Pengaruh konsep diri akademik dan attachment style terhadap motivasi berprestasi siswa kelas 1X MTs. Al-Ghazaly Bogor

(1)

PENGARUH KONSEP DIRI AKADEMIK DAN ATTACHMENT

STYLE TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI

SISWA KELAS IX MTs. AL GHAZALY BOGOR

Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

Yusuf As Saleh

103070029025

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PENGARUH KONSEP DIRI AKADEMIK DAN ATTACHMENT

STYLE TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI

SISWA KELAS IX MTs. AL GHAZALY BOGOR Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

Yusuf As Saleh

NIM. 103070029025

Di bawah bimbingan,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dra. Diana Mutiah, M. Si Mulia Sari Dewi, M. Psi NIP. 19671029 199603 2 001 NIP. 19820929 200801 2 004

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul Pengaruh Konsep Diri Akademik dan Attachment Style

terhadap Motivasi Berprestasi Siswa Kelas IX MTs. Al Ghazaly Bogor telah diujikan dalam sidang munaqosah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 11 April 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi.

Jakarta, 11 April 2011

Sidang Munaqosah

Dekan/ Pembantu Dekan/

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris merangkap Anggota

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 130 885 522 NIP. 19561223 198303 2001

Anggota,

Solicha, M. Si Dra. Diana Mutiah, M. Si NIP. 1972015 199903 2 001 NIP. 19671029 199603 2 001

Mulia Sari Dewi, M. Psi NIP. 19820929 200801 2 004


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Yusuf As Saleh

NIM : 103070029025

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh konsep diri akademik dan attachment style terhadap motivasi berprestasi siswa kelas IX MTs. Al Ghazaly Bogor adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penysusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan dengan sebaik-baiknya.

Jakarta, 11 April 2011

Penulis


(5)

M OT T O

Jangan terjebak dalam kesalahan hidup, di mana Anda mencoba meraih tujuan hidup secara instant sekaligus dan langsung besar, bagaikan aksi sulap yang dapat mentransformasikan khayalan menjadi realita. Perlu Anda ketahui, sesuatu yang besar itu tidak pernah tercipta kecuali Anda memulai dengan sesuatu yang kecil untuk pertama kali. kesuksesan seseorang, pada umumnya direalisasikan bukan oleh perubahan nasib mendadak, melainkan

dari langkah yang sederhana, secara terus menerus menapaki tangga kemajuan.

~Andrew Wood~

Ya Al l ah, kam i m ohon kepada-Mu ak an kesel am atan dal am agam a, kesehatan dal am badan, ber tam bah dal am i l m u, keber kahan dal am r ezeki , taubat sebel um m ati , r ahm at keti ka m ati , dan am punan sesudah m ati !

Karya ini kupersembahkan untuk kedua orangtuaku yang

berjuang tanpa henti, ikhlas memberi tanpa pamrih.

LOVE & MISS YOU!


(6)

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (B) April 2011

(C) Yusuf As Saleh (D) 70 halaman

(E)Pengaruh konsep diri akademik dan attachment style terhadap motivasi berprestasi siswa kelas IX MTs. Al Ghazaly Bogor

(F) Motivasi merupakan pendorong timbulnya suatu tingkah laku, dalam hal ini siswa mencapai hasil yang maksimal terwujud berupa prestasi akademik yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Pada penelitian Baslant dan McCoach (2006) dapat terlihat bahwa motivasi menjadi masalah yang mendasar bagi para siswa. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji ada tidaknya pengaruh yang signifikan antara konsep diri akademik dan attachment style terhadap motivasi berprestasi siswa kelas IX MTs. Al Ghazaly Bogor, serta Seberapa besar kontribusi variabel-variabel antara konsep diri akademik dan attachment style

terhadap motivasi berprestasi siswa kelas IX MTs. Al Ghazaly.

Motivasi berprestasi diartikan sebagai suatu dorongan yang akan mengarahkan individu untuk bertingkah laku tertentu dengan tujuan untuk mencapai tingkat prestasi tertentu pula. Konsep diri akademik diartikan gambaran siswa terhadap kemampuan dirinya dalam pelajaran disekolah, dan persepsi siswa tentang pandangan guru dan teman-teman terhadap kemampuannya di bidang akademik, yang terdiri dari dua faktor

academic self confidence dan academic effort. Attachment style diartikan sebagai kecenderungan perilaku lekat individu yang terdiri dari dimensi positif dan negatif dua sikap dasar, yaitu sikap mengenai self dan sikap terhadap orang lain, yang terdiri dari fear-avoidant, secure, dismissing, dan preoccupied.

Untuk menguji hipotesis, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif terhadap populasi siswa kelas IX MTs Al Ghazaly Bogor, dimana sampel yang digunakan sebanyak 117 siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner berbentuk skala model Likert yaitu skala motivasi berprestasi, skala konsep diri akademik, dan skala attachment style. Data diolah dengan teknik analisis regresi berganda lewat SPSS 17.0 for windows.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada variabel konsep diri akademik hanya dimensi academic effort yang berpengaruh signifikan terhadap motivasi berprestasi siswa kelas IX MTs. Al Ghazaly, dengan kontribusi sebesar 28,2%.


(7)

Namun demikian, keseluruhan variabel tersebut secara bersama-sama memberikan pengaruh terhadap skor motivasi berprestasi, karena diketahui bahwa nilai R = 0.686, nilai R2 = 0.471, dengan F hitung (13.840) > F tabel (2.09). Ini berarti bahwa proporsi varian dari motivasi berprestasi yang secara keseluruhan bisa diterapkan pada 7 variabel ialah sebesar 47.1%. Atau dengan kata lain, penyebab bervariasinya skor motivasi berprestasi yang ditentukan oleh 7 variabel bebas (academic confidence, academic effort, fearful-avoidant, secure, dismissing, preoccupied, dan kelas) secara bersama-sama ialah 47.1%. Sedangkan sisanya sebesar 52.9% disebabkan oleh aspek-aspek lain.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya menggunakan populasi yang lebih banyak dengan sampel yang lebih bervariasi lagi, dan menggali variabel lain yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi siswa.


(8)

KATA PENGANTAR

Tiada kata indah selain memuji dan bersyukur kepada Allah SWT yang dengan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini walau dalam menjalaninya penuh dengan perjuangan dan pengorbanan. Tak lupa Shalawat serta salam semoga selalu tercurah pada Kanjeng Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang telah membimbing manusia keluar dari masa kegelapan menuju masa yang penuh asa.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada insan-insan yang menjadi penyemangat penulis di saat-saat genting tanpa inspirasi dan mengajarkan berbagai hal mengenai kehidupan.

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Jahja Umar, Ph.D selaku dekan fakultas psikologi beserta jajarannya.

2. Bapak Prof. DR. Hamdan Yasun, M.si. dosen pembimbing akademik kelas A angkatan 2003.

3. Ibu Dra. Diana Mutiah, M. Si. Pembimbing I yang selama ini dengan ketulusan hati telah meluangkan waktunya untuk penulis dan dengan sabar memberikan banyak masukan untuk perbaikan skripsi pada penulis. Terima kasih atas segala nasihat, kata-kata penyemangat yang pernah ibu ucapkan akan saya ingat selalu.

4. Ibu Mulia Sari Dewi, M. Psi. Pembimbing II yang selama ini dengan sabar memberikan koreksian dan masukan kepada penulis. Terima kasih atas segala kebaikan ibu selama membimbing saya dari awal sampai akhir penyusunan skripsi ini

5. Bapak Kepala MTs Al Ghazaly Bogor beserta Drs. Sofyan atas izinya untuk memperbolehkan peneliti untuk meneliti di sekolah MTs Al


(9)

Ghazaly Bogor, serta adik-adikku kelas IX yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

6. Bapak Kepala MTs Al Syukro Jakarta beserta Ibu Heriyah atas izinya untuk memperbolehkan peneliti untuk melakukan try out di sekolah MTs Al Syukro Jakarta, serta adik-adikku kelas VIII yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

7. Mamah dan Babah tercinta yang selalu tanpa mengenal kata lelah yang dengan doa dan semangatnya terus mendukung tiada henti agar penulis cepat menyelesaikan skripsi. Untuk saudara dan saudariku Ria, Oca’ dan Chai’ terima kasih atas dukunganya dan telah menjadi seorang adik yang perhatian, keluarga besar H. Soleh Asman (Ua-uaku, mamang-mamangku, dan bibi-bibiku serta para sepupuku) di Bogor terima kasih supportnya. Penulis bersyukur dan bangga memiliki keluarga seperti kalian.

8. Seluruh staff pengajar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah bersedia memberikan secercah harapan masa depan selama proses perkuliahan.

9. Jajaran akademik dan karyawan Fakultas Psikologi Ibu Faozah, Bang Ayung, Rini, Ibu Sariah (special: thanks a lot bu!), Bang Alex, dkk, yang sabar mendengar keluhan-keluhan dan direpotkan dalam menyusun nilai-nilai penulis yang tak beraturan.

10.Staff perpustakaan Psikologi UIN, Perpustakaan UI Depok, Perpumda Kuningan Jaksel, terima kasih atas buku-buku dan semua literatur yang dibutuhkan penulis selama perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

11.Atika Sahara terima kasih untuk segalanya yang selalu membuat penulis lebih bersemangat dan termotivasi serta selalu mendampingi penulis baik susah maupun senang serta sering memberikan banyak masukan sehingga penulis dapat lebih cepat dalam menyelsaikan skripsi ini.

12.My brotherhood Ramdan (tenkyu wa uda bantuin bikin item!), Catur, Dani, Arif, Badru, Indra, Adit, dan Chupie B. Dan semua orang-orang luar biasa angkatan 2003 kelas A,B,C dan D, serta teman-teman lainnya


(10)

yang banyak memberi warna dan kebersamaanya dalam perkuliahan. Semoga tali silaturrahmi kita tidak putus.

13.Teman-teman asal Sul-Sel Murjon, Bang Sul, Q-mhoy, Mursal dkk (terimakasih telah memberikan tumpangan dikosan kalian! hee..). Ka Mas’ud, Ka Masykur, Ka Ullah, dan senior-seniorku yang lain! (terimakasih segala ‘ilmu’ yang diberikan!). Awy dan Badrul (tenkyu da bantuin scoring!).

Untuk semua pihak yang turut membantu penyusunan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya karena keterbatasan ruang. Hanya doa yang bisa penulis panjatkan, semoga bantuan dan kebaikan yang telah mereka berikan menjadi amal ibadah yang diterima di sisi Allah SWT.

