Peraturan Keimigrasian Dalam Mencegah Masuknya Imigran Ilegal Ke Indonesia

BAB IV PENEGAKAN PERATURAN KEIMIGRASIAN DALAM MENCEGAH

MASUKNYA IMIGRAN ILEGAL KE INDONESIA

A. Peraturan Keimigrasian Dalam Mencegah Masuknya Imigran Ilegal Ke Indonesia

Individumanusia merupakan obyek dari pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang pelaksanaan keimigrasian, yang tidak dapat dipisahkan dengan kewarganegaraan seseorang. Kewarganegaraan merupakan hubungan yang paling sering dan kadang-kadang merupakan suatu hubungan satu-satunya antara seorang individu dan suatu negara yang menjamin diberikannya hak-hak dan kewajiban- kewajiban itu pada hukum internasional. 98 Kewarganegaraan memang tidak dapat dipisahkan bahkan merupakan suatu hubungan hukum yang kesinambungan antara negeri yang berdaulat di satu pihak dan warganya tersebut di pihak lain. Sebagai dasar fundamental kewarganegaraan seseorang adalah keanggotaaannya dalam suatu komunitas politik yang merdeka. Hubungan hukum ini meliputi hak-hak dan kewajiban dan keduanya dipihak warganegara dan di pihak lain. 99 Sebagai pelaksana dari hubungan hukum tersebut perlu diimplementasikan dalam suatu organisasi atau instansi yang mengurus lalu lintas manusia antara negara 98 Starke J.G., Pengantar Hukum Internasional, 2 edisi kesembilan Penerbit Aksara Pustaka Indonesia cet 1984. hal 23 99 Annual Digest of Public International Law Cases 1929-1930, Terjemahan J.G. Starke, hal 23. Universitas Sumatera Utara sebagai wujud dari pencerminan kedaulatan hukum dan kedaulatan negara. Secara hukum internasional, aspek kewarganegaraan merupakan hak atas perlindungan diplomatik di luar negeri dan ini merupakan atribut yang esensial, dimana negara bertanggung jawab untuk melindungi warganya yang merupakan pencerminan aspek korelatif dan kesetiaan dan perlindungan ”Protectio tvahit subjectionem et subjectio Protectionem”. 100 Organisasi yang mempunyai fungsi keimigrasian tersebut di atas, di Indonesia diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi Departemen Kehakiman RI, yang keberadaannya, tugas pokok serta fungsinya diatur berdasarkan Keputusan Presiden RI nomor 44 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen jo keputusan Presiden RI nomor 15 tahun 1984 tentang susunan organisasi Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan keputusan Presiden RI nomor 8 tahun 1991 dan Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M-PR. 07 04 tahun 1991 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Imigrasi di daerah-daerah seluruh Indonesia. Sebagaimana diketahui negara Republik Indonesia lahir dari proses sejarah yang panjang, termasuk sejarah perkembangan keimigrasian yang dapat dibedakan dalam dua periode yaitu periode pendudukan penjajahan dan setelah kemerdekaan. Dalam periode pendudukan penjajahan, pemerintah penjajahan Hindia Belanda di bidang keimigrasian menerapkan kebijaksanaan ”opendeur politiek” yaitu kebijaksanaan terbuka terhadap masuknya orang asing untuk menetap di Indonesia, 100 Ibid., hal 25 Universitas Sumatera Utara tujuan dan kebijaksanaan ini untuk masuknya modal asing dan tenaga asing yang murah. Pada periode setelah kemerdekaan dan berlakunya Undang-undang Dasar 1945 untuk negara RI yang berdaulat, peraturan keimigrasian mengalami perubahan, ketentuan yang tidak sesuai dengan kondisi negara RI yang telah merdeka dinyatakan tidak berlaku, misalnya pasal 163 Indische Staatregeling IS yang mengatur tentang ke-pendudukan orang asing dan secara bertahap pemerintah RI mengeluarkan peraturan baru, antara lain : a. U.U. No. 9 th. 1953, tentang pengawasan orang asing dan PP No. 32 th. 1954 serta PP No. 45 th. 1954 sebagai peraturan pelaksanaannya b. U.U. No. 8drt1955 tentang tindak pidana imigrasi c. U.U. No. 9drt1955 tentang kependudukan orang asing. d. U.U. No. 14 th. 1959 tentang surat perjalanan RI paspor. e. Petunjuk Visa th. 1979. f. Surat-surat keputusan dan surat-surat edaran Direktur Jenderal Imigrasi yang dikeluarkan sebagai petunjuk pelaksanaannya dari UU dan peraturan tersebut diatas. Ketentuan-ketentuan tersebut diatas merupakan landasan hukum dalam pelaksanaan fungsi keimigrasian. Dalam periode setelah kemerdekaan kebijaksanaan keimigrasian tidak dianut “pintu terbuka”, akan tetapi pelaksanaannya dilakukan secara selektif dengan pendekatan kesejahteraan prosperity approach dan eamanan security approach. Kebijaksanaan ini bertitik tolak bahwa orang asing yang Universitas Sumatera Utara bermanfaat bagi pembangunan negara RI saja diperkenankan mauk dan tinggal di Indonesia. Aspek pendekatan keamanan security approach dituangkan dalam UU No. 9 th 1992 tentang Keimigrasian dalam pasal 1, butir 12 dan 13 dimana aparat Keimigrasian dapat melakukan tindakan penceghan dan penangkalan. Tindakan pencegahan berupa larangan yang bersifat sementara terhadap orang-orang tertentu untuk keluar dari wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu dan tindakan penangkalan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang-orang tertentu untuk masuk ke wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu. Dalam UU No. 9 Tahun 1992 tersebut dirumuskan bahwa tindakan Keimigrasian adalah tindakan administratif di luar proses peradilan. Salah satu bentuk dari tindakan Keimigrasian adalah pengusiran terhadap orang asing. Permasalahan tentang keimigrasian terkait erat dengan masalah perjanjian lintas batas antara pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain yang bertetangga adalah merupakan bagian lain dari persetujuan perbatasan dalam arti luas, yang pelaksanaannya terkait satu dengan yang lainnya, yaitu misalnya persetujuan lintas batas dalam bentuk Border Patrol Agreement between the Government of Republic of Philippine and the Government of the Republic of Indonesia, Border Trade Agreement, ataupun dalam bentuk : Special Arrangement yaitu “Joint Direction and Guidelines for the Implementation of the special Universitas Sumatera Utara Arrangement for traditional and Customary Border crossing” antara RI dan Papua New Guines. Sejauh ini, di dalam pengaturan Lintas Batas negara Republik Indonesia telah dilakukan tiga persetujuan diantara Republik Indonesia dengan negara tetangga yaitu antara pertama Republik Indonesia dengan Malaysia, kedua Republik Indonesia dengan Philipina dan ketiga Republik Indonesia dengan Papua Nugini PNG. Ketiga persetujuan tersebut, dijelaskan sebagai berikut:

