masyarakat itu tergantung dari masyarakat tertentu yang ada kaitannya dengan kondisi kekeluargaan serta membawa dampak pada kekayaan dalam masyarakat
tersebut. R. Subekti beranggapan seperti halnya dengan hukum perkawinan, begitu pula
hukum waris Indonesia beraneka ragam. Disamping hukum waris menurut hukum Adat, berlaku hukum waris menurut agama Islam dan hukum waris menurut Kitab
undang-Undang Hukum Perdata Burgelijk Wetboek
8.
b. Hukum Kewarisan Adat Minangkabau
Adat Minangkabau adalah aturan hidup bermasyarakat di Minangkabau yang diciptakan oleh leluhurnya, yaitu Datuak Perpatieh Nan Sabatang dan Datuak
Katumanggung. Ajaran-ajarannya membedakan secara tajam antara manusia dengan hewan di dalam tingkah laku dan perbuatan, yang didasarkan kepada ajaran-ajaran
berbudi baik dan bermoral mulia sesama manusia dan alam lingkungannya.
9
Dalam sistem kekerabatan matrilineal terdapat tiga unsur yang paling dominan, yaitu
10.
: 1. Garis keturunan menurut garis ibu
2. Perkawinan harus dengan kelompok lain, di luar kelompok sendiri yang sekarang dikenal dengan istilah eksogami matrilineal.
8.
R, Subekti, Kaitan Undang-undang Perkawinan Dengan Penyusunan Hukum Waris, dikutip dari Surini ahlan, Sjarif dan Nurul Elmiyah, Hukum Kewarisan Perdata Barat Pewarisan
Menurut Undang-Undang , Kencana, Jakarta, 2005, Hal 2
9
H. Idrus Hakimy DT Rajo Penghulu, Op cit, hal 13
10 .
Amir MS, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang buku I, Mutiara Sumber Widya, Jakarta, 2003, hal 23
Universitas Sumatera Utara
3. Ibu memegang peran sentral dalam pendidikan, pengaman kekayaan, dan kesejahteraan keluarga.
Namun bila diperhatikan dari sejarah Minangkabau, terlihat bahwa yang memegang kekuasaan, baik dalam lingkungan bawah, tengah maupun atas adalah
tetap laki-laki. Setiap rumah gadang dikepalai oleh tungganai. Dalam lingkungan suku
yang berkuasa adalah penghulu. Dalam lingkungan nagari kekuasaan berada di tangan penghulu puncuk. Dalam lingkungan Minagkabau yang berkuasa adalah Rajo
nan tigo silo . Keseluruhan adalah laki-laki. Dalam Dewan Mentri yang dikenal
dengan Basa Ampek Balai, semuanya juga laki-laki. Demikian pula semua pimpinan nagari yang disebut orang empat jenis juga laki-laki. Dapat dikatakan bahwa seluruh
bentuk kekuasaan di luar rumah tangga, baik yang menyangkut bidang politik atau mewakili keluarga dalam forum umum adalah laki-laki.
11
Ada beberapa bentuk kekuasaan terpegang di tangan perempuan seperti kekuasaan ke dalam di rumah gadang
12
, dalam mengurus harta pusaka dan dalam setiap upacara perkawinan. Namun bila diperhatikan kekuasaan yang dipegang oleh
perempuan tersebut, ternyata bahwa pada umumnya kekuasaan itu mempunyai hubungan yang rapat dengan peranannya dalam kelangsungan keturunan dan tidak
akan menempatkannya pada pusat kekuasaan. Jadi sesungguhnya kedudukan wanita yang dominant di dalam rumah tangga sama sekali tidak memojokkan kaum lelaki.