Jakarta, 11 April 2011


(11)

DAFTAR ISI

Halaman Judul……….. i

Halaman Persetujuan……… ii

Halaman Pengesahan……… iii

Lembar Pernyataan………... iv

Motto dan Dedikasi……….. v

Abstrak……….. vi

Kata Pengantar……….. viii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1-11 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

1.2.1. Pembatasan masalah ... 7

1.2.2. Perumusan masalah ... 8

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1.3.1. Tujuan penelitian ... 9

1.3.2. Manfaat penelitian ... 9

1.4. Sistematika Penulisan ... 11

BAB 2 KAJIAN TEORI ... 12-36 2.1. Motivasi Berprestasi... 12

2.1.1. Pengertian motivasi berprestasi... 12

2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi ... 14

2.1.3. Karakteristik motivasi berprestasi ... 18

2.1.4. Pengukuran motivasi berprestasi ... 19

2.2. Konsep Diri Akademik ... 20


(12)

2.2.2. Struktur konsep diri akademik ... 23

2.2.3. Pengukuran konsep diri akademik ... 27

2.3. Attachment Style... 29

2.3.1. Pengertian attachment style ... 29

2.3.2. Pembentukan attachment behavior ... 30

2.3.3. Jenis-jenis attachment style ... 31

2.4 Kerangka Berpikir ... 34

2.5 Hipotesa Penelitian ... 35

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 37-50 3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 37

3.2. Jenis Variabel dan Definisi Operasional ... 37

3.2.1. Variabel dependen ... 37

3.2.2. Variabel independen ... 38

3.3 Populasi dan Sampel ... 39

3.2.1. Populasi ... 39

3.2.2. Teknik pengambilan sampel ... 40

3.4. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.3.1. Metode dan Instrumen Penelitian ... 40

3.3.2. Teknik Uji Instrumen... 41

3.3.2.1 Uji validitas ... 41

3.3.2.1 Uji reliabilitas ... 42

3.5. Hasil Uji Coba Alat Ukur Penelitian ... 43

3.5.1. Alat ukur motivasi berprestasi ... 43

3.5.2. Alat ukur konsep diri akademik ... 44

3.5.3. Alat ukur attachment style ... 46

3.6. Teknik Analisa Data ... 48

3.7. Prosedur Penelitian ... 49

3.7.1. Tahap persiapan... 49


(13)

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 51-65

4.1. Gambaran Umum Responden ... 51

4.1.1.Berdasarkan usia ... 52

4.1.2. Berdasarkan kelas ... 52

4.2. Pengujian Hipotesis ... 53

4.2.1. Uji hipotesis 1 ... 55

4.2.2. Uji hipotesis 2 ... 55

4.2.3. Uji hipotesis 3 ... 56

4.3. Proporsi Varian ... 57

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN……….. ... 66-70 5.1 Kesimpulan ... 66

5.2 Diskusi ... 67

5.3 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Hasil uji validitas pada skala motivasi berprestasi ... 43

Tabel 3.2 Bobot skor skala motivasi berprestasi ... 44

Tabel 3.3 Hasil uji validitas pada skala konsep diri akademik ... 45

Tabel 3.4 Bobot skor skala konsep diri akademik ... 45

Tabel 3.5 Hasil uji validitas pada skala attachment style.………... ... 46

Tabel 3.6 Bobot skor skala attachment style ... 47

Tabel 4.1 Gambaran sampel terpilih ... ... 51

Tabel 4.2 Gambaran umum berdasarkan usia... 52

Tabel 4.3 Gambaran umum berdasarkan kelas... 53

Tabel 4.4 Coefficients analisis regresi 7 variabel bebas... 54

Tabel 4.5 Model summary analisis regresi dari 7 variabel bebas ... 57

Tabel 4.6 Anova analisis regresi dari 7 variabel bebas ... 57

Tabel 4.7 Model summary analisis regresi dari 6 variabel bebas ... 59

Tabel 4.8 Anova analisis regresi dari 6 variabel bebas ... 59

Tabel 4.9 Coefficients analisis regresi dari 6variabel bebas ... 61

Tabel 4.10 Proporsi varian variabel terikat yang terkait dengan variabel bebas ... 62


(15)

DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN

Gambar 2.1. Konsep Diri Menurut Shavelson dkk... 27

Gambar 2.2. Attachment Style Models Menurut Barholomew ... 33


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Izin penelitian dari MTs. Al Ghazaly Lampiran 2. Angket penelitian

Lampiran 3. Data try out

Lampiran 4. Data hasil penelitian Lampiran 5. Validitas dan reliabilitas Lampiran 6. Proporsi varian


(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan tersebut mengenali, menghargai, dan memanfaatkan sumber daya manusia dan hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang diberikan kepada anggota masyarakatnya, khususnya kepada siswa.

Munandar (2004) menjelaskan bahwa tujuan pendidikan pada umumnya ialah menyediakan lingkungan yang memungkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal, sehingga ia dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya, sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan masyarakat. Setiap orang mempunyai bakat dan kemampuan yang berbeda-beda dan karena itu membutuhkan pendidikan yang berbeda-beda pula.

Prestasi sekolah saat ini merupakan ukuran dari keberhasilan siswa dalam menempuh pelajaran di sekolah. Meskipun demikian, tidak semua siswa mencapai hasil belajar yang memuaskan. Hal ini dapat diterima jika memang anak memiliki keterbatasan dalam menyerap pelajaran dan gagal untuk berprestasi dengan baik.


(18)

Akan tetapi, hal ini menjadi masalah jika anak memiliki kecerdasan yang tinggi, namun menunjukkan prestasi yang rendah. Menurut Davis dan Rimm (1985) anak tersebut mengalami underachievement yaitu ketidaksesuaian antara prestasi sekolah dan indeks kemampuannya yang nyata dari tes inteligensi, prestasi atau kreativitas, atau data dari observasi.

Pada penelitian Baslant dan McCoach (2006) dapat diketahui bahwa motivasi menjadi masalah yang mendasar bagi para siswa. Motivasi merupakan pendorong timbulnya suatu tingkah laku, dalam hal ini siswa mencapai hasil yang maksimal terwujud berupa prestasi akademik yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Tinggi rendahnya motivasi dalam mencapai prestasi yang maksimal terkait dengan motivasi berprestasi yang dimilikinya. Mcclelland (dalam Kovacova & Schuller, 2006) mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai sebuah kecenderungan yang secara relatif melakukan usaha untuk sukses. Ciri-ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi adalah individu yang berorientasi pada tugas dan menyukai tugas-tugas yang menantang dimana penampilan individu pada tugas tersebut dapat dievaluasi (McClelland dalam Morgan & King, 1986).

Meningkatnya motivasi berprestasi pada anak berpengaruh terhadap prestasi yang akan diraihnya. Dalam penelitian Herwanto (2006) bahwa ada pengaruh yang signifikan antara motivasi berprestasi siswa dengan prestasi belajar fisika. Dalam hal ini menunjukkan bahwa jika motivasi berprestasi ditingkatkan maka


(19)

prestasi belajar fisika belajar siswa akan meningkat juga. Kadar variabel tersebut ditunjukkan oleh koefesian determinasi (R2) sebesar 0,582. Dengan demikian motivasi berprestasi memberikan sumbangan dengan hasil belajar sebesar 58,2%, sedangkan sisanya 41,8 ditentukan faktor lain. Dengan kata lain, ketika diterapkan pada bidang akademik yang lain motivasi berprestasi secara nyata ikut menentukan kontribusi dengan prestasi belajar siswa. Inilah betapa pentingnya motivasi berprestasi pada siswa / peserta didik secara umum, siswa underachiever

pada khususnya.

Pentingnya motivasi berprestasi juga merupakan harapan orang tua terhadap anak-anaknya. Orang tua juga mengharapkan anak-anak mereka untuk bekerja lebih keras dan meraih sukses, serta orang tua akan memberikan penghargaan terhadap prestasi yang mereka capai (dalam Morgan & King, 1986).

Fernald dan Fernald (1999) mengatakan bahwa tumbuh kembangnya motivasi berprestasi salah satunya dipengaruhi oleh konsep diri. Moss dan Kagen (dalam Calhoum & Acocella, 1990) juga mengatakan hal yang sama bahwa keinginan untuk berhasil dipengaruhi oleh konsep diri yang dimiliki individu.

Kepercayaan diri siswa merupakan salah satu faktor dari konsep diri akademik yang diartikan sebagai persepsi siswa terhadap kompetensi akademik dan terhadap komitmen mereka, lingkungan, dan perhatian terhadap tugas-tugas sekolah. Yang diidentifikasikan dalam dua faktor yaitu kepercayaan diri akademis siswa dan usaha siswa (dalam Liu, Wang & Parkins, 2005).


(20)

Byrne dan Reyes (dalam Tan & Yates, 2007) menyimpulkan konsep diri merupakan sebuah konsep yang terbentuk oleh berbagai multidimensi, mempunyai aspek umum dan aspek khusus, salah satunya adalah konsep diri akademik. Konsep diri akademik diartikan sebagai persepsi terhadap diri sendiri terhadap prestasi di sekolah.

Penelitian terhadap konsep diri akademik yang dilakukan oleh Herbert W. Marsh (dalam Guay, Marsh, & Boivin, 2003) ditegaskan dari hasil studi penelitian tentang ‘Causal Ordering of Academic Self-Concept and Achievement’ yang jelas memberikan jawaban afirmatif untuk pertanyaan apakah perubahan akademik konsep diri menyebabkan perubahan pada prestasi akademik. Penelitian ini penting bahwa kenaikan akademik konsep diri menyebabkan kenaikan pada prestasi akademik. Dan dijelaskan pula bahwa hubungan konsep diri akademik dan prestasi mempunyai efek timbal-balik, efek timbal balik memperlihatkan bahwa konsep diri akademik dan prestasi akademik saling terkait dan saling memperkuat. Peningkatan akademik konsep diri akan mengakibatkan prestasi yang lebih baik dan prestasi baik akan membawa pada konsep diri akademik yang lebih baik. Misalnya, jika guru ingin meningkatkan konsep diri akademik siswa tanpa meningkatkan prestasinya, maka konsep diri tersebut kemungkinan besar tidak akan bertahan lama. Sebaliknya, jika guru ingin meningkatkan prestasi akademik siswa tanpa juga mendorong kepercayaan diri mereka dalam kemampuan akademiknya, maka prestasi tersebut juga tidak akan bertahan lama. Oleh karena itu, sesuai dengan model efek timbal balik, guru harus berusaha


(21)

untuk meningkatkan secara simultan baik konsep diri akademis dan prestasi pada siswanya.

