33 merupakan satu kata yang tidak dapat dipisahkan, tidak ada peranan tanpa status
atau status tanpa peranan. Suatu peranan paling tidak mencakup 3 hal; pertama, peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Kedua, peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. Ketiga,
perenan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
21
Bila individu mencapai kedudukan tertentu maka mereka merasa bahwa kedudukan menimbulkan harapan tertentu dari orang-orang
disekitarnya. Dalam peranan seseorang diharapkan menjalankan segala kewajiban yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya. Jadi peranan adalah
seperangkat harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu
B. Pengertian Gender
Kata gender berasal dari bahasa Inggris “Gender” yang padanan katanya tidak ada di kamus Indonesia. Dalam Webster’s New World Dictionary, gender
diartikan sebagai “perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Di dalam Women’s Studies Encyclopedia
dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan distinction dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik
emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
22
21
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar , h.223
22
Untuk mengetahui perbedaan peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional, akan digunakan beberapa contoh sifat sebagai berikut:
11
33 Menurut bahasa, gender juga dapat diartikan kelompok kata yang mempunyai
sifat maskulin, feminin, atau tidak keduanya, netral.
23
Beberapa contoh perbedaan yang menonjol pada laki-laki dan perempuan ditunjukkan dalam table berikut:
24
NO Perbedaan yang menonjol dalam hal:
Laki-laki Perempuan
1. Peran sosial
Lebih maskulin Publik
Kepala keluarga
Pencari nafkah utama
Lebih feminim Domestik
Ibu rumah tangga Pencari nafkah tambahan
2. PerilakuSikap
Tegas Rasional
agresif Lemah lembut
Emosional Sabar, kasih sayang, teliti
3. Mentalitas
Gagah Jantan
Berkuasa, cerdas
Peduli Lemah
Mengutamakankecantikan
23
Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengantar Kajian Gender Jakarta:2003, h. 54
24
Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengantar Kajian Gender , h.61
12
33 Gender diartikan sebagai interpretasi mental dan kultural terhadap
perbedaan kelamin yakni laki-laki dan perempuan. Gender biasanya digunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan
perempuan. Kenyataan biologis yang membedakan dua jenis kelamin ini telah melahirkan dua teori besar yaitu teori nature dan teori nurture.
25
Teori nature menganggap perbedaan peranan laki-laki dan perempuan bersifat kodrati nature. Anatomi biologi laki-laki yang berbeda dengan
perempuan menjadi faktor utama dalam penentuan peran sosial kedua jenis kelamin ini. Laki-laki memerankan peran utama di dalam masyarakat karena
dianggap lebih potensial, lebih kuat, dan lebih produktif. Organ reproduksi dinilai membatasi ruang gerak perempuan seperti hamil, melahirkan, dan menyusui
sementara laki-laki tidak mempunyai fungsi reproduksi tersebut. Teori nurture beranggapan bahwa perbedaan relasi gender laki-laki dan
perempuan tidak ditentukan oleh faktor biologis melainkan konstruksi masyarakat. Menurut penganut faham nurture, sesungguhnya bukanlah kehendak
Tuhan dan tidak juga sebagai produk determinasi biologis melainkan sebagai produk konstruksi sosial sosial construction. Banyak nilai-nilai bias gender yang
terjadi di dalam masyarakat dianggap disebabkan oleh faktor biologis tetapi sesungguhnya tidak lain adalah konstruksi budaya.
Dalam kaitannya dengan jenis kelamin, masih terjadi perdebatan tentang perbedaan psikologis antara perempuan dan laki-laki. Penganut teori nature yang
ekstrem beranggapan bahwa perbedaan psikologis antara dua insan tersebut
25
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an, cet.II, h. xxi
13
33 disebabkan perbedaan biologis saja. Sedangkan pengikut teori nurture
beranggapan, perbedaan psikologis antara perempuan dan laki-laki disebabkan oleh proses belajar dari lingkungan.
26
Gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki- laki dan perempuan dari segi sosial-budaya. gender lebih banyak berkonsentrasi
kepada aspek sosial, psikologis, dan aspek-aspek non biologis lainnya. Penggunaan istilah gender dalam arti tersebut sebenarnya belum terlalu lama.
Menurut Showalter wacana gender mulai ramai di awal tahun 1977, ketika sekelompok feminis di London tidak lagi memakai isu-isu lama seperti patriarchal
atau sexist, tetapi menggantinya dengan wacana gender gender discourse.
27
1. Indikator ketidakadilan gender. Adanya ketidakadilan gender menurut Mansour Fakih disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain:
28
a. Marginalisasi
Manusia diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan dan sejauh yang kita ketahui, bahwa kaum laki-laki menentukan pola masyarakat dan kaum
perempuan dinomorduakan. Ada saat kekuasaan laki-laki tampak menonjol dan ada pula saat laki-laki menjadi lembut namun kekuasaannya
senantiasa terasa. Dominasi kaum laki-laki atas kaum perempuan pada umumnya dibenarkan oleh paham kodrat. Menurut paham ini, kodrat laki-
26
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an, cet.II, h.xxi
27
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an, cet.II, h.34
28
Dr. Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1996, h. 13
14
33 laki adalah kuat, pemberani, rasional, produktif, menghasilkan kekayaan,
dan menciptakan budaya. Sedangkan kodrat perempuan adalah lemah lembut penakut, perasa, reproduktif, dan meneruskan keterampilan lama
dan suka dipimpin. Dengan demikian, kaum laki-laki bertugas dalam masyarakat luas sementara kaum perempuan bertugas di rumah dan
sekitarnya. Kodrat ini merupakan naluri sesuai dengan penerapan Ilahi.
29
Proses marginalisasi mengakibatkan kemiskinan, yang tidak hanya menimpa laki-laki tapi juga perempuan yang disebabkan oleh bencana
alam, penggusuran, dan proses eksploitasi.
30
Namun ada satu bentuk kemiskinan yang mengatasnamakan gender dalam hal ini yang dirugikan
adalah perempuan, misalnya dalam kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsiran agama, keyakinan tradisi, dan kebiasaan bahkan ilmu
pengetahuan. Sebagai contoh, apabila terjadi perceraian dari pihak wanita maka wanitalah yang harus membayar.
Marginalisasi perempuan tidak saja terjadi ditempat pekerjaan, juga terjadi dalam rumah tangga, masyarakat, kebudayaan, bahkan Negara.
Marginalisasi terhadap perempuan sudah terjadi sejak di rumahtangga dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga baik laki-laki maupun
perempuan. Marginalisasi juga terdapat dalam tarsiran agama dan adat istiadat.
Misalnya banyak diantara suku-suku di Indonesia yang tidak memberikan
29
Marie Claire Barth, Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu: pengantar teologi feminis Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006, h.3
30
Dr. Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, h.14
33 hak kepada kaum perempuan untuk mendapatkan hak waris sedangkan
tafsiran agama juga memberi hak waris setengah pada perempuan dari pada laki-laki yang mendapatkan hak waris penuh.
Pandangan ini dibenarkan oleh filsafat klasik baik di Barat maupun di Timur. Demikian Aristoteles menulis: Alangkah layak dan tepat bahwa tubuh
dipimpin oleh jiwa dan perasaan oleh pemikiran yang berakal;
31
seandainya keduanya sejajar bahkan jika tatanannya terbalik maka pasti akan menimbulkan
kecelakaan. Menyangkut kelamin pun laki-laki lebih tinggi secara naluri dan perempuan lebih rendah; laki-laki memerintah dan perempuan diperintah.
Demikian pula dengan filsafat Tionghoa, Yang maskulin dihubungkan dengan dunia atas dan Yin feminin dengan dunia bawah. Dengan demikian laki-laki
memerintah perempuan dan tatanan ini ditekankan dalam ajaran Konghucu. b.