11
Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau
, Jakarta Gunung Agung, 1984, hal 183
12
Rumah gadang adalah rumah bersama, disebut juga “Rumah Adat” dari keluarga besar menurut garis keturunan ibu. Rumah itu terdiri dari beberapa ruang dan tiap-tiap ruang didiami oleh
seorang ibu yang membpunyai beberapa orang anak, sehingga rumah gadang adakalanya mempunyao anggota sampai 80 orang.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan utama sistem matrilineal adalah untuk menunjang tinggi martabat manusia dengan memberikan emansipasi seimbang persamaan hak kepada lelaki
dan perempuan. Seorang perempuan berhak melarang atau menolak kesepakatan- kesepakatan yang diambil di luar sepengetahuannya. Ia juga berhak mengajukan usul-
usul dan saran-saran dalam rapat keluarga, kaum dan nagari. Bahkan dewasa ini kedudukannya telah bertambah kokoh di tengah-tengah masyarakat, mereka juga
mendapat tempat dalam organisasi KAN Kerapatan Adat Nagari
13
Rumah gadang atau rumah besar adalah ciri dari suatu keluarga besar extended family. Kekerabatan matrilineal Minangkabau adalah dalam bentuk
keluarga besar. Oleh karena itu salah satu ciri dari sistem kekerabatan matrilineal Minagkabau ialah adanya rumah gadang.
Pengertian keluarga di Minangkabau adalah kerabat terdiri dari nenek perempuan dan saudara-saudaranya, anak laki-laki dan perempuan dari nenek
perempuan terdiri dari ibu dan saudara laki-laki dan perempuan dan seluruh anak ibu dan anak saudara-saudaranya yang perempuan. Keluarga adalah kesatuan terkecil
dalam unit kekerabatan menurut garis keibuan
14
Nenek moyang dahulu menginginkan supaya keluarga besar itu berada dalam satu tempat tertentu. Karena itulah tempat tinggal dibuat sedemikian rupa supaya
dapat menampung seluruh keluarga besar. Dari rumah itulah diatur segala sesuatu
13
B. Nurdin Yakub, Hukum Kekerabatan Minangkabau, pustaka Indonesia, Bukittinggi, 1995, hal 51
14
Sayfnir Abu Nain, Rosnida, Ishaq Thaher, Kedudukuan dan Peranan WanitaDalam Kebudayaan Suku Bangsa Minangkabau
, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998 hal 47
Universitas Sumatera Utara
yang menyangkut dengan kehidupan keluarga. Dalam hal ini rumah gadang bukan hanya dipandang sebagai fisik dalam bentuk tempat tinggal, tetapi juga dari segi pusat
administrasi pemerintahan kerabat matrilineal. Dalam perkembangannya dan kenyataanya rumah gadang mengalami
dilemma. Dalam hal ini semakin berkembangnya anggota keluarga, keadaan rumah gadang tidak lagi dapat menampungnya. Untuk maksud menampung penambahan
anggota ini perlu dibangun rumah baru. Supaya kontrol terhadap anggota yang merupakan salah satu fungsi rumah gadang itu tercapai, rumah baru tersebut harus
disekitar rumah gadang, yaitu tanah pusaka. Hal ini berarti mengurangi areal tanah pertanian yang dapat dijadikan tulang punggung rumah gadang.
15
Hal ini menyebabkan banyaknya masyarakat Minagkabau yang merantau dengan cara berdagang dan karena semakin menyusutnya tanah pusaka, berarti pula
melemahkan fungsi rumah gadang itu sendiri. Pengaruh dari luar daerah mempercepat hilangnya fungsi rumah gadang.
Pengaruh yang dari dalam ialah dari hukum Islam yang menuntut tanggung jawab seorang laki-laki terhadap anak dan istrinya. Pada waktu ini ternyata bahwa
kewajiban utama seseorang laki-laki adalah untuk kehidupan anak dan istrinya. disamping itu urang sumando sudah mempunyai kedudukan yang kuat di rumah
istrinya. Sumando yang sudah menetap yang telah mempunyai kekuasaan di rumah gadang untuk hidup dengan keluarga inti.
15
Amir Syarifudin Op.Cit hal 208
Universitas Sumatera Utara
Sewaktu anggota keluarga sudah berkembang, maka hasil dari harta pusaka, kalau tidak akan kurang dari kebutuhan keluarga, setidaknya tidak akan berlebih
untuk memperkembang harta pusaka yang ada itu. Dalam keadaan demikian, laki-laki dalam keluarga itu berusaha keluar dari lingkungan harta pusaka, dengan begitu
kehidupan ekonomi yang semula berada di sekitar harta pusaka yang sudah ada, bergerak kearah kehidupan yang berada di luar lingkungan harta pusaka, yang
sebelumnya dua bentuk harta itu berbaur dalam bentuk harta kaum. Selanjutnya mulailah pemisahan harta pencaharian dari harta pusaka.
