Kerangka Teori dan Konsepsional

F. Kerangka Teori dan Konsepsional

Kepailitan pada dasarnya merupakan suatu lembaga yang memberikan suatu solusi terhadap para pihak apabila debitor dalam keadaan berhenti atau tidak mampu membayar utang kepada kreditor. Lembaga kepailitan pada dasarnya mempunyai dua fungsi sekaligus, yakni : Pertama, kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan kepada kreditur bahwa debitur tidak akan berbuat curang, dan tetap bertanggung jawab terhadap semua utang-utangnya kepada semua kreditur. Kedua, kepailitan sebagai lembaga yang juga memberi perlindungan kepada debitur terhadap kemungkinan eksekusi massal oleh kreditur-krediturnya. 22 Sejalan dengan itu fungsi dari Undang-Undang Kepailitan adalah selain mengatur bagaimana pembagian harta kekayaan debitor yang telah di nyatakan pailit oleh hukum, juga memberikan perlindungan kepada debitor dari para kreditornya dengan cara memberikan kesempatan kepada debitor dan para kreditornya untuk berunding dan membuat kesepakatan mengenai restrukturisasi utang debitor tersebut. Hal ini senada dengan yang di katakan Sutan Remy Syahdeini bahwa fungsi hukum kepailitan adalah : a. Menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan debitor di antara kreditornya. 22 Sri Redjeki Hartono, “Hukum Perdata sebagai Dasar Hukum Kepailitan Modern”, Majalah Hukum Nasional No. 2 tahun 2002, hal. 37. Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008 USU Repository © 2008 b. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditornya. c. Memberikan perlindungan kepada debitor yang beritikad baik dari para kreditornya dengan cara memperoleh pembebasan utang. 23 Salah satu paradigma hukum kepailitan adalah adanya nilai keadilan sehingga hukum dapat memberikan tujuan yang sebenarnya yaitu memberikan manfaat , kegunaan dan kepastian hukum. Satjipto Rahardjo mengatakan “hukum sebagai perwujudan nilai-nilai mengandung arti, bahwa kehadirannya adalah untuk melindungi dan memajukan nilai-nilai yang di junjung tinggi oleh masyarakatnya”. 24 Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dapat di tarik kesimpulan tentang syarat-syarat yuridis agar suatu perusahaan dapat di nyatakan pailit yakni sebagai berikut : 1. Adanya Utang 2. Minimal satu utang dari utang sudah jatuh tempo 3. Minimal satu utang dari utang dapat ditagih 4. Adanya debitor 5. Adanya paling sedikit 2 dua Kreditor 6. Kreditor lebih dari satu 7. Pernyataan pailit di lakukan oleh Pengadilan khusus yang di sebut dengan Pengadilan Niaga. 23 Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., hal. 5. 24 Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum ; Perkembangan Metode dan Pilihan Hukum, Surakarta : Universitas Muhammadiyah , 2002, hal. 60. Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008 USU Repository © 2008 8. Permohonan pernyataan pailit di ajukan oleh pihak yang berwenang yaitu : a. Pihak debitor b. Salah satu atau lebih kreditor c. Jaksa untuk kepentingan umum d. Bank Indonesia jika kreditornya Bank e. Bapepam jika debiturnya perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, dan lembaga penyimpanan dan penyelesaian. f. Menteri keuangan jika debiturnya perusahaan asuransi, reasuransi, dana pensiun dan BUMN yang bergerak di kepentingan publik. 9. Syarat yuridis lainnya yang di sebutkan dalam UUK. 10. Apabila syarat terpenuhi, hakim ”menyatakan pailit” bukan ”dapat menyatakan pailit”. Sehingga dalam hal ini kepada hakim tidak di berikan ruang untuk judgement yang luas seperti pada kasus-kasus lainnya. Sesungguhnya limited defence masih dibenarkan mengingat yang berlaku adalah prosedur pembuktian yang sumir vide Pasal 8 ayat 4 Undang-Undang Kepailitan. 