Penempatan Perempuan Pada Subordinasi. Dalil bahwa manusia sejati adalah laki-laki menyebabkan munculnya
kecenderungan untuk menilai perempuan dari sudut pandang laki-laki dengan menekankan
kekurangan-kekurangannya dibandingkan
dengan laki-laki.
Akibatnya hanya laki-laki saja yang dianggap sebagai manusia sejati sementara perempuan hanyalah pelengkap.
32
Dalam pandangannya tentang gender, perempuan mengalami subordinasi. Perempuan dianggap irrasional atau mudah marah, sehingga perempuan tidak bias
untuk memimpin yang mengakibatkan perempuan ditempatkan pada posisi yang
31
Marie Claire Barth, Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu: pengantar teologi feminis, h.4
32
Marie Claire Barth, Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu: pengantar teologi feminis, h.6
16
33 tidak penting. Subordinasi gender terjadi dalam segala bentuk yang berbeda dari
tempat ke tempat dan dari waktu ke waktu. Misalnya pada perempuan Jawa, mereka tidak boleh bersekolah sampai
tinggi-tinggi karena ada anggapan bahwa perempuan seharusnya berada didapur untuk mengurusi segala keperluan rumah tangga tidak perlu bekerja di luar rumah.
Istri yang hendak tugas belajar ke luar negeri harus seizin suami, dan apabila keuangan keluarga kurang memadai maka yang menjadi prioritas untuk
bersekolah adalah anak laki-laki. Praktek seperti itu sesungguhnya berangkat dari kesadaran gender yang tidak adil.
c. Stereotipe. Stereotipe dapat diartikan sebagai suatu pelebelan atau penandaan
terhadap suatu kelompok tertentu. Stereotipe itu sangat merugikan dan tidak jarang banyak menimbulkan ketidakadilan. Stereotipe juga banyak diberikan
kepada suku bangsa tertentu, misalnya pada Yahudi di Barat, dan Cina di Asia yang telah merugikan suku bangasa tersebut.
Stereotipe yang terjadi atas pandangan mengenai gender yaitu perbedaan atas jenis kelamin tertentu. Pada umumnya terjadi pada perempuan melalui
penandaan atau pelebelan yang dilekatkan kepada mereka. Misalnya anggapan bahwa perempuan suka bersolek dalam rangka memancing perhatian lawan
jenisnya, maka setiap ada kasus kekerasan atau pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan stereotipe semacam ini.
Kasus pemerkosaan yang banyak terjadi pada perempuan maka perempuanlah yang dinggap menjadi peyebabnya. Stereotipe terhadap kaum
17
33 perempuan terjadi dimana-mana. Banyak peraturan pemerintah, aturan agama,
budaya, dan kebiasaan masyarakat yang berkembang berdasarkan stereotipe semacam ini.
d. Kekerasan. Kekerasan atau violence adalah serangan atau invasi terhadap fisik
maupun mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap manusia biasanya berasal dari berbagai sumber, salah satunya yang disebabkan oleh perbedaan jenis
kelamin. Bentuk kekerasan yang terjadi dalam masyarakat diantaranya;
1. Pemerkosaan terhadap perempuan, termasuk pemerkosaan dalam
perkawinan. Perkosaan terjadi jika seseorang melakukan paksaan untuk mendapatkan pelayanan seksual tanpa kerelaan yang bersangkutan.
2. Tindakan pemukulan dan serangan fisik yang terjadi dalam rumah tangga
termasuk penyiksaan terhadap anak-anak. 3.
Bentuk penyiksaan yang mengarah kepada organ kelamin. Misalnya penyunatan terhadap anak perempuan.
4. Kekerasan dalam bentuk pelacuran prostitusi. Seorang pelacur dianggap
rendah oleh masyarakat tetapi tempat pusat kegiatan mereka selalu ramai dikunjungi orang.
5. Kekerasan dalam bentuk pornografi. Pelecehan terhadap kaum perempuan
dimana tubuh perempuan dijadikan obyek demi keuntungan seseorang. 6.
