Pengertian Gender KAJIAN TEORI

33 merupakan satu kata yang tidak dapat dipisahkan, tidak ada peranan tanpa status atau status tanpa peranan. Suatu peranan paling tidak mencakup 3 hal; pertama, peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Kedua, peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. Ketiga, perenan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. 21 Bila individu mencapai kedudukan tertentu maka mereka merasa bahwa kedudukan menimbulkan harapan tertentu dari orang-orang disekitarnya. Dalam peranan seseorang diharapkan menjalankan segala kewajiban yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya. Jadi peranan adalah seperangkat harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu

B. Pengertian Gender

Kata gender berasal dari bahasa Inggris “Gender” yang padanan katanya tidak ada di kamus Indonesia. Dalam Webster’s New World Dictionary, gender diartikan sebagai “perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan distinction dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. 22 21 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar , h.223 22 Untuk mengetahui perbedaan peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional, akan digunakan beberapa contoh sifat sebagai berikut: 11 33 Menurut bahasa, gender juga dapat diartikan kelompok kata yang mempunyai sifat maskulin, feminin, atau tidak keduanya, netral. 23 Beberapa contoh perbedaan yang menonjol pada laki-laki dan perempuan ditunjukkan dalam table berikut: 24 NO Perbedaan yang menonjol dalam hal: Laki-laki Perempuan 1. Peran sosial Lebih maskulin Publik Kepala keluarga Pencari nafkah utama Lebih feminim Domestik Ibu rumah tangga Pencari nafkah tambahan 2. PerilakuSikap Tegas Rasional agresif Lemah lembut Emosional Sabar, kasih sayang, teliti 3. Mentalitas Gagah Jantan Berkuasa, cerdas Peduli Lemah Mengutamakankecantikan 23 Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengantar Kajian Gender Jakarta:2003, h. 54 24 Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengantar Kajian Gender , h.61 12 33 Gender diartikan sebagai interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki dan perempuan. Gender biasanya digunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan. Kenyataan biologis yang membedakan dua jenis kelamin ini telah melahirkan dua teori besar yaitu teori nature dan teori nurture. 25 Teori nature menganggap perbedaan peranan laki-laki dan perempuan bersifat kodrati nature. Anatomi biologi laki-laki yang berbeda dengan perempuan menjadi faktor utama dalam penentuan peran sosial kedua jenis kelamin ini. Laki-laki memerankan peran utama di dalam masyarakat karena dianggap lebih potensial, lebih kuat, dan lebih produktif. Organ reproduksi dinilai membatasi ruang gerak perempuan seperti hamil, melahirkan, dan menyusui sementara laki-laki tidak mempunyai fungsi reproduksi tersebut. Teori nurture beranggapan bahwa perbedaan relasi gender laki-laki dan perempuan tidak ditentukan oleh faktor biologis melainkan konstruksi masyarakat. Menurut penganut faham nurture, sesungguhnya bukanlah kehendak Tuhan dan tidak juga sebagai produk determinasi biologis melainkan sebagai produk konstruksi sosial sosial construction. Banyak nilai-nilai bias gender yang terjadi di dalam masyarakat dianggap disebabkan oleh faktor biologis tetapi sesungguhnya tidak lain adalah konstruksi budaya. Dalam kaitannya dengan jenis kelamin, masih terjadi perdebatan tentang perbedaan psikologis antara perempuan dan laki-laki. Penganut teori nature yang ekstrem beranggapan bahwa perbedaan psikologis antara dua insan tersebut 25 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an, cet.II, h. xxi 13 33 disebabkan perbedaan biologis saja. Sedangkan pengikut teori nurture beranggapan, perbedaan psikologis antara perempuan dan laki-laki disebabkan oleh proses belajar dari lingkungan. 