Efektivitas Peran UNICEF dalam menangani kasus pernikahan anak di

77 Kishori manchas seperti kelompok anak remaja untuk berbagi informasi dalam mengambil tindakan dalam memecahkan masalah mengenai ketidaksetaraan gender di masyarakat. 47 Selain itu mereka juga ikut berpartisipasi pelatihan pertahanan diri dengan mengikuti olahraga karate atau taekwondo, sehingga mereka telah mengubah persepsi mereka dari kemampuan mereka sendiri dalam melawan ketidaksetaraan gender. Mereka menganggap jika mereka dapat belajar karate, mereka akan memiliki kemampuan yang terlatih dan tingkat keberanian yang lebih tinggi sehingga anak laki-laki dapat lebih menghormati dan menghargai mereka. 48 Program sekolah perumahan seperti The National Programme for Education of Girls at Elementary Level NPEGEL school dan Mahila Samakhya dibuat untuk membantu mencegah pernikahan anak melalui sistem pendidikan. Selain itu Right of Children to Free and Compulsory Education Act, 2010 RTE juga telah membantu meningkatkan 85 anak di India mendapatkan pendidikan khususnya di tingkat dasar. 49 UNICEF dan pemerintah India yakin bahwa program ini dapat membantu meningkatkan kualitas pendidikan di India baik pendidikan bagi anak maupun orang tua sehingga dapat membantu mengurangi pernikahan anak di India. 50 47 UNICEF, “Briefing Paper Series: Innovations, Lessons and Good Practices. Community Based Interventions on Child Marriage ”, New Delhi, 2011. http:www.unicef.orgindia9.__Child_Marriage_Community-based_Intervention.pdf. Diakses pada 30 Juli 2014 48 Ibid 49 UNICEF India, “Right to Education RTE India”, India, 2012. http:www.unicef.orgindiaeducation_6144.htm. Diakses pada 26 Juli 2014 50 Ibid 78 Dalam hal budaya, para pemimpin agama dipercaya memiliki peran penting dalam masyarakat dalam membentuk nilai-nilai sosial dan menginformasikan perilaku yang bertanggung jawab, menghormati martabat dan kesucian dari setiap kehidupan, tidak jarang pemimpin agama menjadi komunikator yang terampil dan berpengaruh serta dapat mencapai hati dan pikiran masyarakat karena mereka memiliki lebih banyak akses untuk masuk ke lingkungan pribadi daripada kebanyakan aktor luar lainnya, pemimpin agama juga berfungsi memberikan tuntunan rohani sehingga dapat memperbaiki pribadi dan sosial masyarakat. Para pemimpin agama juga dapat memainkan peran penting dalam mediasi pada kembalinya anak-anak dengan keluarga atau masyarakat yang mungkin tidak menerima mereka kembali dengan menawarkan bimbingan rohani, dengan melakukan ritual keagamaan atau doa, sehingga anak-anak tersebut dapat mengembalikan martabat mereka. Terutama untuk anak perempuan yang rentan menjadi korban diskriminasi. 51 UNICEF dan pemerintah India mengakui bahwa berkolaborasi dengan para pemimpim agama merupakan cara yang cukup efektif dalam menangani kasus pernikahan anak di India. Selain itu para pemimpin agama menganggap UNICEF memiliki pengaruh dalam memberikan wewenang bagi para pemimpin agama untuk berpartisipasi dalam melindungi hak anak karena selama ini banyak pihak yang menganggap bahwa mereka tidak harus berpartisipasi dalam hal ini. Dengan adanya kolaborasi yang dilakukan oleh UNICEF dan para pemimpin agama, tantangan tradisi atau adat yang telah berakar sudah mulai 51 UNICEF, “Partnering with Religious Communities for Children”, 2012. http:www.unicef.orgaboutpartnershipsfilesPartnering_with_Religious_Communities_for_Chil dren_28UNICEF29.pdf. Diakses pada 30 Juli 2014 79 dibenahi sedikit demi sedikit. Di Karnataka dan Andhra Pradesh dimana devadasi atau Jogini telah menjadi budaya di daerah tersebut telah dipastikan bahwa tidak ada lagi anak perempuan yang menerapkan kebudayaan tersebut. Salah satunya dengan cara mengubah tradisi kebudayaan melalui festival budaya Nag Panchami yakni festival dimana masyarakat harus membawa Gudiya Pitahee atau sebuah boneka yang mewakili perempuan dan anak perempuan dan kemudian boneka tersebut siap untuk disiksa seperti dipukuli, dicabik-cabik, dan dicambuk. 