Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan tersebut mengenali, menghargai, dan memanfaatkan sumber daya manusia dan hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang diberikan kepada anggota masyarakatnya, khususnya kepada siswa. Munandar 2004 menjelaskan bahwa tujuan pendidikan pada umumnya ialah menyediakan lingkungan yang memungkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal, sehingga ia dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya, sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan masyarakat. Setiap orang mempunyai bakat dan kemampuan yang berbeda-beda dan karena itu membutuhkan pendidikan yang berbeda-beda pula. Prestasi sekolah saat ini merupakan ukuran dari keberhasilan siswa dalam menempuh pelajaran di sekolah. Meskipun demikian, tidak semua siswa mencapai hasil belajar yang memuaskan. Hal ini dapat diterima jika memang anak memiliki keterbatasan dalam menyerap pelajaran dan gagal untuk berprestasi dengan baik. Akan tetapi, hal ini menjadi masalah jika anak memiliki kecerdasan yang tinggi, namun menunjukkan prestasi yang rendah. Menurut Davis dan Rimm 1985 anak tersebut mengalami underachievement yaitu ketidaksesuaian antara prestasi sekolah dan indeks kemampuannya yang nyata dari tes inteligensi, prestasi atau kreativitas, atau data dari observasi. Pada penelitian Baslant dan McCoach 2006 dapat diketahui bahwa motivasi menjadi masalah yang mendasar bagi para siswa. Motivasi merupakan pendorong timbulnya suatu tingkah laku, dalam hal ini siswa mencapai hasil yang maksimal terwujud berupa prestasi akademik yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Tinggi rendahnya motivasi dalam mencapai prestasi yang maksimal terkait dengan motivasi berprestasi yang dimilikinya. Mcclelland dalam Kovacova Schuller, 2006 mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai sebuah kecenderungan yang secara relatif melakukan usaha untuk sukses. Ciri-ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi adalah individu yang berorientasi pada tugas dan menyukai tugas-tugas yang menantang dimana penampilan individu pada tugas tersebut dapat dievaluasi McClelland dalam Morgan King, 1986. Meningkatnya motivasi berprestasi pada anak berpengaruh terhadap prestasi yang akan diraihnya. Dalam penelitian Herwanto 2006 bahwa ada pengaruh yang signifikan antara motivasi berprestasi siswa dengan prestasi belajar fisika. Dalam hal ini menunjukkan bahwa jika motivasi berprestasi ditingkatkan maka prestasi belajar fisika belajar siswa akan meningkat juga. Kadar variabel tersebut ditunjukkan oleh koefesian determinasi R 2 sebesar 0,582. Dengan demikian motivasi berprestasi memberikan sumbangan dengan hasil belajar sebesar 58,2, sedangkan sisanya 41,8 ditentukan faktor lain. Dengan kata lain, ketika diterapkan pada bidang akademik yang lain motivasi berprestasi secara nyata ikut menentukan kontribusi dengan prestasi belajar siswa. Inilah betapa pentingnya motivasi berprestasi pada siswa peserta didik secara umum, siswa underachiever pada khususnya. Pentingnya motivasi berprestasi juga merupakan harapan orang tua terhadap anak-anaknya. Orang tua juga mengharapkan anak-anak mereka untuk bekerja lebih keras dan meraih sukses, serta orang tua akan memberikan penghargaan terhadap prestasi yang mereka capai dalam Morgan King, 1986. Fernald dan Fernald 1999 mengatakan bahwa tumbuh kembangnya motivasi berprestasi salah satunya dipengaruhi oleh konsep diri. Moss dan Kagen dalam Calhoum Acocella, 1990 juga mengatakan hal yang sama bahwa keinginan untuk berhasil dipengaruhi oleh konsep diri yang dimiliki individu. Kepercayaan diri siswa merupakan salah satu faktor dari konsep diri akademik yang diartikan sebagai persepsi siswa terhadap kompetensi akademik dan terhadap komitmen mereka, lingkungan, dan perhatian terhadap tugas-tugas sekolah. Yang diidentifikasikan dalam dua faktor yaitu kepercayaan diri akademis siswa dan usaha siswa dalam Liu, Wang Parkins, 2005. Byrne dan Reyes dalam Tan Yates, 2007 menyimpulkan konsep diri merupakan sebuah konsep yang terbentuk oleh berbagai multidimensi, mempunyai aspek umum dan aspek khusus, salah satunya adalah konsep diri akademik. Konsep diri akademik diartikan sebagai persepsi terhadap diri sendiri terhadap prestasi di sekolah. Penelitian terhadap konsep diri akademik yang dilakukan oleh Herbert W. Marsh dalam Guay, Marsh, Boivin, 2003 ditegaskan dari hasil studi penelitian tentang ‘Causal Ordering of Academic Self-Concept and