Adanya pemisahan harta pencaharian itu dianggap oleh sebagian masyarakat Minangkabau sebagai titik awal dari pemilikan perorangan dalam harta di
Minangkabau. Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya pemilikan perorangan tersebut. Diantaranya yang dianggap pokok adalah sistem ekonomi
modern yang menyebabkan seseorang berusaha diluar harta pusaka.
16
Namun dalam hal pemisahan harta pencaharian itu, faktor kesadaran akan tanggung jawab terhadap
anak sebagai pengaruh agama islam lebih menentukan. Adanya pemisahan pemisahan harta pencaharian menyebabkan timbulnya
pengakuan akan adanya hak anak pada harta tersebut. Mula-mula adanya hak anak atas harta pencaharian ayahnya melalui lembaga hibah, kemudian berangsur-angsur
adanya pengesahan formal dari putusan dan kesepakatan bersama para ninik mamak,dan alim ulama dalam pertemuan yang diadakan di Bukit tinggi 1952. dalam
pertemuan itu ditetapkan bahwa harta pusaka diturunkan secara adat dan harta
16
Ibid, hal. 243
Universitas Sumatera Utara
pencaharian dibagi menurut hukum waris Islam. Kesepakatan tahun 1952 itu dikuatkan lagi dalam seminar Hukum Adat Minangkabau yang diadakan di Padang
pada tahun 1968. Dengan adanya berbagai perubahan tersebut di atas, maka lambat laun system
kewarisan matrilineal akan bergeser dan menjadi sistem kewarisan bilateral. Dimana sistem pewarisan keluarga luas menjadi sistem keluarga inti untuk masalah harta
pusaka rendah. Hukum adat Minangkabau mempunyai asas-asas tertentu dalam kewarisan,
asas-asas itu banyak bersandar kepada sistem kekerabatan, karena hukum kewarisan suatu masyarakat ditentukan oleh struktur kemasyarakatan. Sistem kewarisan
berdasarkan kepada pengertian keluarga karena kewarisan itu adalah peralihan sesuatu baik berwujud benda atau bukan benda dari suatu generasi dalam keluarga
berdasarkan pada perkawinan, karena keluarga tersebut dibentuk melalui perkawinan. Dengan demikian, kekeluargaan dan perkawinan menentukan bentuk sistem
kemasyarakatan.
17
Adat Minangkabau mempunyai pengertian tersendiri tentang keluarga dan tentang cara-cara perkawinan. Dari kedua hal ini muncul ciri khas struktur
kemasyarakatan Minangkabau yang menimbulkan bentuk atau asas tersendiri pula dalam hukum kewarisan. Beberapa asas pokok dari hukum kewarisan Minagkabau
yaitu :
18
17
Iskandar Kamal.,Op Cit, hal 153
18
Amir Syarifuddin, Op Cit hal 231
Universitas Sumatera Utara
1. Asas unilateral adalah hak kewarisan hanya berlaku dalam satu garis kekerabatan dan satu garis kekerabatan disini ialah garis kekerabatan ibu dan
kebawah di teruskan kepada anak cucu melalui anak perempuan. 2. Asas kolektif berarti bahwa yang berhak atas harta pusaka bukanlah ornag
perorangan, tetapi suatu kelompok secara bersama-sama. Berdasarkan asas ini maka harta tidak dibagi-bagi dan disampaikan kepada kelompok-kelompok
penerimanya dalam bentuk kesatuan yang tidak terbagi. 3. Asas keutamaan berarti bahwa dalam penerimaannya harta pusakapenerima
peranan untuk mengurus harta pusaka terdapat tingkatan-tingkatan hak yang menyebabkan satu pihak lebih berhak itu masih ada, maka yang lain belum
akan menerima.
c. Pergeseran Pewarisan Harta Pencaharian Di Lingkungan Adat Minangkabau