Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Ibu serta Dukungan Tenaga Kesehatan terhadap Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU SERTA DUKUNGAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN MAKANAN

PADA BALITA DI PUSKESMAS BANDAR KHALIFAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Oleh

MARIA POSMA HAYATI 097032136/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF MOTHER’S KNOWLEDGE AND ATTITUDE AND THE HEALTH OFFICER’S SUPPORT ON THE FEEDING TO THE

CHILDREN UNDER FIVE YEARS OLD AT BANDAR KHALIFAH HEALTH CENTER SERDANG BEDAGAI DISTRICT

THESIS

BY

MARIA POSMA HAYATI 097032136/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU SERTA DUKUNGAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN MAKANAN

PADA BALITA DI PUSKESMAS BANDAR KHALIFAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MARIA POSMA HAYATI 097032136/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU SERTA DUKUNGAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN MAKANAN PADA BALITA DI PUSKESMAS BANDAR KHALIFAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Nama Mahasiswa : Maria Posma Hayati Nomor Induk Mahasiswa : 097032136

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si) (Drs. Amir Purba, M.Si, Ph.D) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) ( Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 19 Desember 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si Anggota : 1. Drs. Amir Purba, M.Si, Ph.D

2. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes 3. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU SERTA DUKUNGAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN MAKANAN

PADA BALITA DI PUSKESMAS BANDAR KHALIFAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Desember 2011


(7)

ABSTRAK

Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Kabupaten Serdang Bedagai tergolong tinggi pada tahun 2010. Sebanyak 1.072 balita dari 63.292 balita mengalami gizi kurang dan 85 balita mengalami gizi buruk. Puskesmas Bandar Khalifah merupakan salah satu puskesmas yang terdapat di Kabupaten Serdang Bedagai di mana di wilayah ini banyak balitanya mengalami gizi kurang dan gizi buruk.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan sikap ibu serta dukungan tenaga kesehatan terhadap pemberian makanan pada balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2011. Penelitian ini menggunakan jenis explanatory survey. Populasi adalah ibu yang memiliki balita dan melakukan penimbangan berat badan balitanya pada pelayanan kesehatan puskesmas/posyandu di Kecamatan Bandar Khalifah, yang berjumlah 1.421 ibu.

Jumah sampel sebanyak 93 ibu, yang diperoleh dengan cara simple random

sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh pengetahuan ibu, sikap ibu dan dukungan tenaga kesehatan terhadap pemberian makanan pada balita (p < 0,05). Variabel yang dominan memengaruhi pemberian makanan pada balita adalah dukungan tenaga kesehatan.

Disarankan kepada tenaga kesehatan yang bekerja di pelayanan kesehatan agar lebih meningkatkan perencanaan promosi dan penyuluhan tentang pemberian makanan pada balita agar pengetahuan dan sikap ibu dalam pemberian makanan pada balita semakin baik.


(8)

ABSTRACT

The prevalence of under nutrition and severe under nutrition in Serdang Bedagai District relatively high in 2010. There were 1,072 children under five years old from 63,292 of them suffered from under nutrition and 85 of them suffered from severe under nutrition. Bandar Khalifah Health Center is one of the Health Center in Serdang Bedagai District where in this area had many children under five years old suffered from under nutrition and severe under nutrition.

The aim of this research was to analyze the influences of mother’s knowledge and attitude and the health officer’s support on the feeding to the children under five years old at Bandar Khalifah Health Center, Serdang Bedagai District, in 2011. This research used explanatory survey method. The population were 1,421 mothers who had children under five years old and weighed their children in the Health Center or Posyandu (Integrated Service Post) at Bandar Khalifah Subdistrict; 93 of these mothers were used as the samples, using simple random sampling. The data were analyzed by using multiple logistic regression tests.

The results of the research showed that there were the influences of mother’s knowledge and attitude and the health officer’s support on the feeding to the children under five years old (p < 0,05). The dominant variable which influence on the feeding to the children under five years old was the health officer’s support.

It is recommended that the health officers at the Health Service should increase the program of promotion and counseling about feeding to the children under five years old in order that the mother’s knowledge and attitude in feeding to their children become better.


(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul ”Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Ibu serta Dukungan Tenaga Kesehatan terhadap Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai”.

Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini izinkan penulis untuk mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H. M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si sebagai Ketua Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara serta seluruh jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama saya mengikuti pendidikan

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Drs.


(10)

meluangkan waktu dan pikiran dengan penuh perhatian dan kesabaran dalam memberikan bimbingan sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

5. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes selaku ketua komisi pembanding dan Dra.

Jumirah, Apt, M.Kes sebagai anggota komisi pembanding, yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

6. Kepala Dinas Kabupaten Serdang Bedagai, Kepala Puskesmas Bandar Khalifah

dan tenaga kesehatan yang bertugas di wilayah Puskesmas Bandar Khalifah.

7. Kedua orang tua, suami tercinta dan anakku tersayang, yang telah turut

memberikan doa restu serta kesabaran, karena kehilangan banyak waktu bersam dalam masa-masa menempuh pendidikan ini.

8. Rekan-rekan dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

yang telah banyak memberikan bantuan moril dan materil selama mengikuti pendidikan, penelitian dan penulisan tesis.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan dan diucapkan terimakasih.

Medan, Desember 2011


(11)

RIWAYAT HIDUP

Maria Posma Hayati, lahir di Pangkal Pinang pada tanggal 29 April 1982, anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan M. Siahaan, S.H dan D. br. Manullang, menikah dengan S. Panjaitan, S.T dan telah dikaruniai satu orang putra yaitu Glenn Hezkiel Panjaitan.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di SD Swasta Husni Thamrin pada tahun 1988 dan diselesaikan pada tahun 1994, SMP Swasta Husni Thamrin pada tahun 1994 dan selesai pada tahun 1997, SMA Swasta Husni Thamrin pada tahun 1997 dan diselesaikan pada tahun 2000, S1 Profesi Dokter di Fakultas Kedokteran Umum Universitas Methodist Indonesia pada tahun 2000 dan selesai pada tahun 2007.

Pada tahun 2007 sampai tahun 2009 menjadi dokter PTT di Kabupaten Humbang Hasundutan dan pada tahun 2010 sampai sekarang menjadi PNS di Puskesmas Bandar Khalifah.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis ... 9

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Perilaku ... .. 11

2.2. Pengetahuan (Knowledge) ... .. 12

2.3. Sikap (Attitude) ... .. 16

2.4. Dukungan Tenaga Kesehatan... .. 18

2.5. Pemberian Makanan Pada Balita ... . 23

2.5.1. Pemberian Makanan Sehat Seimbang ... . 24

2.5.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemberian Makanan .... . 31

2.5.3. Macam-Macam Zat Gizi ... 32

2.5.4. Kebutuhan Gizi Balita ... 34

2.5.5. Status Gizi Balita……… 35

2.6. Landasan Teori ... 37

2.7. Kerangka Konsep ... 38

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 39

3.1. Jenis Penelitian ... 39

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... ... 39

3.2.1. Lokasi Penelitian ... ... 39


(13)

3.3. Populasi dan Sampel ... .. 40

3.3.1 Populasi ... .. 40

3.3.2 Sampel ... .. 40

3.3.3 Teknik Sampling ... .. 41

3.4. Metode Pengumpulan Data ... .. 41

3.4.1. Pengumpulan Data ... .. 41

3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... .. 42

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... .. 45

3.5.1. Variabel ... .. 45

3.5.2. Definisi Operasional ... .. 45

3.6. Metode Pengukuran ……….. 46

3.6.1. Variabel Bebas ... .. 46

3.6.2. Variabel Terikat ... .. 47

3.7. Metode Analisis Data ... .. 48

3.7.1. Univariat ... .. 48

3.7.2. Bivariat ... .. 48

3.7.3. Multivariat... .. 49

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 50

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 50

4.2. Karakteristik Responden ... 51

4.3. Pengetahuan Ibu ... 52

4.4. Sikap ibu ... 54

4.5. Dukungan Tenaga Kesehatan ... 57

4.6. Pemberian Makanan pada Balita ... 59

4.7. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Pemberian Makanan pada Balita ... 63

4.8. Hubungan Sikap Ibu dengan Pemberian Makanan pada Balita ... 64

4.9. Hubungan Dukungan Tenaga Kesehatan dengan Pemberian Makanan pada Balita ... 65

4.10. Analisis Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Ibu serta Dukungan Tenaga Kesehatan terhadap Pemberian Makanan pada Balita ... 66

BAB 5. PEMBAHASAN ... 70

5.1. Pengaruh Pengetahuan Ibu terhadap Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai ... 70

5.2. Pengaruh Sikap Ibu terhadap Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai ... 74 5.3. Pengaruh Dukungan Tenaga Kesehatan terhadap Pemberian


(14)

Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah

Kabupaten Serdang Bedagai ... 78

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

6.1. Kesimpulan ... 82

6.2. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Pola Pemberian Makanan Balita ... 28

2.2. Kebutuhan Zat Gizi Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG)

Rata-Rata Per Hari ... 35 3.1. Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian di Puskesmas Bandar Khalifah ... 41 3.2. Metode Pengukuran Variabel Penelitian... 48 4.1. Distribusi Karakteristik Responden di Wilayah Puskesmas Bandar

Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai ... 51 4.2. Distribusi Jawaban Responden tentang Pengetahuan Ibu dalam

Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah

Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2011... .... 53 4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makanan

pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang

Bedagai Tahun 2011 ... 54 4.4. Distribusi Jawaban Responden tentang Sikap Ibu dalam Pemberian

Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten

Serdang Bedagai Tahun 2011 ... 55 4.5. Distribusi Frekuensi Sikap Ibu tentang Pemberian Makanan pada

Balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai

Tahun 2011 ... 56

4.6. Distribusi Jawaban Responden tentang Dukungan Tenaga Kesehatan

dalam Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar

Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2011 ... 57 4.7. Distribusi Frekuensi Dukungan Tenaga Kesehatan tentang Pemberian

Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten


(16)

4.8. Distribusi Jawaban Responden tentang Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai

Tahun 2011 ... 59 4.9. Distribusi Frekuensi Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas

Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2011 ... 62 4.10. Distribusi Frekuensi Food Recall Pada Makanan yang Dikonsumsi

Balita... .. 63 4.11. Tabulasi Silang Variabel Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Pemberian

Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalipah Kabupaten

Serdang Bedagai, Tahun 2011 ... 64 4.12. Tabulasi Silang Variabel Sikap Ibu dengan Pemberian Makanan pada

Balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai,

Tahun 2011 ... 65 4.13. Tabulasi Silang Variabel Dukungan Tenaga Kesehatan dengan

Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah

Kabupaten Serdang Bedagai, Tahun 2011 ... 66 4.14. Hasil Akhir Analisis Regresi Logistik Ganda Pengaruh Pengetahuan,

Sikap Ibu dan Dukungan Tenaga Kesehatan Terhadap Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 87

2. Formulir food frequency menurut jenis bahan-bahan makanan... ... 93

3. Hasil uji validitas dan Reliabilitas ... 94

4. Hasil Pengolahan data ... 104

5. Surat izin Penelitian ... 112


(19)

ABSTRAK

Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Kabupaten Serdang Bedagai tergolong tinggi pada tahun 2010. Sebanyak 1.072 balita dari 63.292 balita mengalami gizi kurang dan 85 balita mengalami gizi buruk. Puskesmas Bandar Khalifah merupakan salah satu puskesmas yang terdapat di Kabupaten Serdang Bedagai di mana di wilayah ini banyak balitanya mengalami gizi kurang dan gizi buruk.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan sikap ibu serta dukungan tenaga kesehatan terhadap pemberian makanan pada balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2011. Penelitian ini menggunakan jenis explanatory survey. Populasi adalah ibu yang memiliki balita dan melakukan penimbangan berat badan balitanya pada pelayanan kesehatan puskesmas/posyandu di Kecamatan Bandar Khalifah, yang berjumlah 1.421 ibu.

Jumah sampel sebanyak 93 ibu, yang diperoleh dengan cara simple random

sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh pengetahuan ibu, sikap ibu dan dukungan tenaga kesehatan terhadap pemberian makanan pada balita (p < 0,05). Variabel yang dominan memengaruhi pemberian makanan pada balita adalah dukungan tenaga kesehatan.

Disarankan kepada tenaga kesehatan yang bekerja di pelayanan kesehatan agar lebih meningkatkan perencanaan promosi dan penyuluhan tentang pemberian makanan pada balita agar pengetahuan dan sikap ibu dalam pemberian makanan pada balita semakin baik.


(20)

ABSTRACT

The prevalence of under nutrition and severe under nutrition in Serdang Bedagai District relatively high in 2010. There were 1,072 children under five years old from 63,292 of them suffered from under nutrition and 85 of them suffered from severe under nutrition. Bandar Khalifah Health Center is one of the Health Center in Serdang Bedagai District where in this area had many children under five years old suffered from under nutrition and severe under nutrition.

The aim of this research was to analyze the influences of mother’s knowledge and attitude and the health officer’s support on the feeding to the children under five years old at Bandar Khalifah Health Center, Serdang Bedagai District, in 2011. This research used explanatory survey method. The population were 1,421 mothers who had children under five years old and weighed their children in the Health Center or Posyandu (Integrated Service Post) at Bandar Khalifah Subdistrict; 93 of these mothers were used as the samples, using simple random sampling. The data were analyzed by using multiple logistic regression tests.

The results of the research showed that there were the influences of mother’s knowledge and attitude and the health officer’s support on the feeding to the children under five years old (p < 0,05). The dominant variable which influence on the feeding to the children under five years old was the health officer’s support.

It is recommended that the health officers at the Health Service should increase the program of promotion and counseling about feeding to the children under five years old in order that the mother’s knowledge and attitude in feeding to their children become better.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Arah kebijaksanaan pembangunan bidang kesehatan, diantaranya menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan termasuk di dalamnya keadaan gizi masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas hidup serta kecerdasan dan kesejahteraan rakyat pada umumnya (Suhardjo, 2003).

Pemerintah telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN, 2005-2009) di bidang kesehatan yang mencakup program-program prioritas sebagai berikut: program-program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, program lingkungan sehat, program pencegahan dan pemberantasan penyakit dan program perbaikan gizi masyarakat. Salah satu sasarannya adalah menurunnya frekuensi gizi kurang menjadi 20% pada tahun 2009 dan penurunan gizi buruk menjadi 5% (Depkes RI, 2005).

Masalah gizi di Indonesia yang terbanyak meliputi gizi kurang atau yang mencakup susunan hidangan yang tidak seimbang maupun konsumsi keseluruhan yang tidak mencukupi kebutuhan badan. Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita kekurangan gizi. Di negara berkembang anak-anak umur 0 - 5 tahun merupakan golongan yang paling rawan terhadap gizi, khususnya pada periode umur 1 - 3 tahun (Suhardjo, 2003).


(22)

Pada masa balita, anak sedang mengalami proses pertumbuhan yang sangat pesat sehingga memerlukan zat-zat makanan yang relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih tinggi. Hasil pertumbuhan menjadi dewasa, sangat tergantung dari kondisi gizi dan kesehatan sewaktu masa balita. Gizi kurang atau gizi buruk pada bayi dan anak-anak terutama pada umur kurang dari 5 tahun dapat berakibat terganggunya pertumbuhan jasmani dan kecerdasan otak (Achmad Djaeni, 2000).

Gizi buruk mempunyai dampak jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendek gizi buruk adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan perkembangan. Sedang dampak jangka panjang adalah penurunan skor IQ, penurunan perkembangan kognitif, penurunan integrasi sensori. Gizi buruk jika tidak dikelola dengan baik pada fase akutnya akan mengancam jiwa dan pada jangka panjang akan menjadi ancaman hilangnya generasi bangsa. Penundaan pemberian perhatian, pemeliharaan gizi yang kurang tepat terhadap balita akan menurunkan nilai potensi mereka sebagai sumber daya pembangunan masyarakat dan ekonomi nasional. Mereka memerlukan penggarapan sedini mungkin apabila kita menginginkan peningkatan potensi mereka untuk pembangunan bangsa di masa depan (Nency Y, Arifin M.T., 2005).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, menunjukkan angka balita kurang gizi sebanyak 17,9 persen, jumlah tersebut menurun jika dibanding dengan tahun 2007, yaitu sebesar 18,4 persen. Demikian pula halnya dengan prevalensi balita pendek yang menurun sebanyak 1,2 persen yaitu dari


(23)

36,8 persen pada tahun 2007 menjadi 35,6 persen pada tahun 2010, dan prevalensi balita kurus menurun sebanyak 0,3 persen yaitu dari 13,6 persen pada tahun 2007 menjadi 13,3 persen pada tahun 2010. Meskipun terjadi penurunan angka penderita gizi kurang dan gizi buruk, namun masih terjadi disparitas prevalensi antar provinsi yang cukup lebar. Angka gizi kurang dan gizi buruk terendah berada di Provinsi Sulawesi Utara, yaitu sebesar 10,6%, sedangkan tertinggi berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu sebesar 30,5%. Di propinsi Sumut prevalensi gizi kurang dan buruk juga mengalami penurunan dari 22,8% pada tahun 2007 menjadi 21,4% pada tahun 2010. Di kota Medan, prevalensi gizi kurang 12,89% dan gizi buruk 2,78% (Depkes, 2010).

Untuk Kabupaten Serdang Bedagai dari 63.292 jumlah balita yang ada pada tahun 2009, yang ditimbang 45.517 balita, ditemukan 1.072 balita menderita gizi kurang dan gizi buruk sebanyak 85 balita. Di Kecamatan Bandar Khalifah sendiri dari 3.267 balita yang ada, yang ditimbang 3.004 balita, dijumpai 65 balita gizi kurang dan 4 balita gizi buruk (Profil Dinas Kesehatan Serdang Bedagai, 2010).

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan, balita penderita gizi kurang dan buruk pada umumnya berasal dari keluarga kurang mampu (miskin), sehingga ibu tidak memiliki pilihan untuk memberikan makanan yang bervariasi dan sesuai dengan kebutuhan jumlah kalori minimal dalam sehari (2.100 kkal). Selain itu, pada keluarga penderita juga ditemukan perilaku ayah yang mengkonsumsi rokok, sehingga mengurangi pendapatan yang bisa digunakan untuk menyediakan makanan


(24)

yang bergizi bagi anak. Hal ini menyebabkan berbagai dukungan tenaga kesehatan melalui pemberian informasi (penyuluhan) tentang pemberian makanan bergizi, pemberian makanan tambahan tidak berdampak dalam upaya penurunan kasus gizi kurang dan buruk. Berdasarkan laporan bulanan di Puskesmas Bandar Khalifah untuk bulan Juni 2011, dari 1421 balita yang ditimbang, telah dijumpai 35 balita diantaranya mengalami gizi kurang dan 2 balita mengalami gizi buruk.

