Latar Belakang PENELITIAN SENDIRI

BAB III PENELITIAN SENDIRI

3.1. Latar Belakang

Sirosis hati merupakan penyakit utama di negara-negara Asia yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Kejadian di Indonesia menunjukkan bahwa pria lebih banyak dari wanita 2,4-5:1, dimana kelompok terbanyak didapati pada dekade kelima. Sedangkan angka kejadian sirosis hati dari hasil otopsi sekitar 2,4 di negara Barat. Penyebab terbanyak sirosis hati di Asia Tenggara adalah virus hepatitis B dan C. Di Indonesia, para penderita sirosis hati memiliki prevalensi virus hepatitis B 21,2- 46,9 dan virus hepatitis C 38,7-73,9. 1,2 Pada sirosis hati sering dijumpai gangguan metabolisma glukosa dimana sekitar 60-80 terjadi intoleransi glukosa dan dalam 5 tahun kemudian 15-30 diantaranya dapat menjadi Diabetes Melitus DM tipe 2. Dan Nauryn 1906, pertama kali menyebutkannya dengan hepatogenous diabetes, sebagai istilah DM yang terjadi pada penderita sirosis hati. 3,4 Patogenese hepatogenous diabetes sangat kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti, tetapi diduga berkaitan dengan proses autoimune, kerusakan langsung pada sel pankreas dan peranan proinflamasi sitokin yang mengakibatkan keadaan hiperglikemia post prandial dan hiperinsulinemia. 7 Dengan melakukan Tes Toleransi Glukosa Oral TTGO akan dijumpai peningkatan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam beban glukosa. 11,12,13 Jannus Sitorus : Korelasi Skor Child Pugh Dengan Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Sirosis Hati, 2009 USU Repository © 2008 Pada beberapa studi juga didapatkan bahwa hepatogenous diabetes ternyata memiliki harapan hidup yang lebih rendah dibandingkan penderita sirosis hati yang glukosa normal dalam pengamatan jangka panjang. Kwon dkk 2004, melaporkan bahwa pada penderita sirosis hati viral B dan C dengan hiperglikemia memiliki angka harapan hidup yang lebih rendah dibandingkan penderita sirosis hati yang normoglikemia. 8 Nishida dkk 2006, mendapatkan bahwa angka harapan hidup 5 tahun pada penderita hepatogenous diabetes sekitar 56,6 sedangkan bila penderita sirosis hati yang glukosa normal sekitar 94,7. Kematian penderita hepatogenous diabetes pada studi ini disebabkan oleh koma hepatik, infeksi dan perdarahan varises. 9 Ini berarti penderita hepatogenous diabetes lebih berkemungkinan untuk lebih sering terjadi koma hepatik, infeksi dan perdarahan varises dibandingkan penderita sirosis hati yang normal glukosa. 5 Diaz dkk 2006, mendapatkan infeksi lebih sering terjadi pada hepatogenous diabetes dibandingkan penderita sirosis yang tidak diabetes OR=5,90, 95 Cl: 2,47- 14,18. 10 Oleh karena itu untuk meningkatkan angka harapan hidup pada hepatogenous diabetes diperlukan juga penatalaksanaan terhadap diabetesnya melengkapi penatalaksanaan utama lainnya pada penderita sirosis hati. 26 Untuk menilai adanya intoleransi glukosa yang terjadi dapat dilakukan dengan pemeriksaan TTGO. Tes ini dilakukan menurut cara World Health Organization WHO 1999 dengan melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah vena puasa, ½ jam, 1 jam, 1½ jam dan 2 jam setelah beban glukosa 75 gram. Tetapi pengambilan sampel darah yang berasal dari vena menyakitkan bagi penderita, lebih mahal dan lebih sulit dilakukan maka sampel darah dari kapiler dapat dilakukan. Bila menggunakan dari sampel darah kapiler maka pemeriksaannya dilakukan dengan alat glucometer. 11,12,13 Jannus Sitorus : Korelasi Skor Child Pugh Dengan Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Sirosis Hati, 2009 USU Repository © 2008 Indeks untuk menilai keparahan penyakit hati yang sering digunakan adalah kriteria Child Pugh. Kriteria ini telah menjadi dasar indeks keparahan penyakit hati sejak formulasinya digunakan untuk menghitung stratifikasi resiko pasien yang akan menjalani operasi pemintasan dan saat ini digunakan sebagai prognostik pada penderita sirosis hati. Kriteria ini terdiri dari 5 parameter yang dinilai dimana masing- masing diberi skor dan jumlah skor dibedakan atas gradasi A, B dan C dimana gradasi C menunjukkan tingkat keparahan yang lebih berat. Ini berarti bahwa penderita sirosis hati dengan Child Pugh C memiliki mortalitas yang lebih besar dibandingkan penderita sirosis hati dengan Child Pugh A dan B. 1,2 Saat ini, beberapa studi mencoba menghubungkan antara kriteria Child Pugh dengan kadar glukosa darah pada penderita sirosis hati. Holstein dkk 2002, mendapatkan bahwa pada Child Pugh A ternyata memiliki kadar glukosa darah yang lebih rendah dibandingkan Child Pugh B dan C walaupun secara statistik tidak ada perbedaan bermakna. 5 Alavian dkk 2004, mendapatkan 9,6 kali lebih mungkin untuk kejadian DM pada skor Child Pugh yang lebih tinggi OR = 9,6, 95 Cl: 1,0 – 88,4. 6 Nishida dkk 2006, menganjurkan TTGO dapat dilakukan turut sebagai pemeriksaan rutin pada penderita sirosis hati untuk penatalaksanaan yang menyeluruh sehingga lebih dapat meningkatkan angka harapan hidupnya. 9 Dari data tersebut maka kami hanya ingin menilai apakah ada korelasi skor Child Pugh dengan kadar glukosa darah penderita sirosis hati yang sepengetahuan kami belum pernah dilakukan. Jannus Sitorus : Korelasi Skor Child Pugh Dengan Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Sirosis Hati, 2009 USU Repository © 2008

3. 2. Perumusan masalah

Apakah ada korelasi skor Child Pugh dengan kadar glukosa darah pada penderita sirosis hati 3. 3. Hipotesa Ada korelasi skor Child Pugh dengan kadar glukosa darah pada penderita sirosis hati

3. 4. Tujuan penelitian

Untuk mengetahui korelasi skor Child Pugh dengan kadar glukosa darah pada penderita sirosis hati

3. 5. Manfaat penelitian

- Dengan penelitian ini diharapkan kadar glukosa darah yang diperiksa dengan TTGO dapat turut digunakan sebagai salah satu parameter lain untuk menilai keparahan penyakit hati bersama dengan kriteria Child Pugh - TTGO turut sebagai pemeriksaan rutin pada penderita sirosis hati - Sebagai data dasar bagaimana gambaran gangguan metabolisma glukosa pada penderita sirosis hati Jannus Sitorus : Korelasi Skor Child Pugh Dengan Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Sirosis Hati, 2009 USU Repository © 2008