Adil dan layak merupakan keharusan bagi reorganisasi perusahaan. Adil berarti bahwa reorganisasi atau restrukturisasi dapat memuaskan perasaan
keadilan bagi seluruh elemen yang terkait dengan pelaksanaan restrukturisasi tersebut. Layak berarti rencana restrukturisasi tersebut patut di lakukan dalam
perbandingannya dengan likuiditas. Artinya, perusahaan debitor setelah di analisis ternyata memang lebih menguntungkan untuk di restrukturisasi
daripada di likuidasi.
D. Pentingnya Restrukturisasi Utang Dalam Penyelamatan Usaha Debitor Yang Beritikad Baik
Kepailitan pada dasarnya merupakan suatu lembaga yang memberikan solusi terhadap para pihak yang berkepentingan apabila debitor dalam keadaan berhenti atau
tidak mampu membayar utang kepada kreditor. Lembaga kepailitan pada dasarnya mempunyai dua fungsi sekaligus, yakni :
Pertama, kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan kepada kreditur bahwa debitur tidak akan berbuat curang, dan tetap bertanggung jawab terhadap
semua utang-utangnya kepada semua kreditur.
Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008
USU Repository © 2008
Kedua, kepailitan sebagai lembaga yang juga memberi perlindungan kepada debitur yang beritikad baik terhadap kemungkinan eksekusi massal oleh
kreditur-krediturnya.
146
Undang-undang kepailitan secara filosofis harus memberikan perlindungan, baik terhadap kreditornya maupun debitornya secara seimbang.
147
Upaya penyelesaian utang antara kreditor dan debitor yang beritikad baik tidak harus
menempuh jalan di pailitkannya suatu perusahaan, karena undang-undang kepailitan tidak bertujuan memudahkan di pailitkannya perusahaan debitor.
Secara umum hukum kepailitan berupaya mencapai tiga tujuan, yaitu : 1
Memberikan perlindungan kepada kreditur terhadap kreditur lainnya. 2
Melindungi kreditur dari debitur yang tidak jujur dan, 3
Melindungi debitur yang jujur dari para krediturnya. Salah satu tujuan hukum kepailitan seperti yang di sebutkan di atas yaitu
melindungi debitur yang jujur dan beritikad baik dari para krediturnya. Debitur yang di anggap masih punya prospek dan itikad baik untuk meneruskan usahanya bisa
mendapatkan bantuan dana baru sehingga dapat melanjutkan dan mengelola perusahaannya kembali. Sebab ketidakmampuan debitur membayar utang tidak selalu
146
Sri Redjeki Hartono, Op. Cit., hal. 37
147
Editorial, Dicari Undang-Undang Kepailitan yang Komprehensif, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 No. 4 Tahun 2003, hal. 4. Sunarmi, dalam disertasinya, bahkan menyatakan bahwa
Undang-Undang Kepailitan harus di perbaiki dan di sempurnakan untuk menciptakan hukum kepailitan yang menjamin keadilan, kepastian hukum, efektif, cepat dan memberikan perlindungan
yang seimbang terhadap debitor dan kreditor serta menjamin kelangsungan usaha perusahaan- perusahaan yang prosfektif. Lihat, Sunarmi, Op. Cit., hal. 614
Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008
USU Repository © 2008
karena kesalahan debitur sendiri dan apabila debitur tersebut di beri kesempatan akan dapat bangkit kembali meneruskan kegiatan usahanya dan mampu membayar utang-
utangnya. Debitur yang berada dalam posisi di ambang kepailitan harus mengungkapkan
informasi kepada kreditur berbagai fakta dan informasi. Mengenai pengungkapan fakta dan informasi tersebut adalah merupakan kewajiban para pihak yang memiliki
itikad baik pada tahap pra kontrak. Apabila debitur berada dalam keadaan yang dapat di tolong maka debitur di mungkinkan untuk dapat keluar secara terhormat dari
permasalahan utangnya. Salah satu cara untuk menentukan standar dalam mengukur informasi yang
cukup adequate information dalam keterbukaan itu adalah mengajukan pertanyaan kepada kreditur yang mempunyai hak suara, apa yang ingin di ketahui kreditur. Jadi
informasi yang cukup sangat bermanfaat dan berguna untuk terlaksananya keterbukaan.
Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya bahwa prinsip-prinsip keterbukaan sangatlah penting untuk menentukan keadaan dan situasi perusahaan debitur. Dengan
jujur dan terbukanya debitur mengenai keadaannya maka baik kreditur maupun publik dapat mengetahui dengan jelas apa yang menyebabkan tidak di lunasinya
utang-utang debitur tersebut. Hal ini di sebabkan bukan karena debitur tidak mau membayar utang-utang tersebut namun pada saat sekarang kondisi perusahaannya
lagi tidak memungkinkan untuk melunasi utang tersebut. Dan dengan keterbukaan ini
Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008
USU Repository © 2008
membuka peluang untuk melakukan perdamaian dan tawar-menawar antara kreditur dan debitur.
Undang-undang kepailitan menyediakan suatu cara agar debitur terhindar dari pelaksanaan likuidasi terhadap harta kekayaannya meskipun debitur telah atau akan
berada dalam keadaan insolven , yaitu dengan di mungkinkannya di lakukan
restrukturisasi utang debitor melalui proses penundaan kewajiban pembayaran utang PKPU dan perdamaian sebagai alternatif mengatasi kesulitan debitor membayar
utang-utangnya. PKPU yang dapat pula disertai upaya perdamaian di ajukan sebelum keluarnya putusan pailit dari pengadilan, sedangkan perdamaian accord di
ajukan pada rapat verifikasi setelah keluarnya putusan pailit dari pengadilan. PKPU pada dasarnya merupakan penawaran rencana perdamaian oleh debitur,
agar debitur dapat melakukan restrukturisasi “yang dapat meliputi seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren”.
148
Restrukturisasi utang debitur melalui proses PKPU hanya dapat di lakukan setelah pengajuan PKPU oleh debitur di
kabulkan oleh pengadilan sebelum jatuhnya putusan pailit,
149
yang kemudian di ikuti dengan perdamaian antara debitur dengan kreditur.
150
Kreditor menyetujui untuk merestrukturisasi utang-utang debitor adalah di karenakan perusahaan masih memiliki potensi dan prospek usaha yang baik di masa
148
Kartini Muljadi, dalam Sunarmi, Tinjauan Kritis terhadap Undang-undang Kepailitan ; Menuju Hukum Kepailitan yang Melindungi Kepentingan Kreditor dan Debitor, Disertasi, Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2005, hal. 46.
149
Zainal Asikin, Op. Cit., hal. 103.
150
Ibid., hal. 111.
Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008
USU Repository © 2008
depan. Jadi, debitur yang berada dalam keadaan pailit masih mempunyai kesempatan melanjutkan usahanya melalui sarana restrukturisasi utang apabila pengajuan PKPU
di kabulkan oleh Pengadilan ataupun perdamaian terjadi di antara debitur dan kreditur setelah adanya pernyataan pailit dari pengadilan.
E. Kelemahan Undang-Undang Kepailitan Menyangkut Restrukturisasi Dikatakan oleh David K. Linman bahwa ada 2 dua konsepsi dalam Undang-
Undang Kepailitan Nomor 4 Tahun 1998, yaitu : 1
Likuidasi dalam kepailitan, yang di samping dapat di ajukan oleh kreditor, juga dapat di ajukan oleh debitor jika debitor tidak mampu membayar paling
tidak satu utang yang telah jatuh tempo, dan 2
Suatu bentuk reorganisasi restrukturisasi yang relatif lemah dengan penyelesaian utang yang di buat secara sukarela melalui pengadilan
berdasarkan suatu rencana yang di siapkan oleh para debitor dan di setujui oleh para kreditor.