Kekerasan dalam bentuk sterilisasi Keluarga Berencana. Perempuan dipaksa untuk mengontrol pertumbuhan penduduk padahal persoalannya
18
33 tidak saja pada perempuan tetapi berasal dari kaum laki-laki juga.
Sterilisasi membahayakan bagi perempuan baik fisik maupun jiwa mereka. 7.
Kekerasan dalam bentuk yang terselubung Molestation. Kekerasan dengan cara memegang atau menyentuh bagian tertentu dari tubuh
perempuan dengan berbagai cara dan kesempatan tanpa kerelaan si pemilik tubuh. Biasanya terjadi di tempat pekerjaan ataupun di tempat
umum seperti di dalam bus.
33
e. Beban Ganda double burden. Pada dasarnya kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin,
sehingga dianggap tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga. Segala pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab perempuan.
Perbedaan gender juga berakibat pada beban kerja yang dipikul oleh kaum perempuan. Masyarakat memandang bahwa semua pekerjaan domestik sebagai
jenis pekerjaan perempuan dianggap dan dinilai lebih rendah dibandingkan dengan pekerjaan yang dianggap sebagai jenis pekerjaan laki-laki, dan
dikategorikan sebagai bukan produktif sehingga tidak diperhitungkan dalam statistic ekonomi Negara.
Bagi golongan kelas menengah dan orang kaya beban kerja domestik dalam rumah tangga selalu dilimpahkan kepada pembantu rumah tangga
“domestic workers”. Mereka telah menjadi korban bias gender di masyarakat. Rumah tangga juga menjadi tempat kritis dalam mensosialisasikan ketidakadilan
gender.
33
Dr. Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, h.17
19
33 Yang paling akhir dan sulit dirubah adalah ketidakadilan gender tersebut
telah mengakar didalam keyakinan dan menjadi ideologi kaum perempuan maupun laki-laki.
2. Berbagai Pendekatan Dalam Teori Gender. Untuk lebih membahas persoalan mengenai persamaan dan perbedaan
peran gender dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain; 1. Teori PsikoanalisisIdentifikasi
Tokoh utama dari teori ini adalah Sigmund Freud antara tahun 1856-1939. Teori ini menjelaskan bahwa perilaku dan kepribadian laki-laki dan perempuan
sejak awal ditentukan oleh perkembangan seksualitas. Menurut Freud, kepribadian seseorang tersusun atas tiga tingkatan yaitu Id, Ego, dan Superego.
34
Pertama Id, yang berarti pembawaan sifat fisik-biologis seseorang sejak lahir termasuk nafsu seksual, dan insting yang selalu cenderung agresif, diluar
sistem rasional dan senantiasa mencari kesenangan dan kepuasan biologis. Kedua Ego, yang berarti menjinakkan keinginan agresif dari id. Ego senantiasa mengatur
hubungan antara antara keinginan subjektif individual dengan tuntutan objektif realitas sosial. Dengan kata lain, ego merupakan suara hati yang menuntut
seseorang untuk memilih mana yangbterbaik untuk dirinya, penyeimbang antara keinginan dengan realitas yang ada. Ketiga Superego, yang berarti aspek moral
dalam kepribadian seseorang, superego
berupaya untuk mewujudkan
kesempurnaan dalam hidup seseorang, ia bukan sekedar mencari kepuasan dan kesenangan hidup tetapi ia juga meingatkan ego agar selalu menjalankan
34
Dr. Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an, cet.II, h. 46
20
33 fungsinya mengontrol id.
Individu yang normal menurut Freud, adalah ketika ketiga struktur tersebut bekerja secara proporsional. Kalau satu diantaranya lebih dominan maka
pribadi yang bersangkutan mengalami masalah. Jika struktur id lebih menonjol maka diri yang bersangkutan cenderung hedonistis. Sebaliknya, jika superego
lebih menonjol maka yang bersangkutan sulit mengalami perkembangan, karena selalu dibayangi rasa takut dan lebih banyak berhadapan dengan dirinya sendiri.
