‘Arabî wafat pada tahun 638 H., sedangkan Ibn Taymiyyah baru lahir tahun 666 H., dan al-Baqâ‘î lahir pada tahun 805 H. Di samping itu, al-Dzahabî seorang sejarawan
Muslim yang cenderung kepada pendapat Ibn Taymiyyah, mengungkapkan bahwa kitab-kitab Ibn ‘Arabî baru dikenal setelah kematiannya.
Oleh karena itu, penulis mencoba membandingkan pernyataan kontroversial yang dinisbahkan kepada Ibn ‘Arabî tersebut dengan dua karyanya; al-Futûhât al-
Makkiyyah dan Fusûsh al-Hikam.
B. Kontoversi Teks Karya Ibn ‘Arabî mengenai Keimanan Fir‘awn
Setelah melakukan pengamatan, penulis menemukan pernyataan Ibn ‘Arabî yang variatif dan kontrakdiktif pada kitab al-Futûhât. Ia membicarakan tentang
keimanan dan kekufuran Fir‘awn pada kitab ini lebih kurang pada enam pernyataan dalam empat bab yang berbeda. Untuk lebih lengkap akan diuraikan sebagaimana
berikut. Pertama
, pada bab ke-62 disebutkan,
. [15 ﺝ:fAF 1 N [I,sr taﺏ - 5:S9 F€ Eﻥ 0lE1;ﺏﺏ: H2q +950 k5- 2:E,3 HI2 :RZC9
+2 3
L
Dan orang-orang yang berdosa ada empat golongan semuanya berada di dalam neraka dan tidak akan pernah keluar darinya. Pertama adalah
golongan mutakabbirûn orang-orang yang sombong terhadap Allah, seperti Fir‘awn dan orang-orang yang serupa dengannya yakni orang yang
menyatakan aspek rubûbiyyah ketuhanan pada dirinya dan menafikannya dari Allah.
245
Kedua , ia menyebutkan pada bab ke-167,
• N+A7lE9 +51, OR;B27
c2 R6- •
ﻥ- 0 5 1N :?-a50C9Q ﺝ:1 [ﺏ 1N:20u:ﺏ9I,[N+A7lE9 +5
245
Ibn ‘Arabî, al-Futûhât, v. 1 h. 455.
.ﺙ 15 :ﺝ- •
c;S1ﻥ ; N •
0Q ‚ROR_:RN •
+9 ZCcﻥ7Rﺏ A•cEIP
• 5M2A• 7Tﺏ6hA+9] S1 ZC1TA
L
Allah berfirman: Sungguh engkau telah berbuat durhaka sebelumnya, dan kamu telah menjadi
246
orang yang berbuat kerusakan. Q. S. Yûnus: 91
yakni berbuat kerusakan terhadap pengikutmu, Allah tidak berfirman: Engkau adalah di antara orang-orang yang berbuat kerusakan karena firman-
Nya di atas merupakan kabar gembira bagi Fir‘awn, kita mengetahuinya agar kita mengharapkan rahmat-Nya, walaupun terdapat kesalahan dan dosa kita.
Kemudian Dia berfirman: Maka pada hari engkau ditenggelamkan Kami membebaskan engkau...
Q. S. Yûnus: 92 maka Allah memberikan kabar gembira kepada Fir‘awn sebelum pencabutan nyawanya. Ayat
selanjutnya: ...dengan jasadmu agar menjadi tanda âyah bagi orang setelahmu.
Q. S. Yûnus: 92 yaitu agar kebebasan tersebut menjadi tanda bagi orang setelahmu.
247
Ia melanjutkan,
0ﻥ 9AW -F aE6:AF]:P~ hﺏ -A~ N 5 N 9ﻥW OR=A.
FW0CAƒ QN+5• W0ﺏ „ﻥ+92aE6:AF ;ﻥ7 hﺏ -A~ 0=NzﻥA
• cﻥ7Rﺏc;S1ﻥ ; N
• 7 : DﺏFWJITCAF eT W
0;N 9 BN{ ﺏ e2 :x 7Cﺏ- ZN eT +506 SﻥJIf A - N;BT5 [IIfC6.|A:ﺏB P] [8
O92OXN-HI2XR= .6 f ﺏ 92d 3 9Q +57Q-1=AFHCQc O, 9AF ﺏ…EIC
01t ﺏN SA3 ﺏ 9AF „A.IN L
Pada ayat tersebut tidak disebutkan bahwa adzab akhirat tidak dihilangkan dan tidak pula disebutkan bahwa iman Fir‘awn tidak diterima.
