Bab ini berisi gambaran umum subjek penelitian, presentasi data, serta pembahasan hasil pengujian hipotesa.
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan, diskusi dan saran dari peneliti.
BAB 2 KAJIAN TEORI
2.1 Motivasi Berprestasi
2.1.1 Pengertian motivasi berprestasi Murray merupakan salah satu tokoh awal yang berperan dalam teorinya
psychology motive yang meyakini bahwa motivasi merupakan proses dari hasil
dari kebutuhan individu yang dapat diobservasi dalam keadaan alami atau situasi klinik. Kemudian Murray mendifinisikan kebutuhan sebagai perhatian
yang berulang terhadap hasil yang ditetapkan dan meyakini bahwa sebuah kebutuhan terdiri dari dua komponen. Komponen pertama mengarahkan dari
dalam secara alami dan termasuk juga objek yang akan memuaskan kebutuhan tersebut. Komponen kedua terdiri dari energi yang mengarahkan tingkah laku
dan dapat menimbulkan intensitas dari kebutuhan dalam Petri Govern, 2004.
Menurut Petri dan Govern 2004 motivasi merupakan sebuah konsep yang kita gunakan ketika menjabarkan sebuah kekuatan untuk melakukan suatu
tindakan dimana individu tersebut dapat memulai dan mengarahkan tingkah laku. Motivasi juga dapat menjelaskan perbedaan dalam kekuatan dari tingkah
laku. Semakin kuat tingkah laku dapat dipertimbangkan menjadi hasil dari tingkatan motivasi yang tinggi. Tambahan lagi, kita sering menggunakan
konsep motivasi untuk menunjukkan tingkah laku yang tetap. Sebuah tingkah laku yang dimotivasi tinggi akan selalu menjadi tetap walaupun kekuatan
tingkah laku mungkin rendah. Dimana istilah motivasi oleh Lahey 2009 berkenaan dengan bagian dalam yang menggerakkan dan memberi arah
terhadap pikiran kita. Motivasi berprestasi sendiri oleh McClelland dalam Morgan King,
1986 termasuk dalam motif sosial dikarenakan motif ini dipelajari dalam kelompok sosial, khususnya dalam kelurga sebagai tempat kembang anak, dan
juga disebut sebagai motif sosial dikarenakan adanya keterlibatan orang lain. selanjutnya dijelaskan motif sosial ini dijabarkan dalam tiga kebutuhan yakni;
kebutuhan akan prestasi need for achivement, kebutuhan akan hubungan need for affiliation dan kebutuhan akan kekuasaan need for power.
Kebutuhan akan prestasi dinyatakan sebagai dorongan untuk menyelesaikan sesuatu dan sukses dalam pelaksanaan tugas-tugas. Individu yang motivasi
berprestasinya tinggi diperlihatkan dengan keinginan yang kuat dalam menyelesaikan dan meningkatkan kinerjanya dalam menyelesaikan tugas-tugas
yang diberikan. Tugas-tugas menjadi orientasi mereka dan sangat menyukai tugas yang menantang dan evaluasi terhadap yang mereka kerjakan dengan
cara membandingkan dengan hasil kerja orang lain atau dengan standar yang telah ada.
Kebutuhan akan prestasi oleh Murray dalam Morgan King, 1986 ditinjau dari tujuan dan pengaruhnya dimaknai akan individu dalam
menyelesaikan tugas yang sulit, untuk bersaing dan mengungguli individu yang lain. Dan ditegaskan pula oleh Lahey 2009 bahwa motivasi berprestasi ini
merupakan kebutuhan psikologis untuk keberhasilan di sekolah, tempat kerja, dan di area kehidupan lainnya. Tiap orang berbeda dalam mendefinisikan arti
keberhasilan dan itulah alasan yang mendorong untuk mencarinya. Sejalan dengan pengertian diatas, menurut McClelland dalam Morgan
King, 1986 motivasi berprestasi adalah dorongan yang ada pada individu
untuk menungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar dan berusaha untuk mendapatkan keberhasilan.