35
II. Teori Fungsionalis Struktural Tokoh utama teori ini belum diketahui tetapi teorinya menjelaskan bahwa
suatu masyarakat terdiri dari beberapa bagian yang saling mempengaruhi, mencari unsur-unsur yang mendasar, serta mengidentifikasi fungsinya dari setiap unsur
kemudian menerangkan kepada masyarakat fungi unsur-unsur tersebut.
36
Beberapa ahli berbicara tentang teori ini, seperti Hillary M. Lips dan S.A. Shield mereka membedakan antara teori fungsionalis dengan teori strukturalis.
Menurut mereka fungsionalis lebih condong kepada persoalan psikologis sedangkan strukturalis lebih condong kepada sosiologis.
Para penganut teori ini berpendapat bahwa teori struktural-fungsional tetap relevan diterapkan dalam masyarakat modern. Talcott Parsons dan Bales, dua
tokoh yang sering dikaitkan dengan teori structural fungsional, mereka menilai bahwa pembagian peran secara seksual adalah sesuatu yang wajar. Teori
fungsionalisme berupaya menjelaskan bagaimana sistem itu senantiasa berfungsi
35
Dr. Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an, cet.II, h.50
36
Dra. Mufidah Ch., Paradigma Gender Malang: Bayu Media Publishing, 2004, h.140
33 untuk mewujudkan keseimbangan di dalam suatu masyarakat. Keseimbangan itu
dapat terwujud bila tradisi peran gender senantiasa mengacu pada posisi semula. Dengan kata lain kerancuan peran gender menjadi unsur penting dalam suatu
perceraian.
37
Berbicara mengenai gender, penganut aliran fungsionalis-struktural berpendapat bahwa pembagian peran dan fungsi masing-masing antara laki-laki
dan perempuan secara adil untuk mewujudkan keharmonisan dua jenis kelamin yang berbeda. Ilmuwan yang berjasa mengembangkan teori ini adalah August
Comte 1798-1857. Menurut Comte, altruisme
38
yang melekat pada perempuan jauh lebih tinggi dari pada intelektual dan egoisme yang dimiliki laki-laki. Ia
melihat fenomena ini dari sosok Bunda Maria. Para sosiolog ternama seperti William F. Ogburn ia mengembangkan teori
structural-fungsional dalam keluarga pada abad ke-20. Ia mengatakan keragaman peran dan fungsi dalam struktur keluarga, bermuara pada satu tujuan yang sama.
Misalnya ayah berperan sebagai kepala keluarga dan berfungsi pencari nafkah sedangkan ibu sebagai manajer rumah tangga, dan berfungsi mengatur dan
melaksanakan tugas-tugas kerumahtanggaan. Anak laki-laki mengikuti peran yang dekat dengan ayah sedangkan anak perempuan mencontoh aktivitas sosial ibu.
39
Menurut teori Struktural-Fungsional pembagian peran seperti sangatlah penting agar semua stuktur dalam keluarga berfungsi menurut peran yang
37
Margareth M. Poloma, Sosiologi Kontemporer. Cet.4 Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994, h.168
38
orang yang menyediakan diri untuk menolong orang lain tanpa mementingkan diri.
39
Robert M.Z.Lawang, Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT Gramedia, 1988, h. 76
22
33 diembannya. Penyimpangan fungsi yang terjadi dalam struktur keluarga akan
mengakibatkan kekacauan dalam rumah tangga. III.Teori Konflik
Tokoh utama dari teori konflik
40
adalah Friedrich Engels. Teori ini banyak mendapat pengaruh dari teori marx yang beranggapan bahwa dalam susunan suatu
masyarakat terdapat bebarapa kelas yang saling memperebutkan pengaruh dan kekuasaan. Siapa yang memiliki dan menguasai sumber-sumber produksi dan
distribusi merekalah yang memiliki peluang untuk memainkan peran utama di dalamnya.
Friedrich Engels mengemukakan suatu gagasan menarik bahwa perbedaan dan ketimpangan gender antara laki-laki dan perempuan, tidak disebabkan oleh
perbedaan biologis, tetapi merupakan bagian dari penindasan dari kelas yang berkuasa dalam relasi produksi yang diterapkan dalam konsep keluarga.