Kekurangan zat gizi pada anak disebabkan karena anak mendapat makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan badan anak atau adanya ketidakseimbangan antara konsumsi zat gizi dan kebutuhan gizi dari segi kuantitatif maupun kualitatif (Moehji, S., 2003).

Dari hasil beberapa penelitian menyatakan bahwa keadaan kurang gizi pada bayi dan anak disebabkan karena kebiasaan pemberian makanan pendamping ASI yang tidak tepat. Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak serta adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak, khususnya pada anak usia dibawah 2 tahun (Depkes RI, 2000).

Ibu adalah seseorang yang paling dekat dengan anak haruslah memiliki pengetahuan tentang gizi. Pengetahuan minimal yang harus diketahui seorang ibu adalah tentang kebutuhan gizi, cara pemberian makan, jadwal pemberian makan pada balita, sehingga akan menjamin anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal (Baliwati, Y.F., 2004). Pemberian makanan pada balita bertujuan untuk mendapat zat


(25)

gizi yang diperlukan tubuh untuk pertumbuhan dan pengaturan faal tubuh. Zat gizi berperan memelihara dan memulihkan kesehatan serta untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari (Suharjo, 2003).

Kurangnya pengetahuan gizi dan kesehatan orang tua, khususnya ibu merupakan salah satu penyebab terjadinya kekurangan gizi pada balita. Dalam periode pemberian makanan pendamping ASI, balita tergantung sepenuhnya pada perawatan dan pemberian makanan oleh ibunya. Oleh karena itu pengetahuan dan sikap ibu sangat berperanan, sebab pengetahuan tentang pemberian makanan dan sikap yang baik terhadap pemberian makanan pada balita akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi balitanya. Semakin baik pengetahuan gizi seseorang maka ia akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi (Achmad Djaeni, 2000).

Pada keluarga dengan pengetahuan tentang makanan pendamping ASI yang rendah, seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan. Kejadian gangguan gizi tidak hanya ditemukan pada keluarga yang berpenghasilan kurang akan tetapi juga pada keluarga yang berpenghasilan relatif baik (cukup). Keadaan ini menunjukkan bahwa ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan tubuh merupakan sebab buruknya mutu gizi makanan keluarga, khususnya makanan balita.

Menurut hasil penelitian Sulistiyowati, H. (2007) di Desa Sendang Harjo, Kecamatan Blora, Kabupaten Blora ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan


(26)

(p=0.003) antara pengetahuan ibu dengan pemberian makanan pada balita.

Pengetahuan ibu yang dominan kurang baik menjadikan pola pemberian makanan pada anak balita juga kurang baik. Demikian juga dengan hasil penelitian Irawan, A., (2009) menyatakan ada hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI dengan kurang gizi di wilayah kerja Puskesmas Semurup Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Penelitian Wijayanti, A. (2005), menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan (P<0,05) antara pengetahuan ibu balita tentang gizi dan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) dengan tindakan ibu dalam PMT-P di Kabupaten Semarang.

Menurut Mokoagow (2007) yang dikutip Hayati, N., (2009), pemahaman bahwa kurang gizi sebenarnya dapat dicegah bila seseorang memiliki bekal pengetahuan yang cukup, akan memicu keingintahuan semua orang untuk memperluas pengetahuan serta wawasannya. Adalah hal ironis bila kurang gizi yang terjadi di sekitar kita hanya karena pengetahuan yang kurang pada pola pemberian makanan apalagi kita berada pada era yang penuh dengan informasi seperti sekarang ini. Pengetahuan tentang pola pemberian makanan balita seharusnya didapat sejak seorang ibu mengandung. Dengan pola pemberian makanan yang baik akan dapat menjamin terhindarnya seorang balita dari kurang gizi.

Sikap ibu juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk. Sikap yang kurang baik terhadap pemberian makanan pada ibu berpengaruh terhadap pola konsumsi anak, sehingga menghasilkan anak yang kurang


(27)

gizi. Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Menurut Campbell (1950) yang dikutip Notoatmodjo (2005), menyatakan bahwa sikap adalah suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain.

Menurut hasil penelitian Kristiadi, E., (2007) terdapat hubungan sikap ibu dengan kejadian kurang energi protein pada balita (p=0,034), bahkan ibu dengan sikap kurang baik berisiko mempunyai anak kurang energi protein 3,09 kali lebih tinggi dibanding ibu dengan sikap baik. Demikian juga dengan hasil penelitian dari Dewi, S. (2009) menyatakan bahwa ada hubungan sikap dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 0 – 6 bulan di Kelurahan Jungke Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar.

Dukungan atau peran tenaga kesehatan juga sangat berpengaruh terhadap tindakan pemberian makanan pada balita. Tenaga kesehatan seharusnya berperan dalam meningkatkan pengetahuan ibu dalam hal mengatur pola makan yang baik dan bergizi serta frekuensi pemberian makanan yang baik setiap hari. Gottlieb dalam Koentjoro (2002), berpendapat dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat

verbal dan non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban

sosial atau dapat dikatakan karena adanya kehadiran mereka mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerimanya. Dukungan tenaga kesehatan


(28)

masuk didalam lingkup dukungan sosial, dimana yang dimaksud dari dukungan sosial adalah bentuk dukungan dan hubungan yang baik untuk memberikan kontribusi penting pada kesehatan. Dukungan sosial yang dibutuhkan adalah berupa dukungan informasional yang mendasari tindakan.

Menurut hasil penelitian Siregar, L.T. (2008) menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari tenaga kesehatan terhadap pemberian makanan pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Simpang Limun Medan. Beberapa bentuk dukungan yang diberikan oleh tenaga kesehatan adalah dukungan informasional (penyuluhan, pelatihan dan pendampingan) dan dukungan instrumental, seperti: pemberian makanan tambahan (roti, telur, bubur, kacang hijau dan makanan lainnya).

Demikian juga dengan hasil penelitian Theresiana K.L., (2002), tentang faktor-faktor yang memengaruhi pemberian makanan pada balita di Kabupaten Tangerang, menyatakan bahwa ada pengaruh tenaga kesehatan terhadap perilaku pemberian makanan pada balita. Bahkan, dari beberapa faktor yang diteliti (umur, pekerjaan, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan, sikap ibu dan dukungan tenaga kesehatan), dukungan tenaga kesehatan merupakan faktor yang paling dominan. Peluang ibu untuk memberikan makanan yang tepat pada balita yang memperoleh dukungan dari tenaga kesehatan, 3,6 kali lebih baik dibanding ibu yang tidak memperoleh dukungan dari tenaga kesehatan. Bentuk dukungan yang diberikan dapat berupa; penyuluhan, pelatihan dan pendampingan pemberian makanan.


(29)

Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh pengetahuan dan sikap ibu serta dukungan tenaga kesehatan terhadap pemberian makanan pada balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2011.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian adalah apakah ada pengaruh pengetahuan dan sikap ibu serta dukungan tenaga kesehatan terhadap pemberian makanan pada balita di puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2011.

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan sikap ibu serta dukungan tenaga kesehatan terhadap pemberian makanan pada balita di puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2011.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh pengetahuan dan sikap ibu serta dukungan tenaga kesehatan terhadap pemberian makanan pada balita di puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2011.


(30)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai

Sebagai bahan masukan dan informasi untuk mengambil kebijakan dalam pengelolaan program gizi khususnya penerapan pola pemberian makanan yang baik terhadap balita dalam rangka penanggulangan masalah kekurangan gizi pada balita.

2. Bagi masyarakat

Memberikan informasi khususnya kepada ibu yang mempunyai balita tentang pemberian makanan pada balita sehingga dapat meningkatkan pemahaman ibu tentang manfaat pemberian makanan yang tepat pada balitanya.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan

yang berkaitan dengan pengaruh pengetahuan dan sikap ibu serta dukungan tenaga kesehatan terhadap pemberian makanan pada balita.


(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respons/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respons ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan, dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2005).

Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek di luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut. Ini selanjutnya menimbulkan respons batin dalam bentuk sikap subjek terhadap objek yang diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respons lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau sehubungan dengan stimulus


(32)

dapat langsung menimbulkan tindakan. Artinya seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa mengetahui terlebih dahulu makna stimulus yang diterimanya. Dengan kata lain tindakan (practice) seseorang tidak harus didasari oleh pengetahuan

atau sikap.

2.2. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata).

Pengetahuan merupakan salah satu bagian dari perilaku, sebagaimana yang dikemukakan oleh Benyamin Bloom dalam Notoatmodjo (2005), membagi perilaku seseorang ke dalam tiga domain, ranah atau wilayah yakni pengetahuan (cognitive

domain), sikap (affective domain), dan tindakan (psychomotor domain). Kognitif

dapat diukur dari pengetahuan, afektif dari sikap atau tanggapan dan psikomotor diukur melalui tindakan (praktik) yang dilakukan.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (Overt Behaviour). Sebelum orang mengadopsi

perilaku baru, terjadi proses yang berurutan yakni :

1. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).


(33)

3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya.

4. Trial, sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa

yang dikehendaki oleh stimulus.

5. Adaption, dimana subjek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku

tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Jadi, pentingnya pengetahuan disini adalah dapat menjadi dasar dalam merubah perilaku sehingga perilaku itu langgeng (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan seseorang terhadap obyek mempunyai intensitas dan tingkat

yang berbeda-beda, yang secara garis besar dapat dibagi dalam enam tingkatan pengetahuan menurut Notoatmodjo (2005), yaitu:

1. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu (know) merupakan


(34)

2. Memahami (comprehension) diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan sebagainya terhadap objek yang telah dipelajari.

3. Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada atau kondisi sebenarnya.

4. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi yang

telah dipelajari dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis) adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk malakukan penilaian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau


(35)

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas (Notoatmodjo, 2007).

Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan (Notoatmodjo, 2007):

1. Pengalaman

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman baik dari pengalaman pribadi maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran suatu pengetahuan.

2. Ekonomi (pendapatan)

Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih tercukupi bila dibandingkan keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan informasi pendidikan yang termasuk ke dalam kebutuhan sekunder.

3. Lingkungan sosial ekonomi

Manusia adalah makhluk sosial dimana di dalam kehidupan saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Individu yang dapat berinteraksi lebih banyak dan baik, maka akan lebih besar ia terpapar informasi.

4. Pendidikan

Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana keuntungan yang akan mereka dapatkan.


(36)

5. Paparan media massa atau informasi

Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media massa.

6. Akses layanan kesehatan atau fasilitas kesehatan

Mudah atau sulitnya dalam mengakses layanan kesehatan tentunya akan berpengaruh terhadap pengetahuan khususnya dalam hal kesehatan.

Menurut Suhardjo (2003), suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan :

1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.

2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu

menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi.

3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar

menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi.

2.3. Sikap (attitude)

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Campbell (1950) dalam Notoatmodjo (2005), sikap adalah suatu sindroma atau kumpulan gejala


(37)

dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain.

Sikap, menurut Widayatun, 1999 (Setiana, L., 2005), adalah kesiapan seseorang untuk bertindak atau berprilaku tertentu. Sikap juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamika / terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya.

Soedjito dalam Mardikanto (1993) mengatakan bahwa sikap sebenarnya

merupakan fungsi dari kepentingan, artinya sikap seseorang sangat ditentukan oleh kepentingan-kepentingan yang dirasakan. Semakin ia memiliki kepentingan, atau semakin banyak kepentingan yang dirasakan, maka sikapnya semakin baik dan sebaliknya semakin merasa tak memiliki kepentingan atau kepentingannya tidak dipenuhi maka sikapnya semakin buruk.

Sikap dapat pula didefinisikan sebagai perasaan, pikiran dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Komponen sikap adalah pengetahuan, perasaan-perasan dan kecenderungan untuk bertindak, sikap adalah kecenderungan evaluasi terhadap suatu obyek atau subyek yang memiliki konsekuensi yakni bagaimana seseorang berhadap-hadapan dengan obyek sikap ( Van den Ban, Hawkins, H.S., 1999).

Komponen sikap adalah: 1) kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek; 2) kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek;


(38)

3) kecendrungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap ini, pengetahuan,

berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Pengetahuan akan merangsang seseorang untuk berfikir dan berusaha untuk mencari penyelesaian sehingga sikap seseorang terhadap obyek menjadi baik. Sikap yang didasari dengan pengetahuan akan bertahan lebih lama daripada sikap yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Menurut Notoatmodjo (2005), tingkatan sikap terbagi menjadi 4, yaitu:

1. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding), merupakan indikasi dari sikap dalam bentuk memberikan

jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (valuing), merupakan indikasi dari sikap dalam bentuk mengajak

orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan sesuatu masalah.

4. Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan

segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.4. Dukungan Tenaga Kesehatan

Perilaku kesehatan seseorang juga sangat dipengaruhi oleh tenaga kesehatan. Seseorang yang sudah mengetahui manfaat dari sebuah perilaku yang sehat dapat terhalang karena sikap dan tindakan tenaga kesehatan yang tidak


(39)

mendukung dan memotivasi individu untuk melakukan sebuah perilaku kesehatan, khususnya pemberian makanan pada balita. Selain itu, banyak ibu yang kurang memahami cara pemberian makanan yang sehat kepada balita, sehingga sangat dibutuhkan peran dan dukungan dari tenaga kesehatan.

Dukungan adalah menyediakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Dukungan juga dapat diartikan sebagai memberikan dorongan/motivasi atau semangat dan nasihat kepada orang lain dalam situasi pembuat keputusan (Chaplin, J.P., 2006).

Menurut Green yang dikutip Notoatmodjo (2005), dukungan tenaga kesehatan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam menimbulkan sebuah perilaku kesehatan. Green membagi faktor-faktor yang memengaruhi tindakan atau perilaku tersebut menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah

atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya.

2. Faktor pemungkin (enabling factors), yaitu faktor-faktor yang memungkinkan atau

yang memfasilitasi perilaku atau tindakan seperti sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Puskesmas, Posyandu, rumah sakit, tempat pembuangan sampah, makanan bergizi, dan sebagainya.


(40)

3. Faktor penguat (reinforcing factors), yaitu faktor-faktor yang mendorong atau

memperkuat terjadinya perilaku. Faktor penguat mencakup: dukungan sosial dari tenaga kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama dan keluarga.

Gottlieb (1983), berpendapat dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh

keakraban sosial atau dapat dikatakan karena adanya kehadiran mereka mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerimanya. Dukungan tenaga kesehatan masuk didalam lingkup dukungan sosial, dimana yang dimaksud dari dukungan sosial adalah bentuk dukungan dan hubungan yang baik untuk memberikan kontribusi penting pada kesehatan. Dukungan sosial yang dibutuhkan adalah berupa dukungan informasional yang mendasari tindakan.

Dukungan sosial memiliki kekuatan sebagai pencegahan dan pendorong seseorang berperilaku sehat. Dukungan sosial berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan. Ciri-ciri bentuk dukungan sosial berkaitan dengan komposisi jaringan sosial atau sumber-sumber dukungan, karakteristik fungsional ditandai dengan penyediaan sumber daya tertentu atau jenis dari dukungan. Dukungan sosial berpengaruh terhadap penilaian individu dalam memandang seberapa berat suatu peristiwa yang terjadi dalam hidup yang bisa mempengaruhi pilihan dalam upaya penanggulangan. Dukungan sosial berdampak langsung terhadap perilaku kesehatan, Cohen dan Wills (1985), dalam Bishop (1997).


(41)

House (dalam Smet Bart, 1999) membedakan dukungan sosial ke dalam empat bentuk yaitu:

1. Dukungan informasi (informational), dalam hal ini tenaga kesehatan

memberikan informasi, penjelasan tentang situasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi oleh seseorang. Mengatasi permasalahan dapat digunakan seseorang dengan memberikan nasehat, anjuran, petunjuk dan masukan.

2. Dukungan penilaian (appraisal) yaitu: tenaga kesehatan berfungsi sebagai

pemberi umpan balik yang positif, menengahi penyelesaian masalah yang merupakan suatu sumber dan pengakuan identitas individual. Keberadaan informasi yang bermanfaat dengan tujuan penilaian diri serta penguatan (pembenaran).

3. Dukungan instrumental (instrumental) yaitu: tenaga kesehatan merupakan suatu

sumber bantuan yang praktis dan konkrit. Bantuan mencakup memberikan bantuan yang nyata dan pelayanan yang diberikan secara langsung bisa membantu seseorang yang membutuhkan, seperti: pemberian makanan secara langsung (bubur, susu, roti, telur dan lain-lain)

4. Dukungan emosional (emotional) yaitu: tenaga kesehatan berfungsi sebagai suatu

tempat berteduh dan beristirahat, yang berpengaruh terhadap ketenangan emosional, mencakup pemberian empati, dengan mendengarkan keluhan,


(42)

menunjukkan kasih sayang, kepercayaan, dan perhatian. Dukungan emosional akan membuat seseorang merasa lebih dihargai, nyaman, aman dan disayangi.

Menurut Sarason, I.G. dan Sarason, B. (1997), ada tiga cara untuk mengukur besarnya dukungan sosial, yaitu perceived social support, social embeddnes, dan

enacted support. Ketiganya tidak memiliki korelasi yang signifikan antara satu

dengan yang lain dan masing-masing berdiri sendiri, yaitu:

1. Perceived social support; cara pengukuran ini berdasarkan pada perilaku

subjektif yang dirasakan individu mengenai tingkah laku orang disekitarnya, apakah memberikan dukungan atau tidak.

2. Social embeddnes; cara pengukuran ini berdasarkan ada atau tidaknya hubungan

antara individu dengan orang lain sekitarnya. Fokus pengukuran ini tidak melihat pada kualitas dan keadekuatan, tetapi hanya melihat jumlah orang yang berhubungan dengan individu.

3. Enacted support; cara pengukuran ini memfokuskan pada seberapa sering

perilaku dari orang sekitar individu yang dapat digolongkan kedalam pemberian dukungan sosial tanpa melihat adanya persepsi akan dukungan sosial yang diterima individu.

Pengukuran dukungan pada penelitian ini dilakukan dengan cara perceived

social support. Dalam hal ini faktor subjektifitas sangat berpengaruh karena

melibatkan persepsi penerimanya. Adanya penilaian kognitif bahwa individu telah menerima dukungan.


(43)

Menurut hasil penelitian Theresiana K.L., (2002), tentang faktor-faktor yang memengaruhi pemberian makanan pada balita di Kabupaten Tangerang, menyatakan bahwa ada pengaruh tenaga kesehatan terhadap perilaku pemberian makanan pada balita. Bahkan, dari beberapa faktor yang diteliti (umur, pekerjaan, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan, sikap ibu dan dukungan tenaga kesehatan), dukungan tenaga kesehatan merupakan faktor yang paling dominan. Peluang ibu untuk memberikan makanan yang tepat pada balita pada yang memperoleh dukungan dari tenaga kesehatan, 3,6 kali lebih baik dibanding ibu yang tidak memperoleh dukungan dari tenaga kesehatan. Bentuk dukungan yang diberikan dapat berupa; penyuluhan, pelatihan dan pendampingan pemberian makanan.