26 Gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki- laki dan perempuan dari segi sosial-budaya. gender lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek sosial, psikologis, dan aspek-aspek non biologis lainnya. Penggunaan istilah gender dalam arti tersebut sebenarnya belum terlalu lama. Menurut Showalter wacana gender mulai ramai di awal tahun 1977, ketika sekelompok feminis di London tidak lagi memakai isu-isu lama seperti patriarchal atau sexist, tetapi menggantinya dengan wacana gender gender discourse. 27 1. Indikator ketidakadilan gender. Adanya ketidakadilan gender menurut Mansour Fakih disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: 28 a. Marginalisasi Manusia diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan dan sejauh yang kita ketahui, bahwa kaum laki-laki menentukan pola masyarakat dan kaum perempuan dinomorduakan. Ada saat kekuasaan laki-laki tampak menonjol dan ada pula saat laki-laki menjadi lembut namun kekuasaannya senantiasa terasa. Dominasi kaum laki-laki atas kaum perempuan pada umumnya dibenarkan oleh paham kodrat. Menurut paham ini, kodrat laki- 26 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an, cet.II, h.xxi 27 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an, cet.II, h.34 28 Dr. Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1996, h. 13 14 33 laki adalah kuat, pemberani, rasional, produktif, menghasilkan kekayaan, dan menciptakan budaya. Sedangkan kodrat perempuan adalah lemah lembut penakut, perasa, reproduktif, dan meneruskan keterampilan lama dan suka dipimpin. Dengan demikian, kaum laki-laki bertugas dalam masyarakat luas sementara kaum perempuan bertugas di rumah dan sekitarnya. Kodrat ini merupakan naluri sesuai dengan penerapan Ilahi. 29 Proses marginalisasi mengakibatkan kemiskinan, yang tidak hanya menimpa laki-laki tapi juga perempuan yang disebabkan oleh bencana alam, penggusuran, dan proses eksploitasi. 30 Namun ada satu bentuk kemiskinan yang mengatasnamakan gender dalam hal ini yang dirugikan adalah perempuan, misalnya dalam kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsiran agama, keyakinan tradisi, dan kebiasaan bahkan ilmu pengetahuan. Sebagai contoh, apabila terjadi perceraian dari pihak wanita maka wanitalah yang harus membayar. Marginalisasi perempuan tidak saja terjadi ditempat pekerjaan, juga terjadi dalam rumah tangga, masyarakat, kebudayaan, bahkan Negara. Marginalisasi terhadap perempuan sudah terjadi sejak di rumahtangga dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga baik laki-laki maupun perempuan. Marginalisasi juga terdapat dalam tarsiran agama dan adat istiadat. Misalnya banyak diantara suku-suku di Indonesia yang tidak memberikan 29 Marie Claire Barth, Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu: pengantar teologi feminis Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006, h.3 30 Dr. Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, h.14 33 hak kepada kaum perempuan untuk mendapatkan hak waris sedangkan tafsiran agama juga memberi hak waris setengah pada perempuan dari pada laki-laki yang mendapatkan hak waris penuh. Pandangan ini dibenarkan oleh filsafat klasik baik di Barat maupun di Timur. Demikian Aristoteles menulis: Alangkah layak dan tepat bahwa tubuh dipimpin oleh jiwa dan perasaan oleh pemikiran yang berakal; 31 seandainya keduanya sejajar bahkan jika tatanannya terbalik maka pasti akan menimbulkan kecelakaan. Menyangkut kelamin pun laki-laki lebih tinggi secara naluri dan perempuan lebih rendah; laki-laki memerintah dan perempuan diperintah. Demikian pula dengan filsafat Tionghoa, Yang maskulin dihubungkan dengan dunia atas dan Yin feminin dengan dunia bawah. Dengan demikian laki-laki memerintah perempuan dan tatanan ini ditekankan dalam ajaran Konghucu. b. Penempatan Perempuan Pada Subordinasi. Dalil bahwa manusia sejati adalah laki-laki menyebabkan munculnya kecenderungan untuk menilai perempuan dari sudut pandang laki-laki dengan menekankan kekurangan-kekurangannya dibandingkan dengan laki-laki. Akibatnya hanya laki-laki saja yang dianggap sebagai manusia sejati sementara perempuan hanyalah pelengkap. 32 Dalam pandangannya tentang gender, perempuan mengalami subordinasi. Perempuan dianggap irrasional atau mudah marah, sehingga perempuan tidak bias untuk memimpin yang mengakibatkan perempuan ditempatkan pada posisi yang 31 Marie Claire Barth, Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu: pengantar teologi feminis, h.4 32 Marie Claire Barth, Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu: pengantar teologi feminis, h.6 16 33 tidak penting. Subordinasi gender terjadi dalam segala bentuk yang berbeda dari tempat ke tempat dan dari waktu ke waktu. Misalnya pada perempuan Jawa, mereka tidak boleh bersekolah sampai tinggi-tinggi karena ada anggapan bahwa perempuan seharusnya berada didapur untuk mengurusi segala keperluan rumah tangga tidak perlu bekerja di luar rumah. Istri yang hendak tugas belajar ke luar negeri harus seizin suami, dan apabila keuangan keluarga kurang memadai maka yang menjadi prioritas untuk bersekolah adalah anak laki-laki. Praktek seperti itu sesungguhnya berangkat dari kesadaran gender yang tidak adil. c. Stereotipe. Stereotipe dapat diartikan sebagai suatu pelebelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Stereotipe itu sangat merugikan dan tidak jarang banyak menimbulkan ketidakadilan. Stereotipe juga banyak diberikan kepada suku bangsa tertentu, misalnya pada Yahudi di Barat, dan Cina di Asia yang telah merugikan suku bangasa tersebut. Stereotipe yang terjadi atas pandangan mengenai gender yaitu perbedaan atas jenis kelamin tertentu. Pada umumnya terjadi pada perempuan melalui penandaan atau pelebelan yang dilekatkan kepada mereka. Misalnya anggapan bahwa perempuan suka bersolek dalam rangka memancing perhatian lawan jenisnya, maka setiap ada kasus kekerasan atau pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan stereotipe semacam ini. Kasus pemerkosaan yang banyak terjadi pada perempuan maka perempuanlah yang dinggap menjadi peyebabnya. Stereotipe terhadap kaum 17 33 perempuan terjadi dimana-mana. Banyak peraturan pemerintah, aturan agama, budaya, dan kebiasaan masyarakat yang berkembang berdasarkan stereotipe semacam ini. d. Kekerasan. Kekerasan atau violence adalah serangan atau invasi terhadap fisik maupun mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap manusia biasanya berasal dari berbagai sumber, salah satunya yang disebabkan oleh perbedaan jenis kelamin. Bentuk kekerasan yang terjadi dalam masyarakat diantaranya; 1. Pemerkosaan terhadap perempuan, termasuk pemerkosaan dalam perkawinan. Perkosaan terjadi jika seseorang melakukan paksaan untuk mendapatkan pelayanan seksual tanpa kerelaan yang bersangkutan. 2. Tindakan pemukulan dan serangan fisik yang terjadi dalam rumah tangga termasuk penyiksaan terhadap anak-anak. 3. Bentuk penyiksaan yang mengarah kepada organ kelamin. Misalnya penyunatan terhadap anak perempuan. 