Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Anak di India
29
terhadap anak perempuannya ketika memasuki pernikahan. Hadiah itu diberikan kepada pihak laki-laki, sehingga anak perempuan mereka bisa sepenuhnya
menjadi anggota keluarga laki-laki dan menikmati kekayaan mereka sendiri melalui dowry tersebut. Sehingga dowry ini dianggap sebagai kompensasi, karena
anak perempuan tidak mendapatkan hak waris seperti anak laki-laki.
13
Akan tetapi, pandangan tersebut berubah dengan didukung adanya hubungan yang kuat
antara status hirarki dan jumlah dowry dari keluarga wanita kepada pihak laki- laki, pengantin laki-laki yang berasal dari kasta yang lebih tinggi akan menerima
jumlah dowry yang tinggi pula dibanding dowry bagi pengantin laki-laki dari kasta yang lebih rendah.
14
Seringkali permintaan keluarga pengantin laki-laki ini tidak berhenti saat awal pernikahan, namun terus berlanjut ketika anak-anak
mereka sudah menikah. Pihak perempuan diharuskan memberikan apa yang diminta oleh pihak keluarga laki-laki jika ingin anak mereka diperlakukan dengan
baik oleh keluarga pihak laki-laki.
15
Budaya dowry ini telah menyebar hampir ke seluruh lapisan masyarakat India. Jika pada empat abad yang lalu sistem dowry hanya dijalankan di kalangan
tertentu seperti umat Hindu yaitu pada kelompok kasta kelas atas. Saat ini, tradisi dowry telah menyebar ke dalam kalangan kelas menengah dan bawah masyarakat
Hindu, Kristen dan Muslim di India. Di India bagian utara, masyarakat muslim
13
Sonia Dalmia dan Pareena G. Lawrence. “The Institutions of Dowry in India : Why it Continues to Prevail. The Jounal of Developing Areas
”. Vol.38 No.2. 2005.
14
Sonia Dalmia dan Pareena G. Lawrence. “The Institutions of Dowry in India : Why it Continues to Prevai”l. The Jounal of Developing Areas. Vol.38 No.2. 2005.
15
Ibid
30
mulai mempraktekkan dowry sejak puluhan tahun yang lalu.
16
Karena adanya sistem dowry inilah anak perempuan dianggap sebagai beban bagi keluarga,
mereka akan membebani keluarga secara finansial di kemudian hari. Dengan adanya sistem dowry ini para orang tua memilih untuk menikahkan putri mereka
sedini mungkin agar terbebas dari sistem dowry.
17
Selain budaya dowry, sejak usia dini, anak-anak diajari tentang peran dan kedudukan mereka dalam masyarakat, dimana kedudukan laki-laki lebih tinggi
dibandingkan perempuan dan peran perempuan hanya sebagai alat reproduksi atau penghasil keturunan. Tradisi ini diperkuat dengan adanya sistem kasta dan
kepercayaan kepada dewa-dewa dan roh yang dianggap berperan penting dan tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Di India memiliki empat sistem kasta yaitu
Brahamana yang terdiri golongan tertinggi seperti para ulama atau pendeta- pendeta, Kesatria yang terdiri dari golongan bangsawan dan tentara, Waisha yang
terdiri dari golongan pedagang dan petani dan Sudra yang terdiri golongan biasa atau rakyat jelata.
18
Setiap kasta di India mengajarkan bahwa hanya pria lah yang lebih bernilai dan dominan di keluarga India. Mereka bertindak sebagai kepala rumah
tangga, pencari nafkah dan para pengambil keputusan.
19
Selain mengajarkan
16
Basham, A. L, “The Wonder That Was India: A Survey of the History and Culture of the Indian Sub-
Continent before the coming of the Muslims”.Macmillan Publishers. 3rd Edition, 2001, New Delhi, hal:165-168
17
ibid
18
Basham, A. L , “The Wonder That Was India: A Survey of the History and Culture of the Indian
Sub- Continent before the coming of the Muslims”.Macmillan Publishers. 3rd Edition, 2001, New
Delhi, hal:165-168
19
Bidner, Chris and Eswaran, Mukesh. “A Gender-Based Theory of the Origin of the Caste System of India
”. New Delhi. 2 Des 2012. Hal: 5.