Hubungan suami-istri tidak ubahnya dengan hubungan proletar dan borjuis, hamba dan tuan, pemeras dan yang diperas. Dengan kata lain ketimpangan peran
gender dalam masyarakat bukan karena faktor biologis atau pemberian Tuhan divine creation, tetapi konstruksi masyarakat sosial construction.
Menurut Marxisme dalam kapitalisme, penindasan perempuan diperlukan karena mendatangkan keuntungan. Pertama, eksploitasi perempuan di dalam
rumahtangga akan membuat buruh laki-laki di pabrik lebih produktif. Kedua, perempuan juga berperan dalam reproduksi buruh murah, sehingga
40
Konflik tidak hanya terjadi karena perjuangan kelas dan ketegangan antara pemilik dan pekerja, tetapi juga disebabkan oleh beberapa factor lain, termasuk ketegangan orang tua dan anak,
suami dengan istri, senior dengan yunior, laki-laki dan perempuan, dan sebagainya.
23
33 memungkinkan harga tenaga kerja lebih murah. Murahnya upah tenaga kerja
menguntungkan kapitalisme. Ketiga, masuknya buruh perempuan sebagai buruh dengan upah lebih rendah menciptakan buruh cadangan. Melimpahnya buruh
cadangan memperkuat posisi tawar-menawar para pemilik modal kapitalis dan mengancam solidaritas kaum buruh. Kesemuanya ini akan mempercepat
akumulasi kapital bagi kapitalis.
41
Tokoh yang mengembangkan teori-konflik salah satunya adalah Ralf Dahrendorf. Tetapi terdapat sedikit perbedaan antara Marx dan Dahrendorf. Marx
meyakini bahwa sumber konflik adalah kepemilikan tetapi menurut Dahrendorf sumber konflik adalah perbedaan kekuasaan.
Menurut Dahrendorf, teori konflik yang dikembangkan dalam dunia ekonomi-publik memunculkan borjuis proletar. Oleh feminis Marxis model
analisis ini ditarik dalam kehidupan rumah tangga. Suami dipandang sebagai kelompok borjuis sadangkan istri wakil dari kelompok proletar buruh.
Kepemilikan pribadi dan penguasaan suami atas istri dikenal sebagai pemilik sumber daya yang melegalkan budaya patriarkhi sedangkan istri tidak mempunyai
posisi setara dengan suami yang berdampak pada ketidakadilan dalam keluarga.
42
Menurut para feminis, beban istri berlipat mulai dari hamil, melahirkan, menyusui, dan mengasuh anak. Sedangkan secara ekonomi, istri tidak mempunyai
akses yang sama dengan suami. Dengan demikian, satu-satunya cara untuk mewujudkan kesetaraan gender harus melalui perlawanan kelas.
41
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an, cet.II, h. 61
42
Margareth M. Poloma, Sosiologi Kontemporer. Cet.4 Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994, h.170
24
33 IV. Teori Sosio-Biologis
Teori ini dikembangkan oleh Pierre van den Berghe, Lionel Tiger dan Robin Fox dan intinya bahwa semua pengaturan peran jenis kelamin tercermin
dari biogram dasar yang diwarisi manusia modern dari nenek moyang primat dan hominid
43
mereka. Intensitas keunggulan laki-laki tidak saja ditentukan oleh faktor biologis tetapi elaborasi kebudayaan atas biogram manusia. Teori ini
disebut bio-sosial karena melibatkan faktor biologis dan sosial dalam menjelaskan relasi gender. Biologi manusia adalah suatu komponen yang penting dalam
perilaku yang berbeda antara jenis-jenis kelamin.
44
Faktor biologis dan sosial menyebabkan laki-laki lebih unggul dari perempuan. Fungsi reproduksi
perempuan dianggap sebagai faktor penghambat untuk mengimbangi kekuatan dan peran laki-laki.
C. Teori-teori Feminisme