Analisis Spektrum FT-IR Persen Efisiensi Penjerapan Ukuran Partikel dan Indeks Polidispersitas

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta membentuk partikel berpori, lapisan partikel rusak dan hasilnya permukaan tidak teratur Patil, Chavanke, Wagh, 2012. Pektin memiliki kemampuan untuk membentuk gel dengan penyambung silang berupa kation divalen ion zink atau ion kalsium Racovita dkk., 2009. Kalsium klorida adalah penyambung silang yang biasa digunakan untuk preparasi gel makroskopik pektin. Mekanisme sambung silang biasanya digambarkan oleh model egg-box, di mana Ca 2+ yang bermuatan positif berinteraksi dengan dua gugus asam yang terpisah pada rantai polimer secara paralel Sriamornsrak, 2011. Pembentukan gel pektin dengan dua mekanisme yaitu reaksi sambung silang berdasarkan model egg box dan ikatan hidrogen non ionik. Chambin dkk., 2006.

2.7 Sifat dan Karaterisasi Fisik Nanopartikel Sambung Silang

2.7.1 Analisis Spektrum FT-IR

FTIR Fourier Transform Infrared merupakan metode analisis dengan memanfaatkan spektroskopi sinar inframerah yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kandungan gugus kompleks pada senyawa dengan melihat ikatan- ikatan yang dihasilkan. Pada FTIR radiasi inframerah ditembakkan pada sampel. Sebagian dari radiasi inframerah diserap oleh sampel dan sebagian lainnya diteruskan. Frekuensi dari suatu vibrasi akan menentukan spektrum yang dihasilkan dengan penggambaran transmitan. Dari spektrum inilah dilihat ikatan-ikatan apa saja yang berubah maupun yang dihasilkan dari sampel Harahap, 2012. Gambar 2.5 Spektrum IR sambung silang pektin dengan ZnO. Sumber: Shi Gunasekaran, 2008. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.7.2 Persen Efisiensi Penjerapan

Istilah efisiensi penjerapan berhubungan dengan jumlah obat yang terkandung dalam nanopartikel. Kandungan obat menyatakan persen berat bahan aktif terjerap dengan berat nanopartikel, sedangkan efisiensi penjerapan adalah rasio persentase eksperimen dari jumlah obat yang ditentukan dibanding dengan jumlah obat yang diberikan, atau massa teoritis obat yang digunakan untuk penyusunan nanopartikel Kharia, Singhai, Verma, 2012. Efisiensi penjerapan bergantung pada kombinasi obat polimer dan metode yang digunakan. Polimer hidrofobik menjerap jumlah yang lebih besar dari obat hidrofobik, sedangkan polimer hidrofilik menjerap jumlah yang lebih besar dari obat yang lebih hidrofilik. Beberapa parameter formulasi, seperti jenis emulsifier, rasio berat polimer terhadap obat, dan rasio organik fase berair, akan mempengaruhi tingkat muatan obat Kharia, Singhai, Verma, 2012.

2.7.3 Ukuran Partikel dan Indeks Polidispersitas

Ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel merupakan faktor penting dalam nanopartikel, di mana nanopartikel dengan distribusi ukuran partikel luas menunjukkan variasi yang signifikan dalam pemuatan dan pelepasan obat, bioavailabilitas, serta efikasi Kharia, Singhai, Verma, 2012. Menurut Jonassen 2014, suatu partikel dapat disebut nanopartikel jika memiliki kisaran ukuran 10- 1000 nm. Indeks polidispersitas adalah parameter yang menyatakan distribusi ukuran partikel dari sistem nanopartikel Nidhin dkk., 2008, di mana rentang nilai 0,1- 0,25 menunjukkan distribusi ukuran yang sempit, sementara nilai lebih dari 0,5 menunjukkan distribusi yang luas Lu dkk., 2011. Nilai ini menunjukan hasil perhitungan dari berat rata-rata berat molekul dibagi dengan jumlah rata-rata berat molekul. Semakin mendekati nol berarti distribusinya semakin baik Haryono, Restu Harmami, 2012. Ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel dapat ditentukan dengan menggunakan teknik hamburan cahaya dan transmisi atau pemindaian mikroskop elektron Kharia, Singhai, Verma, 2012. Metode yang paling umum digunakan untuk karakterisasi partikel menggunakan hamburan cahaya dinamis Dynamic UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Light Scattering DLS Cho dkk., 2013. Hamburan cahaya dinamis adalah teknik non-invasif dan baik untuk mengukur ukuran dan distribusi ukuran partikel di wilayah submikron, dan juga dapat digunakan untuk mempelajari perilaku cairan kompleks, seperti konsentrat larutan polimer Jonnasen, 2014. Ukuran partikel yang diukur menggunakan DLS merupakan nilai dari diameter lingkaran partikel yang terdifusi dengan kecepatan yang sama pada saat pengukuran Shabrina, 2011. Diameter tersebut disebut juga diameter hidrodinamik. Diameter yang diperoleh dengan teknik ini merujuk pada asumsi bentuk sferik partikel yang memiliki koefisien difusi translasi sama dengan partikel yang diukur Malvern Instruments Worldwide, 2012. Gambar 2.6 Ilustrasi diameter hidrodinamik Sumber: Malvern Instruments Worldwide, 2012 Ukuran partikel dihitung dari koefisien difusi translasi dengan menggunakan persamaan Stokes-Einstein; d = T πη 2.1 di mana d h merupakan diameter hidrodinamik, k adalah konstanta Boltzman, T adalah temperature dalam satuan Kelvin, D merupakan koefisien difusi translasi dan merupakan viskositas medium pendispersi. Gambar 2.7 Skema ilustrasi percobaan DLS. Sumber: Jonassen, Treves, Kjøniksen, Smistad Hiorth., 2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penentuan ukuran partikel dengan DLS juga memanfaatkan pemendaran cahaya akibat gerak Brown yang terjadi pada partikel submikron dalam medium pendispersi tertentu. Pada saat pengukuran, pancaran berkas cahaya monokromatik dari alat ke larutan berpartikel sferis dalam gerak Brown menyebabkan pergeseran Doppler, sehingga mengubah panjang gelombang cahaya yang masuk Sartor, 2003. Perbedaan besaran antara cahaya yang diteruskan dengan cahaya yang dihamburkan disebut vektor gelombang q. Vektor gelombang didefinisikan sebagai; q = πn sin θ λ L 2.2 di mana λ L adalah panjang gelombang cahaya insiden dalam ruang hampa, di mana adalah sudut hamburan, dan n adalah indeks bias sampel Jonnasen dkk., 2014. Oleh karena partikel terus bergerak intensitas cahaya yang diterima detektor berfluktuasi konstan. Tingkat di mana fluktuasi intensitas terjadi bergantung pada ukuran partikel. Partikel-partikel kecil menyebabkan intensitas berfluktuasi lebih cepat daripada yang besar. Sistem dari instrumen akan mengukur tingkat fluktuasi intensitas dan kemudian menggunakan hal tersebut untuk menghitung ukuran partikel. Berkaitan dengan fluktuasi intensitas yang diterima, maka dibuat sebuah autokorelator sebagai pembanding sinyal. Hal ini dirancang untuk mengukur tingkat kesamaan antara dua sinyal, atau satu sinyal dengan dirinya sendiri pada interval waktu yang berbeda-beda. Autokorelator ini berguna untuk menafsirkan ukuran partikel dari data fluktuasi sinyal yang diterima.

2.7.4 Potensial Zeta