31
mengenai kedudukan pria, sistem kasta juga memiliki aturan lain seperti pendidikan hingga usia pasangan yang harus mereka nikahkan.
Dari keempat kasta hanya tiga yang masih memiliki peraturan yang masih aktif hingga sekarang, yakni: Brahmana memiliki peraturan bahwa anak-anak
wajib mendapatkan pendidikan selama 8 tahun, Kesatria memiliki peraturan bahwa anak-anak wajib mendapatkan pendidikan selama 11 tahun dan Waisha
memiliki peraturan bahwa anak-anak wajib mendapatkan pendidikan selama 12 tahun. Setelah mereka mendapatkan pendidikan sesuai dengan aturan kasta
mereka, mereka diwajibkan untuk melanjutkan pendidikan lebih dalam mengenai kasta yang mereka anut selama 12 tahun. Setelah mereka menyelesaikan
pendidikan kasta kemudian mereka harus menikah dengan pasangan yang memiliki kasta yang sama dan memiliki perbedaan usia 12 tahun lebih muda.
20
Hal tersebut yang mendorong para orang tua menikahkan anak perempuan mereka dengan seorang laki-laki yang usianya jauh lebih dewasa dan memiliki kesamaan
kasta dengan anak perempuan mereka. Kasta sendiri memiliki pengaruh pada sistem dowry, karena semakin besar kelas kasta semakin tinggi pula jumlah dowry
yang harus diberikan.
21
Persepsi masyarakat terhadap keselamatan anak merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya pernikahan anak di bawah umur. Hasil studi
http:www.isid.ac.in~puconferencedec_12_confPapersMukeshEswaran.pdf. Diakses pada 19 November 204.
20
Basham, A. L, “The Wonder That Was India: A Survey of the History and Culture of the Indian Sub-
Continent before the coming of the Muslims”.Macmillan Publishers. 3rd Edition, 2001, New Delhi, hal:165-168
21
Ibid.
32
ICRW tahun 2011 menyatakan banyak orang tua di India sering merasa khawatir tentang keselamatan dan keamanan anak perempuan mereka dari tindakan
pelecehan atau kekerasan seksual. Dengan menikahkan anak perempuan mereka diusia dini mereka merasa dapat menjaga virginitas anak perempuan mereka.
22
Pernikahan anak juga merupakan salah satu cara untuk melestarikan kekayaan dalam keluarga antar kelas sosial-ekonomi yang lebih tinggi. Beberapa
keluarga yang sangat kaya, mempunyai kecenderungan dan juga terdorong oleh kebutuhan untuk melindungi kehormatan anak perempuan mereka dan nama
keluarga mereka, dan dengan status kekayaan keluarga. Hal ini membuat mereka menikahi anak perempuan mereka ke keluarga yang memiliki tingkat
perekenomian yang setara.
23
Adanya anggapan bahwa perempuan hanya dianggap sebagai pekerja yang sifatnya reproduktif sedangkan laki-laki merupakan pekerja yang sifatnya
produktif. Sehingga timbul pembagaian pekerjaan dimana perempuan sifatnya lebih diam dirumah atau mengontrol kebutuhan rumah tangga, sedangkan laki-laki
sifatnya bekerja diluar dan mencari uang. Hal ini menjadi salah satu penyebab timbulnya ketidaksetaraan gender di India.
24
Karena ketidaksetaraan gender ini maka perempuan tidak memiliki hak atau tidak bisa mengambil keputusan dan
22
USAID, “Ending Child Marriage and Meeting the Needs of Married Children: the USAID Vision for Action”, Oktober 2012, hal: 3.
http:www.usaid.govsitesdefaultfilesdocuments2155Child_Marriage_Vision_Factsheet.pdf. Diakses pada 19 Juni 2014
23
OHCHR, “Child Marriage in India: An insight into Law and Policy”, December 2013. hal: 13. http:www.ohchr.orgdocumentsissueswomenwrgsforcedmarriagengotheredelephantfoundatio
n.pdf. Diakses pada: 13 Juni 2014.
