mempengaruhi kecepatan arus, namun kecepatan arus dalam suatu ekosistem tidak dapat ditentukan dengan pasti karena arus pada suatu perairan sangat mudah berubah.
Menurut Barus 2004, hlm: 41, sangat sulit untuk membuat suatu batasan mengenai kecepatan arus karena di suatu ekosistem air sangat berfluktuasi dari waktu
ke waktu tergantung dari fluktuasi debit dan aliran air serta kondisi substrat yang ada. Pada musim penghujan misalnya akan meningkatkan debit air dan sekaligus
mempengaruhi kecepatan arus. Adanya berbagai substrat pada dasar perairan akan menyebabkan kecepatan arus bervariasi. Pada alur sungai yang lurus arus tercepat
berada pada bagian tengah sungai. Hal ini sesuai dengan hukum fisika mengenai gesekan friction yang menyatakan bahwa daerah yang terbebas dari gesekan akan
mempunyai arus yang lebih cepat. Pada alur sungai yang membelok meander kecepatan arus paling tinggi pada bagian pinggir sungai, sesuai dengan hukum fisika
tentang putaran massa sentrifugal. Pada daerah aliran tertentu akan terdapat suatu kondisi dengan gerakan air yang sangat lambat, umumnya terdapat di belakang batu-
batuan di dasar perairan.
4.5.5 pH Derajat Keasaman
Pada stasiun 1 diperoleh nilai pH Derajat Keasaman yang tertinggi sekitar 7,8 dari seluruh stasiun penelitian dan terendah pada stasiun 2 sekitar 7,5. Tingginya pH pada
daerah ini disebabkan oleh belum adanya aktifitas atau belum terjadi penguraian yang menghasilkan CO
2
sedangkan rendahnya pH pada stasiun 2 karena adanya berbagai macam aktivitas yang menghasilkan senyawa organik maupun anorganik yang
selanjutnya akan mengalami penguraian yang menurunkan pH daerah ini. Namun secara keseluruhan pH pada seluruh stasiun penelitian masih tergolong normal yang
berkisar antara 7,5-7,8.
Menurut Kristanto 2002, hlm: 73-74, nilai pH air yang normal adalah sekitar netral yaitu 6-8, sedangkan pH air yang tercemar misalnya air limbah buangan,
berbeda-beda tergantung pada jenis limbahnya. Air yang masih segar dari pegunungan biasanya mempunyai pH yang lebih tinggi. Semakin lama pH air akan menurun
menuju kondisi asam. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya bahan-bahan organik yang membebaskan CO
2
jika mengalami proses penguraian.
4.5.6 DO Disolved Oxygen
Dari hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh nilai oksigen terlarut berkisar antara 5,2-7,2 mgl pada setiap stasiun penelitian. Nilai oksigen terlarut yang tertinggi pada
stasiun 1 daerah kontrol yaitu 7,2 mgl. Hal ini disebabkan oleh banyaknya tumbuhan air pada stasiun ini yang mensuplai oksigen dari hasil fotosintesis dan suhu
yang tidak terlalu tinggi pada stasiun ini sehingga oksigen yang digunakan untuk penguraian secara aerob hanya sedikit. Nilai oksigen terlarut yang terendah terdapat
pada stasiun 4 tempat pembuangan limbah cair pabrik Toba Pulp Lestari yaitu 5,2 mgl. Hal ini disebabkan oleh adanya senyawa organik dan anorganik dalam limbah
cair tersebut yang membutuhkan oksigen untuk menguraikan senyawa ini dan tingginya suhu serta rendahnya penetrasi cahaya pada stasiun ini.
Menurut Sastrawijaya 1991, hlm: 85, oksigen terlarut bergantung kepada: suhu, kehadiran tanaman fotosintetik, tingkat penetrasi cahaya yang bergantung
kepada kedalaman dan kekeruhan air, tingkat kederasan aliran air, jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air seperti sampah, ganggang mati atau limbah industri.
Jika tingkat oksigen terlarut rendah, maka organisme aerob akan mati dan organisme anaerob akan menguraikan bahan organik dan menghasilkan bahan seperti metana dan
hidrogen sulfida. Zat-zat yang menyebabkan air berbau busuk.
4.5.7 Kejenuhan Oksigen