28
dan kaca mata akan berkabut bila terjadi perubahan suhu, dan hal ini tidak akan terjadi pada lensa kontak lembut Ilyas, 2004.
4. Teknik Penggunaan Lensa Kontak Yang Aman
Rekomendasi bagi para pengguna lensa kontak terkait hal-hal apa saja yang harus dilakukan dan di hindari agar penggunaannya menjadi
bersih dan aman dari American Optometric Association antara lain:
a. Temui dokter ahli mata untuk mendapatkan lensa kontak yang sesuai dan layak.
b. Selalu cuci tangan sebelum menyentuh lensa kontak. c. Bersihkan lensa kontak secara rutin. Usap lensa kontak dengan jari
dan bilas dengan cairan pembersih sebelum menyimpan lensa kontak dalam wadah yang sudah diisi cairan pembersih.
d. Simpan wadah lensa kontak di tempat yang lembab dan terlindung dari sengatan sinar matahari langsung. Ganti wadah penyimpan
setiap tiga bulan sekali. e. Untuk menyimpan lensa kontak, gunakan cairan yang masih baru.
Jangan menggunakan cairan yang sudah dipakai walaupun masih terlihat bening. Cairan pembersih dan penyimpan lensa kontak harus
diganti setiap hari meskipun lensa kontaknya sendiri tidak dipakai setiap hari.
f. Selalu patuhi jadwal penggantian lensa kontak sesuai resep dokter. g. Lepaskan lensa kontak sebelum berenang atau berendam air panas.
h. Temui dokter mata secara rutin untuk melakukan pemeriksaan ulang.
29
Ketika menggunakan atau membersihkan lensa kontak: 1 Jangan pernah menaruh lensa kontak dalam mulut atau
membasahi mereka dengan air liur, yang penuh dengan bakteri dan potensi sumber infeksi.
2 Jangan menggunakan air keran atau larutan saline buatan sendiri. Penyalahgunaan solusi telah dikaitkan dengan suatu kondisi yang
berpotensi menyilaukan pengguna soft lens. 3 Jangan gunakan lensa kontak yang tidak diresepkan oleh seorang
dokter mata. Menggunakan lensa kontak bukan merupakan pilihan bagi semua orang, berkonsultasi dengan dokter mata
untuk melihat apakah lensa kontak adalah pilihan yang tepat untuk koreksi penglihatan.
5. Bentuk- Bentuk Risiko Gangguan Kesehatan Mata Akibat Lensa
Kontak
Resiko dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu internal risk dan external risk Flanagan Norman, 1993 dalam Universitas Kristen
Petra, 2006. Internal risk merupakan resiko yang berasal dari dalam misalnya pengetahuan dan motivasi seseorang terkait penggunaan dan
perawatan lensa kontak. Sedangkan external risk berasal dari faktor luar misalnya fasilitas informasi tentang lensa kontak dan kondisi social
budaya dari pengguna lensa kontak. a. Kelopak mata
30
1 Giant papillary conjunctivitis GPC adalah komplikasi yang tersering timbul akibat penggunaan soft lens. Ini timbul akibat
salah satu dari 3 faktor yaitu peningkatan frekuensi penggunaan lensa, penurunan lama penggunaan lensa kontak, perubahan
larutan pembersih yang kuat. Untuk lensa RGP, ia mudah berpindah dari kornea ke forniks atas. Jika tidak dapat dideteksi,
maka lensa akan mengikis forniks melewati konjungtiva dan membawanya ke dalam jaringan yang lembut di kelopak mata,
dan akan menimbulkan gejala yang relatif asimptomatik. Akibatnya, jaringan yang disekitar lensa kontak akan mengalami
iritasi dan inflamasi, dan menimbulkan abses yang steril. Lensa yang dianggap sebagai benda asing akan terbentuk jaringan
granulasi disekitar lensa, dan membungkusnya seperti bentuk kista.
2 Ptosis, ini timbul akibat adanya massa pada lensa, skar, jaringan fibrosa di kelopak mata. Lensa kontak yang menempel pada
kornea mata juga akan membentuk skar dan kontraksi pada jaringan kelopak mata yang mengakibatkan retraksi pada
kelopak mata. Ptosis juga dapat timbul akibat dari giant papillary conjunctivitis yang berat.
b. Konjungtiva 1 Alergi kontak merupakan reaksi hipersensitivitas dermatitis
kontak akibat dari zat-zat kimia host yang didapati dari larutan lensa kontak. Manifestasi klinisnya adalah rasa gatal yang
31
diikuti dengan adanya injeksi, rasa terbakar, merah, berair, secret mukoid, dan chemosis. Sebagai tambahan kelopak mata
bisa edema dan eritema. 2 GPC, rata-rata 1-3 pengguna lensa kontak akan mendapatkan
simptom GPC yang kompleks, terdiri dari injeksi konjungtiva, sekret mukoid, gatal, debris pada tear film, lapisan lensa,
pandangan kabur, dan pergerakan lensa yang berlebihan. 3 Contact lens-induced superior limbic keratoconjunctivits CL-
ISLK merupakan suatu reaksi imun pada konjungtiva perifer. Manifestasi klinisnya adalah penebalan konjungtiva, eritema,
dan timbul berbagai warna pada konjungtiva bulbaris superior. Sel epitelium keratinisasi akan berisi banyak sel-sel goblet yang
diinvasi oleh neutrofil. Akibatnya akan terasa seperti ada benda asing, fotofobia, berair, rasa terbakar, gatal, dan penurunan
akuitas visual. c. Epitelium kornea
1 Kerusakan epitel yang mekanik. Lensa kontak merupakan banda asing yang akan menggosok kornea dan menekan epitel kornea
setiap mengedipkan mata sepanjang hari dan menimbulkan abrasi kornea. Jika tidak dikenali dan diobati akan
mengakibatkan stres pada epitel yang kronis. Kerusakan epitel akan memudahkan bakteri menempel pada kornea dan
mengakibatkan infeksi stroma, serta menstimulus sub-epitel fibrosa tanpa adanya infeksi.
32
2 Chemical epithelial defect. Berbagai larutan kimia lensa kontak akan menimbulkan kerusakan epitel ditandai dengan adanya
erosi. Larutan pembersih surfaktan biasanya akan menyebabkan nyeri,
merah, fotopobia,
dan berair,
segera setelah
dibersihkannya lensa. Gejala ini akan hilang dalam 1-2 hari. Jika hidroksi peroksida diteteskan ke mata, maka akan timbul
gelembung-gelembung gas pada intra-epitel dan sub-epitel. Gelembung ini terlihat dan menyebabkan hilangnya penglihatan
secara signifikan yang bersifat temporer, dan hidroksi peroksida juga menyebabkan perubahan refraksi permanen dan larutan
desinfeksi kimia dapat merusak epitel yang tidak terlihat dan bersifat intermiten.
3 Hypoxia. Kebutuhan oksigen di kornea mata dipengaruhi karena lapisan lensa kontak mengurangi jumlah oksigen yang masuk.
Hipoksia yang ringan mengakibatkan edema epitel dan penglihatan kabur yang temporer, sedangkan hipoksia berat
akan terjadi kematian sel-sel epitel dan deskuamasi. Pengguna tidak merasa nyaman, penurunan penglihatan temporer, dan
fotopobia. Salah satu tanda hipoksia kornea kronis adalah adanya neovaskularisasi superfisial terutama sepanjang limbus
superior. Epitel kornea yang lebih tipis dibandingkan lensa kontak menyebabkan hipoksia yang kronis dan menurunkan
aktivitas mitosis. Pembentukan sel-sel epitel menurun,
33
ukurannya membesar,
dan memudahkan
menempelnya Pseudomonas aeruginosa pada permukaan sel epitel.