24
Solidarity for the Children of SAARC, “Child Marriage in South Asia: Realities, Responses and The Way Forward
”, 2013. hal: 5. https:www.icrw.orgfilespublicationsChild_marriage_paper20in20South20Asia.2013.pdf.
Diakses pada 19 Juni 2014
33
tidak bisa bernegosiasi mengenai pendidikan, pekerjaan, masalah keluarga, dan masalah seksualitas sehingga anak perempuan cenderung hanya menerima apa
yang diberikan kepadanya. Hal tersebut yang mendorong orang tua untuk menikahkan anak perempuan mereka saat usia mereka masih sangat dini. Untuk
kasus pernikahan anak laki-laki tidak sebanyak pernikahan anak perempuan dikarenakan anak laki-laki tidak terbebani oleh sistem dowry dan anak laki-laki
tidak memiliki resiko yang dimiliki oleh perempuan. Di India, memiliki anak perempuan dianggap sebagai beban bagi keluarga, karena memiliki anak
perempuan akan menghabiskan dana yang cukup besar untuk kebutuhan hidupnya termasuk membayar dowry, sehingga tanpa berfikir panjang mereka menikahkan
putrinya tanpa melihat status dan usia.
25
Kurangnya pendidikan juga menjadi faktor yang melatar belakangi pernikahan anak di India. Rata-rata, anak yang memiliki pendidikan yang cukup
tinggi biasanya menikah diusia lanjut atau diatas 18 tahun.
26
Berdasarkan data dari National Family Health Survey NFHS India, 40 anak perempuan yang
memiliki pendidikan tinggi di India menikah diusia 20-24 tahun.
27
Hal ini
25
Davis, A., Postles, C. and Rosa, G,. “A girl’s Right to Say No to Marriage: Working to end Child Marriage and Keep Girls in School”, Plan International, 2013.
http:www.planbelgie.besitesdefaultfilesuser_uploadsa_girls_right_to_learn_without_fear._wo rking_to_end_gender-based_violence_at_school_plan_international_-_engelstalig.pdf. Diakses
pada 21 Juni 2014
26
Solidarity for the Children of SAARC, “Child Marriage in South Asia: Realities, Responses and The Way Forward
”, 2013, hal: 5. https:www.icrw.orgfilespublicationsChild_marriage_paper20in20South20Asia.2013.pdf.
Diakses pada 19 Juni 2014
27
Marcy Hersh, Sun ayana Walia and Priya Nanda, ”Solution Exchange for the Gender Community
Discussion Summary ”, International Center for Research on Women ICRW, New Delhi, Januari
2010. http:www.unicef.orgindiacr-se-gen-25110901-public.pdf. Diakses pada 21 Juni 2014
34
mengindikasikan bahwa seorang anak yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi, semakin kecil kemungkinan dia untuk menikah diusia dini.
Tingkat pendidikan yang rendah pada orang tua dan minimnya akses ke sekolah dengan jarak yang cukup jauh yaitu 10 kilometer, khususnya di daerah
pedesaan, menjadi penghambat bagi pendidikan anak-anak dan berpotensi sebagai pelaku pernikahan dini. Hasil studi dari ICRW tahun 2011 di India menemukan
tidak adanya infastruktur yang memadai, kurangnya akses menuju sekolah dan jarak yang cukup jauh menjadi halangan bagi anak-anak untuk bersekolah.
Kebanyakan sekolah menengah didaerah pedesaan India memiliki jarak yang cukup jauh dan sulitnya trasportasi menuju ke sekolah serta tingginya tingkat
kejahatan di desa membuat para orang tua semakin khawatir untuk mengirim anak mereka kesekolah tersebut.
28
Hal tersebut juga dirasakan di daerah Andra Pardesh, berdasarkan DLHS-3 tahun 2010, terdapat hanya 31 anak yang tetap bersekolah
dan kebanyakan dari mereka adalah laki-laki, sehingga menimbulkan mereka harus putus sekolah diusia 10 hingga 15 tahun.