1. RI – Malaysia

Perjanjian Lintas Batas antara RI – Malaysia telah lama dirintis dan diadakan oleh kedua negara yaitu pada masa setelah proklamasi kemerdekaan RI, pengaturan lintas batas yang pernah ada antara kedua negara adalah berupa persetujuan lokal yang dibuat pada tahun 1946. Oleh Residen Kalimantan Barat pada tahun 1955 dikeluarkan instruksi yang mengatur lalu lintas diperbatasan serta penetapan bentuk surat Pas jalan yaitu dengan instruksi nomor 12258Pem. 19 tanggal 28 Mei 1955. Sebelum dikeluarkan instruksi tersebut dalam persetujuan lokal pada tahun 1946 digunakan Pas jalan yang bentuknya sebagaimana ditentukan dalam persetujuan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1963 – 1965 kegiatan lintas batas dihentikan oleh karena terjadi konfrontasi RI – Malaysia. Setelah masa konfrontasi selesai, dengan melalui perundingan antar kedua delegasi pemerintah masing-masing pada tahun 1967 tanggal 26 Mei 1967 di Jakarta ditandatangani ”Pemufakatan Dasar Lintas Batas RI – Malaysia” Basic Agreement on Border Crossing Between the Republic of Indonesia and Malaysia. Dan kemudian Universitas Sumatera Utara