Konsep diri terhadap kemampuan akademis oleh Brookover (dalam Burns, 1993) dipandang menjadi sebagai sebuah faktor yang cukup berarti dalam pencapaian prestasi akademis pada segala tingkatan usia. Kecenderungan prestasi yang rendah dipengaruhi oleh konsep diri yang negatif terhadap kemampuan untuk berprestasi di dalam lingkungan sekolah. Lahey (2009) menyebutkan ada dua aspek yang mempengaruhi motivasi pada seorang individu yaitu aspek intrinsik dan aspek eksternal, pada aspek eksternal suatu aktivitas yang dilakukan karena faktor eksternal individu namun sifatnya tidak tetap. eksternal disebutkan bisa diperoleh dari faktor lingkungan keluarga atau lingkungan sosial (peer group) anak. Dijelaskan oleh Fernald & Fernald (1999) salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi seorang siswa adalah pengaruh keluarga dan kebudayaan.

Peranan keluarga dalam hal ini orang tua turut andil dalam pembentukan karakter kepribadian siswa yang nantinya ikut mempengaruhi penyesuaian diri siswa di sekolah (dalam Rakhmadini, 2006). Hubungan kelekatan anak dengan orang tua dikenal dengan sebutan attachment theory atau teori kelekatan.

Attachment diartikan sebagai hubungan timbal balik antara anak dengan orang tua yang besifat afektif diiringi dengan perasaan aman yang bertahan lama. Terdapat tiga macam Attachment Style (gaya kelekatan) yang dikembangkan Ainsworth (dalam Meins, 1997) yaitu; secure attachment, anxious attachment dan avoidant


(22)

attachment. Kemudian lebih disempurnakan oleh Bartholomew (dalam Baron & Byrne, 2003) attachment style dibagi menjadi empat tipe yaitu; secure attachment style (gaya kelekatan aman), fearful-avoidant attachment style (gaya kelekatan takut-menghindar), preoccupied attchment style (gaya kelekatan terpreokupasi), dan dismissing attachment style (gaya kelekatan menolak).

Salah satu gaya kelekatan yang diteliti oleh Kinasih (2010) secure attachment style, mengungkapkan bahwa dari hasil penelitiannya korelasi menunjukkan hasil yang mengarah pada adanya korelasi positif antara gaya kelekatan aman (secure attachment style) dengan harga diri pada anak usia akhir

(latechildhood). Hasil analisa yang pertama, gaya kelekatan aman-ayah dan harga diri menunjukkan koefisien korelasi r sebesar 0,470 dengan p = 0,000 (p < 0,05) pada uji dua sisi (two-tailed). Hasil analisa yang kedua, gaya kelekatan aman-ibu dan harga diri menunjukkan koefisien korelasi r sebesar 0,433.

Dari uraian diatas peneliti bermaksud mengetahui apakah ada pengaruh antara Attachment Style seorang siswa terhadap motivasi berprestasinya karena faktor lingkungan keluarga sangat berperan dalam pembentukan awal karakter anak, apakah anak tersebut menjadi pribadi yang tangguh ataukah cepat menyerah terhadap tantangan sekolah untuk berprestasi.

Dari pemaparan yang telah dilakukan diatas, menurut peneliti sangatlah menarik dilakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi siswa, penelitian dilakukan dengan menetapkan siswa atau siswi SMP sebagai subjeknya. Maka dari itu peneliti melihat pentingnya untuk mengkaji


(23)

sejauh mana pengaruh konsep diri akademik terhadap motivasi berprestasi pada siswa kelas IX MTs. Al Ghazaly. Sehingga penulis memilih judul ”Pengaruh konsep diri akademik dan attachment style terhadap motivasi berprestasi siswa kelas IX MTs. Al Ghazaly Bogor”

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1 Pembatasan masalah

Agar pembahasan tidak meluas dan lebih terarah, penulis memberikan batasan pada penelitian ini terhadap:

a. Motivasi berprestasi yang dimaksud oleh peneliti adalah suatu dorongan yang akan mengarahkan individu untuk bertingkah laku tertentu dengan tujuan untuk mencapai tingkat prestasi tertentu pula. Pencapaian prestasi ini didasarkan pada suatu standar dan tingkah laku berprestasi ini akan muncul jika individu merasa bahwa dirinya akan dinilai.

b. Konsep diri akademik yang dimaksud peneliti adalah penilaian siswa terhadap kemampuan akademiknya, yang meliputi kemampuan dalam mengikuti pelajaran, kemampuan dalam meraih prestasi di bidang akademik, serta aktivitas di sekolah atau di dalam kelas yang juga


(24)

berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan, dan penilaian seseorang terhadap kemampuan akademiknya.

c. Attachment style (gaya kelekatan) yang dimaksud peneliti adalah kecenderungan perilaku lekat individu yang terdiri dari dimensi positif dan negatif dua sikap dasar, yaitu sikap mengenai self dan sikap terhadap orang lain. Dimana ada empat tipe attachment style yaitu, secure attachment style (gaya kelekatan aman), fearful-avoidant attachment style (gaya kelekatan takut menghindar), preoccupied attchment style (gaya kelekatan terpreokupasi) dan dismissing attachment style (gaya kelekatan menolak). d. Siswa kelas IX MTs. Al Ghazaly yang dimaksudkan adalah siswa yang

terdaftar pada MTs. Al Ghazaly Bogor pada kelas IX A, IX B, IX C dan IX D tahun ajaran 2010/2011.

1.2.2 Perumusan masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut;

1. Apakah konsep diri akademik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi berprestasi pada siswa MTs. Al-Ghazaly Bogor ?

a. Apakah Academic Confidence memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi berprestasi pada siswa MTs. Al-Ghazaly Bogor ?


(25)

b. Apakah Academic Effort memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi berprestasi pada siswa MTs. Al-Ghazaly Bogor ?

2. Apakah attachment style memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi berprestasi pada siswa MTs. Al-Ghazaly Bogor ?

a. Apakah Fearful-avoidant style memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi berprestasi pada siswa MTs. Al-Ghazaly Bogor ? b. Apakah Secure style memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

motivasi berprestasi pada siswa MTs. Al-Ghazaly Bogor ?

c. Apakah Dismissing style memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi berprestasi pada siswa MTs. Al-Ghazaly Bogor?

d. Apakah Preoccupied style memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi berprestasi pada siswa MTs. Al-Ghazaly Bogor ?

3. Apakah perbedaan kelas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi berprestasi pada siswa MTs. Al-Ghazaly Bogor?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris adanya pengaruh antara konsep diri akademik dan attachment style terhadap motivasi berprestasi pada siswa MTs. Al-Ghazaly Bogor.


(26)

Manfaat penelitian ini adalah:

a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi upaya pengembangan ilmu-ilmu psikologi melalui data-data yang diperoleh dari proses penelitian ini, khususnya dalam bidang Psikologi Pendidikan. b. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:

1. Konselor sebagai bahan kajian dan acuan yang berguna terutama dalam konseling siswa yang memiliki masalah dengan motivasi berprestasinya.

2. Pihak Sekolah sebagai bahan evaluasi dan masukan dalam upaya peningkatan dan pengembangan mutu pendidikan siswa, khususnya siswa yang mengalami motivasi berprestasi rendah di sekolah.

3. Pemerhati atau peneliti lain sebagai referensi guna melakukan penelitian serupa yang lebih komprehensif.

Dengan demikian, penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu upaya menghimpun data tentang pengaruh konsep diri akademik dan

Attachment Style terhadap motivasi berprestasi pada anak underachiever.

1.4 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan kaidah penulisan

American Psychology Assosiation (APA) style yang mengacu kepada Pedoman Penyusunan dan Penulisan Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri


(27)

Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan ini dibagi menjadi beberapa bagian bahasan seperti yang akan dijabarkan sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini membahas latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan skripsi.

BAB 2 KAJIAN TEORI

Pada bab ini teori yang digunakan peneliti, diantaranya teori motivasi berprestasi, konsep diri akademik, dan attachment style. Disamping itu juga kerangka berpikir dan hipotesa penelitian.

BAB 3 METODE PENELITIAN

Pada bab ini dibahas metode penelitian yang terdiri dari jenis penelitian berupa: pendekatan dan metode penelitian, definisi konseptual dan operasional variabel; pengambilan sampel berupa: populasi dan teknik pengambilan sampel; pengumpulan data berupa: instrumen penelitian dan teknik uji insrument; prosedur penelitian berupa: tahap persiapan dan tahap pelaksanaan penelitian; dan terakhir teknik analisis data.


(28)

Bab ini berisi gambaran umum subjek penelitian, presentasi data, serta pembahasan hasil pengujian hipotesa.

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan, diskusi dan saran dari peneliti.

BAB 2

KAJIAN TEORI

2.1 Motivasi Berprestasi

2.1.1 Pengertian motivasi berprestasi

Murray merupakan salah satu tokoh awal yang berperan dalam teorinya


(29)

dari kebutuhan individu yang dapat diobservasi dalam keadaan alami atau situasi klinik. Kemudian Murray mendifinisikan kebutuhan sebagai perhatian yang berulang terhadap hasil yang ditetapkan dan meyakini bahwa sebuah kebutuhan terdiri dari dua komponen. Komponen pertama mengarahkan dari dalam secara alami dan termasuk juga objek yang akan memuaskan kebutuhan tersebut. Komponen kedua terdiri dari energi yang mengarahkan tingkah laku dan dapat menimbulkan intensitas dari kebutuhan (dalam Petri & Govern, 2004).

Menurut Petri dan Govern (2004) motivasi merupakan sebuah konsep yang kita gunakan ketika menjabarkan sebuah kekuatan untuk melakukan suatu tindakan dimana individu tersebut dapat memulai dan mengarahkan tingkah laku. Motivasi juga dapat menjelaskan perbedaan dalam kekuatan dari tingkah laku. Semakin kuat tingkah laku dapat dipertimbangkan menjadi hasil dari tingkatan motivasi yang tinggi. Tambahan lagi, kita sering menggunakan konsep motivasi untuk menunjukkan tingkah laku yang tetap. Sebuah tingkah laku yang dimotivasi tinggi akan selalu menjadi tetap walaupun kekuatan tingkah laku mungkin rendah. Dimana istilah motivasi oleh Lahey (2009) berkenaan dengan bagian dalam yang menggerakkan dan memberi arah terhadap pikiran kita.

