34
BAB III TINJAUAN FATWA MUI TENTANG PUASA BAGI PENERBANG
A. Pengertian Fatwa
Secara etimologi fatwa berasal dari bahasa Arab dari kata aftâ, jamaknya fatâwâ yang mempunyai arti petuah, nasihat, dan jawaban pertanyaan
hukum. Secara terminologis fatwa berarti pendapat mengenai suatu hukum dalam Islam yang merupakan tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang
diajukan oleh peminta fatwa dan jawaban tersebut tidak mempunyai daya ikat bagi si peminta fatwa baik si peminta fatwa tersebut perorangan, lembaga,
maupun masyarakat luas.
1
Dalam buku fatwa MUNAS VII MUI 2005, disebutkan bahwa fatwa adalah penjelasan tentang hukum atau ajaran Islam mengenai permasalahan yang
dihadapi atau ditanyakan oleh masyarakat serta merupakan pedoman dalam melaksanakan ajaran agamanya.
2
Menurut Ibnu Manzhur kata fatwa ini merupakan bentuk masdhar dari kata fata, yaftu, fatwa, yang bermakna muda, baru, penjelasan, penerangan.
Sehingga seorang yang mengeluarkan fatwa disebut mufti, karena orang tersebut mempunyai kekuatan untuk memberikan penjelasan dan jawaban terhadap
1
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994.cet III.h.6
2
Majelis Ulama Indonesia, Fatwa MUNAS VII MUI 2005, Cet III, h. 5.
35
permasalahan yang dihadapinya.
3
Fatwa juga bisa diartikan sebagai nasihat yang datangnya dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih
rendah dari padanya. Baik tingkatan umur ataupun ilmu yang dimilikinya.
4
Inti dari pengertian fatwa merupakan jawaban atau penjelasan atas suatu pertanyaan atau kasus yang sedang dihadapi, dan dapat dijadikan pedoman atau
dasar sesuai dengan keyakinan ajaran agamanya masing-masing. Dari pengertian-pengertian fatwa di atas, dapat dijumpai adanya pihak
yang meminta fatwa mustafi dan ada pihak yang memberi fatwa mufti. Pihak yang meminta fatwa mustafi bisa bersifat pribadi, lembaga atau kelompok
masyarakat, ataupum pemerintah dan bahkan dari kalangan MUI sendiri. Sedangkan pemberi fatwa mufti adalah pihak yang mengeluarkan fatwa yang
dilakukan oleh seorang mujtahid atau faqih yang telah memenuhi persyaratan- persyaratan tertentu dalam mengeluarkan fatwa. Fatwa tersebut bersifat petuah,
nasehat dan tidak harus diikuti oleh peminta fatwa, karena fatwa tersebut tidak mempunyai daya ikat dan sanksi bagi yang melanggarnya.
Seorang mufti orang yang memberikan fatwa harus mengetahui hukum Islam secara mendalam berikut dalil-dalilnya. Ia tidak dibenarkan
berfatwa hanya dengan dugaan-dugaan semata tanpa didasari pada dalil.
3
Ma‟ruf Amin, Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam. Jakarta: PT Pramudya Advertising, 2008.h. 19
4
M. Abdul Mujib.dkk, Kamus Istilah Fiqh. Jakarta: Pustaka Firdaus,2002.cet. 11.h.77
36
Tegasnya, setiap yang menyatakan suatu hukum haruslah menunjukkan dalilnya baik dari Al-
qur‟an, Hadits Nabi, maupun dalil hukum lainnya.
5
Dari pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa fatwa bukanlah keputusan hukum yang dibuat dengan mudah dan seenak diri sendiri atau
membuat-buat hukum tanpa dasar al-tahakum. Fatwa senantiasa terkait dengan siapa yang berwenang memberi fatwa senantiasa terkait dengan siapa yang
berwenang memberi fatwa, dan metode pembuatan fatwa al-istinbath.
6
Fatwa merupakan salah satu metode dalam Al- Qur‟an dan As-sunnah
dalam menerangkan hukum-hukum syara, ajaran serta arahan. Kadang-kadang penjelasan itu diberikan tanpa adanya pertanyaan atau perintah fatwa, dan cara
inilah yang paling dominan terdapat dalam Al- Qur‟an, baik mengenai persoalan
hukum maupun nasihat pengajaran.
7
Namun dengan perkembangan zaman sekarang ini, terkadang muncullah persoalan-persoalan baru yang membutuhkan jawaban hukum terhadap masalah
tersebut. Dalam Al- Qur‟an pun terdapat adanya pertanyaan dan permintaan fatwa
dengan menggunakan perkataan mereka bertanya kepadamu, dan bentuk perkataan seperti ini banyak terdapat dalam Al-
Qur‟an, diantara bentuk pertanyaan tersebut adalah seperti firman Allah SWT:
5
Yusuf al-qardhawy, Al-Fatwa bainal Indhibath wat Tasayyub Terj, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 1996, hal. 32.
6
MB. Hooker, Islam Mazhab Indonesia: Fatwa-fatwa dan Perubahan Sosial, Jakarta: Terauk, 2002,h. 16
7
Yusuf Qardawi, Fatwa Antara Ketelitian dan Kecerobohan, Jakarta: Gema Insani Press 1997.h.5
37
1. Qs. al-Baqarah : 189
Artinya
:
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan bagi ibadat
haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang
bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
2. Qs. al-Baqarah : 219
Artinya
:
Mereka bertanya kepadamu tantang khamar dan judi. Katakanlah: “pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa‟at bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa‟atnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang meraka nafkahkan. Katakanlah:
“yang lebih dari dari keperluan.”demikianlah Allah menerangkan ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.
3. Qs. An-Nisa: 176
38
Artinya: Mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah. Katakanlah: Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah
Fatwa di samping memberikan solusi terhadap pertanyaan yang diajukan juga berfungsi sebagai alat dalam merespon perkembangan
permasalahan yang bersifat kotemporer. Dalam hal ini fatwa bisa memberikan kepastian dalam memberikan status hukum pada suatu masalah yang muncul.
Tanpa adanya fatwa, suatu permasalaham boleh jadi tidak dapat terpecahkan yang akhirnya membuat umat bisa mengalami kebingungan.
B. Kedudukan Fatwa