29
Di daerah Rajasthan, berdasarkan NFHS-3, terdapat 23 anak yang hadir kesekolah.
30
Di daerah Bihar, berdasarkan NFHS-3, 24 anak yang bersekolah dan kemudian harus berhenti
sekolah saat usi mereka 10 tahun dikarenakan kekhawatiran orang tua mereka.
31
28
ICRW and AUSAID, “Child Marriages in Southern Asi: Policy Action for Action”, 2012. http:www.icrw.orgpublicationschild-marriage-southern-asia. Diakses pada 21 Juni 2014
29
Report, The District Level Household and facility Survey DLHS: Reproductive Child Health Project. http:www.rchiips.orgpdfrch3reportAP.pdf. Diakses pada: 23 Desember 2014
30
Report, The National Family Health Survey NFHS : Database that strengthen India’s
demographic and health policies and programs. http:www.rchiips.orgnfhsraj_state_report.pdf. Diakses pada 23 Desember 2014
31
Ibid. http:www.rchiips.orgnfhsNFHS-320DataBihar_report.pdf Diakses pada 23 Desember 2014
35
Selain beberapa faktor diatas, faktor ekonomi merupakan faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap kasus pernikahan anak ini. Pertimbangan
ekonomi pada suatu keluarga sangat mempengaruhi terjadinya pernikahan anak di bawah umur. Hasil penelitian UNICEF tahun 2011 menemukan sekitar 56
pernikahan anak terjadi didaerah pedesaan India dan 29 pernikahan anak terjadi didaerah perkotaan India.
32
Praktek pernikahan anak pada umumnya terjadi di pedesaan atau di daerah yang memiliki tingkat kemiskinan dengan rata-rata
penghasilan penduduknya sebesar 5 hingga 100 Rupe perbulan.
33
Acara pernikahan di India sedikitnya memerlukan biaya 8000 Rupee, dengan biaya
pernikahan yang mahal dan ekonomi yang sangat minim serta terbatas maka setiap keluarga yang memiliki anak perempuan di bawah umur memilih untuk
menikahi anak mereka sebelum masa pubertas dalam acara pernikahan masal guna meminimalisir dana pernikahan. Selain itu orang tua memiliki
ketergantungan yang tinggi kepada seorang laki-laki atau saudagar kaya untuk menikahi anak perempuan mereka dengan tujuan memperbaiki ekonomi
keluarga.
34
Dikarenakan anak perempuan mereka belum cukup umur dan dianggap masih suci, maka dalam pernikahan tersebut pihak laki-laki akan memberikan mas
kawin atau mahar berupa uang atau barang mewah yang akan diberikan langsung
32
UNICEF India, “Child Marriage Fact Sheet”, November 2011. http:www.unicef.orgindiaChild_Marriage_Fact_Sheet_Nov2011_final.pdf. diakses pada 17 Juni
2014
33 34
World Bank, “World Development Report on Gender Equality and Development”, 2012, hal: 154.
http:econ.worldbank.orgWBSITEEXTERNALEXTDECEXTRESEARCHEXTWDRSEXT WDR20120,,menuPK:7778074~pagePK:7778278~piPK:7778320~theSitePK:7778063~contentM
DK:22851055,00.html. Diakses pada 24 Juni 2014
36
oleh keluarga anak perempuan dan menjadi hak milik keluarga.
35
Pengantin anak perempuan memiliki harga yang lebih tinggi, hal ini disebabkan usia yang sangat
muda dan dipercaya mampu memberikan kontribusi yang baik untuk suami dan keluarganya. Disamping itu, anak perempuan di India
dianggap sebagai “paraya dhan
” atau properti pernikahan, oleh karena itu anak perempuan dinikahkan sedini mungkin guna menutup hutang atau mengurangi hutang keluarga.
36
Pernikahan anak ini terjadi tidak hanya dikalangan ekonomi rendah tetapi juga dikalangan ekonomi tinggi. Untuk keluarga kaya, banyak orang tua yang
menikahi anaknya kepada keluarga kaya juga demi menjaga garis warisan dan kekayaan yang dimiliki oleh keluarganya.
37