25 UU Kepailitan juga menempatkan kedudukan utang sebagai persyaratan kepailitan dengan rumusan “tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih”. Adanya penambahan kata lunas di dalam Pasal 2 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004 dibandingkan dengan ketentuan di dalam Pasal 1 ayat 1 25 Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, Edisi Revisi disesuaikan dengan UU No. 37 Tahun 2004, Bandung ; PT. Citra Aditya Bakti, 2005, hal. 8 Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008 USU Repository © 2008 UU No. 4 Tahun 1998, mengandung makna bahwa untuk menyatakan seorang debitor pailit, tidak saja oleh karena ketidakmampuan debitor untuk membayar utang- utangnya akan tetapi juga termasuk ketidakmampuan debitor tersebut untuk melunasi utang-utang tersebut sebagaimana yang diperjanjikan. 26 Esensi dari persyaratan ini adalah bahwa debitor berada dalam keadaan insolven, yaitu debitor tidak “mampu” membayar lunas utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih kepada kreditor. Artinya, hukum kepailitan bukan hanya mengatur kepailitan debitor yang tidak mampu membayar kewajibannya hanya kepada salah satu kreditornya saja, tetapi debitor itu harus berada dalam keadaan insolven. Keadaan insolven tejadi hanyalah apabila debitor tersebut tidak mampu secara finansial untuk membayar utang- utangnya kepada sebagian besar kreditornya. 27 Terjadinya pailit 28 yang dihubungkan dengan “ketidakmampuan untuk membayar utang” dari seorang debitor atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo, harus disertai dengan suatu tindakan nyata, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri maupun atas permintaan kreditornya, untuk mengajukan suatu permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan Niaga. 29 Maksud dari pengajuan permohonan tersebut adalah sebagai bentuk pemenuhan asas publisitas dari keadaan 26 Ricardo Simanjuntak, Rancangan Perubahan Undang-Undang Kepailitan dalam Perspektif Pengacara, dalam Sunarmi, Op.Cit., hal. 570. 27 Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., hal. 72. 28 Disebutkan di dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan, pailit atau bangkrut adalah seseorang yang oleh pengadilan dinyatakan bangkrut, dan yang aktifanya atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar hutang-hutangnya. Lihat, Munir Fuady, Hukum Pailit 1998 dalam Teori dan Praktek, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002, hal. 8. 29 Pasal 1 angka 7 UU No. 37 Tahun 2004 menunjuk Pengadilan Niaga memiliki kompotensi absolut atas perkara-perkara kepailitan. Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008 USU Repository © 2008 tidak mampu membayar seorang debitor. Tanpa adanya permohonan tersebut kepada Pengadilan Niaga , maka pihak ketiga tidak akan pernah tahu keadaan tidak mampu membayar dari debitor. Keadaan ini kemudian akan diperkuat dengan suatu putusan pernyataan pailit oleh Hakim Pengadilan, baik merupakan putusan yang mengabulkan ataupun menolak permohonan kepailitan yang diajukan. 30 Kepailitan merupakan sarana hukum yang efektif dan adil untuk menyelesaikan utang-piutang. Kepailitan debitor mencakup seluruh harta kekayaan debitor pada saat dinyatakan pailit serta kekayaan yang diperoleh selama berjalannya proses kepailitan. Semua harta kekayaan debitor yang dinyatakan pailit menjadi harta kepailitan, yang dikuasai dan dikelola oleh kurator. Kurator dalam melanjutkan penguasaan dan pengurusan harta kepailitan akan mengawasi debitor, umtuk kemudian menjual seluruh harta kepailitan tersebut dimuka umum melalui pelelangan umum guna mendapatkan pelunasan atas utang-utang debitor kepada kreditor. Undang-Undang Kepailitan secara filosofis harus memberikan perlindungan baik terhadap kreditornya maupun debitornya secara seimbang. 