2.5. Pemberian Makanan pada Balita

Menurut Persatuan Ahli Gizi Indonesia/Persagi (1992) yang dikutip oleh Kristiadi, E. (2007), berdasarkan karakteristiknya, balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak usia lebih dari 1-3 tahun yang dikenal dengan batita dan anak usia lebih dari 3-5 tahun yang dikenal dengan usia prasekolah.

Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, yaitu anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Pada usia prasekolah, anak menjadi konsumen aktif, yaitu mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia prasekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif lebih besar. Namun, perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih


(44)

kecil daripada anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering.

Pada dasarnya makanan bagi balita harus bersifat lengkap artinya kualitas dari makanan harus baik dan kuantitas makanan pun harus cukup dan bergizi, artinya makanan mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan, dengan memperhitungkan : 1. Pada periode ini dibutuhkan penambahan konsumsi zat pembangun karena tubuh

anak sedang berkembang pesat.

2. Bertambahnya aktivitas membutuhkan penambahan bahan makanan sebagai

sumber energi.

3. Untuk perkembangan mentalnya anak membutuhkan lebih banyak lagi zat pembangun terutama untuk pertumbuhan jaringan otak yang mempengaruhi

kecerdasan walaupun tidak secara signifikan.

2.5.1. Pemberian Makanan Sehat Seimbang

Pemberian makanan yang sehat dan seimbang memiliki peranan penting dalam peningkatan kesejahteraan dan gizi masyarakat, terutama anak balita.

Pengertian makanan sehat seimbang menurut Nasoetion, A. dan Hadi, R. (1995) adalah hidangan atau masakan yang mengandung energi dan zat gizi secara seimbang, baik jenis maupun jumlahnya.

Menu seimbang menurut Ngadimin (1992) adalah susunan menu yang menggunakan beberapa golongan bahan makanan dan penggantinya dengan


(45)

menyusun menu adalah menyusun macam-macam hidangan untuk setiap kali makan

dengan memperhatikan keseimbangan zat gizinya. Manfaat yang diperoleh dari

menyusun menu seimbang adalah kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi, dapat memilih bahan makanan yang baik, serta mengurangi kebosanan akan menu makanan.

Penyusunan menu seimbang berpedoman pada menu empat sehat lima sempurna yang terdiri dari:

1. Makanan pokok

Merupakan makanan yang mengandung karbohidrat yang berfungsi sebagai sumber utama penghasil tenaga. Contoh bahan makanan yang mengandung karbohidrat seperti beras, jagung, sagu, ubi kayu, talas dan sebagainya.

2. Lauk pauk

Merupakan sumber zat pembangun dan berfungsi sebagai sumber protein. Lauk pauk dapat dibagi menjadi lauk pauk hewani dan lauk pauk nabati. Lauk pauk hewani meliputi ikan, telur, daging ayam, daging sapi dan sebagainya, sedangkan lauk pauk nabati terdiri dari tahu, tempe, oncom dan jenis kacang-kacangan.

3. Sayuran

Merupakan sumber vitamin dan mineral yang berfungsi sebagai zat pengatur. Contohnya bayam, kangkung, wortel, tomat, kacang panjang dan sebagainya.

4. Buah-buahan

Merupakan sumber vitamin dan mineral yang mempunyai fungsi sebagai zat pengatur.


(46)

5. Susu

Merupakan minuman yang mengandung protein yang tinggi sehingga memiliki kandungan gizi paling lengkap yang dapat melengkapi kekurangan zat gizi pada jenis makanan lainnya, dengan kata lain susu merupakan penyempurna hidangan empat sehat lima sempurna untuk memenuhi kebutuhan gizi.

Selain kecukupan gizi yang berpedoman pada menu empat sehat lima sempurna, penyusunan menu juga harus memperhatikan variasi dan kombinasi dari bahan makanan yang digunakan dan penampilan serta rasa makanan yang disesuaikan dengan kebutuhan gizi dan kesukaan anak balita untuk menambah cita rasa. Sesuai dengan pendapat Moehji, S., (1999) bahwa cita rasa makanan mencakup dua aspek utama, yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan waktu dimakan.

Penampilan makanan yang harus diperhatikan menurut Moehji, S., (1999) diantaranya yaitu:

1. Warna makanan

Warna makanan harus terlihat menarik, sehingga menimbulkan selera makan anak balita. Warna bisa didapatkan dari wortel untuk warna orange, warna hijau dari buncis, warna merah dari tomat, warna putih dari kol, warna kuning dari jagung dan lain sebagainya.


(47)

2. Konsistensi atau tekstur makanan

Tekstur makanan untuk anak balita harus lembut, tidak keras sehingga mudah dikunyah dan dicerna. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberikan rangsang yang lebih lambat terhadap indera kita, khususnya anak balita.

3. Bentuk makanan

Untuk membuat makanan menjadi lebih menarik harus disajikan dalam bentuk-bentuk tertentu. Bentuk makanan untuk anak balita harus bervariasi dan menarik sehingga menimbulkan ketertarikan anak balita untuk memakannya.

Rasa makanan yang harus diperhatikan untuk anak balita yaitu:

1. Aroma makanan

Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang anak balita sehingga membangkitkan selera. Tetapi untuk anak balita aroma makanan sebaiknya tidak berbau tajam sehingga tidak menyengat penciuman anak balita.

2. Bumbu masakan dan bahan penyedap

Untuk makanan anak balita bumbu yang digunakan sebaiknya tidak berbau tajam, tidak pedas, tidak asam dan sebisa mungkin menggunakan bahan penyedap yang alami, seperti menambahkan gula putih ke dalam masakan.


(48)

Anak balita masih mempunyai pencernaan yang belum sempurna dan kemampuan mengunyah yang masih sangat kurang, sehingga makanan yang diberikan untuk anak balita harus empuk.

4. Kerenyahan makanan

Makanan yang dimasak menjadi kering, tetapi tidak keras sehingga enak dimakan. Misalnya menggoreng kerupuk yang salah, akan menghasilkan kerupuk yang keras dan tidak renyah.

Penyajian makanan untuk balita diperlukan kreatifitas ibu agar makanan terlihat menarik sehingga dapat menimbulkan selera makan anak balita. Penyajian makanan yang akan diberikan kepada anak balita harus memperhatikan porsi atau takaran konsumsi makan serta frekuensi makan yang dianjurkan dalam sehari. Waktu pemberian makan untuk balita sebaiknya disesuaikan dengan waktu pada umumnya. Pemberian makanan dibagi menjadi tiga waktu makan yaitu pagi hari pada pukul 07.00 - 08.00, siang hari pada pukul 12.00 - 13.00, dan malam hari pada pukul 18.00 - 19.00, dan pemberian makanan selingan yaitu diantara dua waktu makan yaitu pukul 10.00-11.00 dan pukul 16.00-17.00, seperti yang tercantum dalam tabel 2.1.


(49)

Tabel 2.1. Pola Pemberian Makanan Balita

Umur Bentuk Makanan Frekwensi

0-6 bulan ASI Eksklusif Sesering mungkin,

minimal 8 kali/hari

6-9 bulan Makanan Lumat/lembek 2x sehari, 2 sendok

makan setiap kali makan

9-12 bulan

1-3 tahun

Makanan lembek

Makanan Keluarga 1-11/2

2-3 potong sedang lauk hewani

piring nasi/pengganti

1-2 potong sdg lauk nabati

1

/2

2-3 potong buah-buahan mangkuk sayur 1 gelas susu

3x sehari, plus 2x makanan selingan 3x sehari, plus 2x makanan selingan

4-6 tahun 1-3 piring nasi / pengganti

2-3 potong lauk hewani 1-2 potong lauk nabati 1-11/2

2-3 potong buah-buahan mangkuk sayur 1-2 gelas susu

3x sehari, plus 2x makanan selingan

Sumber : Depkes RI, 2006

Selain takaran dan frekuensi makanan untuk balita ada juga anjuran pemberian makanan untuk anak balita berdasarkan Depkes RI (2006), yaitu:

1. Umur 1-6 bulan, anjuran pemberian makanan yaitu:

a) Beri ASI setiap kali bayi menginginkan sedikitnya 8 kali sehari yaitu pagi, siang maupun malam.


(50)

c) Susui bayi dengan payudara kanan dan kiri secara bergantian. 2. Umur 6-12 bulan, anjuran pemberian makanan yaitu:

a) Teruskan pemberian ASI sampai umur 2 tahun.

b) Umur 6-9 bulan, kenalkan makanan pendamping ASI dalam bentuk lumat

dimulai dari bubur susu sampai nasi tim lumat, 2 kali sehari. Setiap kali makan diberikan sesuai umur:

- 6 bulan: 6 sendok makan

- 7 bulan: 7 sendok makan

- 8 bulan: 8 sendok makan

c) Beri ASI terlebih dahulu kemudian makanan pendamping ASI.

d) Umur 9-12 bulan, beri makanan pendamping ASI,dimulai dari bubur nasi

sampai nasi tim, 3 kali sehari. Setiap kali makan diberikan sesuai umur:

- 9 bulan: 9 sendok makan

- 10 bulan: 10 sendok makan

- 11 bulan: 11 sendok makan

e) Pada makanan pendamping ASI, tambahkan telur atau ayam atau ikan atau

tempe atau tahu atau daging sapi atau wortel atau bayam atau kacang hijau atau santan atau minyak.

f) Bila menggunakan makanan pendamping ASI dari pabrik, baca cara


(51)

g) Beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, seperti: bubur kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan sebagainya.

h) Beri buah-buahan atau sari buah seperti air jeruk manis, air tomat saring, dan sebagainya.

i) Mulai mengajari bayi minum dan makan menggunakan gelas dan sendok.

