Preparasi Nanopartikel HASIL DAN PEMBAHASAN

26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Preparasi Nanopartikel

Preparasi nanopartikel dibuat dengan tiga formula, yaitu formula 1, 2 dan 3. Formula 1 merupakan nanopartikel zink pektinat kosong yang dibuat dalam medium NaCl 0,05 M. Formula ini dijadikan sebagai acuan blanko untuk mengetahui perubahan karakteristik nanopartikel akibat penambahan diltiazem hidroklorida. Formula 2 merupakan nanopartikel zink pektinat mengandung diltiazem hidroklorida yang dibuat dalam medium NaCl 0,05 M. Perbedaan karakteristik fisik antara formula 1 dan 2 akibat penambahan diltiazem hidroklorida menjadi parameter yang akan diteliti dalam penelitian ini. Formula 3 merupakan nanopartikel zink pektinat mengandung diltiazem hidroklorida yang dibuat dalam medium akuades. Perbandingan karakteristik fisik antara formula 2 dan 3 juga akan menjadi parameter yang akan diteliti sebagai akibat perbedaan medium preparasi nanopartikel. Metode yang digunakan dalam preparasi nanopartikel adalah metode gelasi ionik. Metode ini dipilih dalam preparasi nanopartikel karena dinilai sebagai metode yang paling mudah dilakukan. Proses gelasi utamanya terjadi karena sambung silang antara gugus COO - pektin dengan ion Zn 2+ . Sambung silang yang terbentuk ini disebut model egg-box, di mana rantai galakturonat terikat bersama dengan ion penyambung silang yang berada di antara rantai tersebut, sehingga diibaratkan seperti telur dalam sebuah kotak telur Chambina, Dupuis, Champion, Voilley Pourcelot, 2006. Interaksi hidrofobik dan ikatan hidrogen yang diinduksi gugus amida juga berkontribusi pada proses gelasi Jonassen dkk., 2013 Terdapat dua fase cair dalam preparasi, di antaranya fase polimer-obat dan fase penyambung silang. Fase polimer-obat berisi pektin dan diltiazem hidroklorida sedangkan fase penyambung silang berisi ZnCl 2 . Kedua fase tersebut dibuat sedemikian rupa sesuai dengan penelitian Jonassen, Treves, Kjøniksen, Smistad, dan Hiorth 2013, sehingga setelah pencampuran konsentrasi pektin sebesar 0,07 dan jumlah ZnCl 2 berbanding 15:85 bb terhadap pektin. Sementara itu jumlah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diltiazem diadaptasi sesuai dengan penelitian Adiningsih 2012, yaitu setara dengan jumlah pektin bb. Larutan polimer pada formula 1 serta larutan polimer-obat pada formula 2 dan 3 terlebih dahulu diaduk dengan overhead strirrers selama 1 jam sebelum dicampurkan dengan larutan penyambung silang. Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan semua komposisi larutan polimer-obat agar terdispersi sempurna. Selain itu pada formula 2 dan 3, perlakuan ini diharapkan dapat mendorong molekul diltiazem hidroklorida agar terperangkap dalam kumparan rantai polimer pektin. Selanjutnya, kedua larutan tersebut disaring secara terpisah menggunakan membran filter berpori 0,45 µm untuk menghilangkan pengotor dan komponen lain yang tidak larut. Proses gelasi dilakukan dengan mencampurkan fase penyambung silang ke dalam fase polimer-obat tetes demi tetes. Kecepatan tetesan dibuat konstan dengan harapan distribusi ukuran partikel yang dihasilkan homogen. Biasanya reaksi antara polimer dan penyambung silang dibantu dengan pengadukan kecepatan tinggi menggunakan pengaduk magnetik. Akan tetapi, pengadukan tersebut dapat menimbulkan buih yang berpotensi mengganggu proses gelasi Iswandana, Anwar Jufri, 2013. Pengadukan dengan pengaduk magnetik juga dapat menyebabkan hasil gelasi menempel pada magnet pengaduk. Berdasarkan pertimbangan tersebut, reaksi gelasi dilakukan dengan bantuan ultrasonikasi. Penggunaan ultrasonik pada dasarnya memanfaatkan sifat kuvitasi akustik gelombang ultrasonik yang dapat merambat melalui medium yang dilewati. Pada saat gelombang merambat, medium yang dilewati akan mengalami getaran. Getaran tersebut akan memberikan pengadukan yang intensif terhadap proses gelasi. Suhu gelasi dijaga 25 o C untuk menghindari efek hidrotermal saat sonikasi yang dapat mengoyak partikel dan mengganggu kristalinitas sehingga memberikan partikel lebih amorf Sahroni, Darmawan Sumarno, 2014. Setelah proses gelasi, terjadi perubahan larutan dari jernih menjadi transparan translusen. Perubahan tingkat kejernihan ini menjadi indikator terbentuknya nanopartikel. Meskipun perubahan kejernihan dapat dilihat, tingkat perubahannya tidak dapat ditentukan secara kasat mata. Oleh karena dilakukan uji pendahuluan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berupa pengukuran penurunan transmitansi untuk menilai perbedaan kekeruhan yang dihasilkan pada tiap formula. Gambar 4.1 Hasil preparasi nanopartikel a formula 1, b formula 2, dan c formula 3.

4.2 Penurunan Transmitansi