4 Reaksi imun superfisial. Variasi larutan lensa kontak dapat menimbulkan toksik superfisial atau reaksi imun. Ditandai
dengan adanya keratophati, injeksi konjungtiva, berair, gatal, dan chemosis.
d. Stroma kornea 1 Infiltrat steril. Penggunaan lensa kontak akan menginduksi
terjadinya keratitis steril, dengan onset adanya infiltrat pada stroma anterior atau leukosit polimorfonuklear di sub-epitel dan
sel mononuklear di perifer kornea secara tiba-tiba. Berdiameter 0,1-2 mm, tunggal atau berkelompok, dengan bentuk bulat, oval,
dan menempel pada sel epitel yang menyebabkan kerusakan epitel. Manifestasi klinisnya adalah nyeri ringan, inflamasi pada
anterior chamber yang minim, kerusakan epitel, kemudian terbentuk ulkus.
2 Infeksi kornea keratitis. Disebabkan oleh bakteri, jamur, protozoa acanthamoeba keratitis. Infeksi bakteri biasanya
timbul di kelopak mata dan kelenjar air mata. Penggunaan lensa kontak mengganggu pertukaran air mata, sehingga air mata
terkumpul di kornea mata. Selain itu, ketebalan epitel menurun, pergantian sel menurun dan terjadi deskuamasi, sehingga
meningkatkan risiko infeksi bakteri pada sel epitel. Gejala awal tidak begitu kelihatan, tetapi gejala yang mungkin ada seperti
34
berair dan sedikit sulit mengedipkan mata. Bakteri yang sering menimbulkan infeksi kornea mata adalah P. aeruginosa,
Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus epidermidis. Infeksi ini biasanya berasal dari larutan lensa kontak yang
terkontaminasi. Infeksi bakteri yang akut biasanya terjadi dalam waktu 24 jam dengan simptom nyeri, fotopobia, berair, sekret
purulen, dan penurunan penglihatan. Awalnya infiltrat stroma berwarna putih kekuningan yang berkembang di bawah sel
epitel yang rusak diikuti adanya reaksi di anterior chamber dan injeksi konjungtiva. Setelah itu, berkembang menjadi edema
epitel kemudian menjadi nekrosis. Dilaporkan di United State dan Netherland, bahwa infeksi kornea mata memiliki risiko
yang paling sering ditimbulkan akibat penggunaan lensa kontak dalam 2 dekade terakhir ini.
3 Acanthamoeba keratitis merupakan infeksi yang sulit untuk diterapi. Sumber infeksi ini berasal dari larutan lensa kontak,
dimana tempat larutan tersebut telah terkontaminasi oleh acanthamoeba. Manifestasi klinis awal yang timbul adalah
adanya sensasi benda asing, penglihatan kabur yang ringan, dan merah. Kemudian diikuti rasa nyeri yang progresif, injeksi
konjungtiva, epitelnya kasar, dan pada pemeriksaan dengan senter terlihat adanya penebalan saraf-saraf kornea mata. Infeksi
ini bersifat progresif, berat, dan bentuk infiltratnya seperti cincin di sentral.
35
4 Mata merah akut tight lens syndrome. Lensa kontak dapat menebalkan mata dan sebagai tanda adanya inflamasi stroma
difus dan reaksi pada anterior chamber. Manifestasi klinisnya adalah rasa nyeri, fotopobia, injeksi, dan berair baik akut
maupun kronik. 5 Kikisan kornea mata corneal warpage. Selama menggunakan
lensa kontak akan terjadi perubahan kontur kornea. Corneal warpage menyebabkan astigmatisma irreguler, dan ini dapat
dikoreksi dengan menggunakan kacamata. 6 Contact
lens-induced keratoconus.
Hubungan antara
keratokonus dengan lensa kontak masih kontroversi. Persentasi yang tinggi 20-30 penderita keratokonus didiagnosis akibat
dari penggunaan lensa kontak, tetapi bagaimanapun tidak ada penyebab yang berhubungan langsung dengan penyakit tersebut.
e. Endotel kornea mata Penggunaan lensa kontak juga berhubungan dengan endotel
kornea mata. Pengguna memiliki variasi ukuran sel endotel polymegethism dan peningkatan frekuensi sel non-heksagonal
polymorphism lebih tinggi daripada yang menggunakan lensa kontak Ventocilla, 2010.