4. Kekerasan dalam bentuk pelacuran prostitusi. Seorang pelacur dianggap rendah oleh masyarakat tetapi tempat pusat kegiatan mereka selalu ramai dikunjungi orang. 5. Kekerasan dalam bentuk pornografi. Pelecehan terhadap kaum perempuan dimana tubuh perempuan dijadikan obyek demi keuntungan seseorang. 6. Kekerasan dalam bentuk sterilisasi Keluarga Berencana. Perempuan dipaksa untuk mengontrol pertumbuhan penduduk padahal persoalannya 18 33 tidak saja pada perempuan tetapi berasal dari kaum laki-laki juga. Sterilisasi membahayakan bagi perempuan baik fisik maupun jiwa mereka. 7. Kekerasan dalam bentuk yang terselubung Molestation. Kekerasan dengan cara memegang atau menyentuh bagian tertentu dari tubuh perempuan dengan berbagai cara dan kesempatan tanpa kerelaan si pemilik tubuh. Biasanya terjadi di tempat pekerjaan ataupun di tempat umum seperti di dalam bus. 33 e. Beban Ganda double burden. Pada dasarnya kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, sehingga dianggap tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga. Segala pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab perempuan. Perbedaan gender juga berakibat pada beban kerja yang dipikul oleh kaum perempuan. Masyarakat memandang bahwa semua pekerjaan domestik sebagai jenis pekerjaan perempuan dianggap dan dinilai lebih rendah dibandingkan dengan pekerjaan yang dianggap sebagai jenis pekerjaan laki-laki, dan dikategorikan sebagai bukan produktif sehingga tidak diperhitungkan dalam statistic ekonomi Negara. Bagi golongan kelas menengah dan orang kaya beban kerja domestik dalam rumah tangga selalu dilimpahkan kepada pembantu rumah tangga “domestic workers”. Mereka telah menjadi korban bias gender di masyarakat. Rumah tangga juga menjadi tempat kritis dalam mensosialisasikan ketidakadilan gender. 33 Dr. Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, h.17 19 33 Yang paling akhir dan sulit dirubah adalah ketidakadilan gender tersebut telah mengakar didalam keyakinan dan menjadi ideologi kaum perempuan maupun laki-laki. 2. Berbagai Pendekatan Dalam Teori Gender. Untuk lebih membahas persoalan mengenai persamaan dan perbedaan peran gender dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain; 1. Teori PsikoanalisisIdentifikasi Tokoh utama dari teori ini adalah Sigmund Freud antara tahun 1856-1939. Teori ini menjelaskan bahwa perilaku dan kepribadian laki-laki dan perempuan sejak awal ditentukan oleh perkembangan seksualitas. Menurut Freud, kepribadian seseorang tersusun atas tiga tingkatan yaitu Id, Ego, dan Superego. 34 Pertama Id, yang berarti pembawaan sifat fisik-biologis seseorang sejak lahir termasuk nafsu seksual, dan insting yang selalu cenderung agresif, diluar sistem rasional dan senantiasa mencari kesenangan dan kepuasan biologis. Kedua Ego, yang berarti menjinakkan keinginan agresif dari id. Ego senantiasa mengatur hubungan antara antara keinginan subjektif individual dengan tuntutan objektif realitas sosial. Dengan kata lain, ego merupakan suara hati yang menuntut seseorang untuk memilih mana yangbterbaik untuk dirinya, penyeimbang antara keinginan dengan realitas yang ada. Ketiga Superego, yang berarti aspek moral dalam kepribadian seseorang, superego berupaya untuk mewujudkan kesempurnaan dalam hidup seseorang, ia bukan sekedar mencari kepuasan dan kesenangan hidup tetapi ia juga meingatkan ego agar selalu menjalankan 34 Dr. Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an, cet.II, h. 46 20 33 fungsinya mengontrol id. Individu yang normal menurut Freud, adalah ketika ketiga struktur tersebut bekerja secara proporsional. Kalau satu diantaranya lebih dominan maka pribadi yang bersangkutan mengalami masalah. Jika struktur id lebih menonjol maka diri yang bersangkutan cenderung hedonistis. Sebaliknya, jika superego lebih menonjol maka yang bersangkutan sulit mengalami perkembangan, karena selalu dibayangi rasa takut dan lebih banyak berhadapan dengan dirinya sendiri. 