3. Umur 1-2 tahun, anjuran pemberian makanan yaitu: a) Beri ASI setiap kali balita menginginkan.

b) Beri nasi lembek 3 kali sehari.

c) Tambahkan telur atau ayam atau ikan atau tempe atau tahu atau daging sapi atau wortel atau bayam atau kacang hijau atau santan atau minyak pada nasi lembek.

d) Beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, seperti: bubur kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan sebagainya.

e) Beri buah-buahan atau sari buah. f) Bantu anak untuk makan sendiri.

4. Umur 2-3 tahun, anjuran pemberian makanan yaitu:

a) Beri makanan yang biasa dimakan oleh keluarga 3 kali sehari yang terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur dan buah.

b) Beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, seperti: bubur kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan sebagainya.


(52)

5. Umur 3-5 tahun, anjuran pemberian makanannya yaitu sama dengan anak umur 2-3 tahun.

2.5.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemberian Makanan

1. Pendapatan

Pada umumnya jika tingkat pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan cenderung untuk membaik juga (Suhardjo, 1986). Besar kecilnya pendapatan keluarga berpengaruh terhadap pola konsumsi dan pola konsumsi dipengaruhi pula oleh faktor sosial budaya masyarakat. Oleh karena itu bagi suatu masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah, usaha perbaikan gizi erat hubungannya dengan usaha peningkatan pendapatan dan pembangunan sumber daya manusia (Roedjito D., 1989).

2. Banyaknya Anggota Keluarga

Anak yang tumbuh dalam suatu keluarga yang miskin adalah paling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Sebab seandainya besarnya keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sangat muda memerlukan pangan relatif lebih banyak daripada anak-anak yang lebih tua (Suhardjo,1986).


(53)

3. Budaya

Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi. Misalnya bahan-bahan makanan tertentu oleh sesuatu budaya masyarakat dapat dianggap tabu untuk dikonsumsi karena alasan-alasan tertentu (Suhardjo, 2003). Dikemukakan juga oleh Nency Y, Arifin M.T. (2005), bahwa kebiasaan, mitos atau kepercayaan/ adat istiadat masyarakat tertentu yang tidak benar dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak.

4. Pengetahuan

Kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari merupakan sebab penting dari gangguan gizi (Suhardjo, 1986). Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak serta adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak, khususnya pada umur dibawah 2 tahun (Depkes RI, 2000).

2.5.3. Macam-Macam Zat Gizi

Pangan dan gizi sangat berkaitan erat karena gizi seseorang sangat tergantung pada kondisi pangan yang dikonsumsinya. Masalah pangan antara lain menyangkut ketersediaan pangan dan kerawanan konsumsi pangan yang dipengaruhi oleh kemiskinan, rendahnya pendidikan, dan adat/kepercayaan yang terkait dengan tabu makanan (Baliwati, Y.F., 2004).


(54)

Zat-zat makanan yang diperlukan tubuh dapat dikelompokkan menjadi 5 yaitu:

1. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber tenaga utama kegiatan sehari-hari. Karbohidrat terdiri dari tepung terigu seperti : nasi, kentang, mie, ubi singkong, dll; gula seperti: gula pasir, gula merah, dll. Dampak yang ditimbulkan apabila kekurangan karbohidrat sebagai sumber energi dan kekurangan protein adalah KEP (Kurang Energi Protein).

2. Protein

Dapat diperoleh melalui tumbuh-tumbuhan (protein nabati) dan melalui hewan (protein hewan) berfungsi : membangun sel-sel yang telah rusak, membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon, dan membentuk zat-zat anti energi. Apabila tubuh menderita kekurangan protein, maka serangan penyakit busung lapar akan selalu terjadi.

3. Lemak

Merupakan sumber tenaga, yang berfungsi : sebagai pelarut vitamin tertentu seperti A, D, E, K, sebagai pelindung alat-alat tubuh dan sebagai pelindung tubuh dari temperatur rendah.

4. Vitamin

Dikelompokkan menjadi vitamin yang larut dalam air, meliputi vitamin B dan C dan vitamin yang larut dalam lemak/minyak meliputi A, D, E dan K.


(55)

5. Mineral

Mineral mempunyai fungsi : sebagai pembentuk berbagai jaringan tubuh, tulang, hormon dan enzim, sebagai zat pengatur berbagai proses metabolisme, keseimbangan cairan tubuh, proses pembekuan darah.

6. Air

Air merupakan salah satu komponen yang penting bagi tubuh. Air dapat membantu mengatur suhu tubuh kita. Pasalnya, berat tubuh kita terdiri atas air sebanyak 55% sampai 75%. Peranan air di dalam tubuh kita, sebagai pengatur proses pengantaran zat gizi dan kimia tubuh lainnya ke dalam sel, dan membawa perginya limbah yang dihasilkan tubuh. Air berfungsi sebagai pelarut dan alat angkut dalam tubuh, katalisator dalam reaksi biologik dalam sel, termasuk saluran cerna, pelumas pada sendi-sendi, memelihara konsentrasi fisik dan kimia dari cairan intra dan ekstra seluler serta sebagai peredam benturan. Namun ada kelompok ahli gizi yang belum menerima air sebagai sumber zat gizi. Alasan menambahkan kedua zat ini sebagai kelompok zat makanan adalah karena pada proses metabolisme zat gizi selalu diperlukan air dan oksigen. Alasan tidak menyetujui dimasukkan air dan oksigen ke dalam kelompok zat makanan karena kedua zat tersebut umumnya sangat mudah didapat (Sajah, A., 2011).

2.5.4. Kebutuhan Gizi Balita

Pengaturan makan anak usia dibawah lima tahun mencakup dua aspek

pokok, yaitu pemanfaatan ASI secara tepat dan benar dan pemberian makanan pendamping ASI dan makanan sapihan serta makanan setelah usia setahun. Gizi


(56)

kurang banyak menimpa anak-anak balita sehingga golongan anak ini disebut golongan rawan gizi. Masa peralihan antara saat disapih dan mulai mengikuti pola makanan orang dewasa atau bukan anak merupakan masa gawat karena ibu atau pengasuh anak mengikuti kebiasaan yang keliru. Kebutuhan zat gizi tidak sama bagi semua orang, tetapi tergantung banyak hal antara lain umur (Soekirman, 2002). Di bawah ini adalah angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan pada bayi dan balita.

Tabel 2.2. Kebutuhan Zat Gizi Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) Rata-Rata Per Hari

Golongan Umur Berat Badan (Kg) Tinggi Badan (cm) Energi (Kkal) Protein (g) Vitamin A (RE) Besi/Fe (mg)

0-6 bulan 5.5 60 560 10 375 5

7-12 bulan

8.5 71 800 16 400 7

1-3 tahun 12 90 1000 25 400 8

4-6 tahun 18 110 1550 39 450 9

Sumber: LIPI, Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004)

Pengetahuan tentang kadar zat gizi dalam berbagai bahan makanan bagi

kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan makanan yang harganya tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizinya tinggi (Moehji, S., 2002).

Setiap anggota keluarga khususnya balita harus cukup makan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan tubuh, sehingga keluarga perlu belajar menyediakan gizi yang baik di rumah melalui pangan yang disiapkan dan dihidangkan serta perlu membagikan pangan di dalam keluarga secara merata, sehingga setiap orang dapat


(57)

makan cukup pangan yang beraneka ragam jenisnya guna memenuhi kebutuhan seseorang (Suhardjo, 1986).

2.5.5. Status Gizi Balita

Menurut Suhardjo (2003), status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok-kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energy dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri.

Menurut Dorice M. dalam Waspadji, S. dan Suyono, S. (2003), mengatakan bahwa status gizi optimal adalah keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan zat gizi. Sedangkan, menurut Marsetyo (1991), status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat atau kondisi yang dapat diukur, dimana salah satu ukurannya adalah ukuran tubuh (antropometri) merupakan refleksi dari pengaruh faktor genetik dan lingkungan.

Menurut Moehji, S., (2002), ada beberapa hal yang sering merupakan penyebab terjadinya gangguan gizi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai penyebab langsung gangguan gizi, khususnya gangguan gizi pada bayi dan balita adalah tidak sesuainya jumlah zat gizi yang mereka peroleh dari makanan dengan kebutuhan tubuh mereka atau pola makan yang salah dan adanya penyakit infeksi atau status kesehatan.

Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak


(58)

balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi. Beberapa kondisi dan anggapan orang tua dan masyarakat justru merugikan penyediaan makan bagi kelompok balita ini :

1. Anak balita masih dalam periode transisi dari makanan bayi ke makanan orang

dewasa, jadi masih memerlukan adaptasi.

2. Anak balita dianggap kelompok umur yang paling belum berguna bagi keluarga

sehingga anak itu sudah tidak diperhatikan dan pengurusannnya sering diserahkan kepada saudaranya yang lebih tua, tetapi sering belum cukup umur untuk mempunyai pengalaman dan keterampilan untuk mengurus anak dengan baik. 3. Ibu sering sudah mempunyai anak kecil lagi atau sudah bekerja penuh, sehingga

tidak dapat lagi memberikan perhatian kepada anak balita, apalagi mengurusnya.