Infeksi dan iritasi pada mata dapat disebabkan oleh beberapa faktor resiko. Chang,Daly, dan Elliot 2006 menyebutkan bahwa
faktor resiko tersebut yakni: 1 Kelompok usia ekstrim
36
2 Kerusakan intengritas jaringan 3 Potensial mengidap penyakit tertentu
4 Immunosupresi 5 Terdapat aspek pengobatan atau prosedur tertentu tindakan
invasif, operasi, dll 6 Penggunaan antibiotik
Berdasarkan hasil penjabaran faktor resiko gangguan mata diatas, jika dikaitkan dengan penggunaan dan perawatan lensa
kontak, maka dapat diringkas sebagai berikut: 1 Pengetahuan
Pengetahuan yang domain kognitif yang mempengaruhi perilaku seseorang. Pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat
menghasilkan persepsi dan motivasi terhadap perilaku. Oleh karena itu, seseorang dengan pengetahuan tertentu secara tidak
langsung akan melakukan tindakan yang sesuai dengan apa yang diketahuinya. Pengetahuan mengenai perawatan lensa kontak
akan membentuk perilaku seseorang dalam menggunakan dan merawat lensa kontak yang pada akhirnya akan berdampak pada
kesehatan mata. 2 Motivasi
Motivasi adalah konsep yang dipakai untuk menguraikan keadaan yang menstimulasi perilaku tertentu dan respon instrinsik
yang ditampilkan sebagai perilaku Swansburg, 2000. Motivasi
37
menjadi hal penting untuk menghasilkan keinginan pada diri seseorang yang mempengaruhi perilaku dalam merawat lensa
kontak. Motivasi dapat mendukung seseorang untuk melakukan perawatan lensa kontak sesuai prosedur. Motivasi juga
mempengaruhi seseorang untuk selalu menjaga kesehatan mata. 3 Usia ekstrim
Masa usia ekstrim meliputi terlalu muda dan usia terlalu tua. Pada masa ini, seseorang memiliki kerentanan tubuh yang
memudahkan agen penyakit dan radikal bebas menyerang system tubuh. Lansia, bayi, dan toddler merupakan kelompok masa usia
ekstrim. Ketidakmaturan dan penuaan sel menyebabkan penurunan fungsi tubuh terhadap tahanan penyakit atau radikal
bebas. Oleh karena itu, pada masa usia ini seseorang akan dengan mudah terserang penyakit dibandingkan dengan usia menengah.
Lansia memiliki resiko lebih tinggi terhadap serangan penyakit sesuai dengan imunitas yang dikemukan oleh Stanley Beare
2007, ketika orag bertambah tua, pertahanan mereka terhadap organisme asing mengalami penurunan sehingga mereka lebih
rentan untuk menderita berbagai penyakit. Begitupun bayi dan toddler
memiliki kerentanan
terhadap penyakit
karena immaturitas sistem tubuh terutama sistem immun menurut
Whaley Wong 1995 dalam Potter Perry 2005 kelompok usia bayi adalah lahir-12 bulan atau 18 bulan, toddler 1-3 tahun.
Sedangkan kelompok usia lansia menurut Departemen Kesehatan
38
RI 2003 terbagi menjadi tiga, yaitu pra usia lanjut 45-59 tahun, usia lanjut 60-69 tahun, usia lanjut resiko tinggi lebih dari 70
tahun atau usia lanjut berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
4 Status kesehatan Kondisi kesehatan sangat mempengaruhi fungsi sistem
tubuh. Penyakit yang tengah dialami seseorang baik kronik ataupun akut secara bertahap meyebabkan penurunan dan
kelemahan pada organ yang terkena penyakit, organ-organ sekitar yang terkena penyakit, bahkan kekebalan tubuh namun demikian
terdapat faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan. Menurut definisi penyakit lingkungan yang dikemukakan oleh
Pringgoutomo, Himawan, Tjarta 2002 bahwa penyakit lingkungan merupakan penyakit yang terjadiakibat interaksi
manusia dengan lingkunganya berikut merupakan kondisi yang mempengaruhi status kesehatan seseorang:
a Potensial mengidap penyakit b Immunosupresi
c Kerusakan integritas jaringan mata
D. Gangguan Penglihatan dan Mata