40
terhadap segala permasalahan yang timbul atau terjadi berdasarkan wahyu dari Allah yang diturunkan kepadanya.
9
Kedudukan mufti sama dengan hakim, yaitu menggali hukum atau mencetuskan hukum kepada umat. Namun fatwa yang dikeluarkan bukanlah
peraturan atau undang-undang yang harus diikuti, fatwa hanyalah nasehat, petuah atau jawaban pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan hukum, tiada sanksi
bagi yang menghianatinya.
C. Peranan MUI Dalam Menetapkan Fatwa
Majelis Ulama Indonesia MUI yang didirikan pada tahun 1975 merupakan wadah musyawarah para ulama, zuama, dan cendekiawan muslim.
Organisai ini di bentuk dengan tujuan untuk mengamalkan ajaran Islam dan ikut serta mewujudkan masyarakat yang aman, damai, adil dan makmur dalam
Negara Republik Indonesia.
10
Sesuai dengan namanya, maka tugas Komisi Fatwa MUI adalah memberikan nasehat-nasehat berupa fatwa yang berkaitan dengan masalah-
masalah keagamaan dan kemasyakaratan terutama yang berhubungan dengan pembangunan nasional. Komisi Fatwa dan Hukum dibentuk sejak pertama kali
MUI didirikan yaitu pada tanggal 26 Juli 1975 17 Rajab 1395. Tugas
9
A. Rahman Riotongga, dkk. “Ensiklopedi Hukum Islam”. Jakarta: PT Ictiar Baru,
1996.h.434-435
10
Majlis Ulama Indonesia, Muqaddimah Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga MUI, Jakarta: Sekretariat MUI, 1986, hal. 26.
41
memberikan fatwa bukanlah pekerjaan mudah yang dapat dilakukan oleh setiap orang karena kelak akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Hal ini
mengingat tujuan dari pemberian fatwa itu adalah menjelaskan hukum-hukum Allah kepada masyarakat yang akan mempedomani dan mengamalkannya. Maka
tidak mengherankan jika hampir seluruh kitab ushul fiqh membicarakan masalah ifta‟ dan menetapkan sejulah persyaratan yang harus dipenuhi oleh orang yang
akan mengeluarkan fatwa. Seorang mufti harus memahami hukum Islam secara mendalam beserta dalil-dalilnya baik dari al-Quran, hadist maupun dalil hukum
lainnya. Oleh karena itu, kiranya dapat dimaklumi apabila ada kesan bahwa
komisi fatwa kurang produktif atau agak lamban dalam merespon persoalan yang muncul di tengah-tengah masyarakat. Sebab untuk mengeluarkan sebuah fatwa,
selain keharusan menggali dalil-dalil hukumnya, Komisi Fatwa juga harus memperhatikan situasi dan kondisi, sehingga fatwa tersebut benar-benar
membawa kemaslahatan bagi masyarakat dan sejalan dengan tujuan pensyariatan hukum Islam maqasid at-
tasyri‟, yaitu al-masalih al-„ammah atau kemaslahatan umum yang disepakati oleh para ulama.
11
11
Sambutan Ketua Komisi Fatwa dan Hukum KH. Ibrahim Hosen dalam Himpunan Fatwa-Fatwa MUI, Jakarta : Sekretariat MUI, 1997.
42
Keberadaan MUI di Indonesia memiliki peranan yang sangat kuat untuk menentukan hukum khususnya dalam hukum Islam selain itu MUI juga
memiliki beberapa peranan,
12
antara lain: 1.
Sebagai ahli waris tugas para Nabi warasatul anbiya‟ MUI berperan sebagai ahli waris tugas-tugas para Nabi, yaitu
menyebarkan ajaran agama Islam serta memperjuangkan terwujudnya suatu kehidupan sehari-hari secara arif dan bijaksana berdasarkan Islam. Sebagai
pewaris para Nabi, MUI menjalankan fungsi kenabian an-Nabuwwah yakni memperjuangkan perubahan kehidupan agar berjalan sesuai agama Islam,
walaupun dengan konsekuensi akan menerima kritik, tekanan, dan ancaman karena perjuangannya bertentangan dengan sebagai tradisi, budaya dan
peradaban manusia.
13
2. Sebagai pemberi fatwa mufti
MUI berperan sebagai pemberi fatwa bagi umat Islam baik diminta ataupun tidak diminta. Sebagai lembaga pemberi fatwa MUI mengakomodasi
dan menyalurkan aspirasi umat Islam Indonesia yang sangat beragam aliran paham dan pemikiran serta organisasi keagamaannya.