Motivasi berprestasi sendiri oleh McClelland (dalam Morgan & King, 1986) termasuk dalam motif sosial dikarenakan motif ini dipelajari dalam kelompok sosial, khususnya dalam kelurga sebagai tempat kembang anak, dan


(30)

juga disebut sebagai motif sosial dikarenakan adanya keterlibatan orang lain. selanjutnya dijelaskan motif sosial ini dijabarkan dalam tiga kebutuhan yakni; kebutuhan akan prestasi (need for achivement), kebutuhan akan hubungan (need for affiliation) dan kebutuhan akan kekuasaan (need for power). Kebutuhan akan prestasi dinyatakan sebagai dorongan untuk menyelesaikan sesuatu dan sukses dalam pelaksanaan tugas-tugas. Individu yang motivasi berprestasinya tinggi diperlihatkan dengan keinginan yang kuat dalam menyelesaikan dan meningkatkan kinerjanya dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Tugas-tugas menjadi orientasi mereka dan sangat menyukai tugas yang menantang dan evaluasi terhadap yang mereka kerjakan dengan cara membandingkan dengan hasil kerja orang lain atau dengan standar yang telah ada.

Kebutuhan akan prestasi oleh Murray (dalam Morgan & King, 1986) ditinjau dari tujuan dan pengaruhnya dimaknai akan individu dalam menyelesaikan tugas yang sulit, untuk bersaing dan mengungguli individu yang lain. Dan ditegaskan pula oleh Lahey (2009) bahwa motivasi berprestasi ini merupakan kebutuhan psikologis untuk keberhasilan di sekolah, tempat kerja, dan di area kehidupan lainnya. Tiap orang berbeda dalam mendefinisikan arti keberhasilan dan itulah alasan yang mendorong untuk mencarinya.

Sejalan dengan pengertian diatas, menurut McClelland (dalam Morgan & King, 1986) motivasi berprestasi adalah dorongan yang ada pada individu


(31)

untuk menungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar dan berusaha untuk mendapatkan keberhasilan.

Motivasi berprestasi yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi merupakan suatu usaha yang mendorong seseorang untuk bersaing dengan standar keunggulan, dimana standar keunggulan ini dapat berupa kesempurnaan tugas, dapat diri sendiri atau prestasi orang lain. tingkah laku berprestasi ini akan muncul jika individu merasa bahwa dirinya akan dinilai. Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi ada kecenderungan untuk memperoleh prestasi yang lebih tinggi.

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi

Raynor (dalam Petri & Govern, 2004) menyatakan untuk mencapai suatu orientasi masa depan (future goals), dorongan untuk berprestasi pada seorang individu akan mempengaruhi tingkah laku yang sekarang demi mencapai apa yang dicita-citakan. Orientasi masa depan (future goals) ini mempunyai dua aspek yaitu aspek intrinsik dan aspek ekstrinsik.

Pada kenyataannya, dalam dunia pendidikan ada siswa yang motif berprestasinya lebih bersifat intrinsik sedangkan pada siswa lain bersifat ekstrinsik hal ini terjadi karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi apakah itu sifatnya intrinsik atau ekstrinsik. Lahey (2009), membagi hal-hal yang mempengaruhi motivasi terdiri atas motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.


(32)

a) Motivasi intrinsik

Berbicara tentang motivasi intrinsik adalah ketika dimana individu dalam aktivitasnya termotivasi oleh dari dalam dirinya dan sifatnya melekat, mereka senang untuk menguasai sesuatu yang baru, atau konsekuensi alami dari kegiatan tersebut. misalnya, monyet yang telah disebutkan sebelumnya yang akan membongkar teka-teki mekanis karena tidak ada hadiah selain mendapatkan mereka terpisah secara intrinsik termotivasi untuk memecahkan teka-teki. Orang-orang yang membaca buku-buku nonfiksi yang tidak terkait dengan pekerjaan mereka hanya karena itu menyenangkan untuk belajar hal-hal baru yang termotivasi secara intrinsik. Demikian pula, orang yang menyumbangkan anonim untuk amal karena mereka ingin membantu orang tanpa diakui secara intrinsik termotivasi.

b) Motivasi ekstrinsik

Di sisi lain, motivasi ekstrinsik merupakan suatu aktivitas yang dilakukan karena faktor eksternal individu dan sifatnya tidak tetap. Jika seorang anak yang membenci mengerjakan pekerjaan rumah aritmatika, yang mendorong untuk melakukannya karena diberikan hadiah untuk setiap jawaban yang benar, hal ini adalah motivasi ekstrinsik. Demikianlah dia bekerja untuk karena adanya hadiah (faktor eksternal) daripada karena minat intrinsik dalam matematika.


(33)

lebih keras dan merespon tantangan dengan bekerja lebih keras lagi. Mereka menikmati pekerjaan mereka lebih banyak dan sering melakukan lebih kreatif dan efektif daripada orang-orang yang termotivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik dibentuk oleh pengalaman kita belajar. Misalnya, anak-anak keluarga yang menekankan sukacita dan pentingnya belajar memiliki motivasi intrinsik lebih untuk belajar di sekolah.

Sejalan dengan teori Lahey, selanjutnya Fernald & Fernald (1999) mengungkapkan terdapat 4 faktor yang berpengaruh terhadap motivasi berprestasi bagi seseorang yaitu:

1). Pengaruh keluarga dan kebudayaan (family and cultural influence) besarnya kebebasan yang diberikan orang tua kepada anaknya, jenis pekerjaan orang tua dan jumlah serta urutan anak dalam suatu keluarga memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan motivasi berprestasi. Produk-produk kebudayaan pada suatu negara seperti cerita rakyat sering mengandung tema-tema prestasi yang bisa meningkatkan semangat warga negaranya.

2). Peranan dari konsep diri (role of self concept)

Konsep diri merupakan bagaimana seseorang berpikir mengenai dirinya sendiri. Apabila individu percaya bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu, maka individu akan termotivasi untuk melakukan hal tersebut sehingga berpengaruh dalam bertingkah laku. Shavelson


(34)

dkk. (Marsh dan Hattie, 1996) menciptakan sebuah bagan struktur konsep diri yang bersifat multidimensional dan hirarkis, dimana konsep diri terbagi atas konsep diri akademis dan konsep diri non-akademis. 3). Peranan dari peran jenis kelamin (influence of sex roles)

Prestasi tinggi biasanya diidentikkan dengan maskulinitas, sehingga banyak para wanita belajar tidak maksimal khususnya jika wanita tersebut berada di antara para pria (Fernald & fernald, 1999). Kemudian horner (Santrock, 1998) juga menyatakan bahwa pada wanita terdapat kecenderungan takut akan kesuksesan (fear of success) yang artinya pada wanita terdapat kekhawatiran bahwa dirinya akan ditolak oleh masyarakat apabila dirinya memperoleh kesuksesan, namun sampai saat ini fear of success masih diperdebatkan.

4). Pengakuan dan prestasi (recognition and achievement)

Individu akan termotivasi untuk bekerja keras jika dirinya merasa dipedulikan oleh orang lain.

Dari uraian diatas peneliti menilai bahwa siswa yang memiliki motivasi berprestasi dipengaruhi oleh faktor internal dari dalam dirinya yang sifatnya menetap, dan pengaruh-pengaruh dari luar (eksternal) siswa yang juga turut membentuk motivasi –walaupun ini sifatnya tidak menetap– , sehingga siswa memperlihatkan prestasi yang diharapkan oleh para guru dan orang tua murid, dimana mereka pun sebagai faktor eksternal turut andil


(35)

dalam membentuk motivasi siswa, yang fungsinya sebagai faktor penguat positif siswa dalam berprestasi.

2.1.3 Karakteristik motivasi berprestasi

McClelland (dalam Morgan & King, 1986) menjelaskan karakterisitik individu dengan n-achievement yang tinggi.

1. Individu dengan n-achievement yang tinggi lebih menyukai tugas yang menantang serta keyakinan akan sukses dalam mengerjakannya. Mereka tidak suka mengerjakan tugas yang sangat mudah, dimana tidak ada tantangan didalamnya dan tidak memberikan kepuasan terhadap kebutuhan berprestasi mereka; maupun tugas yang sangat sulit, dimana besar kemungkinan keberhasilan sangat rendah. Individu dengan n-achievement yang tinggi sangat realistis dalam tugas, pekerjaan, dan lapangan kerja yang mereka pilih; mereka sangat baik dalam membandingkan antara kemampuan yang mereka miliki dengan apa yang akan di tuntut dari mereka.

2. Individu dengan n-achievement tinggi menyukai tugas yang dimana dapat dibandingkan dengan yang lain; mereka sangat menyukai ‘umpan-balik’ dengan apa yang mereka kerjakan.

3. Individu dengan n-achievement yang tinggi cenderung untuk terus menerus bekerja dalam tugas yang dirasa berhubungan dengan karir atau yang mencerminkan karakteristik pribadi (misalnya inteligensi) dimana mereka dilibatkan dalam ‘menjadi yang terdepan’.


(36)

4. Ketika individu yang memiliki n-achievement tinggi sukses, mereka cenderung meningkatkan mutu mereka akan cita-cita dalam arah yang reaistis, jadi mereka akan bergerak mendapatkan tugas lain yang menantang dan sulit.

5. Individu dengan n-achievement yang tinggi menyukai bekerja dalam situasi yang mereka dapat kontrol hasilnya; mereka bukanlah ‘penjudi’.

Dari uraian tentang ciri-ciri orang yang memiliki motivasi tinggi, akhirnya dapat dinyatakan bahwa individu akan mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan mempresepsikan bahwa keberhasilan adalah merupakan akibat dari kemauan dan usaha. Sedangkan individu yang memiliki motivasi berprestasi rendah akan mempersepsikan bahwa kegagalan adalah sebagai akibat kurangnya kemampuan dan tidak melihat usaha sebagai penentuan keberhasilan. Ada beberapa ciri yang menjadi indikator orang yang memiliki motivasi berprestasi. Individu yang motif berprestasi tinggi akan menampakkan tingkah laku dengan ciri-ciri menyenangkan pekerjaan-pekerjaan yang menuntut tangung jawab pribadi, memilih pekerjaan-pekerjaan yang resikonya sedang (moderat ), mempunyai dorongan sebagai umpan balik (feed back) tentang perebuatannya dan berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara kreatif.

2.1.4 Pengukuran motivasi berprestasi

Dari literatur yang ada, motivasi berprestasi dapat diukur melalui tiga cara, yaitu:


(37)

1. Tes Proyeksi, tes ini didasarkan pada ide bahwa orang yang akan memproyeksikan perasaan dan kebutuhannya dalam materi yang ambigu atau tidak terstruktur (dalam Morgan & King, 1986). Memakai teori dan pengukuran kepribadian Henry Murray, McClelland (dalam Santrock, 2003) menguji motivasi berprestasi dengan memperlihatkan kepada subjek gambar yang akan menstimulasi respon yang berhubungan dengan pencapaian prestasi.

2. Kuesioner, inventori ini terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang perilaku dan pilihan tertentu untuk dijawab yang berhubungan dengan apa yang akan atau dipilih untuk dilakukan dalam situasi tertentu.