52 Tradisi ini menjadikan simbolis dari kebiasaan memukul pengantin baru dengan alat seperti tongkat saat ia memasuki rumah suaminya. Dengan adanya konsekuensi tersebut maka para pemimpin agama di Karnataka dan Andhra Pradesh memutuskan untuk mengubah tradisi Nag Panchami ini, dimana boneka tersebut tidak dipukuli atau disiksa melainkan dirangkul yang melambangkan perawatan dan cinta bagi perempuan dan anak perempuan, dan diangkat setinggi mungkin yang melambangkan perempuan memiliki harga diri yang tinggi dan menghargai pengantin baru saat ia memasuki rumah suaminya. Dengan adanya perubahan tradisi tersebut pemuka agama telah meyakini masyarakat desa untuk membuat perubahan yang mendasar dalam tradisi yang selama ini mereka ikuti. 53 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan angka pernikahan anak di India seperti pendidikan dan budaya. Adanya tradisi budaya yang dimiliki oleh orang tua dan anak-anak yang tidak bersekolah sehingga mereka mau tidak mau masuk dalam pernikahan diusia yang masih dini. Oleh karena itu, UNICEF berkontribusi dalam membuat program-program pendidikan dan berkolaborasi 52 Malika Basu dan Dhivya David, “Good Practice Against Child Marriage,. New Delhi, January 2010, http:www.unicef.orgindiacr-se-gen-25110901-public.pdf. Diakses pada 30 Juli 2014 53 Ibid 80 dengan para pemimpin agama. Walaupun program UNICEF ini tidak bisa secara langsung dihubungkan dengan angka penurunan pernikahan anak. Tetapi upaya yang dilakukan oleh UNICEF dan pemerintah India dalam aspek pendidikan dan budaya bisa membantu dalam mengurangi faktor penyebab terjadinya pernikahan anak di India. Pihak lain yang mendukung efektivitas peran UNICEF adalah media. UNICEF dan pemerintah India menjadi media sebagai sarana alternatif dalam memobilisasi dan menyebarkan informasi kepasa masyarakat. Menurut pemerintah India dan UNICEF pendekatan media ini dapat memainkan peran penting dalam mengubah norma-norma sosial seperti yang terjadi di daerah Rajasthan dan Bihar. 54 Dengan demikian penggunanaan media ini dianggap cukup efektif dalam membantu menangani kasus pernikahan anak di India. Teknik yang dilakukan media dalam memberikan informasi mengenai pernikahan anak ini cukup inovatif untuk menjangkau siapapun baik pria, wanita ataupun anak-anak. Di daerah Rajasthan dan Bihar, pesan media tersebar melalui televisi, radio, billboard, koran dan majalah, tidak hanya itu cara penyampainan pesan media ini juga dibuat menarik seperti dibuatnya produksi teater masyarakat lokal dan pertunjukan boneka serta video atau film pendek sehingga sangat menarik minat masyarakat didaerah tersebut. Kebanyakan pesan yang disampaikan membahas mengenai larangan pernikahan anak dan menginformasikan mengenai program yang dibuat oleh pemerintah dalam menangani kasus pernikahan anak di India. Koran dan Radio telah memiliki peran penting dalam memberi kesadaran 54 UNICEF India, “Understanding the Perceptions of UNICEF Partners in India: Findings of a Study ”, India, Maret 2011 81 kepada masyarakat Rajasthan dan Bihar akan dampak dari kasus pernikahan anak yang terjadi di India. 