31 Upaya penyelesaian utang antara kreditor dan debitor tidak harus menempuh jalan dipailitkannya suatu perusahaan, karena UU Kepailitan tidak bertujuan memudahkan dipailitkannya suatu perusahaan debitor yang tidak membayar utang. UU Kepailitan menyediakan suatu 30 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, hal. 11. 31 Editorial, Dicari Undang-Undang Kepailitan yang Komprehensif, Jurmal Hukum Bisnis, Volume 22 No. 4 Tahun 2003, hal. 4. Sunarmi, dalam disertasinya, bahkan menyatakan bahwa UU Kepailitan harus diperbaiki dan disempurnakan untuk menciptakan hukum kepailitan yang menjamin keadilan, kepastian hukum, efektif, cepat dan memberikan perlindungan yang seimbang terhadap debitor dan kreditor serta menjamin kelangsungan usaha perusahaan-perusahaan yang prospektif,Lihat Sunarmi, Op.Cit., hal.614. Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008 USU Repository © 2008 cara agar debitur terhindar dari pelaksanaan likuidasi terhadap harta kekayaannya meskipun debitur telah atau akan berada dalam keadaan insolven, yaitu dengan dimungkinkannya dilakukan restrukturisasi utang debitor melalui proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU dan perdamaian sebagai alternatif mengatasi kesulitan debitor membayar utang-utangnya. Restrukturisasi utang debitor melalui proses PKPU 32 Surseance van Betaling atau Suspension of Payment hanya dapat dilakukan setelah pengajuan PKPU oleh debitor dikabulkan oleh Pengadilan sebelum jatuhnya putusan pailit, 33 yang kemudian diikuti dengan akor perdamaian antara debitor dengan kreditor. 34 PKPU pada dasarnya merupakan penawaran rencana perdamaian oleh debitor, agar debitor dapat melakukan restrukturisasi yang dapat meliputi seluruh atau sebagian utang kepada kreditor. 35 Berdasarkan PKPU yang diikuti dengan perdamaian, pada akhirnya debitor dapat tetap meneruskan usahanya dan memenuhi kewajiban- kewajibannya. Sementara itu berdasarkan Pasal 144 dan Pasal 222 ayat 3 UU No. 37 Tahun 2004 restrukturisasi utang debitor melalui proses perdamaian akor dilakukan setelah keluarnya putusan pailit dari pengadilan, yaitu dengan cara ditawarkan debitor dan disepakati oleh para kreditor pada saat rapat verifikasi. 36 Sebenarnya ada banyak cara dalam melakukan restrukturisasi utang di luar proses PKPU dan perdamaian. Dikatakan oleh Gunadi, restrukturisasi utang 32 PKPU dalam UU No. 4 Tahun 1998 diatur di dalam Bab II Pasal 212 s.d Pasal 279, sedangkan dalam UU No. 37 tahun 2004 diatur di dalam Bab III Pasal 222 s.d 264. 33 Zainal Asikin, Op.Cit., hal. 103. 34 Ibid., hal. 111. 35 Kartini Muljadi, dalam Sunarmi, Op.Cit., hal. 46. 36 Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., hal. 321. Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008 USU Repository © 2008 perusahaan untuk mengurangi ekuisitas negatif negative equity akibat beban utang, dilakukan melalui beberapa tindakan tertentu, seperti misalnya : “… penjadwalan kembali pelunasan utang rescheduling, pengurangan utang hair cut, pembebasan utang debt remission, konversi utang menjadi ekuitas debt-equity swap, dan penyitaan barang-barang jaminan utang.” 37 Sementara itu, Sutan Remy Sjahdeini menyebutkan restrukturisasi utang dapat dilakukan dalam bentuk-bentuk sebagai berikut : 1. memberikan moratorium penundaan pembayaran utang kepada debitor; 2. melakukan penjadwalan kembali pelunasan pinjaman; 3. melakukan persyaratan kembali perjanjian pinjaman; 4. melakukan restrukturisasi jumlah pinjaman, termasuk mengurangi jumlah pokok utang, menurunkan tingkat suku bunga dan memberikan tambahan utang kredit injeksi; 5. memasukkan modal baru oleh para pemodal atau pemegang saham baru. 38 Adanya restrukturisasi utang dan perusahaan debt and corporate restructuring, atau corporate reorganization, atau corporate rehabilization akan memungkinkan perusahaan debitor kembali berada dalam keadaan mampu membayar utang-utangnya. 