3. Tes situasional, dalam tes ini dibuat suatu situasi dimana tindakan seseorang akan menampakkan motifnya yang dominan.

Dalam peneliltian ini, cara yang digunakan untuk mengukur tingkat motivasi berprestasi subjek adalah dengan kuesioner. Hal ini disebabkan karena kuesioner peneliti anggap lebih praktis dibanding cara pengukuran yang lain. Subjek memilih satu dari keempat pilihan jawaban yang dianggap paling tepat mengenai dirinya, sehingga tidak ada campur tangan peneliti atau orang lain.

2.2 Konsep Diri Akademik


(38)

Staines (dalam Burns, 1993) mendefinisikan konsep diri sebagai suatu sistem sadar dari hal-hal yang dipersepsikan, konsep-konsep, evaluasi-evaluasi mengenai individu sebagimana siswa tampak bagi individu tersebut. Selanjutnya konsep diri menurut Hurlock (1978) pada dasarnya merupakan pengertian dan harapan seseorang mengenai diri yang dicita-citakan dan bagaimana dirinya dalam realitas yang sesungguhnya, baik secara fisik maupun psikologik. Konsep diri juga diartikan sebagai pandangan diri anda sendiri (dalam Calhoun & Acocella, 1990).

Konsep diri menurut Rogers (dalam Burns,1993) adalah organisasi dari persepsi persepsi diri, yang tersusun atas:

a. Persepsi-persepsi dari karakteristik-karakteristik dan kemampuan-kemampuan seseorang.

b. Hal-hal yang dipersepsikan dan konsep-konsep tentang diri yang berhubungan dengan orang lain dan lingkungan.

c. Kualitas-kualitas nilai yang dipersepsikan yang dihubungkan dengan pengalaman-pengalaman dan objek-objek.

d. Tujuan-tujuan dan ide-ide yang dipersepsikan mempunyai valensi negatif atau positif.

Konsep diri atau penilaian diri merupakan variabel yang sangat penting dalam mencapai prestasi akademis. Konsep diri juga sering diartikan tentang bagaimana individu mengambarkan dirinya yang akan mempengaruhi pola bersikap, berpikir dan berperilaku serta mempunyai rasa optimis dalam


(39)

mengerjakan tugas tugas dalam hidup sehingga segala tugas dapat dikerjakan secara optimal.

Konsep diri akademik muncul pada saat anak mulai berhubungan dengan bidang akademik atau pada saat mereka memasuki bangku sekolah. Perkembangan konsep diri akademik dipengaruhi oleh lingkungan yang luas. Yaitu bukan saja orangtua tetapi juga teman-teman sebaya dan guru-guru (dalam Burns, 1993). Lingkungan sekolah memberikan pengembangan ketrampilan-ketrampilan yang baru yang menjadikan anak mengevaluasi dirinya yakni dengan membandingkan dirinya sendiri dengan oranglain dan mempersepsikan evaluasi oranglain terhadap dirinya. Thomas (dalam Burns, 1993) membuktikan bahwa sikap, pengharapan dan evaluasi guru sangat berpengaruh terhadap diri akademik siswa.

Strein (1993) konsep diri akademik dapat dibagi oleh dua elemen dasar pada model Shavelson. Pertama konsep diri akademik menggambarkan secara deskriptif (misalnya; saya suka matematika), juga berupa evaluatif (misalnya; saya bisa dalam bidang matematika) ini adalah aspek dari persepsi terhadap diri sendiri. Kedua, persepsi diri dihubungkan dengan konsep diri akademis terhadap kecenderungan penguasaan (kompetensi) mata pelajaran. Ini juga berhubungan dengan persepsi terhadap diri sendiri mengenai prestasi di sekolah (Reyes, 1984). Persepsi seorang siswa terhadap kemampuan akademisnya dapat mempengaruhi prestasi yang diraih (dalam Tan & Yates, 2007).


(40)

Seseorang yang mempunyai status pelajar pasti mempunyai konsep diri akademik. Konsep diri akademik ini terbentuk dari pandangan para siswa yang bersangkutan tentang kemampuannya dalam pelajaran disekolah. Setiap mata pelajaran yang ada disekolah manjadi satu dimensi spesifik yang menyusun konsep diri akademik. Demikian halnya pada siswa-siswa di sekolah akan mempunyai konsep diri akademik yang terbentuk dari persepsi siswa tentang kemampuan dirinya tersebut sangat penting peranannya dalam proses pendidikan, terutama berkaitan dengan kelangsungan pendidikannya di masa yang akan datang. Para siswa yang terdiri dari anak usia remaja membutuhkan adanya pengakuan dan penghargaan dari lingkungan. Salah satu kebutuhan yang dapat dipenuhi dari lingkungan sekolah adalah pengakuan dan penghargaan terhadap prestasinya (dalam Marsh & Hattie, 1996) dari gambaran siswa terhadap kemampuan dirinya dalam pelajaran disekolah, dan persepsi siswa tentang pandangan guru dan teman-teman terhadap kemampuannya tersebut akan membentuk suatu konsep diri akademik.

2.2.2 Struktur konsep diri akademik

Proses perkembangan konsep diri tidak pernah berakhir, hal tersebut berjalan terus dengan aktif dari saat kelahiran sampai kepada kematian sejalan dengan individu tersebut secara terus menerus menemukan potensi-potensi yang baru dalam proses membentuk diri. Untuk memiliki sebuah konsep diri, seorang anak harus memandang dirinya sendiri sebagai sebuah obyek yang


(41)

jelas berbeda dan mampu untuk melihat obyek-obyek lainnya. Lalu menjadi sadar terhadap perspektif-perspektif lainnya, hanya di dalam cara yang demikian, hanya dalam cara yang demikanlah dia dapat sadar terhadap evaluasi-evaluasi dari orang lain terhadap dirinya.

Terdapat tiga sumber yang tampaknya penting dalam pembentukan konsep diri, walaupun nilai penting relatifnya berlain-lainan pada periode-periode yang berbeda-beda di dalam jangka kehidupannya. Ketiga sumber itu adalah (dalam Burns, 1993):

1. Diri fisik dan citra tubuh

Konsep diri pada mulanya adalah citra tubuh, sebuah gambaran yang dievaluasikan mengenai diri fisik. Pada masa awal perkembangan bayi perbedaan yang pertama dibuat antara diri dan bukan diri didasarkan atas kesadarannya terhadap sensasi-sensasi sentuhan, otot dan dan kinestetiknya sendiri sewaktu dia menyentuh, mencubit, melempar, jatuh, menubruk dan lain-lainnya. Sosok tubuh, penampilan dan ukurannya merupakan hal teramat penting di dalam mengembangkan pemahaman tentang evolusi konsep diri seseorang. Perasaan-perasaan yang bersangkutan dengan tubuh dan citra tubuh menjadi inti dari konsep diri di dalam tahun-tahun pertama kehidupan.


(42)

Sangat jelas bahwa perkembangan bahasa membantu perkembangan dari konsep diri, karena penggunaan ‘aku’, ‘dia’ dan ‘mereka’ berguna untuk membedakan diri (self) dengan orang-orang lainnya. Simbol-simbol bahasa juga membentuk dasar dari konsepsi-konsepsi dan evaluasi-evaluasi tentang diri, misalnya sedang sedih atau merasa bahagia. Umpan balik dari orang-orang lain seringkali dalam bentuk verbal. Dengan kata lain konsep diri dipahami dalam hubungannya dengan bahasa dan perkembangannya dibuat mudah dengan bahasa. Jadi jelas bahwa bahasa menjadi sumber konsep diri, dimana individu mampu untuk mengkonseptualisasikan dan memverbalisasikan diri dan orang lain.

3. Umpan balik

Sumber utama lainnya dari konsep diri, selain citra tubuh dan keterampilan berbahasa adalah umpan balik dari orang-orang lain yang dihormati. Sebuah contoh dijelaskan oleh Guthrie (Burns, 1993) dalam menjelaskan pengaruh umpan balik terhadap konsep diri. Sebuah kelompok dari siswa pria memainkan yang dimaksudkan sebagai lelucon kepada seorang siswa wanita yang bodoh dan tidak menarik. Mereka memperlakukan siswa wanita tersebut untuk beberapa waktu lamanya seakan-akan ia sangat populer dan menarik. Siswa-siswa pria tadi terkejut karena dalam waktu satu tahun dia mengambangkan sikap yang santai, percaya diri dan popularitas. Sikap semacam itu meningkatkan perolehan yang positif dan memperkuat


(43)

reaksi-reaksi dari orang lain. Siklus umpan balik yang serupa terdapat dibalik banyak konsep diri dan pola-pola tingkah laku dari kita semua.

Ditambahkan pula oleh Calhoun dan Acocella, potret diri mental (konsep diri) memiliki tiga dimensi, yaitu pengetahuan tentang diri anda sendiri, pengharapan anda tentang anda sendiri, dan penilaian tentang diri anda sendiri.

Shavelson dkk. (dalam Marsh & Hattie, 1996) memperkenalkan model konsep diri, terdapat tujuh karakteristik penting dalam konstruk konsep diri yang menjadi pertimbangan dalam penyusunan model Shavelson dkk.

a. Orang-orang mengorganisasi sejumlah besar informasi yang mereka miliki mengenai diri mereka sendiri dalam dimensi-dimensi dan mengaitkan setiap dimensi tersebut satu sama lain dalam sebuah struktur.

b. Konsep diri yang dimiliki seseorang bersifat multifaset, dan setiap fasetnya mencerminkan sebuah dimensi yang diciptakan oleh orang tersebut atau masyarakatnya.

c. Konsep diri yang bersifat hirarkis. Persepsi terhadap perilaku dalam situasi yang spesifik terletak didasar hirarki, penyimpulan tentang diri dalam dimensi-dimensi tertentu terletak di tengah hirarki, dan konsep diri yang bersifat umum dan global terletak dipuncaknya.

d. Konsep diri umum yang terletak dari puncak hirarki bersifat stabil. Di bawah puncak ini, konsep diri menjadi semakin spesifik terhadap situasi-situasi tertentu, sehingga sifatnya juga lebih tidak stabil. Oleh karena itu,


(44)

perubahan dalam konsep diri yang terletak di bagian bawah hirarki mungkin tidak terlalu berpengaruh terhadap konsep diri yang berada di atasnya, namun perubahan konsep diri umum di puncak hirarki akan ikut mempengaruhi konsep diri seseorang di banyak bidang.

e. Konsep diri menjadi lebih bersifat multifaset seiring dengan perkembangan individu dari bayi hingga dewasa. Pada masa bayi, seseorang belum dapat membedakan dirinya dari lingkungannya, sementara anak-anak cenderung masih memiliki konsep diri yang global dan belum terbedakan. Baru pada masa dewasa konsep diri seseorang makin terdiferensiasi dan terintegrasi menjadi konstruk yang hirarkis dan multifaset.

f. Konsep diri memiliki aspek deskriptif dan evaluatif. Evaluasi dapat dilakukan dengan membandingkan dengan kondisi ideal yang absolut, standar relatif terhadap teman-teman sebaya, atau tuntutan dari orang-orang terdekat. Setiap dimensi konsep diri dapat memiliki bobot makna yang berbeda-beda bagi tiap orang.

g. Konsep diri pada bidang tertentu memiliki hubungan yang lebih kuat pada konstruk yang secara teoritis berkaitan daripada konsep diri pada bidang lain yang tidak berkaitan. Misalnya, prestasi akademik akan memiliki hubungan yang lebih kuat dengan konsep diri akademik dibandingkan dengan konsep diri sosial atau fisik.

