhab Maliki, Hanafi , Syafi‟i, dan Hanbali bersepakat bahwa khamar adalah perbuatan yang dilarang haram. Kedua, dari aspek pelaku perbuatan pelanggaran, para imam mazhab tidak membahas perbuatan pelanggaran yang berkaitan dengan khamar yang dilakukan oleh perusahaan. Para imam mazhab hanya membahas pelaku orang yang melakukan perbuatan pelanggaran yang berkaitan dengan khamar. Ketiga, dari aspek perbuatan yang dilarang, para imam mazhab membahas meminum, menyimpan, dan menjual khamar sebagai perbuatan yang dilarang haram. 9 Keempat, dari aspek hukuman para imam mazhab berbeda pendapat. Mazhab Maliki, Hanafi, dan Hambali berpendapat bahwa hukuman bagi pelaku minum khamar adalah 80 kali cambuk. Dasar yang menjadi rujukan bagi Mazhab Maliki, Hanafi, dan Hambali adalah praktik Umar ibn al-Khattab yang menghukum peminum khamar sebanyak 80 kali cambuk. Beratnya hukuman ini dimaksudkan untuk membatasi praktik minum khamar di masyarakat. Mazhab Syafi‟i berpendapat bahwa hukuman bagi peminum khamar adalah 40 kali cambuk. Dalil yang digunakan adalah praktik Nabi Muhammad yang mencambuk peminum khamar sebanyak 40 kali. Mazhab Syafi‟i berpandangan bahwa Umar ibn al-Khattab menghukum peminum khamar sebanyak 80 kali cambuk adalah hukuman ta‘zir karena Umar melihat merajalelanya praktik minum khamar. 10 Pendapat berbeda dikemukakan al-Qurt}ubi bahwa Umar ibn al- Khatab menerapkan hukuman h}udud dengan cambuk berkali-kali dan 9 Abd al-Rahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madhahib al-Arba’ah, Jilid V Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2008, 28. Dalil keharaman khamar dalam al-Qur’an adalah surat al-Baqarah: 219, al-Nisa: 43, dan al-Maidah: 90-91:                                                                                                                     10 ‘Abd al-Rahman al-Jaziri, ‚Kitab al- Fiqh…‛, 15-16. Lihat Sayyid Sabiq, Fiqh al- Sunnah, Kairo: Dar al-Fath} li al-A’lam al-‘Arabi, 2004, 711. mengasingkan peminum khamar kepada Muhjan al-Thaqafi, yang secara sengaja dan membangga-banggakan perbuatannya. Padahal, Muhjan termasuk salah seorang anggota pasukan umat Islam yang sangat pemberani. Ia diasingkan Umar dan baru dibolehkan kembali ke Madinah ketika ia sudah tobat dan ia pun ikut dalam peperangan Qadisiyah. Pada waktu itu, ia bersumpah tidak akan meminum khamar lagi selama- lamanya. 11 Adapun perbuatan menjual dan menyimpan minuman khamar dalam fikih juga dilarang. Para imam mazhab berpendapat perbuatan menjual dan menyimpan khamar adalah haram, tetapi para imam mazhab tidak menetapkan secara spesifik hukumannya. Karena itulah, perbuatan menjual dan menyimpan minuman khamar dapat dihukum ta‘zir . 12 Dengan demikian, pemberlakuan hukum khamar dari aspek larangan perbuatan khamar meminum, menjual, dan menyimpan dan pelaku perorangan yang melakukan perbuatan khamar merujuk pada pendapat mazhab Maliki, Hanafi , Syafi‟i, dan Hambali. Dilihat dari aspek hukuman yang dikenakan kepada pelaku khamar, maka pemberlakuan hukum khamar di Aceh merujuk pada mazhab Syafi‟i. Adapun dalam hal memproduksi, menyediakan, memalsukan mengedarkan, mengangkut, menghadiahkan dan mempromosikan minuman khamar, para penyusun pemberlakuan hukum khamar di Aceh berijtihad dengan mengembangkan pendapat para imam mazhab. Sementera itu, di Kelantan, pemberlakuan hukum khamar dari aspek larangan perbuatan khamar meminum, membuat, menjual, mempamerkan untuk dijual, menyimpan atau membeli dan pelaku perorangan yang melakukan perbuatan khamar merujuk pada pendapat mazhab Maliki, Hanafi , Syafi‟i, dan Hambali. Dilihat dari aspek hukuman yang dikenakan kepada pelaku khamar, maka pemberlakuan hukum khamar di Kelantan merujuk pada mazhab Maliki, Hanafi, dan Hambali. Adapun dalam hal membuat, mempamerkan untuk dijual, dan menyimpan minuman khamar, para penyusun pemberlakuan hukum khamar di Kelantan berijtihad dengan mengembangkan pendapat para imam mazhab. 