UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terdispersi sempurna, pengadukan campuran diltiazem hidroklorida-pektin dilanjutkan dengan overhead stirrers selama 1 jam. Dalam wadah lain, zink klorida
sebanyak 31 mg dilarutkan dalam 50 mL larutan NaCl 0,05 M. Masing-masing larutan disaring terpisah menggunakan membran penyaring berpori 0,45 µm.
Prosedur selanjutnya sama seperti pada formula 1.
c Formula 3
Prosedur yang dilakukan pada formula 3 sama dengan formula 2. Perbedaan dilakukan pada medium pendispersi di mana pada formula 3 diganti menjadi
akuades.
3.3.3 Pengeringan Nanopartikel Shi Gunasekaran, 2008
Sebanyak 13 mL suspensi nanopartikel disentrifugasi pada 6000 rpm selama 15 menit. Kemudian supernatan dan sedimen hasil sentrifugasi dipisahkan.
Supernatan akan digunakan untuk pengukuran persen efisisensi penjerapan sementara sedimen digunakan untuk analisis spektrum inframerah dan differential
scanning calorimetry. Sedimen nanopartikel didispersikan kembali dalam akuades dengan alat
vortex. Dispersan disentrifugasi lagi untuk memperoleh kembali sedimen. Perlakuan tersebut dilakukan dua kali untuk menghilangkan pengotor pada sedimen
nanopartikel. Kemudian sedimen diliofilisasi selama 12 jam untuk mendapatkan nanopartikel kering dengan menggunakan alat freeze dryer.
3.4 Karakterisasi Nanopartikel
3.4.1 Perubahan Transmitan Suspensi Nanopartikel
Sebanyak 3 mL suspensi nanopartikel diukur persen transmitan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 600 nm.
Pengukuran dilakukan secara triplo. Larutan pektin dan campuran pektin-diltiazem hidroklorida sebelum disambung silang menjadi pembanding. Penurunan
transmitan dihitung sebagai berikut:
RT =
T −T T
× 4.1
Dimana RT dan penurunan transmitan, TBC merupakan transmitan sebelum sambung silang, dan TAC merupakan transmitan setelah sambung silang.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.2 Penetapan Ukuran Partikel dan Indeks Polidispersitas Sharma, Ahuja Kaur, 2012 dan Yurika, 2012
Tiga tetes suspensi nanopartikel ditentukan ukuran dan indeks polidispersitas partikelnya menggunakan teknik Dynamic Light Scattering DLS
dengan alat Particle Size Analyzer PSA.
3.4.3 Penetapan Potensial Zeta Jonassen, Treves, Kjøniksen, Smistad Hiorth, 2013
Sebanyak 0,7 mL suspensi nanopartikel ditempatkan ke dalam flow cell lalu dikarakterisasi sifat elektrokinetiknya pada 25
o
C menggunakan alat zeta analyzer.
3.4.4 Penetapan Efisiensi Penjerapan Diltiazem Hidroklorida
Pengukuran persen efisiensi penjerapan dilakukan pada formula B dan C untuk mempelajari pengaruh penambahan NaCl terhadap jumlah obat terjerap
dalam nanopartikel.
3.4.4.1 Pembuatan Spektrum Serapan dan Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Diltiazem
Larutan diltiazem hidroklorida dengan konsentrasi 9 ppm dibuat dalam larutan NaCl 0,05 M dan akuades, kemudian diukur serapannya pada panjang
gelombang 200-400 nm.
3.4.4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi
Larutan induk standar sebesar 500 ppm, dibuat dengan menimbang secara seksama diltiazem hidroklorida sebanyak 25 mg, kemudian dilarutkan dalam
larutan NaCl 0,05 M sampai volume total mencapai 50 mL. Dari larutan induk standar, diambil sebanyak 150, 300, 450, 600, 750 dan 900 µL kemudian
dicukupkan volumenya dengan NaCl 0,05 M sampai 25 ml, sehingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 3, 6, 9, 12, 15 dan 18 ppm. Masing-masing larutan
diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh dari pembuatan spektrum serapan. Setelah
didapat data serapan, maka dicari persamaan regresi liniernya. Pembuatan kurva kalibrasi juga dilakukan pada pelarut akuades.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.4.3 Pengukuran Efisiensi Penjerapan Diltiazem Hidroklorida Sahu, Kumar Jain, 2014
Jumlah diltiazem hidroklorida bebas dalam supernatan hasil sentrifugasi dihitung dengan mengukur absorbansinya dalam spektofotometer UV-Vis.