Dari ketujuh karakteristik yang telah dikemukakan tersebut, Shavelson dkk. (dalam Marsh & Hattie, 1996) menciptakan sebuah bagan struktur konsep


(45)

diri yang bersifat multidimensional dan hirarkis, yang selanjutnya secara ringkas di gambarkan oleh peneliti.

Oleh Strein (dalam Tan & Yates, 2007)) istilah konsep diri akademik diatas dapat ditandai dengan dua elemen yang konsisten dengan model Shavelson. Pertama, akademik konsep diri mencerminkan deskriptif (misalnya, saya suka matematika) serta evaluatif (misalnya, saya baik di matematika) aspek persepsi diri. Kedua, persepsi diri yang terkait dengan konsep diri akademik cenderung berfokus pada kompetensi akademis, bukan sikap. Hal ini senada dengan teori yang dikembangkan oleh Liu dan Wang (dalam Tan & Yates, 2007) ada dua ranah konsep diri akademik yaitu academic confidence

(kepercayaan diri akademik) yakni persepsi dan perasaan siswa terhadap kompetensi akademik mereka. Kemudian academic effort (usaha akademik) yaitu komitmen siswa akan keterlibatan dan minatnya terhadap tugas sekolah.

General Self-Concept

Academic

Self-Concept Nonacademic Self-Concept:

1. Social Self-Concept. 2. Emotional

Self-Concept.


(46)

2.2.3 Pengukuran konsep diri akademik

Burns (1993) menyatakan dari banyak metode pelaporan-diri yang dapat digunakan untuk mendapatkan suatu deskripsi diri individu beberapa metode dibawah ini yang mendominasi literatur riset mengenai konsep diri. 1. Skala-skala penilaian, dapat berupa bentuk kuesioner, inventori dan sikap

terhadap skala-skala diri. Pada umumnya metode ini terdiri atas pemberian seperangkat pernyataan-pernyataan. Subjek merespons kepada masing-masing pernyataan dengan menyetujui derajat dimana item yang bersangkutan berlaku padanya atau memberi ciri baginya yang terdapat pada suatu skala yang ditetapkan dengan biasanya terdiri atas tiga, lima atau lebih.

2. Daftar pengecekan, pada metode ini individu semata-mata hanya mengecek kata-kata sifat ataupun pernyataan-pernyataan yang sesuai yang menjelaskan dirinya sendiri. Hanya item-item tersebut dicek yang berlaku pada subjek tersebut, pada hakikatnya suatu skala respons ya/tidak.

3. Metode-metode respons yang tidak berstruktur dan bebas, dalam metode ini subjek diminta untuk menyediakan bahan-bahan mengenai dirinya sendiri, biasanya dengan melengkapi kalimat-kalimat atau membuat esai. Subjek dipresentasikan dengan sejumlah pernyataan yang tidak lengkap yang dia minta untuk melengkapinya.

4. Teknik-teknik proyektif, beberapa periset menggunakan teknik-teknik proyektif untuk mengukur konsep diri yang tidak sadar (unconscious


(47)

selfconcept), misalnya Friedman, 1955; Mussen dan Jones, 1957; Linton dan Graham, 1959. Mereka menggunakan pendekatan ini karena mereka yakin aspek-aspek tidak sadar bersangkut-paut dengan teori-teori diri.

5. Metode wawancara, metode ini sangat sering dilakukan pada usaha konseling dan didalam studi-studi psikoterapi tentang konsep diri dan perubahan konsep diri.

Dalam peneliltian ini, cara yang digunakan untuk mengukur konsep diri akademik subjek adalah dengan kuesioner. Hal ini disebabkan karena kuesioner dalam penelitian kuantitatif dianggap lebih praktis dibanding cara pengukuran yang lain. Subjek memilih satu dari keempat pilihan jawaban yang dianggap paling tepat mengenai dirinya, sehingga tidak ada campur tangan peneliti atau orang lain.

2.3 Attachment Style

2.3.1 Pengertian attachment (kelekatan)

Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya dikemukakan oleh seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby (dalam Meins, 1997). Kemudian formulasi yang lebih lengkap dikemukakan oleh Mary Ainsworth pada tahun 1969 . Kelekatan merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orang tua. Menurut Santrock (1995) Attachment ialah suatu ikatan emosional yang kuat antara bayi dan pengasuhnya.


(48)

Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kelekatan adalah suatu hubungan emosional atau hubungan yang bersifat afektif antara satu individu dengan individu lainnya yang mempunyai arti khusus, dalam hal ini biasanya hubungan ditujukan pada ibu atau pengasuhnya. Hubungan yang dibina bersifat timbal balik, bertahan cukup lama dan memberikan rasa aman walaupun figur lekat tidak tampak dalam pandangan anak.

2.3.2 Pembentukan tingkah laku lekat (attachment behavior)

Monks (2006) berpendapat bahwa tingkah laku lekat merupakan tingkah laku yang khusus bagi manusia, yaitu kecenderungan dan keinginan seseorang untuk mencari kedekatan dengan orang lain, untuk mencari kepuasan dalam hubungannnya dengan orang lain tersebut. Bowlby (dalam Santrock, 1995) yakin bahwa bayi dan ibunya secara naluriah membentuk suatu keterikatan. Ia mengemukakan bahwa bayi yang baru lahir secara biologis diberi kelengkapan untuk memperoleh perilaku keterikatan ibu. Bayi menangis, menempel, merengek dan tersenyum. Kemudian, bayi merangkak perlahan-lahan, berjalan dan mengikuti ibu. Tujuan bayi itu ialah untuk mmpertahankan agar ibu selalu dekat.

Schaffer (dalam Monks, 2006) mengemukakan bahwa anak pada waktu dilahirkan mempunyai semacam struktur kognitif yang spesifik, yaitu suatu struktur kognitif yang terarah pada jenisnya sendiri yang dapat menambah kemungkinan untuk mempertahankan hidupnya. Dalam tiga bulan yang


(49)

pertama akan timbul daya tarik terhadap manusia pada umumnya, kemudian struktur kognitif tersebut berubah arah akibat pengalaman dan belajar hingga anak lebih tertarik pada orang-orang tertentu saja. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Bowlby (dalam Meinz, 1997) bahwa keterikatan anak dengan orang tuanya berkembang dari hal-hal yang tidak terarah, sedikit demi sedikit menjadi lebih terarah dan tertentu.

Menurut Monks (2006) ada dua macam tingkah laku yang menyebabkan seseorang dipilih sebagai objek kelekatan atau figur lekat, yaitu: 1. Sering mengadakan reaksi terhadap tingkah laku anak yang dimaksudkan

untuk menarik perhatian.

2. Sering membuat interaksi secara spontan dengan anak.

Bowlby (dalam Monks, 2006) berpendapat bahwa timbulnya kelekatan anak terhadap figur lekatnya adalah suatu akibat menjadi aktifnya sejumlah sistem tingkah laku (behavioral system) yang membutuhkan kedekatan dengan ibu. Bila anak ditinggalkan oleh ibu atau dalam keadaan takut, sistem tingkah laku tadi segera menjadi aktif dan hanya bisa dihentikan oleh sentuhan, suara atau kehadiran ibu. Bowlby (dalam Meinz, 1997) menambahkan ikatan antara ibu-anak sangat penting dan berpengaruh terhadap perkembangan kelekatan emosional diantara keduanya. Ibu dapat memberi kasih sayang dan perhatian kepada bayinya. Bayi merasa aman, nyaman dan percaya pada ibunya sebab mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.


(50)

Gaya kelekatan adalah kecenderungan perilaku lekat individu yang terdiri dimensi positif dan negatif pada dua sikap dasar, yaitu sikap dasar mengenai self dan sikap dasar mengenai orang lain. Bartholomew (dalam Baron & Byrne, 2003) membagi gaya kelekatan (Attachment Style) menjadi empat tipe yaitu:

1. Secure attachment style (gaya kelekatan aman)

Seseorang dengan gaya kelekatan aman memiliki self esteem yang tinggi dan positif terhadap orang lain, sehingga ia mencari kedekatan interpersonal dan merasa nyaman dalam hubungan. Contohnya, orang dengan gaya kelekatan aman melaporkan memiliki hubungan yang hangat dengan orang tua mereka dan mempersepsikan kehidupan keluarga mereka dimasa lampau dan masa sekarang secara positif. Dibandingkan dengan gaya kelekatan yang lain individu dengan gayakelekatan aman tidak mudah marah, tidak mengatribusikan keinginan keinginan bermusuhan dengan orang lain dan mengharapkan hasil positif dan konstruktif dari konflik.

2. Fearful-avoidant attachment style (gaya kelekatan takut-menghindar)

Memiliki self esteem yang rendah dan negatif terhada orang lain. dengan meminimalkan kedekatan interpersonal dan menghindari hubungan akrab, mereka berharap dapat melindungi diri mereka sendiri dari rasa sakit ditolak. Individu yang takut ditolak menggambarkan orang tua mereka secara negatif, memendam perasaan hostile (bermusuhan) dan marah tanpa menyadarinya.


(51)

3. Preoccupied attachment style (gaya kelekatan terpreokupasi)

Memiliki ketidakkonsistenan antara self image dengan image mengenai orang lain. Individu dengan gaya kelekatan ini mempunyai pandangan negatif mengenai self dikombinasikan dengan harapan yang positif bahwa orang lain akan mencintai dan menerima mereka. Sebagai akibatnya individu yang terpreokupasi mencari kedekatan dalam hubungan (kadang-kadang kedekatan berlebihan), tapi mereka juga mengalami kecemasan dan rasa malu karena mereka merasa ‘tidak pantas’ menerima cinta orang lain. 4. Dismissing attachment style (gaya kelekatan menolak)

Memiliki self image yang sangat positif (kadang kala tidak realistis) dan self description yang berbeda jauh dari gambaran orang lain tentang mereka. Individu yang menolak melihat dirinya sebagai berharga, independen dan sangat layak untuk mendapatkan hubungan yang dekat; orang lain lebih mungkin melihat mereka secara lebih tidak positif dan mendeskripsikan mereka sebagai tidak ramah dan terbatas kempuan sosialnya. Masalah utamanya adalah mereka mengharapkan yang terburuk dari orang lain, sehingga mungkin saja merasa takut kedekatan yang jujur.