Motivasi berprestasi yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi merupakan suatu usaha yang mendorong seseorang
untuk bersaing dengan standar keunggulan, dimana standar keunggulan ini dapat berupa kesempurnaan tugas, dapat diri sendiri atau prestasi orang lain.
tingkah laku berprestasi ini akan muncul jika individu merasa bahwa dirinya akan dinilai. Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi ada
kecenderungan untuk memperoleh prestasi yang lebih tinggi. 2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi
Raynor dalam Petri Govern, 2004 menyatakan untuk mencapai suatu orientasi masa depan future goals, dorongan untuk berprestasi pada
seorang individu akan mempengaruhi tingkah laku yang sekarang demi mencapai apa yang dicita-citakan. Orientasi masa depan future goals ini
mempunyai dua aspek yaitu aspek intrinsik dan aspek ekstrinsik. Pada kenyataannya, dalam dunia pendidikan ada siswa yang motif
berprestasinya lebih bersifat intrinsik sedangkan pada siswa lain bersifat ekstrinsik hal ini terjadi karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi
apakah itu sifatnya intrinsik atau ekstrinsik. Lahey 2009, membagi hal-hal yang mempengaruhi motivasi terdiri atas motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik.
a Motivasi intrinsik Berbicara tentang motivasi intrinsik adalah ketika dimana individu dalam
aktivitasnya termotivasi oleh dari dalam dirinya dan sifatnya melekat, mereka senang untuk menguasai sesuatu yang baru, atau konsekuensi
alami dari kegiatan tersebut. misalnya, monyet yang telah disebutkan sebelumnya yang akan membongkar teka-teki mekanis karena tidak ada
hadiah selain mendapatkan mereka terpisah secara intrinsik termotivasi untuk memecahkan teka-teki. Orang-orang yang membaca buku-buku
nonfiksi yang tidak terkait dengan pekerjaan mereka hanya karena itu menyenangkan untuk belajar hal-hal baru yang termotivasi secara
intrinsik. Demikian pula, orang yang menyumbangkan anonim untuk amal karena mereka ingin membantu orang tanpa diakui secara intrinsik
termotivasi. b Motivasi ekstrinsik
Di sisi lain, motivasi ekstrinsik merupakan suatu aktivitas yang dilakukan karena faktor eksternal individu dan sifatnya tidak tetap. Jika seorang anak
yang membenci mengerjakan pekerjaan rumah aritmatika, yang mendorong untuk melakukannya karena diberikan hadiah untuk setiap
jawaban yang benar, hal ini adalah motivasi ekstrinsik. Demikianlah dia bekerja untuk karena adanya hadiah faktor eksternal daripada karena
minat intrinsik dalam matematika. Orang yang secara intrinsik cenderung termotivasi untuk bekerja
lebih keras dan merespon tantangan dengan bekerja lebih keras lagi. Mereka menikmati pekerjaan mereka lebih banyak dan sering melakukan lebih
kreatif dan efektif daripada orang-orang yang termotivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik dibentuk oleh pengalaman kita belajar. Misalnya, anak-
anak keluarga yang menekankan sukacita dan pentingnya belajar memiliki motivasi intrinsik lebih untuk belajar di sekolah.
Sejalan dengan teori Lahey, selanjutnya Fernald Fernald 1999 mengungkapkan terdapat 4 faktor yang berpengaruh terhadap motivasi
berprestasi bagi seseorang yaitu: 1. Pengaruh keluarga dan kebudayaan family and cultural influence
besarnya kebebasan yang diberikan orang tua kepada anaknya, jenis pekerjaan orang tua dan jumlah serta urutan anak dalam suatu keluarga
memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan motivasi berprestasi. Produk-produk kebudayaan pada suatu negara seperti cerita
rakyat sering mengandung tema-tema prestasi yang bisa meningkatkan semangat warga negaranya.
2. Peranan dari konsep diri role of self concept Konsep diri merupakan bagaimana seseorang berpikir mengenai dirinya
sendiri. Apabila individu percaya bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu, maka individu akan termotivasi untuk melakukan
hal tersebut sehingga berpengaruh dalam bertingkah laku. Shavelson
dkk. Marsh dan Hattie, 1996 menciptakan sebuah bagan struktur konsep diri yang bersifat multidimensional dan hirarkis, dimana konsep
diri terbagi atas konsep diri akademis dan konsep diri non-akademis. 3. Peranan dari peran jenis kelamin influence of sex roles
Prestasi tinggi biasanya diidentikkan dengan maskulinitas, sehingga banyak para wanita belajar tidak maksimal khususnya jika wanita
tersebut berada di antara para pria Fernald fernald, 1999. Kemudian horner Santrock, 1998 juga menyatakan bahwa pada wanita terdapat
kecenderungan takut akan kesuksesan fear of success yang artinya pada wanita terdapat kekhawatiran bahwa dirinya akan ditolak oleh
masyarakat apabila dirinya memperoleh kesuksesan, namun sampai saat ini fear of success masih diperdebatkan.