4. Anak balita masih belum dapat mengurus sendiri dengan baik, dan belum dapat

berusaha mendapatkan sendiri apa yang diperlukannya untuk makanannya.

5. Anak balita mulai turun ke tanah dan mulai mengenal berbagai kondisi yang

memberikan infeksi atau penyakit lain, padahal tubuhnya belum cukup mempunyai imunitas atau daya tahan untuk melawan bahaya kepada dirinya (Achmad Djaeni, 2000).

2.6. Landasan Teori

Menurut Lawrence Green yang dikutip Notoatmodjo (2005), ada 3 faktor yang memengaruhi perilaku kesehatan yaitu:


(59)

1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah

atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya.

2. Faktor pemungkin (enabling factors), yaitu faktor-faktor yang memungkinkan atau

yang memfasilitasi perilaku atau tindakan seperti sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Puskesmas, Posyandu, rumah sakit, tempat pembuangan sampah, makanan bergizi, dan sebagainya.

3. Faktor penguat (reinforcing factors), yaitu faktor-faktor yang mendorong atau

memperkuat terjadinya perilaku. Faktor penguat mencakup: dukungan sosial dari tenaga kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama dan keluarga.

2.7. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah seperti yang tercantum pada gambar 2.1.

Variable Independen Variable Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian 1. Pengetahuan

2. Sikap

Pemberian Makanan pada Balita Dukungan Tenaga


(60)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory survey, yang bertujuan

untuk menjelaskan pengaruh pengetahuan dan sikap ibu serta dukungan tenaga kesehatan terhadap pemberian makanan pada balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2011.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah puskesmas Bandar Khalifah yang merupakan puskesmas induk di Kecamatan Bandar Khalifah. Puskesmas Bandar Khalifah memiliki 43 posyandu yang ada di 5 desa, dengan rincian sebagai berikut: Bandar Tengah (Cempaka 1-10), Juhar (Mawar 1 – 10), Pekan Bandar Khalifah (Kenanga 1 – 6), Kayu Besar (Melati 1 – 10) dan Sei Serimah (Melur 1 – 7).

Alasan pemilihan lokasi dilakukan atas pertimbangan tingginya angka kejadian gizi kurang dan gizi buruk di wilayah penelitian. Berdasarkan laporan bulanan di Puskesmas Bandar Khalifah untuk bulan Juni 2011, dari 1421 balita yang ditimbang, telah dijumpai 35 balita diantaranya mengalami gizi kurang dan 2 balita mengalami gizi buruk. Hal ini menjadi dasar perlunya diketahui bagaimana sesungguhnya pemberian makanan pada balita sehingga menyebabkan terjadinya gizi kurang dan buruk.


(61)

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari - September 2011.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita dan melakukan penimbangan berat badan balitanya pada pelayanan kesehatan Puskesmas/Posyandu di Kecamatan Bandar Khalifah, yang berjumlah 1421 ibu (laporan bulanan Puskesmas Bandar Khalifah untuk bulan Juni 2011).

3.3.2. Sampel

Berdasarkan jumlah populasi, maka jumlah sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan rumus (Notoatmodjo, 2005):

2

) (

1 N d

N n

+

=

Keterangan:

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan

Perhitungan besarnya sampel adalah :

(

0,01

)

1421 1

1421

+ = n

21 , 15

1421

= n


(62)

3.3.3. Teknik Sampling

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara proportional

sampling to size yaitumengambil sampel dengan menghitung proporsi jumlah sampel

di setiap unit analisis (puskesmas dan posyandu). Proporsi sampel dalam penelitian ini adalah perbandingan jumlah sampel dengan jumlah populasi, maka jumlah sampel adalah seperti pada tabel 3.1 berikut ini:

Tabel 3.1. Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian di Puskesmas Bandar Khalifah

No Unit Analisis Jumlah Balita Sampel Proporsi (%)

1 Puskesmas 692 45 0,065

2 Posyandu Cempaka 289 19 0,065

3 Posyandu Kenanga 103 7 0,065

4 Posyandu Melati 216 14 0,065

5 Posyandu Melur 121 8 0,065

Total 1421 93

Jumlah sampel yang telah ditentukan, selanjutnya akan diambil dengan menggunakan simple random sampling, dengan menggunakan daftar hadir pada saat

pelaksanaan pemberian vitamin A, Pemberian Makanan Tambahan serta penyuluhan.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari :

1. Data primer melalui kuesioner yang disusun secara terstruktur yang berisi sejumlah pertanyaan dimana responden diminta untuk memilih jawaban yang paling benar. Kuesioner digunakan untuk mengukur pengetahuan dan sikap


(63)

ibu serta dukungan tenaga kesehatan yang ada hubungannya dengan pemberian makanan pada balita. Kuesioner disusun sendiri oleh peneliti meliputi pertanyaan yang menggali pengetahuan dan sikap ibu, serta dukungan dari tenaga kesehatan dalam hal pemberian makanan pada balita.

2. Data sekunder diperoleh dari pencatatan dan dokumen yang ada pada

puskesmas dan Dinas Kesehatan Serdang Bedagai.

3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas (kesahihan dan keterandalan) alat ukur penelitian berupa kuesioner yang dilakukan sebelum digunakan untuk mengukur nilai pengetahuan dan sikap ibu serta dukungan tenaga kesehatan terhadap pemberian makanan pada balita. Hal ini dimaksudkan agar alat ukur yang digunakan benar-benar tepat dan cermat dalam melakukan fungsi ukurnya serta dapat dipercaya. Validitas dan reliabilitas alat ukur dilihat dari koefisien korelasinya, semakin tinggi angka koefisien korelasinya berarti semakin valid dan reliabel alat ukur tersebut (Sugiyono, 2002).

Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Pearson

Product Moment. Pengambilan kesimpulan validitas kuesioner dilakukan dengan

membandingkan nilai r tabel dengan nilai r hasil. Jika nilai r hasil > r tabel, maka pertanyaan tersebut valid. Uji reliabilitas merupakan petunjuk sejauh mana alat ukur dapat dipercaya. Reliabilitas instrumen dilakukan dengan uji Cronbach Alpha. Jika


(64)

validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap 30 ibu yang mempunyai balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tebing Syahbandar Kabupaten Serdang Bedagai yang berdekatan dengan wilayah penelitian.

Setelah uji validitas dan reliabilitas dilakukan, maka diperoleh nilai r hitung pertanyaan variabel pengetahuan sebesar 0, 423 – 0,796. Nilai ini lebih besar dari r tabel (n = 30, α = 0,05) sebesar 0,361, sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan pengetahuan dinyatakan valid. Demikian juga pada pengujian reliabilitas kuesioner, diperoleh nilai Cronbach Alpha sebesar 0,905. Nilai ini lebih besar dari r

tabel sebesar 0,361, sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan pengetahuan dinyatakan reliabel.

Hasil uji validitas dan reliabilitas pertanyaan tentang sikap ibu, diperoleh nilai r hitung pertanyaan variabel sikap sebesar 0,374 – 0,718. Nilai ini lebih besar dari r tabel sebesar 0,361, sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan sikap dinyatakan valid. Demikian juga pada pengujian reliabilitas kuesioner, diperoleh nilai

Cronbach Alpha sebesar 0,876. Nilai ini lebih besar dari r tabel sebesar 0,361,

sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan sikap dinyatakan reliabel. Pada pertanyaan dukungan tenaga kesehatan diperoleh nilai r hitung pertanyaan variabel sikap sebesar 0, 545 – 0,768. Nilai ini lebih besar dari r tabel sebesar 0,361, sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan dukungan tenaga kesehatan dinyatakan valid. Demikian juga pada pengujian reliabilitas kuesioner, diperoleh nilai Cronbach Alpha sebesar 0,891. Nilai ini lebih besar dari r


(65)

tabel sebesar 0,361, sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan dukungan tenaga kesehatan dinyatakan reliabel.

Pada pertanyaan tindakan pemberian makanan pada balita berusia 1 – 3 tahun, diperoleh nilai r hitung pertanyaan variabel sikap sebesar 0, 387 – 0,761. Nilai ini lebih besar dari r tabel sebesar 0,361, sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan tindakan pemberian makanan pada balita berusia 1 – 3 tahun dinyatakan valid. Demikian juga pada pengujian reliabilitas kuesioner, diperoleh nilai Cronbach

Alpha sebesar 0,908. Nilai ini lebih besar dari r tabel sebesar 0,361, sehingga dapat

disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan tindakan pemberian makanan pada balita berusia 1 – 3 tahun dinyatakan reliabel.

Pada pertanyaan tindakan pemberian makanan pada balita berusia 4 –5 tahun, diperoleh nilai r hitung pertanyaan variabel sikap sebesar 0, 410 – 0,633. Nilai ini lebih besar dari r tabel sebesar 0,361, sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan tindakan pemberian makanan pada balita berusia 4 – 5 tahun dinyatakan valid. Demikian juga pada pengujian reliabilitas kuesioner, diperoleh nilai Cronbach

Alpha sebesar 0,792. Nilai ini lebih besar dari r tabel sebesar 0,361, sehingga dapat

disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan tindakan pemberian makanan pada balita berusia 4 – 5 tahun dinyatakan reliabel (Lampiran 3).


(1)

kesehatan merupakan variabel yang paling dominan memengaruhi ibu dalam pemberian makanan pada balita. Hal ini dapat dilihat dari nilai coeficient B, dukungan tenaga kesehatan yang paling besar (81,823) jika dibandingkan dengan coeficient B pengetahuan dan sikap ibu.

Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Theresiana K.L., (2002), tentang faktor-faktor yang memengaruhi pemberian makanan pada balita di Kabupaten Tangerang, yang menyatakan bahwa ada pengaruh tenaga kesehatan terhadap perilaku pemberian makanan pada balita. Bahkan, dari beberapa faktor yang diteliti (umur, pekerjaan, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan, sikap ibu dan dukungan tenaga kesehatan), dukungan tenaga kesehatan merupakan faktor yang paling dominan. Peluang ibu untuk memberikan makanan yang tepat pada balita pada yang memperoleh dukungan dari tenaga kesehatan, 3,6 kali lebih baik dibanding ibu yang tidak memperoleh dukungan dari tenaga kesehatan. Bentuk dukungan yang diberikan dapat berupa; penyuluhan, pelatihan dan pendampingan pemberian makanan.

Dukungan tenaga kesehatan juga menjadi faktor penting yang memengaruhi pengetahuan dan sikap ibu. Selain itu, berbagai program-program penyuluhan tentang pemberian makanan pada balita dan upaya pemberian makanan tambahan pada balita menjadi faktor yang berpengaruh langsung terhadap kesehatan balita.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Ada pengaruh yang bermakna antara pengetahuan ibu, sikap ibu dan dukungan

tenaga kesehatan terhadap pemberian makanan pada balita.

2. Variabel dukungan tenaga kesehatan merupakan variabel yang dominan memengaruhi pemberian makanan pada balita.

6.2. Saran

1. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai diharapkan dapat memberikan penghargaan kepada tenaga kesehatan yang memiliki kinerja yang baik sehingga kinerja tenaga kesehatan dapat tetap dipertahankan.

2. Kepada tenaga kesehatan yang bekerja di pelayanan kesehatan agar lebih meningkatkan perencanaan promosi dan penyuluhan tentang pemberian makanan pada balita agar pengetahuan dan sikap ibu dalam pemberian makanan pada balita semakin baik.

3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan agar mengikutsertakan peranan media dalam penelitian selanjutnya dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu tentang pemberian makanan pada balita.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Djaeni, 2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Jakarta : Dian Rakyat.

Aliyatun, S. 2003. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Praktik Ibu dalam Pemberian Makanan bagi Anak Balita Berstatus Gizi Kurang di Wilayah Puskesmas Bergas, Kabupaten Semarang Tahun 2003. Tesis. Universitas Diponegoro. Arikunto, S., 2003. Prosedur Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta.

Bishop, G. D., 1997. Health Psychology : Integrating Mind and Body. Boston : Allyn & Bacon.

Baliwati, Y.F., 2004. Pengantar Pangan dan Gizi, Jakarta: Penebar Swadaya.

Budiarto, 2008. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan dan Pendidikan Kesehatan Gigi, Jakarta: EGC.

Chaplin, J.P., 2006. Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Depkes RI, 2000. Program Perbaikan Gizi Mikro, Jakarta : Depkes RI.

_________, 2005. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2005-2009), Jakarta : Depkes RI.

_________, 2006. Pola Pemberian ASI dan Makanan. http://www.idrea.net. Diakses tanggal 8 Juli 2011.

_________, 2010. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2010, Depkes RI.

Dewi, S., 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Pada Bayi Usia 0 - 6 Bulan Di Kelurahan Jungke Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar.

Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai, 2010. Profil Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai 2010 : Dinas Kesehatan Serdang Bedagai.

Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.


(4)

Gottlieb, B.H., 1983. Social Support Strategies, Guidelines for Mental Health Practice. London. Sage Publication Beverly Hills.

Hastono, S.P., 2006. Analisis Multivariat. Basic Data Analysis for Health Research. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Hayati, N

Irawan, A., 2009. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dalam Pemberian Makanan Pendaping ASI dengan Kejadian Diare pada Bayi Usia 6-12 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Semurup Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi Tahun 2009. Tesis. Universitas Andalas.

Koentjoro, 2002. Dukungan Sosial pada Lansia. Lansia.http://www.psikologi.co.id. Tanggal akses: 10 Juli 2011.

Kristiadi, E., 2007.

LIPI, 2004. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, Jakarta.

Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Praktek Ibu tentang Pemberian Makanan Bayi dengan Kejadian Kurang Energi Protein pada Balita. Tesis. Program Ilmu Gizi. Universitas Diponegoro.

Mardikanto, 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press Surakarta.

Marsetyo, 1991. Ilmu Gizi, Jakarta : Rineka Cipta.

Moehji, S., 1999. Penyelenggaraan Makanan Bergizi Institusi dan Jasa, Jakarta : Bharata Niaga Media.

________, 2003. Ilmu Gizi 2; Penanggulangan Gizi Buruk, Jakarta : Papas Sinar Sinanti.

________, 2002. Ilmu Gizi, Jakarta : Bharata Niaga Media.

Nency Y, Arifin M.T., 2005. Gizi Buruk Ancaman Generasi yang Hilang. Diakses tanggal 19 Juli 2010,

Nasoetion, A, Hadi, R., 1995. Dasar-dasar Ilmu Gizi, Jakarta : Dikdasmen Depdikbud.


(5)

Ngadimin, 1992. Ilmu Gizi untuk SMKK/SMTK dan Peminat Gizi, Ujung Pandang : Depdikbud.

Notoatmodjo, S., 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. _____________, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan Masyarakat, Jakarta:

Rineka Cipta.

_____________, 2005.Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya, Jakarta: Rineka Cipta.

_____________, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta: Rineka Cipta. Roedjito, D., 1989. Kajian Penelitian Gizi, Jakarta: PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Sajah, A., 2011. Bahan Makanan dan Zat Makanan. http://blog.uin-malang.ac.id. Sarason. I.G., Sarason B., 1997. Interrelation of Social Support Measures;

Theoritical and Practical Implication. Journal of Personality and Social Psychology.. 52. h. 813-832.

Setiana, L., 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat, Bogor : Ghalia Indonesia.

Siregar, L.T., 2008. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Ibu Memberikan Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang Dari Enam Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Medan Tahun 2008. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.

Smet, Bart, 1999. Psikologi Kesehatan. Jakarta : Grasindo.

Soekirman, 2002. Ilmu Gizi dan Aplikasinya, Jakarta: Dirjen Perguruan Tinggi Depdiknas.

Sugiyono, 2002. Metode Penelitian Bisnis, Bandung : Alfabeta.

Suhardjo, 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian, Jakarta : Universitas Indonesia. _______, 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi, Jakarta : PT. Bumi Aksara.


(6)

Sulistiyowati, H., 2007. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dan Pola Pemberian Makanan Pendamping Asi Dengan Status Gizi Balita Usia 4-24 Bulan Di Desa Sendangharjo Kecamatan Blora Kabupaten Blora. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

Theresiana., K.L., 2002.

Van den Ban, Hawkins, H.S., 1999. Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta : Kanisius. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Praktek Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Bayi Umur 4-11 Bulan di Kabupaten Tangerang Tahun 2002. Tesis. Universitas Indonesia.

Waspadji, S. dan Suyono, S., 2003. Pengkajian Status Gizi, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Wijayanti. A., 2005. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita Gizi Buruk dengan Praktek Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) Modisco di Kabupaten Semarang. Tesis. Program Ilmu Gizi. Universitas Diponegoro.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita serta Peran Bidan Desa terhadap Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Bosar Maligas Kabupaten Simalungun

21 229 116

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG MAKANAN BALITA TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI DESA MALANGJIWAN, KECAMATAN COLOMADU, KABUPATEN Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Makanan Balita Terhadap Status Gizi Balita Di Desa Malangjiwan, Kecamatan

0 2 11

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG ISPA PADA ANAK PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA BLULUKAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS COLOM

0 2 11

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG PENCEGAHAN DIARE PADA BALITA DI DESA GLADAGSARI Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Pencegahan Diare Pada Balita Di Des

0 0 19

Pengaruh Pengetahuan, Sikap, Dukungan Keluargadan Motivasi Tenaga Kesehatan Terhadap Kepatuhan Ibu Hamil Mengonsumsi Tablet Zat Besi Di Puskesmas Sitinjo Kabupaten Dairi 2015

0 0 18

Pengaruh Pengetahuan, Sikap, Dukungan Keluargadan Motivasi Tenaga Kesehatan Terhadap Kepatuhan Ibu Hamil Mengonsumsi Tablet Zat Besi Di Puskesmas Sitinjo Kabupaten Dairi 2015

0 0 2

Pengaruh Pengetahuan, Sikap, Dukungan Keluargadan Motivasi Tenaga Kesehatan Terhadap Kepatuhan Ibu Hamil Mengonsumsi Tablet Zat Besi Di Puskesmas Sitinjo Kabupaten Dairi 2015

0 0 9

Pengaruh Pengetahuan, Sikap, Dukungan Keluargadan Motivasi Tenaga Kesehatan Terhadap Kepatuhan Ibu Hamil Mengonsumsi Tablet Zat Besi Di Puskesmas Sitinjo Kabupaten Dairi 2015

0 1 29

Pengaruh Pengetahuan, Sikap, Dukungan Keluargadan Motivasi Tenaga Kesehatan Terhadap Kepatuhan Ibu Hamil Mengonsumsi Tablet Zat Besi Di Puskesmas Sitinjo Kabupaten Dairi 2015

0 0 4

Pengaruh Pengetahuan, Sikap, Dukungan Keluargadan Motivasi Tenaga Kesehatan Terhadap Kepatuhan Ibu Hamil Mengonsumsi Tablet Zat Besi Di Puskesmas Sitinjo Kabupaten Dairi 2015

0 0 20