Berikut ini empat kategori model attachment style yang dikembangkan oleh Bartholomew dan Horowitz (dalam Polek, 2007).


(52)

Peneliti menyimpulkan bahwa ke empat attachment style (gaya kelekatan) tersebut mempunyai kombinasi aspek yang berbeda, secure attachment style (gaya kelekatan aman) mempunyai kombinasi self evaluation

yang positif dan persepsi mengenai orang lain yang positif, fearful-avoidant attachment style (gaya kelekatan takut menghindar) mempunyai kombinasi self evaluation yang negatif dan persepsi mengenai orang lain yang negatif,

preoccupied attchment style (gaya kelekatan terpreokupasi) mempunyai kombinasi self evaluation yang negatif dan persepsi mengenai orang lain yang positif, dan dismissing attachment style (gaya kelekatan menolak) mempunyai kombinasi self evaluation yang positif dan persepsi mengenai orang lain yang negatif.


(53)

Dari penjelasan teori-teori diatas peneliti ingin mengetahui seberapa besar pengaruh konsep diri akademik dan attachment style pada siswa yang teridentifikasi kelas IX MTs. Al Ghazaly terhadap motivasi berprestasi mereka. Alur berfikir dalam penelitian ini digambarkan berupa bagan oleh peneliti sebagai berikut;

2.6 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori, dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ialah:

Academic Confidence

Kelas Academic Effort

Secure Style

Fearful-Avoidant Style

Preoccupied Style

Dismissing Style

Motivasi Berprestasi Siswa


(54)

Ho1 : Konsep diri akademik tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

motivasi berprestasi pada siswa kelas IX MTs. Al Ghazaly.

Ho1.a :Academic Confidence tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap motivasi berprestasi pada siswa kelas IX MTs. Al Ghazaly.

Ho1.b :Academic Effort tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

motivasi berprestasi pada siswa kelas IX MTs. Al Ghazaly.

Ho2 : Attachment style tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi

berprestasi pada siswa kelas IX MTs. Al Ghazaly.

Ho2.a : Fearful-avoidant style tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap motivasi berprestasi pada siswa kelas IX MTs. Al Ghazaly. Ho2.b : Secure style memiliki tidak pengaruh yang signifikan terhadap

motivasi berprestasi pada siswa kelas IX MTs. Al Ghazaly.

Ho2.c : Dismissing style tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

motivasi berprestasi pada siswa kelas IX MTs. Al Ghazaly.

Ho2e : Preoccupied style tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

motivasi berprestasi pada siswa kelas IX MTs. Al Ghazaly.

Ho3 : Kelas tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi

berprestasi pada siswa kelas IX MTs. Al Ghazaly.

BAB 3


(55)

Dalam penelitian ini diuraikan mengenai pendekatan dan jenis penelitian yang digunakan, jenis penelitian yang digunakan, jenis variabel dan definisi operasional dari variabel yang diteliti, populasi dan sampel, alat ukur pengumpulan data, uji validitas dan realibitas alat ukur penelitian, teknik analisa data, dan prosedur penelitian.

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, dimana data yang dihasilkan adalah berupa data kuantitatif yakni data yang berbentuk bilangan. Untuk menguji hipotesis yang diajukan, peneliti menggunakan pengujian secara kuantitatif guna mendukung besarnya pengaruh antara konsep diri akademik dan attachment style dengan motivasi berprestasi siswa kelas IX MTs. Al Ghazaly.

3.2 Jenis Variabel dan Definisi Operasional

3.2.1 Variabel dependen

a. Definisi konseptual: Motivasi berprestasi adalah motivasi berprestasi adalah dorongan yang ada pada individu untuk menungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar dan berusaha untuk mendapatkan keberhasilan (McClelland dalam Morgan dan King, 1986).


(56)

b. Definisi operasional: Motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang akan mengarahkan individu untuk bertingkah laku tertentu dengan tujuan agar dapat mencapai tingkat prestasi tertentu. Aspek-aspek yang diukur antara lain; tanggung jawab, mempertimbangkan resiko, umpan balik dan kreatif-inovatif.

3.2.2 Variabel independen

a. Definisi konseptual: Konsep diri akademik dapat dibagi oleh dua elemen dasar pada model Shavelson. Pertama, konsep diri akademik menggambarkan secara deskriptif dan evaluatif. Kedua, persepsi diri dihubungkan dengan konsep diri akademis terhadap kecenderungan penguasaan (kompetensi) mata pelajaran. Ini juga berhubungan dengan persepsi terhadap diri sendiri mengenai prestasi di sekolah (Strein dalam Tan & Yates, 2007).

b. Definisi operasional: Konsep diri akademik adalah skor yang diperoleh dari hasil skala konsep diri akademik yang terdiri dari dua subskala yang mengandung dimensi academic confidance dan academic effort.

c. Definisi konseptual: Attachment style adalah kecenderungan perilaku lekat individu yang terdiri dari dimensi positif dan negatif dua sikap dasar, yaitu sikap mengenai self dan sikap terhadap orang lain (Bartholomew dalam Baron dan Byrne, 2003).

d. Definisi operasional: Attachment style adalah skor yang diperoleh dari hasil skala attachment style yang terdiri dari empat subskala yang mengandung


(57)

empat gaya lekat, yaitu; Secure attachment style (gaya kelekatan aman),

Fearful-avoidant attachment style (gaya kelekatan takut menghindar),

Preoccupied attachment style (gaya kelekatan terpreokupasi) dan Dismissing attachment style (gaya kelekatan menolak).

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah kelompok besar yang merupakan sasaran generalisasi, sampel adalah kelompok kecil yang kita amati (Sevilla, 1993).

Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas kelas IX MTs. Al Ghazaly dengan jumlah keseluruhan populasi siswa dan siswi sebanyak 174 anak.

3.3.2 Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik Pengambilan Sampel Purposif, dimana semua anggota atau subjek penelitian tidak memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Beberapa bagian tertentu dalam semua kelompok secara sengaja tidak dimasukkan dalam pemilihan untuk mewakili sub-kelompok. Sampel yang akan dijadikan penelitian sudah diterapkan karakteristiknya, diantaranya sebagai berikut :


(58)

a. Siswa (i) yang terdaftar di MTs. Al Ghazaly tahun ajaran 2010/2011. b. Siswa (i) MTs. Al Ghazaly kelas IX A, IX B, IX C dan IX D.

3.4. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

3.4.1 Metode dan instrumen penelitian

Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode objektif, objektif dimaksud dalam pengukuran yaitu pemberian skor atas jawaban yang diberikan. Dijelaskan oleh Annastasi (Sevilla, 1993) objektivitas tes diperoleh melalui reliabilitas dan validitas yang tinggi dari pengujian instrumen. Oleh karena hal tersebut, maka instrumen yang digunakan sebagai alat ukur pada penelitian ini adalah dengan skala.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model likert dengan menggunakan derajat persetujuan dan ketidak setujuan.

3.4.2 Teknik uji instrumen 3.4.2.1 Uji validitas

Untuk memperoleh pengukuran yang valid dilakukan pengkorelasian skor item dengan skor total. Bila korelasi antara skor item dengan skor total menghasilkan korelasi yang rendah, maka item yang dinyatakan gugur atau dimodifikasi, sedangkan bila korelasi yang didapat


(59)

menghasilkan skor yang tinggi maka item tersebut dinyatakan valid dan dapat digunakan sebagai alat ukur.

Untuk menguji validitas, peneliti menggunakan uji korelasi korelasi biserial. Validitas suatu butir pernyataan dapat dilihat pada hasil output

SPSS 17.0. Menilai kevalidan masing-masing butir pernyataan dapat dilihat dari nilai Corrected Item-total Correlation masing-masing butir pernyataan. Berikut ini rumus korelasi korelasi biserial adalah ;

Keterangan :

rxy : angka indeks antara variabel X dan Y

∑XY : jumlah dari hasil perkalian antara skot variabel X dan Y

∑X : jumlah dari skor X

∑Y : jumlah dari skor Y

∑X2 : jumlah dari skor X yang telah terlebih dahulu di kuadratkan

∑Y2 : jumlah dari skor Y yang telah terlebih dahulu dikuadratkan (∑X)2 : jumlah dari seluruh skor variabel X, setelah dikuadratkan (∑Y)2 : jumlah dari seluruh skor variabel Y, setelah dikuadratkan N : jumlah case

]

Y)

(

Y

[N

]

X)

(

X

[N

Y)

(

X)

(

XY

N

r

2 2 2 2 xy


(60)

3.4.2.2. Uji reliabilitas

Reliabilitas menurut Sevilla, 1993 adalah derajat ketetapan dan ketelitian atau akurasi yang ditunjukkan oleh instrumen pengukuran. Uji instrumen dari tiga skala pada penelitian ini menggunakan ukuran reliabilitas dengan Alpha Cronbach sebagai berikut:





1

22

1

Sx

Sj

k

k

Keterangan :

α = Reliabilitas instrument k = Banyaknya item tes Sj² = Varians dari skor item

Sx² = Varians dari skor tes

Uji reliabilitas ketiga skala ini menggunakan program SPSS versi 17.0 for windows.

3.5 Hasil Uji Coba Alat Ukur Penelitian


(61)

Alat ukur motivasi berprestasi yang dikembangkan dalam penelitian ini berdasarkan oleh teori McClelland (Morgan dan King, 1986) menjelaskan karakterisitik individu dengan n-achievement yang tinggi.

Berdasarkan uji coba terhadap 30 item dalam skala motivasi berprestasi, maka diperoleh 15 item yang valid dan 15 item yang tidak valid. Hasil tersebut diperoleh berdasarkan uji reliabilitas dengan menggunakan uji statistik Alpha Cronbach pada program SPSS 17.0 for windows. Disajikan pada tabel 3.2. dibawah ini :

Tabel 3.2.