39 Restrukturisasi merupakan pemberian kesempatan untuk terus hidup dan berkembang kepada perusahaan debitor yang tidak mampu membayar utang-utangnya tetapi masih memiliki potensi dan prospek usaha yang baik di masa 37 Gunadi, Op.Cit.,hal. 93. 38 Sutan Remy Sjahdeini, dalam Sunarni Op.Cit.,hal. 15. 39 Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., hal. 58-59. Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008 USU Repository © 2008 depan, sehingga kreditor menyetujui untuk merestrukturisasi utang-utang debitor. Pengurus perusahaan yang direstrukturisasi juga mempunyai itikad baik serta kooperatif dengan para kreditor untuk melunasi utang-utangnya. Karena restrukturisasi utang “bertujuan utama untuk menyehatkan kembali kondisi keuangan perusahaan” 40 dengan melanjutkan kegiatan usahanya, maka sebelum restrukturisasi dilakukan seharusnya terlebih dahulu dilakukan studi kelayakan yang bertujuan untuk menyimpulkan apakah utang debitor layak atau tidak layak untuk direstrukturisasi. 41 Seperti halnya pertimbangan Majelis Hakim Peninjauan Kembali dalam Putusan Nomor 024PKN1999 dalam perkara antara PT. Citra Jimbaran Indah Hotel melawan Sangyong Engineering Construction Co. Ltd, yang dalam mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali mengemukakan sebagai berikut : 42 ”Potensi dan prospek dari usaha debitur harus pula di pertimbangkan secara baik. Jika debitur masih mempunyai potensi dan prospek, sehingga merupakan tunas-tunas yang masih dapat berkembang seharusnya masih di beri kesempatan untuk hidup dan berkembang. Oleh karena itu penjatuhan pailit merupakan ultimum remedium.” 40 Suad Husnan, Manajemen Keuangan, Yogyakarta: BPFE, 1988, hal. 168. 41 Syamsudin Manan Sinaga, Analisis dan Evaluasi Hukum tentang Restrukturisasi Utang pada Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, 2000,hal. 9. Dikatakan oleh Syamsudin Manan Sinaga, restrukturisasi pada Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU dimaksudkan hanya restrukturisasi terhadap pembayaran utang-utang debitor dengan tujuan agar perusahaan debitor dapat sehat kembali. 42 Putusan Majelis Hakim Peninjauan Kembali Nomor 024PKN1999, Yurisprudensi Kepailitan 1998-1999, Jakarta : Tatanusa Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008 USU Repository © 2008 Lebih lanjut Majelis Hakim Peninjauan Kembali dalam menolak putusan pernyataan pailit dalam perkara tersebut mengemukakan alasan penolakannya: 43 “… dan bahkan terhadap utang debiturTermohon Pailit telah diadakan restrukturisasi menunjukkan bahwa usaha debitur masih mempunyai potensi dan prospek untuk berkembang dan selanjutnya dapat memenuhi kewajibannya kepada seluruh kreditur di kemudian hari dan oleh karena itu debiturTermohon Pailit bukan karena a Debtor is hopelessly in debt.” Dengan kata lain, Majelis Hakim dalam Peninjauan Kembali perkara tersebut berpendirian bahwa adalah tidak di benarkan untuk mengabulkan suatu permohonan pernyataan pailit terhadap debitur yang masih memiliki potensi dan prospek usaha untuk berkembang sehingga di kemudian hari akan dapat melunasi utang-utang kepada para krediturnya. 44 Restrukturisasi merupakan langkah strategi yang universal. Tindakan restrukturisasi menjadi jalan keluar yang berlaku dalam lingkup internasional, di mana pun dan kapan pun setiap kali unit-unit usaha termasuk perbankan dan lain- lain mengahadapi finansial yang berat. Debitur yang mengalami kesulitan keuangan dapat mengajukan permohonan keringanan pada para krediturnya. 45 Bila restrukturisasi ini berhasil di laksanakan , sehingga akhirnya debitur berhasil 43 Ibid., 44 Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal. 59. 45 Masyhud Ali, Restrukturisasi Perbankan Dan Dunia Usaha. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, 2002, hal. 192. Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008 USU Repository © 2008 melunasi seluruh utang-utang nya. Maka tindakan ini jauh lebih menguntungkan di banding tindakan kepailitan yang mematikan usaha debitor. Sayangnya, UU Kepailitan tidak memuat ketentuan mengenai restrukturisasi perusahaan dan ketentuan restrukturisasi utang diluar PKPU dan perdamaian, sehingga kurang dapat menyahuti kepentingan perlindungan bagi kreditor dan debitor. Namun demikian, kelemahan ini sebenarnya dapat ditutupi melalui penemuan hukum oleh hakim. Sebagaimana dinyatakan oleh Paulus Effendi Lotulung, bahwa : “Kelemahan di dalam UU Kepailitan terjadi karena segala ketentuan hukum dituntut untuk ditentukan secara pasti dan “expresis verbis” di dalam undang- undang sebagai konsekuensi sistem hukum “statutory law” yang dianut Indonesia. Sering diabaikan bahwa sumber hukum bukanlah hanya undang- undang saja, melainkan juga doktrin ilmu pengetahuan hukum teori dan yurisprudensi atau putusan-putusan hakim yang telah berulangkali diikuti dan menjadi tetap standar. Lebih lanjut dikatakan Paulus Effendi Lotulung, sebenarnya melalui pendekatan teoritis dan penyusunan penalaran hukum legal reasoning yang sistematis dan runtut akan dapat diketemukan pemecahan hukumnya rechtsvinding tentang berbagai pengertian hukum yang diperdebatkan, yang kemudian dituangkan di dalam Putusan Hakim. 46 Sehingga beberapa asas dalam hukum kepailitan yang penting dalam penulisan tesis ini antara lain : 1. Asas Keseimbangan UUK memberikan perlindungan yang seimbang bagi kreditur dan debitur. Di satu pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalah gunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitur yang tidak jujur, di lain 46 Paulus Effendi Lotulung, Op.Cit., hal. 6. Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008 USU Repository © 2008 pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalah gunaan tersebut oleh kreditur yang beritikad tidak baik. 47 2. Asas Kelangsungan Usaha Dalam UUK , terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitur yang prospektip tetap di langsungkan. 48 UUK tidak semata-mata bermuara pada kepailitan dan tindakan eksekusi aset debitur, terdapat alternatif lain yaitu berupa pemberian kesempatan kepada perusahaan-perusahaan yang tidak membayar utang nya namun masih memiliki prospek usaha yang baik dan pengurusnya beritikad baik serta kooperatif untuk melunasi utang- utangnya, maka dapat di upayakan restrukturisasi atas utang-utangnya dan penyehatan kembali perusahaan nya, sehingga kepailitan merupakan ultimum remedium. 49 3. Asas Keadilan Asas ini mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak kreditur yang mengusahakan pembayaran atas tagihannya tanpa memperhatikan kepentingan kreditur lainnya dan kepentingan debitur, misalnya dengan penagihan yang sewenang-wenang, bagaimana kelangsungan usaha debitur dan bagaiaman pelunasan terhadap kreditur yang lain. 50 4. Asas Putusan yang di dasarkan pada persetujuan Kreditur Mayoritas. 47 Ibid., 48 Ibid., 49 Sutann Remy Sjahdeini , Op. Cit., hal. 58-59. 50 Penjelasan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008 USU Repository © 2008 Permohonan pernyataan pailit yang hanya di ajukan oleh kreditur minoritas dan tidak di setujui oleh kreditur mayoritas, tidak akan di kabulkan oleh Majelis Hakim. Sebab pengabulannya akan membawa kerugian bagi kreditur mayoritas. Demikian pula rencana perdamaian dalam PKPU hanya akan di kabulkan apabila disetujui oleh lebih dari ½ jumlah kreditur konkuren yang haknya di akui yang hadir pada rapat kreditur yang jumlah tagihannya mewakili paling sedikit 23 dari seluruh jumlah tagihan dari kreditur yang hadir pada rapat. Perseroan Terbatas PT yang tidak mampu membayar lunas utang-utangnya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih kepada kreditor, dinyatakan pailit dan dilikuidasi. 