35 II. Teori Fungsionalis Struktural Tokoh utama teori ini belum diketahui tetapi teorinya menjelaskan bahwa suatu masyarakat terdiri dari beberapa bagian yang saling mempengaruhi, mencari unsur-unsur yang mendasar, serta mengidentifikasi fungsinya dari setiap unsur kemudian menerangkan kepada masyarakat fungi unsur-unsur tersebut. 36 Beberapa ahli berbicara tentang teori ini, seperti Hillary M. Lips dan S.A. Shield mereka membedakan antara teori fungsionalis dengan teori strukturalis. Menurut mereka fungsionalis lebih condong kepada persoalan psikologis sedangkan strukturalis lebih condong kepada sosiologis. Para penganut teori ini berpendapat bahwa teori struktural-fungsional tetap relevan diterapkan dalam masyarakat modern. Talcott Parsons dan Bales, dua tokoh yang sering dikaitkan dengan teori structural fungsional, mereka menilai bahwa pembagian peran secara seksual adalah sesuatu yang wajar. Teori fungsionalisme berupaya menjelaskan bagaimana sistem itu senantiasa berfungsi 35 Dr. Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an, cet.II, h.50 36 Dra. Mufidah Ch., Paradigma Gender Malang: Bayu Media Publishing, 2004, h.140 33 untuk mewujudkan keseimbangan di dalam suatu masyarakat. Keseimbangan itu dapat terwujud bila tradisi peran gender senantiasa mengacu pada posisi semula. Dengan kata lain kerancuan peran gender menjadi unsur penting dalam suatu perceraian. 37 Berbicara mengenai gender, penganut aliran fungsionalis-struktural berpendapat bahwa pembagian peran dan fungsi masing-masing antara laki-laki dan perempuan secara adil untuk mewujudkan keharmonisan dua jenis kelamin yang berbeda. Ilmuwan yang berjasa mengembangkan teori ini adalah August Comte 1798-1857. Menurut Comte, altruisme 38 yang melekat pada perempuan jauh lebih tinggi dari pada intelektual dan egoisme yang dimiliki laki-laki. Ia melihat fenomena ini dari sosok Bunda Maria. Para sosiolog ternama seperti William F. Ogburn ia mengembangkan teori structural-fungsional dalam keluarga pada abad ke-20. Ia mengatakan keragaman peran dan fungsi dalam struktur keluarga, bermuara pada satu tujuan yang sama. Misalnya ayah berperan sebagai kepala keluarga dan berfungsi pencari nafkah sedangkan ibu sebagai manajer rumah tangga, dan berfungsi mengatur dan melaksanakan tugas-tugas kerumahtanggaan. Anak laki-laki mengikuti peran yang dekat dengan ayah sedangkan anak perempuan mencontoh aktivitas sosial ibu. 39 Menurut teori Struktural-Fungsional pembagian peran seperti sangatlah penting agar semua stuktur dalam keluarga berfungsi menurut peran yang 37 Margareth M. Poloma, Sosiologi Kontemporer. Cet.4 Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994, h.168 38 orang yang menyediakan diri untuk menolong orang lain tanpa mementingkan diri. 39 Robert M.Z.Lawang, Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT Gramedia, 1988, h. 76 22 33 diembannya. Penyimpangan fungsi yang terjadi dalam struktur keluarga akan mengakibatkan kekacauan dalam rumah tangga. III.Teori Konflik Tokoh utama dari teori konflik 40 adalah Friedrich Engels. Teori ini banyak mendapat pengaruh dari teori marx yang beranggapan bahwa dalam susunan suatu masyarakat terdapat bebarapa kelas yang saling memperebutkan pengaruh dan kekuasaan. Siapa yang memiliki dan menguasai sumber-sumber produksi dan distribusi merekalah yang memiliki peluang untuk memainkan peran