151
Dikatakan sebagai bentuk reorganisasi yang relatif lemah dengan penyelesaian utang yang di buat secara sukarela, sebab ia hanya merupakan suatu
bentuk formal yang berhenti sampai di situ saja, dengan pengadilan yang di batasi
151
David K. Linman, Rancangan Perubahan Undang-Undang Kepailitan dari Sudut Pandang Internasional, Sisipan Artikel Utama, Jurnal Hukum Bisnis, Jakarta, Volume 22 No. 3 Tahun 2003,
hal. 1.
Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008
USU Repository © 2008
hanya untuk membuat kembali persyaratan kontraktual dari kewajiban utang tersebut berdasarkan kesepakatan kreditor dan debitor.
Lebih lanjut di katakan oleh David K. Linman, tidak ada distrubusi kepentingan yang adil kepada debitor sebagai bagian dari rencana reorganisasi atau
yang lain seperti membekukan hak dari aset yang menjadi sengketa melalui perintah pengadilan oleh krediotor yang tidak terjamin kreditor konkuren dengan analogi
pengeksekusian yang telah di tolak. Para debitor yang benar-benar mengalami kesulitan finansial hanya bisa mendiskusikan penyelesaian utang lewat kompromi
sukarela saja, sementara para kreditor menginginkan reorganisasi yang efektif, yaitu menyangkut penggantian bisnis dan mengubah utang menjadi saham.
152
Selain itu, reorganisasi perusahaan di Indonesia yang di atur oleh Undang- undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 mengandung kelemahan-kelemahan
antara lain : a.
Jangka waktu yang tidak realistis. b. Penilaian asset perusahaan.
c. Posisi relatif kreditor yang terjamin dan tidak terjamin
d. Masalah penilaian antara keputusan reorganisasi atau likuidasi. e.
Hak-hak pemegang saham dan pemilik utang serta manajemen pengendali. f.
Masalah Klaim.
152
Ibid., hal. 3.
Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008
USU Repository © 2008
Ad. a.Jangka waktu yang tidak realistis. Jangka waktu yang di tetapkan oleh undang-undang kepailitan untuk PKPU
adalah 270 hari, dengan ketentuan 45 hari untuk PKPU sementara dan 270 hari untuk PKPU tetap, merupakan waktu yang sangat pendek untuk langkah awal penyelesaian
utang debitor melalui reorganisasi. Hal ini di sebabkan kurator dari luar atau pengurus yang akan di tempatkan untuk mengatasi bisnis yang bermasalah tersebut
memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengidentifikasi aset perusahaan tersebut.
153
Dengan waktu yang demikian singkat, debitor di paksa secara terburu- buru untuk selambat-lambatnya selama 270 hari sudah mencapai kesepakatan dengan
kreditor mengenai PKPU untuk di sahkan oleh pengadilan.
154
Ad. b.Penilaian aset perusahaan. Reorganisasi perusahaan seharusnya juga mengagendakan pembahasan
mengenai sebagian penjualan aset debitor yang di perlukan untuk mengatasi kesulitan permodalan.
155
Hal ini di sebabkan reorganisasi perusahaan tidak terlepas dari bentuk penjualan aset perusahaan.
156
153
Hermansyah, Laporan Penelitian ; Proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU Debitur Swasta Melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Ditjen Dikti, Departemen
Pendidikan Nasional, 2002, hal. 9.
154
Masyudi Ali, Restrukturisasi Perbankan dan Dunia Usaha, Jakarta ; PT. Elex Media Komputindo, 2002, hal. 136.
155
Wasis, Op. Cit., hal. 51.
156
Thomas H. Jackson, Op. Cit., hal. 210-211.
Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008
USU Repository © 2008
Reorganisasi juga akan menyinggung persoalan kebijakan discharge kelonggaran yang bukan saja akan melepaskan debitor dari kewajiban-kewajiban
finansial masa lalu, melainkan akan juga melindunginya dari sejumlah konsekuensi sebaliknya yang mungkin terjadi dari pembebasan tersebut. Kebijakan discharge
dipandang merupakan jaminan penyehatan finansial dari debitor.