Efisiensi penjerapan nanopartikel dihitung sebagai rasio diltiazem hidroklorida yang terjerap ke dalam nanopartikel dibandingkan dengan jumlah total diltiazem
klorida yang digunakan dalam pembuatan nanopartikel. Secara matematis persen efisiensi penjerapan sebagai berikut;
EE =
J − J
J
×
4.2 Dimana EE adalah efisiensi penjerapan .
3.3.6 Analisis Spektrum Inframerah Shi Gunasekaran, 2008
Spektrum inframerah dari nanopartikel kering dilihat pada daerah 4000-400 cm dengan menggunakan spektofotometer FT-IR. Serbuk disiapkan menggunakan
KBr dalam bentuk pellet. Sebagai pembanding, spektrum FT-IR pektin juga dianalisis.
3.3.7 Analisis Differential Scanning Calorimetry Hu dkk., 2015
Sifat termal dari nanopartikel kering dikarakterisasi menggunakan differential scanning calorimeter DSC. Tujuh miligram nanopartikel kering
disegel di atas plat aluminium dan dipanaskan dari 20 sampai 400
o
C dengan laju 10
o
C per menit. Udara digunakan sebagai referen. Pektin dan diltiazem hidroklorida juga dianalisis sifat termalnya sebagai pembanding.
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Preparasi Nanopartikel
Preparasi nanopartikel dibuat dengan tiga formula, yaitu formula 1, 2 dan 3. Formula 1 merupakan nanopartikel zink pektinat kosong yang dibuat dalam
medium NaCl 0,05 M. Formula ini dijadikan sebagai acuan blanko untuk mengetahui perubahan karakteristik nanopartikel akibat penambahan diltiazem
hidroklorida. Formula 2 merupakan nanopartikel zink pektinat mengandung diltiazem hidroklorida yang dibuat dalam medium NaCl 0,05 M. Perbedaan
karakteristik fisik antara formula 1 dan 2 akibat penambahan diltiazem hidroklorida menjadi parameter yang akan diteliti dalam penelitian ini. Formula 3 merupakan
nanopartikel zink pektinat mengandung diltiazem hidroklorida yang dibuat dalam medium akuades. Perbandingan karakteristik fisik antara formula 2 dan 3 juga akan
menjadi parameter yang akan diteliti sebagai akibat perbedaan medium preparasi nanopartikel.
Metode yang digunakan dalam preparasi nanopartikel adalah metode gelasi ionik. Metode ini dipilih dalam preparasi nanopartikel karena dinilai sebagai
metode yang paling mudah dilakukan. Proses gelasi utamanya terjadi karena sambung silang antara gugus COO
-
pektin dengan ion Zn
2+
. Sambung silang yang terbentuk ini disebut model egg-box, di mana rantai galakturonat terikat bersama
dengan ion penyambung silang yang berada di antara rantai tersebut, sehingga diibaratkan seperti telur dalam sebuah kotak telur Chambina, Dupuis, Champion,
Voilley Pourcelot, 2006. Interaksi hidrofobik dan ikatan hidrogen yang diinduksi gugus amida juga berkontribusi pada proses gelasi Jonassen dkk., 2013
Terdapat dua fase cair dalam preparasi, di antaranya fase polimer-obat dan fase penyambung silang. Fase polimer-obat berisi pektin dan diltiazem hidroklorida
sedangkan fase penyambung silang berisi ZnCl
2
. Kedua fase tersebut dibuat sedemikian rupa sesuai dengan penelitian Jonassen, Treves, Kjøniksen, Smistad,
dan Hiorth 2013, sehingga setelah pencampuran konsentrasi pektin sebesar 0,07 dan jumlah ZnCl
2
berbanding 15:85 bb terhadap pektin. Sementara itu jumlah