51 Sebagai badan hukum, perseroan terbatas merupakan pendukung hak dan kewajiban yang memiliki harta kekayaan sendiri terpisah dari harta kekayaan pendiri atau pengurusnya. 52 Pt yang telah go public dan terdaftar di pasar modal disebut sebagai Perseroan Terbatas Terbuka PT. Tbk. PT. Tbk merupakan organisasi perusahaan publik yang 51 Rachmadi Usman, dalam Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama , 2001, hal. 167, mengatakan bahwa likuidasi adalah pembubaran perusahaan dengan penjualan harta perusahaan, penagihan dan pelunasan utang serta penyelesaian sisa harta atau utang antara para pemilik. Lebih lanjut Munir Fuady, dalam Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global,Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002, hal. 86, mengatakan bahwa dengan likuidasi, suatu perusahaan dibubarkan, ditutup, dan dihentikan semua kegiatan usahanya dan membereskannya serta membagi-bagikan aktivanya kepada pihak kreditur dan pemegang saham. 52 I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Khusus Pemahaman Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1995, Jakarta: Kesaint Blanc, 2002, hal. 1. Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008 USU Repository © 2008 bertujuan mencari laba secara terus menerus melalui pengorganisasian faktor-faktor produksi, termasuk memprodusir barang atau jasa dan menjualnya dengan laba. 53 Adanya utang bukanlah hal buruk bagi suatu PT. Tbk yang telah menjadi perusahaan publik atau emiten di pasar modal, asalkan perusahaan tersebut dapat membayar kembali utangnya kepada kreditor. Perusahaan yang seperi ini merupakan perusaahaan yang solvable artinya perusahaan yang mampu membayar utang- utangnya, dan sebaliknya, suatu perusahaan yang sudah tidak mampu membayar utang-utangnya lagi disebut insolvensi. 54 PT. Tbk sebagai perusahaan publik atau emiten berkewajiban untuk menyampaikan informasi mengenai posisi keuangannya kepada publik berdasarkan hasil audit. Dengan keterbukaan informasi ini, investor bukan hanya dapat menilai pertumbuhan perusahaan dan kemampuan keuangannya, tetapi juga dapat mengetahui sejak awal apakah perusahaan akan mengalami kemunduran usaha atau bahkan mengalami kebangkrutan. Berdasarkan keterbukaan informasi ini, investor dapat menentukan sikap apakah menjual, menahan atau membeli saham perusahaan tersebut. Keterbukaan disclosure 55 ini merupakan salah satu prinsip good corporate 53 John A. Subin dalam Wasis, Pengantar Ekonomi Perusahaan, Bandung: Alumni, 1992, hal. 4. 54 Viktor M. Situmorang dan Hendri Soekarso, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 1994, hal. 1. Istilah insolvensi menurut J.B. Huizink, alih bahasa Linus Doludjawa, Insolventie, Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004, hal. 21, menunjuk pada suatu kumpulan dari aturan-aturan yang mengatur hubungan debitor yang berada dalam kesulitan pembayaran akibat ketidakmampuan finansial dengan para kreditornya. 55 Sesuai pedoman Code for Good Corporate Governance Versi 3.2., keterbukaan atau transparansi ini diartikan dengan tersedianya informasi yang akurat, relevan dan mudah dimengerti, yang dapat diperoleh secara mudah dan dengan biaya yang relatif rendah. Lihat, Agus Kretarto, Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008 USU Repository © 2008 governance GCG yang telah diwajibkan kepada seluruh PT. Tbk perusahaan publik dan emiten di pasar modal untuk menerapkannya, dan diawasi pelaksanaannya oleh Pemerintah melalui Kantor Kementerian BUMN maupun Badan Pengawas Pasar Modal Bapepam selaku otoritas pasar modal dan Direksi Bursa Efek Jakarta BEJ. Keterbukaan menjadi prinsip yang sangat penting dan bersifat fundamental dalam hukum pasar modal. Keterbukaan tentang fakta materil sebagai jiwa pasar modal memungkinkan tersedianya bahan pertimbangan bagi investor, sehingga ia secara rasional dapat mengambil keputusan untuk melakukan pembelian atau penjualan saham. 