utama di dalamnya. Friedrich Engels mengemukakan suatu gagasan menarik bahwa perbedaan dan ketimpangan gender antara laki-laki dan perempuan, tidak disebabkan oleh perbedaan biologis, tetapi merupakan bagian dari penindasan dari kelas yang berkuasa dalam relasi produksi yang diterapkan dalam konsep keluarga. Hubungan suami-istri tidak ubahnya dengan hubungan proletar dan borjuis, hamba dan tuan, pemeras dan yang diperas. Dengan kata lain ketimpangan peran gender dalam masyarakat bukan karena faktor biologis atau pemberian Tuhan divine creation, tetapi konstruksi masyarakat sosial construction. Menurut Marxisme dalam kapitalisme, penindasan perempuan diperlukan karena mendatangkan keuntungan. Pertama, eksploitasi perempuan di dalam rumahtangga akan membuat buruh laki-laki di pabrik lebih produktif. Kedua, perempuan juga berperan dalam reproduksi buruh murah, sehingga 40 Konflik tidak hanya terjadi karena perjuangan kelas dan ketegangan antara pemilik dan pekerja, tetapi juga disebabkan oleh beberapa factor lain, termasuk ketegangan orang tua dan anak, suami dengan istri, senior dengan yunior, laki-laki dan perempuan, dan sebagainya. 23 33 memungkinkan harga tenaga kerja lebih murah. Murahnya upah tenaga kerja menguntungkan kapitalisme. Ketiga, masuknya buruh perempuan sebagai buruh dengan upah lebih rendah menciptakan buruh cadangan. Melimpahnya buruh cadangan memperkuat posisi tawar-menawar para pemilik modal kapitalis dan mengancam solidaritas kaum buruh. Kesemuanya ini akan mempercepat akumulasi kapital bagi kapitalis. 41 Tokoh yang mengembangkan teori-konflik salah satunya adalah Ralf Dahrendorf. Tetapi terdapat sedikit perbedaan antara Marx dan Dahrendorf. Marx meyakini bahwa sumber konflik adalah kepemilikan tetapi menurut Dahrendorf sumber konflik adalah perbedaan kekuasaan. Menurut Dahrendorf, teori konflik yang dikembangkan dalam dunia ekonomi-publik memunculkan borjuis proletar. Oleh feminis Marxis model analisis ini ditarik dalam kehidupan rumah tangga. Suami dipandang sebagai kelompok borjuis sadangkan istri wakil dari kelompok proletar buruh. Kepemilikan pribadi dan penguasaan suami atas istri dikenal sebagai pemilik sumber daya yang melegalkan budaya patriarkhi sedangkan istri tidak mempunyai posisi setara dengan suami yang berdampak pada ketidakadilan dalam keluarga. 42 Menurut para feminis, beban istri berlipat mulai dari hamil, melahirkan, menyusui, dan mengasuh anak. Sedangkan secara ekonomi, istri tidak mempunyai akses yang sama dengan suami. Dengan demikian, satu-satunya cara untuk mewujudkan kesetaraan gender harus melalui perlawanan kelas. 41 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an, cet.II, h. 61 42 Margareth M. Poloma, Sosiologi Kontemporer. Cet.4 Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994, h.170 24 33 IV. Teori Sosio-Biologis Teori ini dikembangkan oleh Pierre van den Berghe, Lionel Tiger dan Robin Fox dan intinya bahwa semua pengaturan peran jenis kelamin tercermin dari biogram dasar yang diwarisi manusia modern dari nenek moyang primat dan hominid 43 mereka. Intensitas keunggulan laki-laki tidak saja ditentukan oleh faktor biologis tetapi elaborasi kebudayaan atas biogram manusia. Teori ini disebut bio-sosial karena melibatkan faktor biologis dan sosial dalam menjelaskan relasi gender. Biologi manusia adalah suatu komponen yang penting dalam perilaku yang berbeda antara jenis-jenis kelamin. 44 Faktor biologis dan sosial menyebabkan laki-laki lebih unggul dari perempuan. Fungsi reproduksi perempuan dianggap sebagai faktor penghambat untuk mengimbangi kekuatan dan peran laki-laki.

C. Teori-teori Feminisme