55 Program-program pendidikan, kesehatan dan kolaborasi dengan para pemimpin agama yang dilakukan oleh UNICEF efektif dalam mengurangi faktor penyebab terjadinya pernikahan anak, sehingga dapat membantu menurunkan angka pernikahan anak di India. Hal Ini dibuktikan adanya penurunan angka pada pernikahan anak di India. lihat tabel III.C.2 TABEL III.C.2. Angka Penurunan kasus penikahan anak di India Sumber: http:www.unicef.orginfobycountryindia_statistics.html Seperti yang dilihat pada tabel III.C.2, Pada tahun 2002, India memiliki sekitar lebih dari 44.000.000 atau 88 kasus pernikahan anak, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2007 menjadi 49 atau sekitar lebih dari 20.000.000 kasus pernikahan anak dan pada tahun 2012 tercatat hanya 19 atau sekitar lebih dari 4000.000 anak yang menikah diusia kurang dari 18 tahun. 56 Pada November 2012, UNICEF dan Kementerian Kesehatan di India menyatakan, 55 Ibid 56 UNICEF Statistic, http:www.unicef.orginfobycountryindia_statistics.html, Diakses pada: 14 Juli 2014. Tahun Persentase 2002 88 2007 49 2012 19 82 ditahun 2005 terdapat lebih dari 2.000.000 penderita HIVAIDS diusia 15 hingga 49 tahun dan menunjukan penurunan yakni 0,33 atau sekitar 6600 pada tahun 2007 menjadi 0,27 atau sekitar 5400 pada tahun 2011. 57 Data penurunan angka pada pernikahan anak tersebut merupakan indikasi bahwa UNICEF memiliki kontribusi dalam menangani kasus pernikahan anak di India. Meskipun demikian, selain beberapa program UNICEF yang dilakukan dalam mengurangi kasus pernikahan anak di India, tidak menutup kemungkinan ada faktor lain yang ikut membantu dalam menangani kasus pernikahan anak di India.

D. Tantangan dan Peluang yang dihadapi UNICEF dalam menangani

pernikahan anak di India. Didalam mengerjakan program di India, UNICEF menghadapi sejumlah tantangan dalam menangani kasus pernikahan anak di India ini. Tidak jarang tantangan ini menimbulkan kesuliatan bagi UNICEF dalam menangani kasus permasalahan pada anak perempuan yang terjadi di India. Tantangan-tantangan yang dihadapi oleh UNICEF diantaranya; Pertama, Jika dibandingkan dengan program-program lain, program Child Protection ini merupakan program baru dan belum dikenal dimasyarakat luas, sehingga masih belum bisa dipahami bagi 57 Ministry of Statistic and Programme Implementation, Government Of India, “India Country Report 2013”, India. 2013. http:mospi.nic.inmospi_newuploadSAARC_Development_Goals_20India_Country_Report_ 29aug13.pdf. Diakses pada 14 Juli 2014 83 masyarakat India. 58 Sehingga diperlukan penjelasan kembali mengenai pengertian dan tujuan program ini guna meningkatkan akan pentingnya melindungi hak anak di India. Selain itu perekrutan staff untuk program ini juga sering tertunda karena adanya alasan politik seperti pemilu atau hambatan pemerintah yang prosedural lainnya. 59 Kedua, latar belakang sosial dan budaya yang cukup kompleks dan bersifat patriakal dan masih memegang teguh kepercayaan terhadap asal-usul kebudayaan mereka seperti salah satunya dengan masih mempertahankan budaya kasta dan budaya dowry. Dalam hal ini UNICEF belum bisa menangani permasalahan budaya yang ada di India, misalkan adanya pengaruh pada sistem kasta yang diyakini oleh masyarakat India sebagai bagian dari kepercayaan agama mereka sehingga menyulitkan pencapaian kerja UNICEF karena sebagian masyarakat India percaya nasib manusia telah ditentukan oleh Tuhan. Permasalahan lain terjadi pada sistem dowry yang dihadapkan pada tuntutan harga pernikahan yang diajukan pada pihak pengantin perempuan. 60 Selain itu alasan utama di balik pernikahan anak ini juga telah berubah menjadi suatu kebiasaan dan memberi tekanan yang terkait pada nilai-nilai agama. 58 UNICEF, “Understanding the Perceptions of UNICEF Partners in India: Findings of a Study”, New Delhi, 2009. http:www.unicef.orgindiaICO_COAR_2011_FINAL_REPORT.pdf. diakses pada 30 Juli 2014 59 Ibid 60 Malika Basu dan Dhivya David, “Good Practice Against Child Marriage”, New Delhi, January 2010, http:www.unicef.orgindiacr-se-gen-25110901-public.pdf. Diakses pada 03 September 2014 84 Dan dengan adanya hubungan orang tua dan anak yang otoriter semakin memperkuat nilai-nilai agama yang mendukung pernikahan anak tersebut. 