56 Keterbukaan berarti keharusan emiten dan semua pihak yang terlibat dalam pasar modal untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasifakta materil mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan investor atau harga dari efek tersebut. 57 Kewajiban melaksanakan prinsip keterbukaan adalah untuk menghindari perilaku PT. Tbk yang bersifat defensif dan tidak informatif terhadap semua fakta materil. Hukum pasar modal memuat penegasan mengenai keharusan keterbukaan informasi bagi emiten dan perusahaan publik yang dimohonkan pernyataan pailit, sebagaimana tertuang di dalam Peraturan Bapepam No. X.K.5. tentang Keterbukaan Informasi Bagi Emiten atau Perusahaan Publik yang Dimohonkan Pernyataan Investor Relations, Pemasaran dan Komunikasi Keuangan Perusahaan Berbasis Kepatuhan, Jakarta: Grafiti Press, 2001, hal. 16. 56 Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Pasar Modal, Jakarta: Fakultas Hukum Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001, hal. 1. 57 Lihat, Pasal 1 angka 25 Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal. Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008 USU Repository © 2008 Pailit. 58 Restrukturisasi perusahaan PT. Tbk juga harus didasarkan atas efektifitas dilaksanakannya prinsip good corporate governance GCG dengan terjaganya iklim yang kondusif bagi bergeraknya sektor riil dalam menghadapi tantangan era perdagangan global. 59 Prinsip transparansi sangat penting dilaksanakan pada setiap perusahaan, terlebih lagi pada PT. Terbuka maupun perusahaan multinasional. Berdasarkan kerangka teoritis yang telah diuraikan tersebut diatas, maka perlu diuraik kekayaan debitor pailit yang pengur an kembali keuangan perusah alah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanj beserta peraturan pelaksanaannya. 62 an definisi operasional untuk menghindari perbedaan penafsiran istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut : Kepailitan adalah sita umum atas semua harta usan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur di dalam Undang-undang ini. 60 Restrukturisasi Utang diartikan sebagai menstrukturk aan dalam kebangkrutan. 61 Perseroan Terbatas PT ad ian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini 58 I Nyoman Tjager, Pasar Modal Indonesia dan Wewenang Bapepam dalam Kepailitan, dalam R n Bank, Artikel U Kamus Istilah Keuangan dan Investasi, Jakarta: PT. Elex No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. udhi A. Lontoh, Denny Kailimang, Benny Ponto ed., Penyelesaian Utang-Piutang, Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung: Alumni, 2001, hal. 590. 59 Zulkarnain Sitompul, Memberantas Kejahatan Perbankan: Tantangan Pengawasa tama, Jurnal Hukum Bisnis Volume 24 No. 1 Tahun 2005, hal. 7. 60 Pasal 1 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004. 61 Jhon Downes Jordan Elliot Goodman, Media Komputindo, 2001, hal. 102. 62 Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008 USU Repository © 2008 Perseroan Terbatas Terbuka PT. Tbk 63 adalah emiten yang melakukan penawaran umum di pasar modal sesuai dengan peraturan perundang-undangan pasar modal, apat ditagih an bahwa debitor sebagai dan atau perusahaan publik yang sahamnya telah dimiliki oleh sekurang- kurangnya 300 tiga ratus pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang- kurangnya tiga milyar rupiah atau yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah. 64 Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU adalah debitor yang tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan d , dapat memohon penundaan pembayaran kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditor. 