Ketidaksetaraan Gender Dalam Agama Katolik

80 dan fungsi kerasulan perempuan-perempuan seperti perempuan Samaria atau Maria dari Magdala yang menjadi saksi dan rasul pertama kebangkitan. a.3. Kesetaraan Dalam Permujudan Tuhan Perlakuan Yesus atas kaum perempuan, perempuan Samaria yang tertangkap berzinah, perempuan Kanaan, Maria dari Magdala, dan Marta serta Maria dari Betania. Menunjukkan bahwa sikapnya pada perempuan dan peranan perempuan dalam karya-Nya jauh lebih positif dan egaliter daripada yang dapat diberikan oleh kebudayaan pada zaman-Nya. Ada kesan bahwa para rasul dan pengarang Injil tidak cukup menghargai hal itu. 74 Dikalangan umat Katolik khususnya, Maria juga dilihat sebagai model perempuan baru. Bagi perempuan lebih mudah mengidentifikasikan diri dengan Maria dari pada dengan Yesus. Dalam kesalehan umat biasa, umat kerap kali mengaitkan semua sifat keperempuanan pada Maria sebagai pemeliharaan, pengasuhan, dan belas kasih dan mereka enggan mengaitkan sifat itu pada Allah yang laki-laki. Maria mengilhami banyak perempuan, ibu yang merupakan teladan bahkan bahkan bagi Yesus ketika ia tumbuh menjadi dewasa.

B. Ketidaksetaraan Gender Dalam Agama Katolik

Gereja Katolik secara resmi mempertahankan struktur patrialkal baik secara praktis maupun teoritis. Ia hanya menahbiskan laki-laki sebagai imam, walaupun alasan teologisnya lemah. Pimpinan Gereja berada di tangan uskup dalam 74 Syukur Dr.N. Dister, Bapak dan Ibu sebagai Simbol Allah, Yogyakarta: Kanisius, 1983,h. 81 berhubungan Sri Paus sementara awam hanya dapat menjadi penasehat klerus. Perempuan yang bekerja di bidang pelayananan pastoral, pendidikan agama atau pengajaran di perguruan tinggi selau berada di bawah seorang “bapa”, demikian pun para biarawati. Klerus mengajar dengan penuh wibawa dan masih diberikan predikat yang bersifat eksklusif dan mutlak. Kebebasan para teolog untuk meneliti dan mengajar dengan mengangkat berbagai persoalan masyarakat yang majemuk tampaknya dibatasi. Dalam situasi seperti ini teolog feminis Katolik tampaknya dituntut untuk benar-benar bekerja dengan teliti. Teolog feminis tidak terikat pada konfesi. Gereja Protestan umumnya terbuka pada sumbangan perempuan tetapi tradisi patrialkalnya kelihatan masih kuat. 75 Beberapa entri yang terdapat dalam Perjanjian Lama yang masih bias gender antara lain; Seorang istri digolongkan bersama dengan rumah, hamba, dan ternak suaminya, sebagai harta milik yang tidak boleh diingini oleh orang lain Ulangan 5:21; Keluaran 20:17. Sedang dalam Perjanjian Baru seorang istribukanlah milik suaminya, tetapi sebagai teman pewaris dari kasih karunia yaitu kehidupan 1Petrus 3:7. Di dalam Al-kitab juga terdapat contoh-contoh kepemimpinan perempuan seperti Deborah yang menjadi seorang Nabiah bagi umat Allah Hakim 4:5; berbeda dengan perikop yang membatasi peranan perempuan dalam agama yaitu sebagai orang yang harus tunduk kepada kepemimpinan laki-laki bahkan perempuan 75 Marie Claire Barth, Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu: pengantar teologi feminis, h.18 82 diperintahkan untuk berdia diri 1Kor 11:216; 14:34-35; 1 Tim 2:11-15. 76 Isu-isu yang sering dipermasalahkan adalah tentang penciptaan Adam dan Hawa, dan kepemimpinan perempuan dalam agama. Misalnya para teolog feminis menolak bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Hal ini juga terjadi dalam agama Islam dengan adanya penolakan terhadap tafsir ayat-ayat Al-Qur’an yang secara eksplisit mengatakan bahwa istri diciptakan dari diri suaminya. Beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadis mengatakan bahwa kaum perempuan dari dan untuk pria. Misalnya dua ayat Al-Qur’an: 77 Begitu pula yang tertera dalam Al-kitab: “Dan tulang rusuk, yang telah Tuhan ambil dari laki-laki, dijadikannya seorang wanita, dan dibawanya ke laki-laki. Dan Adam berkata, ini adalah tulang dari belulang saya, dan daging dari daging saya: Dia akan disebut woman wanita karena dia dikeluarkan dari man pria ”. 78 Dari ayat-ayat tersebut dapat dilihat bahwa Adam diciptakan lebih dahulu, kemudian Hawa diciptakan dari diri Adam. Bagi para teolog feminis, pandangan seperti itu seolah-olah perempuan makhluk kedua dan ini harus ditolak. Dalam tradisi Kristen, pemakaian dogma secara anti perempuan berpuncak pada teologi Thomas Aquinas pada abad ke-18. Ia mengatakan seorang laki-laki dapat mencerminkan “gambar dan citra” Allah sedangkan perempuan secara fisik, moral, dan mental, inferior, dibandingkan dengan pria. Didasarkan pada pernyataan ini tidak mungkin 76 Pdt. Indriani Bone, Gender dan Agama suatu perspektif kristiani, Jakarta: Kapal Perempuan, 2000,th 77 “Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari seorang diri, dan darinya, Tuhan menciptakan istri-istrinya…..”, QS Al-Nisa 4: 1 78 Lembaga Alkitab Indonesia, Perjanjian Baru: 2002, Genesis 2: 22-23 83 seorang perempuan dapat menjadi pemimpin Gereja, apalagi menjadi imam, dan seorang perempuan tidal layak menjadi Kristus terhadap jama’at. Gereja Katolik mempunyai struktur hirarki kepemimpinan yang patriarkhis, kepemimpinan berada di tangan laki-laki. Berabad-abad model kepemimpinan ini turun-temurun diwariskan dari budaya nenek moyang Gereja, yakni budaya bangsa Yahudi. Budaya laki-laki berabad-abad hidup dan berakar dalam hidup orang Yahudi dan orang-orang Kristen pengikut Kristus perdana. Walaupun ada nabiah, tokoh imam, atau pemimpin perempuan sepert Sara, Rut, Ester, bahkan Ibu Maria, tetap kepemimpinan yang diwariskan bersifat patriarkat, yang memberikan peluang lebih banyak atau bahkan seluruhnya kepada kaum laki-laki.

C. STATUS DAN PERANAN PEREMPUAN DALAM AGAMA KATOLIK