menuju kondisi asam. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya bahan-bahan organik yang membebaskan CO
2
jika mengalami proses penguraian.
4.5.6 DO Disolved Oxygen
Dari hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh nilai oksigen terlarut berkisar antara 5,2-7,2 mgl pada setiap stasiun penelitian. Nilai oksigen terlarut yang tertinggi pada
stasiun 1 daerah kontrol yaitu 7,2 mgl. Hal ini disebabkan oleh banyaknya tumbuhan air pada stasiun ini yang mensuplai oksigen dari hasil fotosintesis dan suhu
yang tidak terlalu tinggi pada stasiun ini sehingga oksigen yang digunakan untuk penguraian secara aerob hanya sedikit. Nilai oksigen terlarut yang terendah terdapat
pada stasiun 4 tempat pembuangan limbah cair pabrik Toba Pulp Lestari yaitu 5,2 mgl. Hal ini disebabkan oleh adanya senyawa organik dan anorganik dalam limbah
cair tersebut yang membutuhkan oksigen untuk menguraikan senyawa ini dan tingginya suhu serta rendahnya penetrasi cahaya pada stasiun ini.
Menurut Sastrawijaya 1991, hlm: 85, oksigen terlarut bergantung kepada: suhu, kehadiran tanaman fotosintetik, tingkat penetrasi cahaya yang bergantung
kepada kedalaman dan kekeruhan air, tingkat kederasan aliran air, jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air seperti sampah, ganggang mati atau limbah industri.
Jika tingkat oksigen terlarut rendah, maka organisme aerob akan mati dan organisme anaerob akan menguraikan bahan organik dan menghasilkan bahan seperti metana dan
hidrogen sulfida. Zat-zat yang menyebabkan air berbau busuk.
4.5.7 Kejenuhan Oksigen
Nilai kejenuhan oksigen tertinggi dari hasil penelitian terdapat pada stasiun 1 daerah kontrol yaitu 87,27 dan terendah pada stasiun 4 tempat pembuangan limbah cair
pabrik Toba Pulp Lestari yaitu 64,4. Hal ini menunjukkan bahwa pada stasiun 1 memiliki defisit oksigen yang lebih kecil dari seluruh stasiun penelitian yang dapat
memberikan informasi bahwa daerah ini memiliki tingkat pencemaran yang lebih
rendah dibandingkan dengan stasiun 4 yang mengandung senyawa organik dan anorganik dari limbah cair TPL.
Menurut Barus 2004, hlm: 60, kehadiran senyawa organik akan menyebabkan terjadinya proses penguraian yang dilakukan oleh mikroorganisme dan
berlangsung secara aerob, artinya membutuhkan oksigen. Seandainya pada pengukuran temperatur 13,9
o
C diperoleh kadar oksigen terlarut 8 mgl, maka sesuai dengan tabel pada lampiran E seharusnya kelarutan oksigen maksimum akan
mencapai 10 mgl. Disini terlihat ada selisih nilai oksigen terlarut antara yang diukur 8 mgl dengan yang seharusnya dapat larut 10 mgl yaitu sebanyak 2 mgl dengan
nilai kejenuhan sebesar 80. Dalam kasus ini dapat disimpulkan bahwa pada lokasi tersebut telah terdapat senyawa organik pencemar yang dapat diketahui dari defisit
oksigen sebesar 2 mgl. Oksigen tersebut digunakan dalam proses penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme yang berlangsung secara aerobik.
4.5.8 BOD Biological Oxygen Demand
BOD Biological Oxygen Demand yang diperoleh dari hasil penelitian diketahui bahwa BOD Biological Oxygen Demand yang tertinggi terdapat di stasiun 2 daerah
pemukiman dan pertambakan ikan yaitu 1,5 mgl. Hal ini disebabkan karena banyaknya kandungan senyawa organik dan anorganik dalam badan perairan yang
membutuhkan oksigen untuk menguraikannya. Terendah di stasiun 1 daerah kontrol dan stasiun 5 daerah bendungan Siruar yaitu 0,7 mgl. Rendahnya BOD pada daerah
ini karena banyaknya tumbuhan air seperti Eichornia crassipes, dan Ipomea aquatica yang mampu menyerap langsung senyawa organik seperti nitrat dan posfat sehingga
tidak perlu diuraikan oleh mikroorganisme pengurai.
Menurut Kristanto 2002, hlm: 87, BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi
bahan-bahan buangan di dalam air. Jika konsumsi oksigen tinggi, yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut di dalam air, maka berarti kandungan
bahan buangan yang membutuhkan oksigen adalah tinggi. Menurut Agusnar 2007,
hlm: 22, bahan-bahan buangan yang memerlukan oksigen terutama terdiri dari bahan- bahan organik dan mungkin beberapa bahan anorganik. Polutan semacam ini berasal
dari berbagai sumber seperti kotoran hewan maupun manusia, tanaman-tanaman yang mati atau sampah organik, bahan-bahan buangan dari industri dan sebagainya.
4.5.9 COD Chemical Oxygen Demand