12
Sekretariat MUI, Himpunan Keputusan Munas VII MUI 2005, Sekretariat MUI, 2005 h. 24-25
13
Sekretariat MUI, Himpunan Keputusan Munas VII MUI 2005, h. 24
43
3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat ra‟iy wa khadim al-ummah
MUI berperan sebagai pelayan umat, yaitu melayani umat dan bangsa dalam memenuhi harapan, aspirasi dan tuntutan mereka. Dalam kaitan ini MUI
senantiasa berikhtiar memenuhi permintaan umat, baik langsung atau tidak langsung akan bimbingan dan fatwa kegamaan. Begitu pula, MUI berusaha
selalu tampil di depan dalam membela dan memperjuagkan aspirasi umat dan bangsa dalam hubungannya dengan pemerintah.
14
4. Sebagai penegak amar ma‟ruf nahi munkar
MUI berperan sebagai wahana penegak amar ma‟ruf nahi munkar, yaitu dengan menegaskan kebenaran dan kebatilan sebagai kebatilan dengan penuh
hikamg dan istiqamah. Dengan demikian, MUI juga merupakan wadah penghidmatan bagi pejuang dakwah yang senantiasa berubah dan memperbaiki
keadaan masyarakat dan bangsa dari kondisi yang tidak sejalan dengan ajaran Islam menjadi masyarakat dan bangsa yang berkualitas khairu ummah.
5. Sebagai pelopor gerakan al-tajdid wa al-islah
MUI berperan sebagai pelopor gerakan al-tajdid, yaitu gerakan pembaharuan pemikiran Islam. Dan gerakan al-islah yaitu MUI sebagai juru
damai terhadap perbedaan yang terjadi di kalangan umat. Apabila terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat Islam maka MUI dapat menempuh jalan
al- jam‟u wa al-taufiq kompromi dan persesuaian dan dengan jalan tarjih
14
Sekretariat MUI, Himpunan Keputusan Munas VII MUI 2005, h. 25
44
mencari hukum yang lebih kuat. Dengan demikian diharapkan tetap terpelihara semangat persaudaraan di kalangan umat Islam Indonesia.
15
Dalam melakukan ijtihad untuk menetapkan sebuah fatwa hukum, maka MUI berpedoman pada pedoman fatwa ulama Indonesia yang ditetapkan dalam
surat keputusan MUI No : U-596MUIX1997. Dalam surat keputusan tersebut, terdapat tiga bagian proses utama dalam menentukan fatwa, yaitu dasar-dasar
umum penetapan fatwa, teknik dan kewenangan organisasi dalam penetapan fatwa.
Dasar-dasar umum penetapan fatwa MUI ditetapkan dalam 2 ayat ayat 1 dan 2 pada ayat 1 dikatakan bahwa setiap fatwa didasari pada adillat al-ahkam
yang paling kuat dan membawa kemaslahatan bagi umat. Dalam ayat berikutnya ayat 2 dijelaskan bahwa dasar-dasar fatwa adalah al-
Qur‟an, Hadits, Ijma, Qiyas, dan dalil-dalil hukum lainnya.
16
Sedangkan prosedur penetapan fatwa dilakukan sebagai berikut : a.
Setiap masalah yang disampaikan kepada Komisi hendaklah terlebih dahulu dipelajari dengan seksama oleh para anggota Komisi atau Tim Khusus
sekurang-kurangnya seminggu sebelum disidangkan. b.
Mengenai masaslah yang telah jelas hukumnya Qat‟i hendaklah komisi menyampaikan sebagai adanya dan fatwa menjadi gugut setelah diketahui
ada nass-nya dari Al- Qur‟an dan as-Sunnah.
15
Sekretariat MUI, Himpunan Keputusan Munas VII MUI 2005,h. 25
16
Depag. RI., Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Jakarta: Dirjen BPIH Depag RI, 2003, h. 1
45
c. Dalam masalah yang terjadi khilafiyyah di kalangan mazhab, maka yang
difatwakan adalah hasil tarjih setelah memperhatikan fiqh muqaram perbandingan dengan menggunakan kaidah-kaidah ushul fiqh muqaram
yang berhubungan dengan pen-tarjih-an Kewenangan MUI adalah fatwa
tentang : a. Masalah-masalah keagamaan yang bersifat umum dan menyangkut umat Islam Indonesia secara nasional, b. Masalah-masalah
keagamaan yang bersifat umum di suatu daerah yang diduga dapat meluas ke daerah lain.