157
Reorganisasi sebagai bentuk penjualan aset berbeda dengan likuidasi, sebab aset yang di jual dalam reorganisasi adalah kepada kreditornya sendiri, sedangkan
aset yang di jual dalam likuidasi adalah kepada pihak ketiga. Jadi, penjualan aset tentu saja memerlukan penilaian kembali aset perusahaan. Penilaian kembali aset
perusahaan merupakan pekerjaan yang sulit. Ini di sebabkan ada ketidakpastian dalam memperkirakan nilai tidak langsung pendahuluan kepailitan. Misalnya, pelanggan
tidak lagi memberikan order dan suplier tidak lagi menjual secara kredit sebagai antisipasi terhadap likuidasi yang mungkin di lakukan.
Ketidak pastian yang substansial terletak pada perhitungan mengenai pemasukan pada masa datang dan penetapan nilai pemotongan yang layak. Nilai aset
perusahaan berubah-ubah seiring dengan waktu, meningkat atau berkurang secara substansial tergantung pada pemasukan pada waktu yang berbeda dan kondisis
kesulitan yang ada. Penilaian aset sangat subjektif karena sering tidak ada pembeli pada harga berapapun. Dengan demikian, proses pendahuluan dalam kepailitan akan
berkaitan dengan tinjauan apakah bisnis akan di likuidasi atau di reorganisasi.
157
Ibid., hal. 226.
Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008
USU Repository © 2008
Penilaian atas permasalahan inilah yang akan menghasilkan keputusan bisnis terhadap nasib perusahaan yang telah mengalami kesulitan pembayaran tersebut.
158
Ad. c.Posisi relatif kreditor yang terjamin dan tidak terjamin. Undang-undang kepailitan Indonesia memisahkan kreditor ke dalam 3 tiga
klasifikasi, yakni sebagai berikut : 1.
Kreditor Konkuren Unsecured Creditor. Kreditor jenis ini harus berbagi dengan kreditor yang lain secara proporsional atau di sebut juga secara
“paripasu”, yaitu menurut perbandingan besarnya masing-masing tagihan mereka dari hasil penjualan harta kekayaan debitor yang tidak di bebani dengan
hak jaminan. 2.
Kreditor Preferen Secured Creditor. Kelompok kreditor ini mempunyai hak di dahulukan dari kreditor-kreditor lainnya untuk memperoleh pelunasan
tagihannya dari hasil penjualan harta kekayaan debitor, dengan syarat aset tersebut telah di bebani dengan hak jaminan tertentu bagi kepentingan kreditor
tersebut. 3.
Kreditor pemegang hak istimewa yang oleh undang-undang di beri kedudukan di dahulukan dari para kreditor konkuren maupun kreditor preferen.
159
Klasifikasi ini sebenarnya semakin mempersulit reorganisasi yang efektif, sebab klasifikasi ini berkaitan erat dengan hak menolak untuk menegosiasikan
158
David K. Linman, Op. Cit., hal. 4-5.
159
Sutan Remi Sjahdeini, Op. Cit., hal. 280.
Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008
USU Repository © 2008
hubungan dalam kepentingan terkait kepailitan dan menimbulkan klaim
160
yang berbeda-beda dar para kreditor.
161
Kesimpang-siuran juga terjadi menyangkut penyitaan barang jaminan, sebab undang-undang kepailitan melegalisasi kreditor yang di jamin untuk menyita barang
jaminan pada tahap awal proses reorganisasi di laksanakan.
162
Ad. d.Masalah penilaian antara keputusan reorganisasi atau likuidasi. Likuidasi perusahaan hanya layak di lakukan jika nilai bisnis perusahaan
setelah di nilai lebih menguntungkan untuk di likuidasi di bandingkan nilai bisnis jika perusahaan tersebut di reorganisasi. Jadi, harus ada perbandingan yang jelas kapan
likuidasi atau reorganisasi layak di lakukan terhadap suatu perusahaan yang sedang mengalami kesulitan finansial.
