7
tergelincir atau sesudahnya, maka ia harus tetap berpuasa, dan kalau berbuka, dia harus membayar kifarah, seperti seorang yang sengaja membuka. Bila
seorang musafir telah sampai kedaerahnya atau ketempat tinggalnya yang akan ditempatinya selama sepuluh hari sebelum zawal, dan tidak melakukan sesuatu
yang membatalkan puasanya, maka ia wajib meneruskan puasanya, dan bila berbuka, maka hukumnya seperti seorang yang berbuka dengan sengaja, yaitu
membayar kifarah.
6
Berkenaan dengan hal di atas, maka penulis tertarik untuk membahasnya dalam bentuk skripsi yang berjudul
“Keringanan Puasa Bagi Penerbang Di Bulan Ramadhan Analisis Fatwa MUI Tentang Puasa Bagi
Penerbang PILOT
”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Secara substantif, pembahasan mengenai fatwa MUI sangat luas cakupannya. Untuk menghindari agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam kajian
ini, maka penulis membatasi kepada fatwa yang dikeluarkan olah MUI pusat tentang puasa bagi penerbang sekitar pembahasan tentang problematika
penerbang dalam menjalankan tugasnya pada saat berpuasa di bulan Ramadhan dan fatwa MUI. Berkenaan dengan ini, dikarenakan banyaknya fatwa yang
dikeluarkan oleh komisi fatwa yang berada ditingkat daerah dan sebagainya.
6
Jawad Mighniyah, Terjemah Fiqh Lima Mazhab, Jakarta: Lentera Basritama, 1996, h. 158-159
8
Melihat dari pembatasan diatas, maka penulis mengambil rumusan- rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa problematika penerbang dalam menjalankan tugasnya pada saat
berpuasa di bulan Ramadhan ? 2.
Bagaimanakah fatwa MUI tentang puasa bagi penerbang ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Dari perumusan dan pembatasan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Agar dapat mengetahui apa problematika penerbang dalam menjalankan
tugasnya pada saat berpuasa. 2.
Agar dapat mengetahui bagaimana dasar hukum MUI dalam menetapkan fatwa tentang puasa bagi penerbang.
Penulis berharap, dengan penulisan skripsi ini mampu memberi manfaat, yaitu menambah wawasan, khususnya penulis dan pada umunya
pembaca, masyarakat dan tokoh masyarakat. Selain itu juga, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak-pihak terkait.
D. Kajian Terdahulu Review Study
Setelah dilakukan evaluasi terhadap beberapa judul skripsi, tesis maupun disertasi yang erat kaitannya dengan pembahasan yang akan dijadikan
pokok pembahasan dalam skripsi ini, ditemukan beberapa judul skripsi yang membahas tentang puasa. Salah satunya adalah skripsi yang ditulis oleh
9
Rahmat Hidayat, yang berjudul
“Nilai-nilai Edukatif Yang Terkandung Dalam Ibadah Puasa”. Rahmat Hidayat mengatakan bahwa ibadah puasa
mempunyai nilai pendidikan apabila ibadah puasa itu dilakukan dengan benar berdasarkan ketentuan hukum syara‟ dan benar-benar mengharap ridlo dari
Allah SWT. Karena apabila ibadah puasa tidak berdasar hukum syara‟ hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja tanpa ada nilai-nilai positif yang berarti
yang didapatnya. Dalam skripsi ini menerangkan bahwa hikmah puasa yang berkaitan dengan pendidikan dapat terungkap secara ilmiah dan dapat
memberikan kontribusi positif dalam mengembangkan pendidikan. Sedangkan skripsi yang ditulis oleh Ramadani yang berjudul
“Makna Puasa Di Kalangan Narapidana Muslim Dan Kristen Studi Kasus Di
Lembaga Permasyarakatan LP Tangerang”. dalam skripsi ini menerangkan
perbedaan makna puasa dari kalangan narapidana muslim dan kristen. Dari pernyataan narapidana umat muslim berpuasa di dalam penjara lebih baik datau
lebih khusyu‟ dibanding saat pelaksanaan ibadah puasa mereka saat berada di luar penjara. Sedangkan narapidana Kristen berpuasa untuk mendekatakan diri
kepada Tuhan Yesus dan usaha untuk menjauhkan keberadaan setan yang mengganggu manusia.
Dari sekian banyak skripsi yang membahas tentang puasa tidak ada yang membahas langsung dan sesuai yang akan penulis teliti yang lebih fokus
pada menganalisis fatwa MUI tentang puasa bagi penerbang.
10
E. Metode Penelitian