65 Perdamaian, dalam hal terjadinya kepailitan , adalah suatu perjanjian antara debitor dengan para kreditor, dimana diadakan suatu ketentu 63 Pasal 1 ayat 7 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menegaskan bahwa perseroan terbatas terbuka harus diberi singkatan “Terbuka” dibelakang nama perseroan. Pasal 1 angka 6 UU No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal merumuskan pengertian emiten, yaitu “pihak yang melakukan penawaran umum”. Pasal 1 angka 22 UU No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal merumuskan pengertian perusahaan publik, yaitu “perseroan yang sahamnya telah dimilikinya sekurang-kurangnya oleh 300 tiga ratus pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp. 3.000.000.000,- tiga milyar rupiah atau suatu jumlah pemegang saham dan memiliki modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 64 Dikatakan dan atau oleh karena tidak semua emiten dapat menjadi perusahaan publik selama jumlah pemegang saham dan modal disetor perseroan tidak memenuhi syarat perusahaan publik, dan tidak semua perusahaan publik melakukan penawaran umum sebagai emiten di pasar modal. Meskipun demikian tidak tertutup kemungkinan suatu PT. Terbuka sekaligus merupakan perusahaan publik dan emiten di pasar modal. Lihat, Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Perseroan Terbatas, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 16. 65 Kartini Mulyadi, dalam Sunarmi, Op.Cit., hal. 46. Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008 USU Repository © 2008 si pailit dengan membayar suatu persentase tertentu dari utangnya maka ia akan dibebaskan untuk membayar sisanya. 66 Kekayaan adalah semua barang dan hak atas benda yang dapat diuangkan. 67 Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau karena undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. 68 Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang- undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan. 69 Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan. 70 Utang adalah kewajiban yang dinyatakan dalam atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor. 71 66 H.F.A. Vollmar, dalam Zainal Asikin, Op.Cit., hal. 87. 67 Fred B.G. Tumbuan, dalam Sunarmi, Op.Cit., hal. 45. 68 Pasal 1 ayat 2 UU No. 37 Tahun 2004. 69 Pasal 1 ayat 3 UU No. 37 Tahun 2004. 70 Pasal 1 ayat 4 UU No. 37 Tahun 2004. 71 Pasal 1 ayat 6 UU No. 37 Tahun 2004. Yuanita Harahap : Analisis Hukum Mengenai Restrukturisasi Utang PT. Terbuka Pada Proses Perdamaian Menurut Undang-Undang Kepailitan, 2008 USU Repository © 2008

G. Metode Penelitian

Dokumen yang terkait

Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Harta Warisan Ditinjau Dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

24 183 81

Restrukturisasi Utang Untuk Mencegah Kepailitan

5 96 50

TANGGUNG JAWAB SUAMI ATAU ISTRI TERKAIT ADANYA KEPAILITAN TERHADAP PERJANJIAN UTANG PIUTANG MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DAN UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG.

0 0 2

Hak Suara Kreditor Separatis Dalam Proses Pengajuan Upaya Perdamaian Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

0 0 3

Hak Suara Kreditor Separatis Dalam Proses Pengajuan Upaya Perdamaian Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

0 0 32

Hak Suara Kreditor Separatis Dalam Proses Pengajuan Upaya Perdamaian Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

0 1 32

Hak Suara Kreditor Separatis Dalam Proses Pengajuan Upaya Perdamaian Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

0 1 7

HAK SUARA KREDITOR SEPARATIS DALAM PROSES PENGAJUAN UPAYA PERDAMAIAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TESIS

0 0 17

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut Undang-Undang Kepailitan - Ubharajaya Repository

0 0 17

JURNAL ILMIAH RENVOI DALAM KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

0 0 16