Achievement’ yang jelas memberikan jawaban afirmatif untuk pertanyaan apakah perubahan akademik konsep diri menyebabkan perubahan pada prestasi akademik. Penelitian ini penting bahwa kenaikan akademik konsep diri menyebabkan kenaikan pada prestasi akademik. Dan dijelaskan pula bahwa hubungan konsep diri akademik dan prestasi mempunyai efek timbal-balik, efek timbal balik memperlihatkan bahwa konsep diri akademik dan prestasi akademik saling terkait dan saling memperkuat. Peningkatan akademik konsep diri akan mengakibatkan prestasi yang lebih baik dan prestasi baik akan membawa pada konsep diri akademik yang lebih baik. Misalnya, jika guru ingin meningkatkan konsep diri akademik siswa tanpa meningkatkan prestasinya, maka konsep diri tersebut kemungkinan besar tidak akan bertahan lama. Sebaliknya, jika guru ingin meningkatkan prestasi akademik siswa tanpa juga mendorong kepercayaan diri mereka dalam kemampuan akademiknya, maka prestasi tersebut juga tidak akan bertahan lama. Oleh karena itu, sesuai dengan model efek timbal balik, guru harus berusaha untuk meningkatkan secara simultan baik konsep diri akademis dan prestasi pada siswanya. Konsep diri terhadap kemampuan akademis oleh Brookover dalam Burns, 1993 dipandang menjadi sebagai sebuah faktor yang cukup berarti dalam pencapaian prestasi akademis pada segala tingkatan usia. Kecenderungan prestasi yang rendah dipengaruhi oleh konsep diri yang negatif terhadap kemampuan untuk berprestasi di dalam lingkungan sekolah. Lahey 2009 menyebutkan ada dua aspek yang mempengaruhi motivasi pada seorang individu yaitu aspek intrinsik dan aspek eksternal, pada aspek eksternal suatu aktivitas yang dilakukan karena faktor eksternal individu namun sifatnya tidak tetap. eksternal disebutkan bisa diperoleh dari faktor lingkungan keluarga atau lingkungan sosial peer group anak. Dijelaskan oleh Fernald Fernald 1999 salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi seorang siswa adalah pengaruh keluarga dan kebudayaan. Peranan keluarga dalam hal ini orang tua turut andil dalam pembentukan karakter kepribadian siswa yang nantinya ikut mempengaruhi penyesuaian diri siswa di sekolah dalam Rakhmadini, 2006. Hubungan kelekatan anak dengan orang tua dikenal dengan sebutan attachment theory atau teori kelekatan. Attachment diartikan sebagai hubungan timbal balik antara anak dengan orang tua yang besifat afektif diiringi dengan perasaan aman yang bertahan lama. Terdapat tiga macam Attachment Style gaya kelekatan yang dikembangkan Ainsworth dalam Meins, 1997 yaitu; secure attachment, anxious attachment dan avoidant attachment. Kemudian lebih disempurnakan oleh Bartholomew dalam Baron Byrne, 2003 attachment style dibagi menjadi empat tipe yaitu; secure attachment style gaya kelekatan aman, fearful-avoidant attachment style gaya kelekatan takut-menghindar, preoccupied attchment style gaya kelekatan terpreokupasi, dan dismissing attachment style gaya kelekatan menolak. Salah satu gaya kelekatan yang diteliti oleh Kinasih 2010 secure attachment style, mengungkapkan bahwa dari hasil penelitiannya korelasi menunjukkan hasil yang mengarah pada adanya korelasi positif antara gaya kelekatan aman secure attachment style dengan harga diri pada anak usia akhir latechildhood. Hasil analisa yang pertama, gaya kelekatan aman-ayah dan harga diri menunjukkan koefisien korelasi r sebesar 0,470 dengan p = 0,000 p 0,05 pada uji dua sisi two-tailed. Hasil analisa yang kedua, gaya kelekatan aman-ibu dan harga diri menunjukkan koefisien korelasi r sebesar 0,433. Dari uraian diatas peneliti bermaksud mengetahui apakah ada pengaruh antara Attachment Style seorang siswa terhadap motivasi berprestasinya karena faktor lingkungan keluarga sangat berperan dalam pembentukan awal karakter anak, apakah anak tersebut menjadi pribadi yang tangguh ataukah cepat menyerah terhadap tantangan sekolah untuk berprestasi. Dari pemaparan yang telah dilakukan diatas, menurut peneliti sangatlah menarik dilakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi siswa, penelitian dilakukan dengan menetapkan siswa atau siswi SMP sebagai subjeknya. Maka dari itu peneliti melihat pentingnya untuk mengkaji sejauh mana pengaruh konsep diri akademik terhadap motivasi berprestasi pada siswa kelas IX MTs. Al Ghazaly. Sehingga penulis memilih judul ”Pengaruh konsep diri akademik dan attachment style terhadap motivasi berprestasi siswa kelas IX MTs. Al Ghazaly Bogor”

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah