c. Riwayat koitus Koitus sebagai faktor terjadinya KPD berbeda pada berbagai penelitian,
walaupun kebanyakan penelitian sebelumnya tidak mendukung koitus sebagai faktor risiko terjadinya KPD. Hal ini masih bersifat kontroversial
dengan data yang mendukung maupun sebaliknya.
16
Suatu penelitian oleh Ekachai menemukan koitus sebagai faktor risiko KPD pada 2,7 kasus.
17
d. Pemeriksaan per vaginam. Pada suatu studi di India didapatkan pemeriksaan pervaginam sebagai
faktor risiko KPD pada 28,9 kasus.
17
e. Merokok Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa KPD lebih sering terjadi pada
wanita perokok. Suatu penelitian oleh Lodfers dkk di Swedia menunjukkan bahwa merokok menjadi faktor risiko KPD pada 13,5 kasus.
18
f. Faktor risiko lainnya Berbagai faktor risiko lain yang dapat menyebabkan terjadinya KPD ialah
riwayat abortus sebelumnya, perdarahan antepartum, disproporsi sefalopelvik, hidramnion dan vaginosis bakterial.
6
2.1.6. Diagnosis KPD
Diagnosis KPD sebagian besar dapat ditegakkan cukup melalui anamnesis saja, yaitu adanya riwayat keluar cairan dari vagina, tetapi perlu juga dilakukan
pemeriksaan dengan spekulum untuk melihat cairan yang keluar dari kanalis servikalis dan untuk mengevaluasi apakah telah terjadi dilatasi serviks dan
effacement . Apabila dicurigai terjadi KPD, sangat penting untuk menghindari
pemeriksaan dalam, karena pemeriksaan ini meningkatkan angka morbiditas
Gottlieb Sidabutar : Pola Pertumbuhan Bakteri Dan Uji Kepekaan Antibiotik Dari Isolat Usap Vagina Pada…, 2008 USU e-Repository © 2008
dan mortalitas.
19
. Pemeriksaan diatas ditambah dengan tidak adanya kontraksi uterus dan dilatasi serviks 3 cm dapat menjadi dasar untuk menegakkan
diagnosis KPD. Suatu penelitian oleh Hyagriv N menunjukkan bahwa 90 diagnosis KPD dapat ditegakkan hanya berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan spekulum saja.
20
Bukti adanya cairan keluar dari liang vagina, atau rembesan dari serviks waktu pasien batuk atau diberikan tekanan pada fundus, akan membantu
menegakkan diagnosis KPD.
1
Keluarnya cairan dari vagina dapat di diagnosis diferensial dengan beberapa keadaan seperti inkotinensia urin dan keputihan,
karena itu perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengkonfirmasi bahwa cairan tersebut adalah cairan ketuban. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan
ialah: A. Uji
Nitrazine dan uji
Fern Metode diagnostik dengan menggunakan kertas
nitrazine dan uji
ferning memiliki sensitivitas sampai 90. pH normal vagina berkisar antara 4,5
– 6,0, dimana cairan amnion bersifat lebih alkali dengan pH berkisar antara 7,1 – 7,3. Kertas
nitrazine akan berubah menjadi biru bila PH
diatas 6,0; tetapi adanya substansi yang mengkontaminasi misalnya darah, semen, atau sabun antiseptik yang bersifat alkali dapat juga
menyebabkan kertas nitrazine
berubah warna menjadi biru, memberikan hasil positif palsu. Bakterial vaginosis dapat juga menyebabkan hasil
serupa. Usap yang terpisah seharusnya digunakan untuk mendapat cairan dari forniks posterior dan dinding samping vagina. Jika cairan
telah mengering pada satu sisi, dapat diperiksa ferning
arborization dengan mikroskop berkekuatan rendah. Adanya
ferning mengindikasikan
Gottlieb Sidabutar : Pola Pertumbuhan Bakteri Dan Uji Kepekaan Antibiotik Dari Isolat Usap Vagina Pada…, 2008 USU e-Repository © 2008
KPD. Penting diingat bahwa darah vagina mungkin mengacaukan adanya
ferns , dan bahwa mukus serviks dapat menyebabkan hasil positif
palsu
1,21
B. Pemeriksaan USG Pada beberapa kasus yang tidak biasa, misalnya dari anamnesis
dicurigai adanya KPD tetapi pemeriksaan fisik gagal untuk mengkonfirmasi diagnosis, maka pemeriksaan ultrasonografi USG
dapat membantu pasien dengan hasil tes yang berlawanan.
1
C. Pemeriksaan lainnya Termasuk: Uji Diamine oksidase, permeriksaan
α feto protein, amnioskopi dan injeksi
fluorescent intra amnion.
Bila tidak tersedia pemeriksaan USG atau situasi klinis menuntut diagnosis yang tepat misalnya pada keadaan dimana perlu ditentukan haruskah pasien
dikonsul ke pusat perawatan dengan tingkatan lebih tinggi, amniosintesis dapat membantu menentukan apakah selaput ketuban telah pecah.
1,21
2.1.7. Penatalaksanaan KPD