2. Hukum Zina Dalam kasus zina, Aceh tidak memberlakukan pelanggaran zina. Di Kelantan, zina diatur dalam Enakmen Kanun Jenayah Syariah 1985 11 Muhammad ibn Ahmad ibn Abi Bakar Ibn Farh} al-Qurt}ubi, al-Jami li Ah}kam al- Quran, Kairo: Dar al-Syuub, 1372 H, Juz 3, Juz 3, 56. 12 Abd al-Rahman al-Jaziri, ‚Kitab al- Fiqh…‛, 28. Kelantan. Pasal 11 mengatur pelanggaran zina dengan hukuman maksimal 3 tahun penjara atau denda maksimal RM 5.000,00 atau kedua-duanya dan dicambuk 6 kali. 13 Peraturan tentang zina di Kelantan tidak dibagi pelakunya kepada zina muh}s}an dan zina ghayru muh}s}an karena memang hukumannya tidak disesuaikan dengan hukum syariat. Hukuman yang diberlakukan di Kelantan tidak sejalan dengan pendapat ulama-ulama fikih. Ulama telah bersepakat bahwa hukuman bagi pelaku zina dibagi dua, yaitu zina muh}s}an dan zina ghayru muh}s}an. Pelaku zina muh}s}an dihukum rajam dan pelaku zina ghayru muh}s}an dihukum 100 kali cambuk. 14 Matrik 8. Persamaan dan Perbedaan Pelarangan Zina di Aceh dan Kelantan Jenis Jinayah Aspek Pengaturan Aceh Kelantan Fikih Zina Aspek yang dilarang Tidak memberlakukan hukum zina Perbuatan zina Perbuatan zina Pelaku Tidak diatur Tidak dibedakan pelaku zina muh}s}an dan ghayru muh}s}an Empat imam mazhab membedakan pelaku zina muh}s}an dan ghayru muh}s}an Hukuman Tidak diatur Hukuman paling lama 3 tahun penjara atau denda maksimal RM 5.000,-atau kedua-duanya dan dicambuk 6 kali. Pelaku zina muh}s}an dihukum rajam dan pelaku zina ghayru muh}s}an dihukum 100 kali cambuk. Dalam mazhab Maliki , Syafi‟i dan Hanbali, selain dicambuk pelaku juga dihukum pengasingan. Mazhab Hanafi tidak mewajibkan hukuman pengasingan bagi pelaku zina ghayru muh}s}an Sumber: Enakmen Kanun Jenayah Syariah 1985 Kelantan 13 Pasal 11 Enakmen Kanun Jenayah Syariah Kelantan 1985 14 Lihat Sayyid Sabiq, ‚Fiqh al- Sunnah…‛, 717. Lihat pula Ibn Rushd, Bidayat al- Mujtahid fi Nihayat al-Muqtas}id, Dar al-Kutub al-Islamiyyah, 320. ‘Abd al-Rahman al- Jaziri, ‚Kitab al- Fiqh…‛, 56-58. Dalil pelaku zina ghayru muh}s}an adalah:                                                Berdasarkan pemaparan di atas, perbuatan zina yang dilarang di Kelantan sesuai dengan pendapat imam mazhab. Dari aspek pembagian pelaku zina kepada zina muh}s}an dan zina ghayru muh}s}an, pemberlakuan zina di Kelantan tidak sesuai dengan pendapat imam mazhab. Dari aspek hukuman bagi pelaku zina yang menetapkan bagi pelaku zina dengan hukuman 3 tahun penjara, RM 5000,00 dan 6 kali cambuk, maka pemberlakuan zina di Kelantan tidak sesuai dengan pendapat imam mazhab yang berpendapat bahwa bagi pelaku zina muh}s}an dihukum rajam dan zina ghayru muh}s}an dihukum 100 kali cambuk. Ini menunjukkan bahwa hukuman bagi pelanggaran jinayah di Kelantan tidak mengadopsi pendapat-pendapat imam mazhab, tetapi melakukan ijtihad sendiri dengan mengikuti logika hukuman yang telah ditetapkan di masa awal kemerdekaan dan penjajah Inggris, yaitu penjara, denda, dan cambuk.

B. Materi Pemberlakuan