61 Para orang tua berfikir bahwa pendidikan bukan merupakan prioritas utama bagi anak-anak di India, sehingga menimbulkan angka buta huruf yang cukup banyak yakni sekitar 8.000.000 jiwa pada tahun 2009-2012. 62 Hal tersebut menjadi tantangan yang dihadapi oleh UNICEF dalam menerapkan sistem belajar pada sekolah rumah yang didirikan oleh UNICEF. Seperti yang terjadi di Bihar, siswa yang mengalami buta huruf sering mengalami diskriminasi pada pendidikan yang mereka dapat, sehingga UNICEF harus lebih jeli dan lebih menseleksi kembali siswa yang tergabung dalam program sekolah rumah tersebut. 63 Tidak hanya tantangan akan tetapi UNICEF juga memiliki peluang dalam menangani kasus pernikahan anak di India. Peluang-peluang tersebut seperti adanya political will atau dukungan pemerintah India dalam menangani kasus pernikahan anak di India, sehingga UNICEF dan pemerintah memiliki hubungan kerja sama yang baik dan dapat berkolaborasi dalam menangani kasus pernikahan anak di India. 64 Beberapa kantor UNICEF di India menyatakan bahwa pemerintah menunjukan respon yang baik dalam menangani kasus pernikahan anak. Penilaian 61 UNICEF India, “Delaying Marriage for Girls in India: A Formative Research to Design Interventions for Changing Norms”, New Delhi, March 2011, hal: 50. http:www.icrw.orgfilespublicationsDelaying-Marriage-for-Girls-in-India-UNICEF-ICRW.pdf. Diakses pada 03 September 2014 62 UNESCO, “India still home to largest illiterate population”. 20 Januari 2010. http:www.thehindu.comfeatureseducationissuesindia-still-home-to-largest-illiterate- population-unescoarticle82886.ece. Diakses pada 14 November 2014 63 UNICEF India Country Office Annual Report 2011, hal: 33. http:www.unicef.orgindiaICO_COAR_2011_FINAL_REPORT.pdf. Diakses pada 03 September 2014 64 “UNICEF Inputs to Secretary-General’s Report in Response to HRC”, Februari 2014. www.ohchr.org, Diunduh pada: 14 Juli 2014. 85 terhadap keterlibatan UNICEF tampaknya menghasilkan hasil yang cukup baik seperti mulai adanya kesadaran masyarakat, orang tua, dan anak-anak dari bahaya pernikahan anak. 65 Selain itu mereka mulai menyadari akan keberadaan undang-undang yang melarang praktik pernikahan anak dan ketersediaan pelayanan kesehatan, pendidikan dan perlindungan sosial dalam rangka untuk membuat pilihan yang lebih baik atau insentif perlindungan dan investasi pada anak perempuan, seperti penurunan tekanan sosial yang dapat mengkondisikan anak perempuan serta orang tua untuk terlibat dalam pernikahan anak, adanya peningkatan angka kehadiran dan kelulusan sekolah, serta adanya peningkatan kebijakan mengenai kualitas kerangka hukum dan tindakan oleh pemerintah India. 66 Selain itu, delapan kantor UNICEF di India berkoordinasi untuk menangani pernikahan anak di India, koordinasi dilakukan melalui media, mengunjungi daerah-daerah yang memiliki jumlah pernikahan anak yang cukup besar, dan peran serta komite perlindungan anak di pemerintah daerah dan masyarakat sipil untuk mempromosikan hak-hak anak, termasuk upaya untuk mengakhiri pernikahan anak di India. 67 Dukungan dari media massa juga menjadi peluang bagi upaya UNICEF dalam menangani kasus pernikahan anak di India. Penyebaran informasi oleh media dapat merangsang perubahan sosial yang positif didukung pula dengan adanya keahlian dalam bidang komunikatif yang dimiliki oleh UNICEF sehingga dapat lebih membangun komunikasi dan mempercepat penyampaian informasi 65 Ibid 66 Ibid 67 Ibid