17
Selain itu metode yang dipergunakan oleh Komisi Fatwa MUI dalam proses penetapan fatwa dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu Pendekatan
Nash Qath‟i, Pendekatan Qauli dan Pendekatan Manhaji.
1 Pendekatan Nash Qoth‟i dilakukan dengan berpegang kepada nash al-Qur‟an
atau Hadits untuk sesuatu masalah apabila masalah yang ditetapkan terdapat dalam nash al-
Qur‟an ataupun Hadits secara jelas. Sedangkan apabila tidak terdapat dalam nash al-
Qur‟an maupun Hadits maka penjawaban dilakukan dengan pendekatan Qauli dan Manhaji.
2 Pendekatan Qauli adalah pendekatan dalam proses penetapan fatwa dengan
mendasarkannya pada pendapat para Imam Mazhab dalam kitab-kitab fiqh terkemuka al-kutub al-
mu‟tabarah. Pendekatan Qauli dilakukan apabila jawaban dapat dicukupi oleh pendapat dalam kitab-kitab fiqih terkemuka al-
kutub al- mu‟tabarah dan hanya terdapat satu pendapat qaul, kecuali jika
17
Depag. RI., Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, h. 6-7
46
pendapat qaul yang ada dianggap tidak cocok lagi untuk dipegangi karena sangat sulit untuk dilaksanakan
ta‟assur atau ta‟adzdzur al-„amal atau shu‟ubah al-„amal , atau karena alasan hukumnya „illah berubah. Dalam
kondisi seperti ini perlu dilakukan telaah ulang i‟adatun nazhar,
sebagaimana yang dilakukan oleh ulama terdahulu. Karena itu mereka tidak terpaku terhadap pendapat ulama terdahulu yang telah ada bila pendapat
tersebut sudah tidak memadai lagi untuk didijadikan pedoman. Apabila jawaban permasalahan tersebut tidak dapat dicukupi oleh
nash qoth‟i dan juga tidak dapat dicukupi oleh pendapat yang ada dalam kitab-kitab fiqih
terkemuka al-kutub al- mu‟tabarah, maka proses penetapan fatwa
dilakukan melalui pendekatan manhaji. 3
Pendekatan Manhaji adalah pendekatan dalam proses penetapan fatwa dengan mempergunakan kaidah-kaidah pokok al-qowaid al-ushuliyah dan
metodologi yang dikembangkan oleh imam mazhab dalam merumuskan hukum suatu masalah. Pendekatan manhaji dilakukan melalui ijtihad secara
kolektif ijtihad jama‟i, dengan menggunakan metode: mempertemukan
pendapat yang berbeda al- Jam‟u wat taufiq, memilih pendapat yang lebih
akurat dalilnya tarjihi, menganalogikan permasalahan yang muncul dengan permasalahan yang telah ditetapkan hukumnya dalam kitab-kitab fiqh
ilhaqi dan istinbathi. Membiarkan masyarakat untuk memilih sendiri pendapat para ulama
yang ada sangatlah berbahaya, karena hal itu berarti membiarkan masyarakat
47
untuk memilih salah satu pendapat qaul ulama tanpa menggunakan prosedur, batasan dan patokan. Oleh karena itu, menjadi kewajiban lembaga fatwa yang
memiliki kompetensi untuk memilih pendapat qaul yang rajih lebih kuat dalil dan argumentasinya untuk dijadikan pedoman bagi masyarakat. Ketika satu
masalah atau satu kasus belum ada pendapat qaul yang menjelaskan secara persis dalam kitab fiqh terdahulu al-kutub al-
mu‟tabarah namun terdapat padanannya dari masalah tersebut, maka penjawabannya dilakukan melalui
metode ilhaqi, yaitu menyamakan suatu masalah yang terjadi dengan kasus padanannya dalam al-kutub al-
mu‟tabarah. Secara umum penetapan fatwa di MUI selalu memperhatikan pula
kemaslahatan umum mashalih „ammah dan intisari ajaran agama maqashid al-
syari‟ah. Sehingga fatwa yang dikeluarkan oleh MUI benar-benar bisa menjawab permasalahan yang dihadapi umat dan benar-benar dapat menjadi
alternatif pilihan umat untuk dijadikan pedoman dalam menjalankan kehidupannya.
48
BAB IV KAJIAN TERHADAP FATWA MUI TENTANG PUASA BAGI PENERBANG