Ayat di atas Maka pada hari engkau ditenggelamkan, Kami membebaskanmu...
menunjukkan adzab tidaklah berhubungan melainkan dengan zhahiriahmu Fir‘awn. Jasadnya telah diperlihatkan kepada makhluk
setelahnya dengan kebebasan dari adzab. Penenggelamannya merupakan adzab, sehingga kematian menjadi
saksi murni yang melepaskannya dari kedurhakaan. Maka nyawanya dicabut dalam keadaan amal yang paling utama, yaitu pernyataan iman. Semua itu
menunjukkan agar tidak ada seorang pun yang berputus asa dari rahmat Allah, karena amalan dinilai ketika di akhir usia. Iman kepada Allah masih senantiasa
bertempat di dalam jiwanya.
248
Ketiga , pada bab ke-198 disebutkan,
246
Dengan fi‘l al-mâdhî kata kerja yang telah berlalu yaitu kata
.
247
Ibn ‘Arabî, al-Futûhât, v. 3 h. 416.
248
Ibn ‘Arabî, al-Futûhât, v. 3 h. 416.
.[;N_ 2 - , 9202ﺝ:ﺏ05.IT; 2:Nceﺏ.I2hN 0ﻥ-+5
c Ok5aEﻥ 5 hR Aƒ 712+5•0ﻥ\N3 HW_:5hNHI2d .[ﺏ zﻥA FW ;ﻥ7 e2012aN:N 9AF
L
Maka Fir‘awn menyatakan keimanan agar kaumnya mengetahui pertobatannya dari apa yang ia nyatakan kepada mereka bahwa dirinya sebagai
tuhan yang maha tinggi. Maka perihal Fir‘awn tersebut kembali kepada Allah, karena ia beriman ketika telah melihat adzab. Namun iman pada saat itu
tidaklah bermanfaat. Oleh karena itu, adzab dunia dihilangkan darinya kecuali kaum Yûnus.
249
Keempat , masih pada bab yang sama disebutkan pernyataan yang berbeda,
69A+Ae +5 F _:5hN E,.
9 H T63 HW •
3 cﻥ7Rﺏc;S1ﻥ ; N0
•LL
Dan Fir‘awn bukanlah termasuk orang yang mati dalam keadaan kafir, namun urusannya kembali kepada Allah. Ini dikarenakan ada ayat, Maka
pada hari ini ditenggelamkan Kami bebaskan engkau Q. S. Yûnus: 92.
250
Kelima, pada bab yang sama ia mengatakan,
, 5 9Aj ﺏ 2:E3 7[87=N N 7B ﺏ7Qd7[;3
{: t0IR , -3 0IR=NHB2 9N0ﻥ 9AW7Tﺏ 0ﺏ0A SA F-_7;Q6 -
{:;[K60MlG0:G ZNOlCxA -0;I2gﺝ .I?- W{:N , L
A•cEIP+9+AZCcﻥ7Rﺏc;S1ﻥ ; N •
e[NzﻥA , 9, ﺹ5 9AW
L
Sungguh Allah telah menyaksikan keimanan Fir‘awn. Dan Allah tidaklah menyakasikan kebenaran seseorang dalam tauhidnya, melainkan Dia
membalasnya dengan keimanan tersebut dan setelahnya. Maka Fir‘awn tidaklah mendurhakai Tuhannya, sehingga Tuhan menerima jika hatinya
benar-benar suci. Dan Seorang yang kafir jika masuk Islam maka ia mesti mandi, maka penenggelaman Fir‘awn merupakan mandi dan penyucian
baginya, sebagaimana firman-Nya Maka Allah mengambilnya pada saat ditenggelamkan...
...Allah berfirman: Maka pada hari ini ditenggelamkan Kami bebaskan engkau dengan jasadmu...
Sama halnya dengan kaum Yûnus. Jika seandainya sama maka ini adalah iman yang sampai mawshûl.
251
Keenam , pada bab ke-341 disebutkan,
249
Ibn ‘Arabî, al-Futûhât, v. 4 h. 59.
250
Ibn ‘Arabî, al-Futûhât, v. 4 h. 59.
251
Ibn ‘Arabî, al-Futûhât, v. 4 h. 59.
05 :xN A•0ﻥ 9AW [†71205
0ﻥ7Rﺏ 2:N Sﻥ A• ZCc5
1TAcﻥ7Rﺏc;S1ﻥ ; N -_ RTﺏ3 9Q +9N \N_: Dﺏ -0ﻥ7Rﺏ3 0;S1A -3 ﺏ+5•+95M2 -A•cEIP+9
aﻥ 9 u-.IT d : +5] S1 ﺏ{ †E5 „A.01t ﺏ L
Allah menenggelamkan kaumnya, tetapi Dia membebaskan Fir‘awn dengan jasadnya ketika ia menampakkan keimanannya sebagai tanda.
