39
terdeteksi awal dapat dikontrol, dan penglihatan dapat dipertahankan Brunner Suddarth, 2001. Berikut ini adalah kelainan oftalmik serta
penatalaksanaannya yang sering dijumpai.
1. Gangguan Kornea
a. Mipoia
Definisi
Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi
berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan pada kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk pada mata
akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Miopia berasal dari bahasa Yunani “muopia” yang memiliki arti menutup mata. Miopia
merupakan manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah populernya adalah “nearsightedness” American Optometric Association, 2006.
Miopia adalah keadaan pada mata dimana cahaya atau benda yang jauh letaknya jatuh atau difokuskan didepan retina. Supaya objek
atau benda jauh tersebut dapat terlihat jelas atau jatuh tepat di retina diperlukan kaca mata minus Rini, 2004.
Miopia atau sering disebut sebagai rabun jauh merupakan jenis kerusakan mata yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang
terlalu panjang atau kelengkungan kornea yang terlalu cekung Sidarta, 2007.
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang
40
dibiaskan di depan retina bintik kuning. Pada miopia, titik fokus sistem optik media penglihatan terletak di depan makula lutea. Hal
ini dapat disebabkan sistem optik pembiasan terlalu kuat, miopia refraktif atau bola mata terlalu panjang Sidarta, 2003.
Miopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang datang dari jarak tidak terhingga oleh mata dalam
keadaan tidak berakomodasi dibiaskan pada satu titik di depan retina Sativa, 2003.
Klasifikasi
Secara klinis dan berdasarkan kelainan patologi yang terjadi pada mata, myopia dapat dibagi kepada dua yaitu :
1. Miopia Simpleks : Terjadinya kelainan fundus ringan. Kelainan fundus yang ringan ini berupa kresen miopia yang ringan dan
berkembang sangat lambat. Biasanya tidak terjadi kelainan organik dan dengan koreksi yang
sesuai bisa mencapai tajam penglihatan yang normal. Berat kelainan refraksi yang terjadi biasanya kurang dari -6D. Keadaan ini disebut
juga dengan miopia fisiologi. 2. Miopia Patologis : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia
maligna atau miopia progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir. Tanda-tanda miopia maligna
adalah adanya progresifitas kelainan fundus yang khas pada pemeriksaan oftalmoskopik. Pada anak-anak diagnosis ini sudah
dapat dibuat jika terdapat peningkatan tingkat keparahan miopia
41
dengan waktu yang relatif pendek. Kelainan refrasi yang terdapat pada miopia patologik biasanya melebihi -6 D Sidarta, 2007.
Menurut American Optometric Association 2006, miopia secara klinis dapat terbagi lima yaitu:
1. Miopia Simpleks : Miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata yang terlalu panjang atau indeks bias kornea maupun lensa
kristalina yang terlalu tinggi. 2. Miopia Nokturnal : Miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi
di sekeliling kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap tahap pencahayaan yang ada. Miopia
ini dipercaya penyebabnya adalah pupil yang membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga menimbulkan
aberasi dan menambah kondisi miopia. 3. Pseudomiopia : Diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan
terhadap mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot
– otot siliar yang memegang lensa kristalina. Di Indonesia, disebut dengan miopia palsu, karena memang sifat miopia ini hanya
sementara sampai kekejangan akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru
– buru memberikan lensa koreksi. 4. Miopia Degeneretif : Disebut juga sebagai miopia degeneratif,
miopia maligna atau miopia progresif. Biasanya merupakan miopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya juga di bawah normal
meskipun telah mendapat koreksi.
42
Miopia jenis ini bertambah buruk dari waktu ke waktu. 5. Miopia Induksi : Miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat
– obatan, naik turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus
lensa dan sebagainya. a. Klasifikasi miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa yang
dibutuhkan untukmengkoreksikannya Sidarta, 2007: 1. Ringan : lensa koreksinya 0,25 sd 3,00 Dioptri
2. Sedang : lensa koreksinya 3,25 sd 6,00 Dioptri. 3. Berat :lensa koreksinya 6,00 Dioptri.
b. Klasifikasi miopia berdasarkan umur adalah Sidarta, 2007: 1. Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.
2. Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun. 3. Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40
tahun. 4. Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun 40 tahun.
c. Hipermetropia d. Abrasi kornea
Abrasi kornea adalah defek pada lapisan epitel. Dapat disebabkan oleh trauma, benda asing, lensa kontak yang dipakai
dalam jangka waktu lama, defek lapisan air mata, kesulitan menutup kelopak mata atau malposisi kelopak mata atau bulu mata.
Penatalaksanaan. Abrasi
kornea kambuhan,
yang diakibatkan oleh kebiasaan menggosok mata, dapat ditangani dengan
larutan pelumas buatan pada saat tidur atau lensa kontak jenis
43
pembalut lensa kontak yang dapat dibeli bebas, dipakai untuk melindungi kornea dari iritasi yang disebabkan oleh gerakan kelopak
mata.
E. Kerangka Teori