Hasil uji validitas pada skala motivasi berprestasi

Variabel Indikator Fav Unfav

Motivasi Berpresatasi

1. Tanggung jawab.

2. Mempertimbangkan resiko 3. Memperhatikan umpan balik. 4. Kreatif-inovatif. 9*,11*,22, 23 2,5,6,24 3,7,25 4,8*,12,16* 13*,17,19*, 26* 10*,14*,27* ,30 15,21*,28* 1,18*,20*, 29* 5 3 2 5

Jumlah 4 11 15

* item yang valid

Tabel 3.3

Bobot skor skala motivasi berprestasi

Jawaban Favorable Unfavorable

SS (Sangat Setuju) 4 1


(62)

TS (Tidak Setuju) 2 3

STS (Sangat Tidak Setuju) 1 4

Dari hasil uji reliabilitas skala motivasi berprestasi diperoleh reliabilitas skala dengan 15 item adalah 0,782. Dengan ini maka skala motivasi berprestasi memiliki reliabilitas yang reliabel.

3.5.2 Alat ukur konsep diri akademik

Alat ukur konsep diri akademik di dalam penelitian ini mengadaptasi skala yang dikembangkan oleh Liu dan Wang (Tan dan Yates, 2007) yaitu Academic Self-Concept Questionnaire (ASCQ). ASCQ terdiri dari dua sub-skala, sub-skala yang pertama adalah academic confidence (kepercayaan diri akademik) yang mengukur persepsi dan perasaan siswa terhadap kompetensi akademik mereka. Sub-skala yang kedua, academic effort (usaha akademik) sub-skala ini mengukur komitmen siswa akan keterlibatan dan minatnya terhadap tugas sekolah.

Berdasarkan uji coba terhadap 24 item dalam skala konsep diri akademik, maka diperoleh 13 item yang valid dan 11 item yang tidak valid. Hasil tersebut diperoleh berdasarkan uji reliabilitas dengan menggunakan uji statistik Alpha Cronbach pada program SPSS 17.0 for windows. Disajikan pada tabel 3.4 dibawah ini :


(63)

Tabel 3.4

Hasil uji validitas pada skala konsep diri akademik

Variabel Aspek Indikator Fav Unfav

Konsep Diri Akademik

1. Academic Confidence

(Kepercayaan Diri Akademis)

 Persepsi siswa terhadap kompetensi akademik mereka.  Perasaan siswa

terhadap kompetensi akademik mereka.

1*, 3, 5

15*, 19*, 22

9*, 11*, 21

7, 13, 17 3

2 2. Academic

Effort (Usaha Akademik)

Komitmen siswa akan keterlibatan terhadap tugas sekolah.

Komitmen siswa akan minatnya terhadap tugas sekolah.

6*, 12, 18

10*, 8*, 23* 16*, 20*, 24* 2*,4,14 4 4

Jumlah 7 6 13

* item yang valid

Tabel 3.5

Bobot skor skala konsep diri akademik

Jawaban Favorable Unfavorable

SS (Sangat Setuju) 4 1


(1)

hubungan antara konsep diri dan motivasi berprestasi remaja akhir adalah sebesar 0,523 dengan arah yang positif, artinya semakin positif konsep diri diikuti dengan peningkatan motivasi berprestasi remaja akhir (N = 138). Pada penelitian tersebut dapat terlihat bahwa konsep diri memiliki pengaruh terhadap motivasi berprestasi remaja akhir. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fasti Rola (2006) adanya hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi pada remaja.

Pada penelitian yang dilakukan ini dapat diketahui bahwa academic effort (salah satu dari variabel konsep diri akademik) secara positif berpengaruh signifikan terhadap motivasi berprestasi yakni sebesar 28.2%. Dimana dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi academic effort siswa kelas IX MTs. Al Ghazaly semakin tinggi pula motivasi berprestasinya.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel-variabel attachment style dengan motivasi berprestasi. Namun, dapat dilihat dari hasil proporsi varian bahwa nilai koefesien korelasi ( R) = 0.686, dimana nilai koefesien determinasi (R2) = 0.471. Ini berarti bahwa proporsi varian dari motivasi berprestasi yang secara keseluruhan bisa diterapkan pada 7 variabel ialah sebesar 47.1%. Atau dengan kata lain, penyebab bervariasinya skor motivasi berprestasi yang ditentukan oleh 7 variabel bebas (ASC, AE, FAv, Se, Di, Pr, dan Kelas) secara bersama-sama ialah 47.1%. Sedangkan sisanya sebesar 52.9% disebabkan oleh aspek-aspek lain. Kesimpulannya, terdapat kemungkinan adanya aspek-aspek lain yang memiliki


(2)

pengaruh lebih besar terhadap motivasi berprestasi siswa kelas IX MTs. Al Ghazaly.

5.3 Saran

Sehubungan dengan penelitian yang dilaksanakan peneliti menyadari bahwa penelitian ini perlu melakukan perbaikan dan penyempurnaan untuk itu peneliti memberikan beberapa saran secara metodelogis dan praktis yang bisa dipertimbangkan sebagai penyempurnaan yang berkaitan dengan penelitian yaitu:

1. Saran metodologis

a. Bagi para peneliti selanjutnya disarankan untuk memperhatikan dan mengontrol variabel lain yang mempengaruhi motivasi berprestasi siswa kelas IX MTs. Al Ghazaly seperti; self esteem yang rendah, kebiasaan belajar yang buruk, masalah sosial, dan disiplin.

b. Untuk penelitian selanjutnya ketika menyusun item-item skala agar lebih dikembangkan lagi. Karena menurut peneliti semakin banyak item dalam try out yang dipakai maka variasi soal yang muncul pada saat penelitian semakin baik (terlebih jika teknik analisanya memakai analisis faktor).


(3)

c. Apabila ada peneliti yang ingin meneliti pada judul yang sama disarankan untuk menggunakan sampel penelitian pada populasi yang lain atau sampel yang lebih besar, agar bisa menjadi perbandingan.

2. Saran praktis

a. Untuk para pendidik, sebaiknya bisa lebih memberikan perhatian lebih lagi terhadap siswa atau siswinya dapat diarahkan agar dapat lebih meningkatkan motivasi berprestasinya dengan harapan kelak dapat tergali potensinya dengan maksimal dan dapat mengarahkan diri mereka sendiri kepada cita-cita yang ingin dicapai.

b. Untuk para orang tua yang mendapati putra-putrinya agar juga dapat memberikan dukungan penuh terhadap setiap kegiatan sekolah atau kegiatan luar sekolah yang mereka minati. Dengan begitu mereka dapat berkembang dan termotivasi lebih lagi agar segala potensi yang dimilikinya tidak terbuang percuma.

c. Untuk para siswa (i) agar lebih membangun motivasi dalam dirinya untuk lebih memaksimalkan potensi yang dimiliki. Meningkatkan kesadaran diri akan pentingnya pendidikan sebagai salah satu wadah aktualisasi diri. Dengan mengetahui apa yang ingin dicapai berdasarkan pengetahuan dan penilaian terhadap dirinya sendiri akan timbul motivasi berprestasi dalam meraih apa yang diinginkan dimasa akan datang.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2006). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Baron, R & Byrne, D. (2004). Social psychology 10th ed . New York:

McGraw-Hill.

Baslant, U & McCoach, D. B. (2006). Factors related to the underachievement of university students in turkey. proquest Psychology Journals.

Burns, R. B. (1993). Konsep diri, teori, pengukuran dan perilaku. Jakarta: Penerbit Arcan.

Calhoun, J. F. & Acocella, J. R. (1990). Psikologi tentang penyesuaian dan hubungan kemanusiaan 3th ed (terj.). Semarang: IKIP Semarang Press.

Davis, G. A. & Rimm, S. B. (1985), Education of the gifted and talented. New Jersey: Prentice-Hall. Inc.

Fernald, L. D and Fernald, P. S. (1999). Introduction to psychology, 5th.ed. India : A.I.T.B.S. Publisher & Distributors.

Guay, F., Marsh, H.W. & Boivin, Michel. (2003). Academic self-concept and academic achievement: developmental perspectives on their causal ordering. proquest Psychology Journals.

Herwanto, Y. ( 2006). Pemahaman konsep fisika, motivasi berprestasi, & cara belajar dengan prestasi belajar fisika, Tesis. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Hurlock, E. (1978). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang hidup. Jakarta: Erlangga.

Kinasih, A.D.N. (2010). Hubungan antara gaya kelekatan aman terhadap orang tua dengan harga diri pada anak usia akhir (late childhood). Skripsi. Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia.


(5)

Kovacova, E. & Schuller, I.S. (2006). Self-efficacy and its relation to selected factors of achievement motivation in adolescent Boys and Girl, proquest Psychology Journals.

Lahey, B.B. (2009). Psychology an education. New York: McGraw-Hill. Liu, W.C., Wang, C.K.J. & Parkins, E. J. (2005). A longitudinal study of

students' academic self-concept in a streamed setting; The Singapore Context. proquest Psychology Journals.

Marsh, H.W. (2003). A reciprocal effect model of the causal ordering of academic self-concept and achievement. proquest Psychology Journals.

Marsh, H. W., & Hattie, J. (1996). Theoretical perspectives on the structure of self-concept. In B. A. Bracken (Ed.), Handbook of self-concept (pp 38-90). New York: Wiley

Meins, E. (1997). Security of attachment and the social development of cognition. United Kingdom: Psychology Press Ltd.

Munandar, U. (2004). Pengembangan kreativitas anak berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.

McClelland, D.C. (1987). Human motivation. USA: Cambridge Press University.

Monks, F.J.K & Haditono, S.R. (2003). Psikologi perkembangan pengantar dalam berbagai bagiannya. Jogjakarta: Universitas Gajah Mada. Morgan & King. (1986) Introduction to psychology 7th Ed. Singapore:

McGraw-Hill Book Co.

Petri, H.L. & Govern, J.M. (2004). Motivation; theory, research, and application 5th ed. Singapore: Thomson Wadsworth.

Polek. E, (2007), Attachment in cultural context, University of Groningen. Rakhmadini, A. (2006). Hubungan antara kelekatan (attachment) terhadap

orang tua dengan penyesuaian diri siswa SMU Negeri 112 Kembangan Jakarta Barat. Skripsi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah.


(6)

Rola, F (2006). Hubungan konsep diri dengan motivasi berprestasi pada remaja. Skripsi. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Santrock, J. W. (2004). Educational psychology. New York: McGraw-Hill. Santrock, J, W. (1998). Adolecence (7th ed.) Washington DC: McGraw-Hill. Sevilla, et.al,. (1993), Pengantar metode penelitian (Terjemahan), Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia (UI Press).

Sriati, A. (2004), Pengaruh konsep diri dan motivasi berprestasi terhadap prestasi akademik remaja akhir. Skripsi. Bandung : Universitas Padjadjaran.

Tan, J.B.Y. & Yates, Shirley M, (2007), A Rasch analysis of the academic self-concept questionnaire, International Education Journal.