Demikian itu merupakan di antara rahmat Allah kepada hamba-Nya sebagaimana firman-Nya, Maka pada hari ini ditenggelamkan Kami
bebaskan engkau dengan jasadmu... yaitu selain kaummu, ...agar menjadi
tanda ayah bagi orang setelahmu. Q. S. Yûnus: 92 artinya bahwa
demikian adalah tanda bagi orang yang beriman kepada Allah yang membebaskan Fir‘awn dengan jasadnya atau dengan zhahiriahnya. Adapun
batinnya senantiasa dipelihara dengan kebebasan dari syirik, karena pengetahuan dalam batin lebih kuat dari larangan zhahir...
252
Pada pernyataan yang pertama disebutkan bahwa Fir‘awn merupakan golongan mutakabbirûn yang berada di dalam neraka dan tidak akan pernah keluar
darinya. Ini menunjukkan kesepakatan Ibn ‘Arabî dengan konsensus ulama Sunnî, bahwa Fir‘awn merupakan penghuni tetap neraka selama-lamanya.
Namun demikian, kita akan menemukan pernyataan lain yang bertentangan dengan yang pertama di atas. Pada pernyataan ke-2 disebutkan dalam menjelaskan
surat Yûnus: 91, bahwa ayat tersebut merupakan kabar gembira bagi Fir‘awn. Juga disebutkan bahwa ayat di atas tidak menyebutkan bahwa adzab akhirat dihilangkan
dari Fir‘awn dan tidak juga disebutkan bahwa imannya tidak diterima. Kemudian di akhir penukilan ke-2 di atas disebutkan bahwa nyawa Fir‘awn dicabut dalam keadaan
amal yang paling mulia, yaitu pernyataan iman. Pernyataan yang ke-2 di atas terlihat beberapa kerancuan alur berpikir yang
menurut penulis tidak mungkin terjadi pada seorang Syaykh Akbar sekaliber Ibn ‘Arabî. Pada kutipan ke-3 dan ke-4 lebih terlihat lagi kerancuan alur pemikiran
tersebut. Pada bab yang sama yaitu bab ke-198 disebutkan, Perihal Fir‘awn tersebut kembali kepada Allah, karena ia beriman ketika telah melihat adzab. Namun iman
252
Ibn ‘Arabî, al-Futûhât, v. 5 h. 243.
pada saat itu tidaklah bermanfaat.
253
Kalimat ini merupakan penolakan terhadap pernyataan iman Fir‘awn, karena ia baru menyatakannya setelah melihat adzab.
Kemudian pada paragraf yang sama juga disebutkan, ...Dan Fir‘awn bukanlah termasuk orang yang mati dalam keadaan kafir, namun urusannya kembali kepada
Allah. Ini dikarenakan ada ayat, Maka pada hari ini ditenggelamkan Kami bebaskan engkau...
Q. S. Yûnus: 92.
254
Kalimat ini mengindikasikan sikap skeptis dengan metode tawaqquf; menyerahkan perkara Fir‘awn kepada Allah. Sebuah sikap
yang berasal dari interpretasi terhadap ayat yang memang membuka celah untuk dipahami seperti itu.
Adapun pada pernyataan ke-5 tetapi masih pada bab ke-198 tidak hanya sikap tawaqquf
, namun dengan terang-terangan disebutkan bahwa Fir‘awn bukanlah durhaka kepada Allah, dan imannya diterima atau sampai mawshûl. Bahkan
terdapat tafsir yang ganjil dengan menyebutkan bahwa penenggelaman Fir‘awn merupakan mandi secara maknawi baginya, karena seorang kafir yang masuk Islam
mesti mandi.
255
Pernyataan ke-6 tidak jauh berbeda, karena menguatkan sisi keimanan Fir‘awn.
Apabila diperhatikan secara teliti, maka jelas sekali terdapat kerancuan. Ini dikarenakan pada satu halaman terdapat tiga sikap yang berbeda, pertama sikap
penolakan terhadap iman Fir‘awn dengan mengatakan bahwa imannya tidak bermanfaat, karena ia beriman pada saat melihat adzab. Kedua, sikap tawaqquf
dengan menyerahkan urusan Fir‘awn kepada Allah. Ketiga, sikap terang-terangan dengan menyatakan bahwa iman Fir‘awn diterima mawshûl.
Dengan demikian, penisbahan satu pendapat dan sikap saja kepada Ibn ‘Arabî merupakan tidaklah cukup, mengingat terdapat kontradiksi pada teks-teks yang
253
Ibn ‘Arabî, al-Futûhât, v. 4 h. 59.
254
Ibn ‘Arabî, al-Futûhât, v. 4 h. 59.
255
Ibn ‘Arabî, al-Futûhât, v. 4 h. 59.
disandarkan kepadanya. Ini dikarenakan seandainya semua pernyataan tersebut mengandung tiga sikap bersumber dari Ibn ‘Arabî sekaligus, maka hal itu
menunjukkan sikap inkonsisten yang tidak bisa dimaklumi. Bahkan tergolong kepada fallacy
pemikiran yang biasa disebut dengan sufasthaiyyah; sebuah istilah negatif untuk orang yang tidak berpendirian. Sikap pertama yang menolak keimanan Fir‘awn
dan menetapkannya kekal dalam adzab neraka Jahanam mengisyaratkan bahwa Ibn ‘Arabî memiliki konsensus yang sama dengan Sunnî lainnya. Hal ini karena ulama
Sunnî telah menyepakati bahwa Fir‘awn kekal dalam neraka. Namun ketika memperhatikan sikap kedua maka terkesan Ibn ‘Arabî adalah
orang yang skeptis. Jika dinilai dengan sikap ketiga maka terkesan Ibn ‘Arabî adalah seorang penganut aliran kebatinan, karena ia menerima iman Fir‘awn dari sisi
batinnya saja, sehingga menginterpretasikan ungkapan penenggelaman pada ayat di atas dengan mandi maknawi bagi seorang kafir yang masuk Islam.
Namun demikian, penisbahan tiga pendapat yang berbeda, tetapi bertentangan dalam waktu yang sama kepada satu orang merupakan suatu keganjilan yang tidak
diterima oleh akal sehat. Kenyataan ini menguatkan asumsi bahwa terjadi penyisipan pada literatur Ibn ‘Arabî. Oleh karena itu, penulis mencoba mencari komparasi dari
tokoh-tokoh sufi lain yang menjadi pengikut dan pembela Ibn ‘Arabî, seperti Imam al-Sya‘rânî dalam kitab al-Yawâqît wa al-Jawâhir. Ia menjelaskan petualangan
keilmuannya menyelami kitab al-Futûhât dan karangan Ibn ‘Arabî yang lain. Al- Sya‘rânî menceritakan:
Dan semua perkataan yang menyalahi zhahiriah syariat dan mayoritas ulama yang dinisbahkan kepadanya merupakan sisipan madsûs terhadapnya,
sebagaimana dikabarkan oleh pembimbing spiritualku: Abû al-Thâhir al- Maghribî yang tinggal di Makkah. Ia memperlihatkan kepadaku naskah asli
al-Futûhât yang telah ia terima dari gurunya sesuai dengan naskah yang
ditulis oleh Syaykh Ibn ‘Arabî di kota Konya. Aku tidak melihat dalam naskah
tersebut sesuatu yang telah membuatku tawaqquf dan menghapusnya dari naskah yang kuperoleh sebelumnya saat dahulu meringkas kitab tersebut.
256
Kemudian al-Sya‘rânî menjelaskan pada tempat yang lain bahwa di antara penisbahan yang tidak benar kepada Ibn ‘Arabî adalah pernyataannya mengenai
penerimaan iman Fir‘awn. Al-Sya‘rânî menegaskan bahwa hal itu hanyalah mengada- ada dan dusta.
257
Ini dikarenakan al-Sya‘rânî juga menemukan data yang sama dengan teks telah kami nukilkan di atas.
Ketika membicarakan mengenai neraka, al-Sya‘rânî kembali menegaskan bahwa pernyataan mengenai penerimaan iman Fir‘awn merupakan pendustaan
terhadap Ibn‘Arabî. Ini dikarenakan ia telah menegaskan sendiri pada al-Futûhât bab ke-62 bahwa Fir‘awn adalah ahli neraka yang kekal di dalam neraka. Al-Sya‘rânî
beralasan sebagaimana sebelumnya bahwa demikian itu adalah sisipan terhadap kitabnya. Atau sebab lain, lanjut al-Sya‘rânî, seandainya benar penisbahan tersebut
tentu ia hanya mengikuti pendapat Abû Bakr al-Baqillânî murid al-Asy‘arî. Namun al-Sya‘rânî menegaskan kembali di akhir pembahasannya, bahwa para ulama telah
sepakat bahwa iman Fir‘awn tidak diterima. Lalu ia berkata: Maka janganlah engkau menukilkan bahwa Syaykh Muhyi al-Dîn Ibn ‘Arabî menyatakan bahwa iman
Fir‘awn diterima, sehingga menyalahi ijma‘...
258
Berdasarkan hal tersebut, penulis memberikan pertimbangan dalam menjelaskan pendapat Ibn ‘Arabî yang sebenarnya. Pertimbangan pertama, sangat
tidak layak tokoh agung sekaliber Ibn ‘Arabî memiliki pendapat rancu yang ia tulis pada satu kitab, bahkan pada satu halaman. Seandainya pendapat-pendapat yang
berbeda tersebut ditulis pada dua kitab yang berbeda, maka ada kemungkinan terdapat pendapat lama qadîm dan baru jadîd sebagaimana yang terjadi pada Imam al-
256
Al-Sya‘rânî, al-Yawâqît, v. 1 h. 9.
257
Al-Sya‘rânî, al-Yawâqît, v. 1 h. 17.
258
Al-Sya‘rânî, al-Yawâqît, v. 2 h. 465.
Syâfi‘î. Dalam konteks Fir‘awn, kontradiksi pendapat pada persoalan ini terjadi pada satu kitab, dan diikuti satu kitab yang lain; yaitu Fushûsh. Di dalam Fushûsh ia juga
menyerahkan hakikat permasalahan ini kepada Allah. Bahkan ia menyebutkan bahwa sebenarnya para ulama tidak mempunyai sandaran argumentasi yang pasti mengenai
ini.
259
Sedangkan di dalam literatur lain seperti Rûh al-Quds, Ibn ‘Arabî menyebutkan bahwa Fir‘awn akan mendapatkan siksaan yang luarbiasa di neraka berbanding
terbalik dengan tingkat kenikmatan yang diperoleh nabi yang diingkarinya.
260
Pertimbangan kedua, tidak ada ulama sezaman dengan Ibn ‘Arabî yang menuduh atau sekedar mengritisinya mengenai Fir‘awn. Bahkan Imam Fakhr al-Dîn
al-Râzî pengarang tafsir besar Mafâtîh al-Ghayb tidak pernah mengritisi Ibn ‘Arabî. Seandainya ada tentu ia dan ulama lainnya akan melancarkan kritikan, karena tradisi
kriktik telah membudaya di kalangan mereka. Namun sebaliknya, justeru Fakhr al- Dîn diberi nasehat oleh Ibn ‘Arabî sebagaimana terdapat dalam Majmû‘ al-Rasâil Ibn
‘Arabî .
261
Berbeda halnya dengan Ibn Taymiyyah, ketika ia menyampaikan pendapatnya yang menyalahi konsensus ulama atau mayoritas seperti pernyataannya
bahwa neraka akan binasa, maka para ulama pada zamannya langsung memberikan kritikan. Seperti kritikan yang dilancarkan oleh Taqî al-Dîn al-Subkî, Tâj al-Dîn al-
Subkî, Badr al-Dîn bin Jamâ‘ah, dan Taqî al-Dîn al-Hushnî. Pertimbangan ketiga, penemuan al-Sya‘rânî terhadap naskah asli al-Futûhât
yang diberikan oleh Abû Thâhir al-Maghribî.
262
Berdasarkan penuturannya, tidak ditemui di dalam naskah tersebut pernyataan yang membuatnya ragu sebelumnya
yaitu ungkapan-ungkapan nyeleneh, termasuk mengenai keimanan Fir‘awn.
259
Ibn ‘Arabî, Fushûsh al-Hikam, h. 197.
260
Ibn ‘Arabî, Ruh al-Quds, h. 105.
261
Ibn ‘Arabî, Risâlah, h. 10.
262
Al-Sya‘rânî, al-Yawâqît, v. 1 h. 7.
Pertimbangan keempat, penarikan dan pembatalan al-Baqâ‘î terhadap kritikan yang ia kemukakan pada kitab Tanbîh al-Ghabî di akhir hayatnya. Informasi ini
dikutip oleh al-Sya‘rânî. Sekaligus pembelaan al-Suyûthî terhadap Ibn ‘Arabî dalam kitabnya Tanbîh al-Ghabî fî Tabarruah Ibn ‘Arabî sebagai antitesis terhadap kitab al-
Baqâ‘î yang telah menyebar di Mesir.
263
C. Kritik terhadap Pandangan Ibn ‘Arabî mengenai Kenabian dan Kewalian