Biaya yang akan di keluarkan untuk pelaksanaan likuidasi juga harus di perhitungkan karena menyangkut efisiensi biaya. Hal ini penting mengingat nilai
bisnis perusahaan berbeda dengan nilai likuiditasnya dalam kepailitan, sehingga jangan sampai para kreditor justru menjadi lebih di rugikan dengan keputusan
likuidasi atau keputusan reorganisasi yang di ambil. Undang-undang kepailitan tidak memuat ketentuan mengenai penilaian seperti ini, sehingga banyak terjadi
160
Administrasi kepailitan dalam pengalokasian nilai aset di mulai dari klaim yang paling di dahulukan terhadap perusahaan yang mengalami kesulitan finansial, sampai dengan klaim oleh
kelompok kreditor dari tingkat yang terendah di mana nilai bisnis mulai habis.
161
David K. Linman, Op. Cit., hal. 6.
162
Ibid., hal. 4.
Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008
USU Repository © 2008
pelaksanaan praktis untuk mereorganisasi perusahaan besar di banding perusahaan kecil atau sedang.
163
Ad. e.Hak-hak pemegang saham dan pemilik utang serta manajemen pengendali. Kelemahan terbesar praktek insolvensi di Indonesia secara khusus dapat di
lihat dalam restrukturisasi perbankan. Reorganisasi yang berhasil biasanya di ikuti penggantian manajemen perusahaan yang mengakibatkan kebangkrutan tersebut,
karena mereka telah gagal sebagai pelaku bisnis dan telah membawa perusahaan menuju kebangkrutan. Di Indonesia, perusahaan terbuka yang terdaftar di bursa
sekalipun masih di kontrol oleh pemegang saham sendiri. Dalam perusahaan yang di kontrol oleh keluarga, manajernya adalah juga
pemegang saham pengendali, sehingga kegagalan untuk menggantikan manajemen merefleksikan masalah yang lebih dalam, yaitu hilangnya kontrol atas perusahaan
tersebut. Reorganisasi yang efektif akan mengurangi persentase kepemilikan saham
pendiri. Semua kepentingan debitor yang pailit tidak perlu di hilangkan. Kepemilikan saham pendiri akan banyak di kurangi jika debitor menerima saham sebagai utang
yang tidak terbayar. Dengan demikian, pendiri atau keluarga pendiri tidak akan lagi dapat mengatur perusahaan.
Permasalahan ini yang sulit di atasi oleh BPPN di karenakan kebanyakan utang dari perusahaan Indonesia di peroleh dari sesama perusahaan Indonesia. Begitu
163
Ibid., hal. 6.
Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008
USU Repository © 2008
nilai equitas perusahaan debitor pailit tidak ada lagi dan reorganisasi tertunda, pemilik saham pendiri dan manajer pengendali pemegang equitas secara de facto
menjadi pemegang opsi yang memegang kendali terhadap perusahaannya, yang dapat bertindak mengambil semua aset perusahaan untuk kepentingan pribadinya.
164
Ad. f.Masalah klaim. Klaim setelah reorganisasi harus sama dengan klaim yang di ajukan sebelum
reorganisasi. Kewajiban pembayaran utang harus di berikan dengan tingkat keamanan dan ketenangan yang sama, tetapi tidak harus di terapkan pada tingkat suku bunga,
sementara kontrak penyelesaian di buat berdasarkan skema yang berbeda. Proses reorganisasi harus di ubah agar dapat berjalan dengan baik, dengan
cara mengubah parameter negosiasi privat debitor-kreditor dan tidak menggunakan proses hukum, menjadi parameter yang secara jelas dapat mengacu kepada peraturan
perundang-undangan secara yuridis untuk negosiasi klaim. Adanya kerangka kerja hukum sangat di perlukan agar dapat menjadi pegangan untuk menangani tindakan
kolektif dan pemisahan kepentingan pengaju klaim agar biaya transaksi dalam reorganisasi tidak terhambat oleh kepentingan pemberi pinjaman tunggal.
165
164
Ibid., hal. 7.
165
Ibid., hal. 9.
Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008
USU Repository © 2008
BAB IV PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI UTANG PT. TERBUKA