4. Pengakuan dan prestasi recognition and achievement Individu akan termotivasi untuk bekerja keras jika dirinya merasa
dipedulikan oleh orang lain. Dari uraian diatas peneliti menilai bahwa siswa yang memiliki
motivasi berprestasi dipengaruhi oleh faktor internal dari dalam dirinya yang sifatnya menetap, dan pengaruh-pengaruh dari luar eksternal siswa
yang juga turut membentuk motivasi –walaupun ini sifatnya tidak menetap– , sehingga siswa memperlihatkan prestasi yang diharapkan oleh para guru
dan orang tua murid, dimana mereka pun sebagai faktor eksternal turut andil
dalam membentuk motivasi siswa, yang fungsinya sebagai faktor penguat positif siswa dalam berprestasi.
2.1.3 Karakteristik motivasi berprestasi McClelland dalam Morgan King, 1986 menjelaskan karakterisitik
individu dengan n-achievement yang tinggi. 1. Individu dengan n-achievement yang tinggi lebih menyukai tugas yang
menantang serta keyakinan akan sukses dalam mengerjakannya. Mereka tidak suka mengerjakan tugas yang sangat mudah, dimana tidak ada
tantangan didalamnya dan tidak memberikan kepuasan terhadap kebutuhan berprestasi mereka; maupun tugas yang sangat sulit, dimana besar
kemungkinan keberhasilan sangat rendah. Individu dengan n-achievement yang tinggi sangat realistis dalam tugas, pekerjaan, dan lapangan kerja yang
mereka pilih; mereka sangat baik dalam membandingkan antara kemampuan yang mereka miliki dengan apa yang akan di tuntut dari mereka.
2. Individu dengan n-achievement tinggi menyukai tugas yang dimana dapat dibandingkan dengan yang lain; mereka sangat menyukai ‘umpan-balik’
dengan apa yang mereka kerjakan. 3. Individu dengan n-achievement yang tinggi cenderung untuk terus menerus
bekerja dalam tugas yang dirasa berhubungan dengan karir atau yang mencerminkan karakteristik pribadi misalnya inteligensi dimana mereka
dilibatkan dalam ‘menjadi yang terdepan’.
4. Ketika individu yang memiliki n-achievement tinggi sukses, mereka cenderung meningkatkan mutu mereka akan cita-cita dalam arah yang
reaistis, jadi mereka akan bergerak mendapatkan tugas lain yang menantang dan sulit.
5. Individu dengan n-achievement yang tinggi menyukai bekerja dalam situasi yang mereka dapat kontrol hasilnya; mereka bukanlah ‘penjudi’.
Dari uraian tentang ciri-ciri orang yang memiliki motivasi tinggi, akhirnya dapat dinyatakan bahwa individu akan mempunyai motivasi
berprestasi tinggi akan mempresepsikan bahwa keberhasilan adalah merupakan akibat dari kemauan dan usaha. Sedangkan individu yang memiliki motivasi
berprestasi rendah akan mempersepsikan bahwa kegagalan adalah sebagai akibat kurangnya kemampuan dan tidak melihat usaha sebagai penentuan
keberhasilan. Ada beberapa ciri yang menjadi indikator orang yang memiliki motivasi berprestasi. Individu yang motif berprestasi tinggi akan
menampakkan tingkah laku dengan ciri-ciri menyenangkan pekerjaan- pekerjaan yang menuntut tangung jawab pribadi, memilih pekerjaan yang
resikonya sedang moderat , mempunyai dorongan sebagai umpan balik feed back tentang perebuatannya dan berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara
kreatif. 2.1.4 Pengukuran motivasi berprestasi
Dari literatur yang ada, motivasi berprestasi dapat diukur melalui tiga cara, yaitu:
1. Tes Proyeksi, tes ini didasarkan pada ide bahwa orang yang akan memproyeksikan perasaan dan kebutuhannya dalam materi yang ambigu
atau tidak terstruktur dalam Morgan King, 1986. Memakai teori dan pengukuran kepribadian Henry Murray, McClelland dalam Santrock,
2003 menguji motivasi berprestasi dengan memperlihatkan kepada subjek gambar yang akan menstimulasi respon yang berhubungan dengan
pencapaian prestasi. 2. Kuesioner, inventori ini terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang perilaku
dan pilihan tertentu untuk dijawab yang berhubungan dengan apa yang akan atau dipilih untuk dilakukan dalam situasi tertentu.
3. Tes situasional, dalam tes ini dibuat suatu situasi dimana tindakan seseorang akan menampakkan motifnya yang dominan.
Dalam peneliltian ini, cara yang digunakan untuk mengukur tingkat motivasi berprestasi subjek adalah dengan kuesioner. Hal ini disebabkan
karena kuesioner peneliti anggap lebih praktis dibanding cara pengukuran yang lain. Subjek memilih satu dari keempat pilihan jawaban yang dianggap paling
tepat mengenai dirinya, sehingga tidak ada campur tangan peneliti atau orang lain.
2.2 Konsep Diri Akademik